Krat....Krat...."Lagi lagi suara itu membuatku pusing" Setiap malam pasti suara denyit ranjang selalu mengusik telinga. Entah apa yang sedang di lakukan si pemilik kamar sehingga begitu menggangu tidurku.Suara denyit ranjang sebelah milik ibu tiriku selalu berdenyit keras ketika malam tiba. Suara berisik selalu membangunkan tidurku. Kamar kami sangat dekat hanya bersebelahan dengan sekat papan kayu saja, jadi suara apa pun kami bisa mendengarnya. Hampir setiap malam selalu terdengar suara denyit ranjang berulang kali seperti di goyang dengan keras. Entah apa yang sedang beliau lakukan di dalam sana, setiap kali di tanya tentang denyit ranjang selalu saja mengelak dengan kalimat (Ranjang sudah reot jelas berdenyit kalau buat pindah posisi) Alasan itu sungguh tidak masuk akal. Bagaimana bisa suara ranjang berdenyit begitu keras secara berkala. Seperti ada sesuatu yang sedang beliau lakukan di kamar tersebut. Pernah sekali mengintip kamar ibu tiri, namun ruangan nampak gelap gulita. T
Keesokan pagi seperti biasa aku bangun lebih awal. Jarun jam masih menunjukkan pukul lima pagi. Akan ku mulai hari dengan membersihkan rumah sembari mencuci pakaian, setelah itu lanjut masak nasi dan lanjut membuat bumbu ayam goreng kesukaan mas Darwin. Setelah menolaknya malam tadi rasa bersalah selalu menghantuiku. Pagi ini aku berniat membuatkan masakan kesukaannya, nasi uduk dan ayam goreng. Sejak pertama menikah baru kali pertama aku menolak hasratnya, semua karena badan terlalu lelah, lagi pula percuma jika terpaksa meladeni hasrat mas Darwin yang ada dia tidak merasa senang oleh keterpaksaanku. "Kalau ingat wajah mas Darwin tadi malam hatiku terasa hancur sekali, akan tetapi mau bagaimana lagi semalam tidak bisa tidur gara-gara suara denyit ranjang ibu Marni, di tambah lagi bafan rasanya capek banget." jika mengingat kejadian semalam sangat membuatku kesal. Setiap malam tidak pernah bisa tidur pulas sedikit saja. Denyit ranjang itu sangat mengganggu tidurku. Entah apa yang di
"Astaga, hpku tertinggal di meja kamar" Setelah berjalan tak jauh dari rumah, aku mulai tersadar jika ada sesuatu yang tertinggal di rumah. Melihat jam pada pergelangan tangan, masih menunjukkan pukul setangah tujuh pagi. "Putar balik atau lanjut ya...." Kalau putar balik tentu bisa memakan waktu lebih lama lagi, tapi jika melanjutkan perjalanan, maka bagaimana dengan ponselku jika sewaktu waktu ada panggilan dari atasan. Akhirnya aku pun memutuskan putar balik. Sial sekali pagi ini harus bolak-balik rasanya ingin marah tapi bagaimana lagi semua akibat aku terlalu teledor.Dengan tergesa-gesa aku mulai memarkirkan motor, kemudian berlari kecil masuk ke dalam rumah. Kebetulan pintu tidak tertutup. Langsung saja aku masuk tanpa memberi salam."Rika....kamu kok pulang lagi" Ku lihat mas Darwin berada di depan pintu kamar ibu Marni. Sewaktu pergi pakaian mas Darwin begitu rapi, namun sekarang dua kancing paling atas terbuka lebar, dan keringat bercucuran seperti habis mencangkul saja. Ram
"Mas....mas, mas Darwin" Ketika tanganku tidak bisa menggapai apa yang ingin kungapai, seketika mata ini mulai terbelalak. Entah kemana perginya mas Darwin. Tidak biasanya dia pergi tanpa pamit lebih dulu. Melihat jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam. Rasa kantuk terus memberatkan mata ini meski berulang kali berusaha membuka lebar. Setelah sekian lama akhirnya aku bisa tidur pulas tanpa ada gangguan suara denyit ranjang sebelah. Mungkin ibu Marni sedang keluar rumah atau menginap di rumah temannya. Aku tidak perduli mau dia ada atau tiada bagiku sama saja. Sudah lama aku muak dengan keberadaan beliau, bukan tanpa sebab. Pertama gara gara beliau nyawa ayah tidak tertolong, semua karena beliau bersikeras tidak mau membawa ayah ke rumah sakit dengan alasan kami tidak mempunyai cukup uang. Sedangkan pada saat itu ibu Marni punya simpanan perhiasan dari almarhumah ibu kandungku, tapi beliau tidak mau menjualnya dan malah memakainya. Yang kedua setelah kepergian ayah, beliau jadi wa
