POV Orang Ketiga Barang dagangan milik Nada sudah di angkut lebih dulu menuju rumah mereka. Begitu juga dengan lima koper besar yang berisi baju dan perlengkapan milik Adi dan Nada beserta kedua anak mereka. Hari ini Adi dan Nada memutuskan untuk pulang ke rumah karena Nada tidak nyaman sering bertemu dengan Galang di lingkungan tempat tinggal ini. Kepindahan ini juga di lakukan secara diam-diam tanpa sepengetahuan warga yang lain. Agar Galang tidak tahu dan tidak mengejarku lagi.“Jangan lupa sering mampir kesini juga. Mama dan Papa akan rindu dengan kalian.” Nada menganggukan kepalanya lalu kembali memeluk tubuh sang Mama. Beberapa bulan tinggal di rumah orang tuanya membuat Nada sangat tergantung dengan sang Mama. Karena Bu Tiah kerap kali membantu Nada untuk menjaga Nasya dan Karina.Pak Jaya sudah memeluk tubuh kedua cucunya. Pria paruh baya itu juga bisa menerima kehadiran Karina yang akan di rawat oleh Adi dan Nada. Menyanyangi gadis kecil itu meskipun tidak terlahir dari rah
“Oh Nak Galang. Maaf kalau Tante lupa sama kamu. Baru selesai makan di warung sebrang ya?” Galang menganggukan kepalanya. Ia terus melirik ke rumah di belakang Bu Tiah jika ada tanda-tanda kehadiran Nada. Tanpa menyadari jika Bu Tiah sedang memperharikan raut wajahnya dengan teliti.“Ya sudah saya masuk dulu ya Nak Galang. Habis ini mau masak buat sarapan.” Tanpa menunggu tanggapan pria itu, Bu Tiah sudah melangkah menuju rumahnya. Mama Nada itu tidak ingin memberikan kesempatan pada Galang untuk mengorek informasi darinya tentang Nada.Ia hendak memanggil Mama Nada itu. Tapi, urung di lakukan karena takut jika Bu Tiah curiga dengan pertanyaannya tentang Adi dan Nada. “Seharusnya aku tadi nggak perlu basa-basi. Langsung tanyakan tentang Adi dan Nada saja pada Tante Tiah.” Gumam Galang kesal pada dirinya sendiri. Karena sudah gagal mendapatkan informasi dari Bu Tiah.Kehidupannya di komplek perumahan ini jadi lebih hampa karena sudah beberapa hari tidak bertemu dengan Nada. Keinginanny
“Apa?” Galang sampai tersedak minumannya sendiri saat mendengarkan perkataan Rumi barusan. Kedua matanya membelalak tidak percaya.Ia bertanya apa hubungan Rumi dengan Nada dan Adi. Jawaban mantan adik madu Nada itu benar-benar membuatnya merasa sangat kaget. Menjadi teman dekati Adi selama tijuh tahun sejak duduk di bangku SMA yang masih di bawah yayasan milik Bu Anisa, membuat Galang cukup paham bagaimana pemikiran Adi tentang poligami. Sebagai anak pemilik yayasan, nama Adi cukup terkenal di kalangan para siswa dan para siswi. Kelas untuk para siswa dan siswi yang di pisah membuat banyak siswi sering lalu lalang untuk melihat sosok Adi yang tampan. Tentu saja semua orang juga tahu jika pemilik yayasan itu adalah ayah kandung Adi dan istri keduanya. Hubungan keluarga besar Adi yang harmonis sempat membuat banyak orang mengira jika Adi juga akan melakukan poligami di masa depan seperti Ayahnya. Karena terus di tanya pertanyaan yang sama, Adi sering kali menegaskan jika ia tidak aka
Setelah isak tangis Rumi reda, dia menghabiskan makanan yang tadi sudah mereka pesan. Rumi berpikir cepat dengan situasi. Haruskah ia juga merayu Galang juga? Mengingat Rumi masih harus membayar ganti rugi pada Nada setiap bulannya sebagai kompensasi karena Nada tidak melaporkannya ke polisi. Ia bisa tanya pada sang Mama, apakah ada pelet lain yang bisa ia gunakan pada Galang. Karena pria itu sudah tahu metodenya untuk mendapatkan Adi. Rumi tidak ingin melakukan cara yang sama.“Maaf jika aku menanyakan hal ini di pertemuan pertama kita. Apakah Mas Galang masih tinggal dengan orang tua?” Tanya Rumi memecahkan keheningan yang tercipta di antara mereka. Galang menggelengkan kepalanya. Membuat hati Rumi merasa sangat lega. “Orang tuaku sudah bercerai dua tahun lalu. Setelah adikku mendapat pekerjaan juga, Mama merasa tugasnya untuk bertahan dengan Papa sudah selesai. Lalu, Mama ikut tinggal di rumah adikku yang ada di Jakarta. Tidak lama setelah orang tuaku bercerai, Papa sudah menikah
“Talak tiga ya? Berarti kesempatanmu untuk kembali pada Adi sangat kecil sekali Rum.” Gumam Galang yang masih bisa di dengar oleh Rumi. Wanita itu menganggukan kepalanya dengan wajah sedih. Dari semua kata talak, talak tiga adalah yang paling mengerikan bagi wanita yang tidak di cerai seperti dirinya.“Mama. Baterai hpnya habis.” Seru Rahman yang keluar dari ruang tengah dengan wajah cemberut. Menyela percakapan Rumi dengan Galang.Ia melihat baju yang di pakai Rahman dari atas sampai bawah tampak kotor. Seperti tidak pernah di cuci selama berhari-hari. Belum lagi dengan wajah bocah laki-laki itu yang tampak penuh makanan yang mengering di sekitar bibirnya.“Kamu bisa minta sama Nenek untuk mengisi daya hpnya di kamar, Rahman. Jangan sedikit-sedikit minta pada Mama. Kamu nggak lihat kalau Mama lagi bicara sama tamu, hah?” Hardik Rumi pelan berusaha menahan emosi. Jika tidak ada Galang bersamanya saat ini, Rumi pasti sudah marah pada Rahman seperti biasa. Biasanya Rumi akan mencubit t
Nada segera memanggil Shanum dan Bude Sri untuk berjalan mendekat. Mereka bertiga melihat mobil yang terparkir di depan rumah tetangga itu. Tetangga Nada yang merupakan pasangan suami istri sama-sama bekerja di perusahaan. Jadi, rumah itu akan kosong dari pagi sampai sore. Rumah itu baru ada orangnya saat hari sudah malam. “Memangnya kenapa Mbak? Bisa saja pemilik mobil itu mau datang ke rumah tetangga depan.” Kata Shanum heran. “Bukan Sha. Itu mobil temannya Mas Adi yang namanya Galang.” Kedua mata Shanum seketika membulat kaget. “Mas Galang? Temannya Mas Adi sejak SMA sampai kuliah itu? Dia sudah ada di kota ini?” Nada menganggukan kepalanya untuk menjawab semua pertanyaan Shanum. Tampak sekali jika Shanum sangat senang saat mendengar nama Galang di sebut. Karena mereka nyambung saat mengobrol bersama dengan Adi.“Ya ampun. Kok Mas Adi nggak pernah cerita sih? Mas Galang juga nggak pernah berkunjung ke rumah Ibu dan Umi sejak pulang ke kota ini.” Ujar Shanum antusias tanpa tahu ji
“Kita akan menjebak Adi agar tidur denganmu di hotel. Gampang saja mengajaknya dan teman-teman sekolah yang lain untuk makan bersama. Aku akan mengadakan acara reuni sekolah agar kami bisa berkumpul.” Rumi menganggukan kepalanya antusias. Ia tidak menyangka jika Galang punya ide sebagus ini. “Apakah rencana itu akan di lakukan setelah kita menikah?” Galang menganggukan kepalanya. Kedua matanya bersinar licik penuh perhitungan.“Benar. Karena kita harus membuat kasus kalian seperti perselingkuhan dan perzinahan. Agar Nada langsung mengajukan gugatan cerainya pada Adi.” Terang Galang merinci rencananya. “Saat sedang makan bersama di restoran bersama teman-teman sekolah dulu, aku akan memberi Adi obat tidur. Karena efeknya adalah membuat kepala jadi pusing, maka aku bisa pura-pura mengantar Adi pulang dengan alasan jika Adi tiba-tiba sakit. Padahal sebenarnya aku membawa Adi ke hotel yang sudah kusewa. Sebelum kami tiba, kamu sudah harus masuk ke dalam kamar lebih dulu. Setelah aku ber