"Marni.........keluar kamu....Marni" Pagi hari selah seorang warga berteriak kencang di depan rumah. Ada gerangan apa sehingga membuat mereka berbondong-bondong datang ke rumah kami dengan cara tidak sopan. "Sayang, kenapa di luar ribut sekali?" Mas Darwin yang baru saja selesai mandi langsung menghampiriku."Entahlah, mas. Ayo kita lihat....." Seketika kami keluar kamar. Mengintip dari celah jendela ruang tamu "Mas, kenapa di luar ada banyak orang (Kami saling melempar pandang) kira-kira ada apa, ya?" Dari balik tirai jendela kami melihat sekumpulan warga berdiri sambil mengacungkan tongkat yang terbuat dari kayu. Mereka nampak begitu anarkis dengan terus berteriak memanggil nama Ibu Marni. Kebanyakan kaum ibu terus meneriaki nama ibu Marni. Entah kesalahan seperti apa yang telah beliau perbuat sampai para warga berkumpul depan rumah dengan menampilkan wajah kesal.Mas Darwin ikut mengintip "Lebih baik kita jangan keluar dulu tunggu sampai mereka pulang""Marni....keluar kamu jang
"Jadi kamu juga mau mengusir ibumu dari rumah ini? Apa kamu tidak mau menjelaskan pada mereka bahwa ibu akan tetap tinggal di rumah ini sesuai pesan terakhir bapakmu? Apa kamu lupa, atau kamu memang ingin ibu keluar dari rumah ini, iya begitu?" ibu Marni menatapku penuh emosi. Matanya seolah tidak terima atas tuntutan warga sekitar. Sejak sidang pagi tadi aku hanya terdiam tanpa bicara sedikit pun padanya. Sungguh, aku pun tidak menyangka begitu tega ibu tiriku merebut suami orang, tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. Selama ini benar isu di luar sana bahwa ibu tiriku bukan wanita baik-baik. Sudah banyak orang memberitahu padaku akan tabiat buruk bu Marni, tapi sama sekali tidak ku hiraukan. Cinta kasih ku pada beliau begutu tulus dan besar sehingga mataku di buatnya buta, telinga serasa tuli, dan hati seakan mati rasa. Jujur aku begitu bodoh sampai tidak mengenali siapa ibu tiriku sebenarnya. "Seharusnya kamu membela ibu bukan malah diam sepertin patung, ingat ya tanpa aku mungkin k
Tok, tok...."Masuk...." seorang pria berkaca mata melihat seseorang membuka pintu. Menurunkan kaca mata seraya berkata "Pak Darwin? ada hal penting apa sepagi ini menghadap saya?" Dengan wajah di buat seolah merintih kesakitan "Sebelumnya saya minta maaf pak, sepertinya saya tidak dapat mengjar hari ini karena tiba-tiba saja badan terasa tidak enak. Kalau bapak berkenan saya mau minta ijin pulang lebih awal soalnya kepala saya migran, pak." Berharap bapak kepala sekolah percaya dengan aktingnya. Meski bukan hal baru baginya tetapi ijin kepala sekolah sangat di butuhkan.Melepas kaca mata sembari memicingkan mata "Saya lihat akhir-akhir ini pak Darwin kerap minta ijin dengan alasan sakit, apakah itu suatu kebetulan atau ada unsur kesengajaan?" Beberapa hari ini memang Darwin kerap minya ijin dengan alasan sakit. Sekali dua kali tidak menimbulkan kecurigaan, untuk selebihnya timbul rasa curiga.Memijat kepala "Saya tidak berbohong, memang saya pusing, pak. Tapi jika bapak tidak member
Sebulan kemudian...Marni mulai kerap bertemu dengan Darwin di tempat umum. Kali ini Marni meminta Darwin untuk menemaninya belanja di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di tengah kota. Mereka nampak tidak segan memamerkan kedekatan yang terjalin setelah beberapa bulan berpeluh bersama. Entah sihir dan jampi-jampi seperti apa sehingga membuat Darwin begitu bern4fsu pada Marni. Hampir setiap pertemuan pasti akan mereka gunakan peluang dengan sebaik mungkin. Hasrat menggebu memupuk puluhan dosa. Tidak hanya sekali bercInta namun bisa satu, dua hingga, tiga kali dalam sekali pertemuan. Tergantung mood masing-masing. Terkadang badan lelah menjadi faktor utama ej4kulas1 dini. Belum lagi ketika harus memenuhi kewajiban atas istri tentu Darwin butuh banyak waktu memulihkan tenaga. Sepanjang jalan mereka lalui bersama saling bercanda sampai menjurus hal sensitif. Mereka nampak begitu senang. Sering kali membahas adegan ranjang model seperti apa lagi yang akan mereka perankan nantinya, sunggu