Suasana di rumah Adi dan Nada pagi itu berjalan seperti biasa. Setelah sholat subuh, Nada sibuk menuntun kedua putrinya untuk mandi lalu berganti baju. Nasya sudah bisa melakukan semua hal itu sendiri. Nada hanya perlu memastikan jika putri pertamanya itu sudah siap. Sementara itu, untuk Karina, masih harus di urus oleh Nada karena belum terbiasa mandi dengan peralatan yang ada di rumah ini. Sedangkan Adi mengerjakan pekerjaan rumah. Seperti menyapu rumah dan halaman. Baru setelah itu giliran Adi yang mandi lalu mengajak Nasya dan Karina untuk bermain sambil menunggu Nada yang membuatkan sarapan serta memasukan bekal untuk Adi dan Nasya. Saat sedang sibuk menggoreng nugget ayam pesanan Nasya untuk bekalnya nanti, tangan Adi sudah melingkar di perut sang istri sambil mencium pipinya pelan hingga membuat Nada merasa geli. “Jangan peluk aku terus dong Mas. Bagaimana kalau nanti Nasya dan Karina lihat?” Kata Nada sambil terkikik geli. Membuat Adi segera melepaskan pelukannya. “Habis gem
Saat Adi pulang ke rumah, sudah ada Rahman yang datang bersama Bude Sri dan Bu Anisa. Nada menjelaskan jika Rahman sudah tahu semuanya. Rahman menangis dalam pelukan Nada. Mereka tidak menanyakan apapun hingga Rahman akhirnya berhenti menangis."Jangan takut lagi sayang. Mulai sekarang Rahman akan tinggal di rumah ini dengan Ayah, Ibu, Kak Nasya dan Karina. Sejak dulu sampai sekarang, Rahman adalah anak Ibu dan Ayah. " Ucap Nada lembut yang membuat semua orang terharu.Adi sendiri merasa sangat bersyukur bisa kembali bersama Nada yang menerima Rahman dan Karina dengan lapang hati. Juga menganggap mereka sebagai anaknya sendiri. Hari itu, Adi kembali di sibukan untuk menata kamar tamu yang akan di ubah menjadi kamar Rahman. Sedangkan Nada sibuk memasak makan siang di dapur bersama Bude Sri.Mereka memutuskan untuk merawat Rahman bersama serta memberi tahu identitas Rahman dan Karina yang sebenarnya adalah saudara sepersusuan. Berita ini di sampaikan juga pada seluruh keluarga mereka yan
“Tidak mungkin. Anak saya tidak pernah menjebak Adi. Itu semua adalah fitnah.” Bu Anita berdiri di hadapan Galang untuk menghalangi kedua polisi itu yang hendak menangkap sang putra. Alana hanya berdiri dengan tubuh kaku menatap kakaknya dan sekumpulan polisi itu bergantian. “Maaf Bu. Jangan halangi penyelidikan kami. Selain Pak Galang, kami juga harus membawa Bu Rumi sebagai orang yang telah membeli obat-obatan itu. Kami sudah punya bukti yang valid untuk menahan anak dan menantu Ibu.” Kata salah satu polisi yang kepalanya botak dengan wajah datar menatap ke arah mereka. Galang masih terdiam di tempatnya tidak percaya. Jika jebakan yang sudah ia buat dengan matang dapat di ketahui oleh Adi. Dadanya terus berdebar kencang memikirkan semua keanehan yang terjadi selama ini. Adi yang selalu bisa berkelit dari semua jebakannnya. 'Apakah Adi sudah juga mengintaiku dengan menyuruh orang lain? Atau dia memasang kamera CCTV di rumah ini?' Tanya Galang dalam hatinya. Wajah pria itu masih tam
Tanpa sadar Galang membanting hpnya ke atas meja. Sehingga membuat perhatian para guru yang masih ada di ruangan yang sama dengannya jadi teralih pada Galang. Menyadari jika ia sudah membuat dirinya sebagai pusat perhatian, pria itu hanya bisa minta maaf karena sudah membuar keributan"Ada apa Pak Galang?” Tanya salah satu rekan guru senior yang jauh lebih tua darinya. Galang menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kikuk. Menyesal karena sudah kelepasan marah di depan rekan guru yang lain.“Maaf Pak. Tadi ada nomor pinjol yang neror saya karena teman saya berhutang padanya.” Guru itu menganggukan kepalanya mengerti lalu kembali sibuk dengan kertas di tangan. Begitu juga dengan guru-guru lain yang tidak lagi memperhatikan GalangUjian akhir semester seperti ini membuat Galang dan beberapa guru memutuskan untuk bertahan di sekolah sampai sore guna membuat soal ulangan. Sebagian guru lain yang mata pelajarannya sudah di ujikan juga memilih untuk bertahan di sekolah untuk memeriksa lemba
“Selamat ya Bu. Anda di nyatakan positif hamil.” Kata Dokter wanita setelah memeriksa hasil usg di rahim Rumi. Tampak bulatan kecil yang ada di layar. Wanita itu membalas senyum Dokter agar tidak curiga. Padahal hatinya biasa saja saat melihat sudah ada benih dari Galang yang bersemayam dalam rahimnya. “Alhamdulillah. Terima kasih banyak Dok.” “Alhamdulillah dek. Akhirnya kamu hamil juga.” Ujar Galang yang juga bisa berakting dengan sempurna. Walaupun sebagian isi hatinya memang sangat tulus saat menyambut benih yang ada di rahim Rumi. Membuat keraguan di hati Galang tiba-tiba saja semakin kuat. Berbanding terbalik dengan perasaan Rumi. ‘Apakah aku masih harus mengejar Nada jika Rumi memang hamil anakku?’ Batin Galang galau saat ia dan Rumi sudah duduk kembali di hadapan Dokter. Pasangan suami istri itu lalu pulang ke rumah. Galang melangkah lebih dulu hingga masuk ke dalam ruang tengah. Disana sudah menunggu Alana yang tengah menonton TV bersama dengan Bu Anita. Raut wajah Galang
“Apa? Jadi Galang memang benar di pelet sama si Rumi itu? Keterlaluan sekali. Sudah Mama duga kenapa sikap Galang jadi berubah aneh seperti itu setelah menikah dengan Rumi.” Teriak Bu Anita dari sebrang sambungan telpon yang membuat telinga Alana terasa pekak sekali. Sampai perempuan itu mengorek telinganya yang berdenging karena tadi ia menempelkan hp di telinga. Seharusnya ia sudah menggunakan mode loudspeaker sejak tadi. “Iya Ma. Sesuai dengan informasi dari nomor asing itu, aku bisa menemukan dimana Rumi menyimpan kertas dan bubuk aneh ini. Untung saja Bude Sri bisa menulis huruf arab jawa sehingga aku menyuruhnya untuk menyalin tulisan itu. semirip mungkin. Kata Bude Sri dia sedikit mengubah huruf arab dari nama Mas Galang. Padahal aku sama sekali tidak sadar saat membacanya tadi.” Terang Alana mengingat penjelasan wanita paruh baya itu setelah menyapu halaman depan. “Kalau di ubah dan Rumi tahu bagaimana?” Tanya Bu Anita cemas. Dalam hatinya ia berpikir jika rencana Alana bisa
Pesawat yang di tumpangi Alana sudah mendarat di bandara. Ia turun dari pesawat lalu langsung naik ke dalam taksi yang menunggu di dalam bandara dengan membawa dua koper besar. Karena Alana memang berniat untuk tinggal di rumah Galang selama satu minggu. Selain untuk memastikan kebenaran jika Galang memang sudah di pelet oleh Rumi, ada pekerjaan di yayasan yang ingin Alana bicarakan secara langsung dengan kakaknya itu. Ia menyebutkan tujuan alamatnya pada sopir taksi yang sudah melajukan mobilnya keluar dari bandara lalu menuju rumah Galang. Tangannya mengambil hp dari dalam tas untuk membuka pesan dari Bu Anita. Jari Alana dengan cepat mengetikan pesan balasan untuk sang Mama yang terkirim satu setengah jam yang lalu. Itu berarti saat Alana masih berada di dalam pesawat. [Aku sudah turun dari pesawat dan sekarang sedang di dalam taksi menuju rumah Mas Galang, Ma. Tenang saja. Aku akan langsung mengambil kertas itu dari kabinet dapur. Aku akan tetap menjalankan rencanaku agar Rumi t
Dua minggu sejak acara reuni sudah berlalu. Tidak ada hal yang mencurigakan dari pantauan kamera CCTV dan alat perekam di rumah Galang. Arman juga mengatakan bahwa ia masih memantau semua rekaman itu bersama anak buahnya. Membuat hati Nada menjadi sedikit lebih tenang. Pikirannya selalu teralihkan karena niat jahat Galang dan Rumi. Sehingga Nada sering kali melamun. Fokusnya kini sedang menyusun laporan keuangan akhir bulan untuk kemudian di gabungkan dengan toko Dinada. Ia tidak boleh memikirkan hal itu lagi. Hari senin baru saja di mulai. Namun, waktu terasa sangat cepat berlalu karena semburat jingga yang terlihat dari balik jendela sudah akan turun ke peraduannya. Sudah ada lima pegawai yang sibuk mengepak semua pesanan hijab dan mukena di toko online milik Nada. Bude Sri hanya bisa membantu jika pekerjaan di rumah orang tua Nada sudah selesai. Hanum dan Shanum juga sudah mulai fokus untuk belajar karena sebentar lagi akan menjalani ujian akhir sekolah. Jadi, Nada sudah merekrut
"Gimana caranya kita menjebak Mas Adi sebagai pemakai jika ia tidak memakai obat itu?" Tanya Rumi bingung dengan rencana baru sang suami. Ia sama sekali tidak paham dengan obat-obatan terlarang. Rumi membeli obat itu juga karena perintah Galang. "Mudah saja. Kita bisa mengancam Adi akan melaporkannya dengan dua tuduhan yaitu kemungkinan sebagai pemakai dan sebagai pengedar narkoba. Tapi, bukan itu poin utamanya Rum. Hal itu bertujuan untuk membuat Nada tidak percaya lagi pada Adi. Aku juga tidak ingin melaporkannya ke polisi. Itu hanya sebagai ancaman saja." Rumi menganggukan kepalanya mengerti. "Setelah itu, aku masih harus meminta bantuanmu untuk mendapatkan Nada. Untuk urusan Adi aku serahkan padamu. Lakukan apa saja sesukamu untuk mendapatkan Adi lagi." 'Tidak perlu. Yang penting aku bisa mengabulkan keinginan terbesarmu. Aku sudah tidak mau berurusan dengan dukun itu. Untuk membantumu aku akan cari dukun lain yang metodenya lebih simple Mas.' Batin Rumi dalam hatinya. “Terus
Kelopak mata Galang perlahan terbuka. Kepalanya terasa sangat pusing hingga ia tidak bisa bangun untuk sebentar. Saat melihat langit-langit atap kamarnya yang familiar, pria itu kembali memejamkan kedua matanya. Untuk sesaat Galang seperti sudah melupakan kejadian tadi malam. Pria itu justru kembali melanjutkan tidur dengan badan yang terasa cukup dingin. Padahal ia sudah pakai selimut yang menutupi seluruh badannya. Tubuhnya miring ke kanan. Kelopak matanya mengerjap menatap wajah Rumi yang masih terlelap. Dengan bahu yang polos tanpa tertutup pakaian.Seketika kesadaran itu menghantam Galang. Seharusnya Rumi tidak sedang tidur di kamar ini bersama dengannya. Tapi, istrinya itu harus tidur dengan Adi di kamar hotel yang sudah ia sewa.Seperti yang sudah mereka rencanakan jauh-jauh hari. Hati Galang menjerit marah karena rencana mereka sudah gagal sejak tadi malam. “Ya ampun sial banget.” Pekik pria itu meluapkan emosinya hingga tiba-tiba terbangun. Selimut yang tadi menutup tubuh po