Bagaimana cara menjelaskan semua pada putraku, sungguh tidak bisa melihat harapannya hancur begitu saja. Mata yang tadi di penuhi kebahagiaan seketika sirna penuh air mata. Kaki mulai melemas menitikkan air mata sembari ku raih pusara mas Darwin "Bagaimana caraku menjelaskan semua pada Aska, mas? Andai bisa ku putar waktu aku tidak ingin kau pergi dengan cara seperti ini. Sekarang Aku harus bagaimana? Kenapa harus kamu? Kenapa bukan orang lain saja yang mendonorkan jantung untuk Aska, kenap harus kamu, kenapa? Setelah semua kejadian ini bagaimana caraku menghindari tatapan putraku sendiri, mungkin setelah ini dia akan sangat membenciku. Hati ku sakit melihatnya hancur. Aku takut, mas. Bagaimana jika dia membenci ku setelah ini? Sungguh aku tidak sanggup di benci olehnya," Wajah tertunduk lesu tidak tau harus berbuat apa. Semua memang salah ku, seharunya tidak pernah memberi jarak pada mereka supaya semua tidak seperti sekarang."Kebaikan mu akan selalu ku ingat dalam seumur hidup, tap
Dua hari kemudian.Sesuai janji ku pada Aska, tepatnya selasa pagi kami mengajaknya bertemu dengan Mas Darwin. Meski seluruh dunia mengetahui bahwa orang mati tidak bisa bangkit kembali ke dunia manusia. Aku menyadari bahwa harapan besar mereka bertemu sangatlah mustahil. Setiap saat hati terasa gelisah takut putraku kecewa atas kenyataan pahit ini, semua memang bukan mau ku, semua atas keputusan mas Darwin sendiri, sejauh kebencianku terhadapnya sedikit pun tidak pernah menganggapnya benar, sehingga pada saat dia memberikan jantungnya pada putra kandungnya sendiri, di situlah baru aku menyadari bahwa seburuk apa pun seorang mantan suami dia tetap ayah terbaik bagi anak-anak. Sejauh apa pun sakit hati membawa kita, hubungan yang sudah terjalin tidak akan pernah terhapus oleh banyaknya dosa. Masa lalu tetap meninggalkan kenangan walau tidak untuk di perjuangkan. Wahai mantan jadilah masa lalu terbaik jangan kotori masa lalu seseorang dengan penuh kebencian. Merasa jatuh cinta dan menci
Satu minggu kemudian kondisi Aska perlahan mulai membaik. Hari ini Dokter memberi kabar gembira bahwa putra kami sudah di perbolehkan pulang. Dengan kondisi Aska sekarang tentunya ia banyak di batasi oleh dokter, sebelum benar-benar sembuh ia tidak boleh keluar rumah bahkan sekedar sekolah pun belum di ijinkan. Sebagai seorang ibu jelas hati sangat bahagia sekaligus cemas, bagaimana jika Aska bosan ingin bertemu teman-temannya? tidak mungkin dia terus di rumah sepanjang hari di tambah lagi kami juga banyak kerjaan pasti dia sangat kesepian."Jangan lupa di minum obatnya, kamu tidak boleh terlalu beraktifitas dulu. Sementara waktu kamu duduk di kursi roda dulu, baru setelah selesai kamu bisa kembali bersekolah." Jelas Dokter.Mengulurkan tangan "Kami sangat berterima kasih atas segalanya, Dok. Kalau begitu kami pamit pulang"Usai menebus obat kami pun pulang. Sepanjang jalan pukang entah kenap Aska terus diam tanpa kata. Mungkinkah dia memikirkan sesuatu? Coba ku tanyakan pelan padanya
"Sayang coba lihat itu....." Mas Candra menunjuk sebrang jalan di mana seorang wanita berlari tertatih tanpa busana. Rambut terurai lusuh membuatku sulit mengenalinya, namun setelah mengamati seksama ternyata wanita itu adalah ibu Marni. Tidak jauh dari tempat beliau terlihat dua pria mengejarnya. Pria itu nampak begitu sangar berpenampilan preman dan bertubuh tinggi besar."Mas, itu ibu Marni....." Tanpa ragu kami pun menepi berusaha mengejar beliau sebisa dan sekuat kami. Sempai pada akhirnya bu Marni terjatuh, kedua pria berpenampilan preman tadi berusaha memaksa Bu Marni.Melihat beliau meronta dengan kondisi seperti itu tentu kedua pria itu bukan orang baik "Tolong......maling....." Mencari cara untuk meminta bantuan warga dan orang sekitar dengan berteriak maling. Benar saja beberapa orang berbondong ke arah kami lalu mengejar kedua pria tersebut. Awalnya mereka hendak membawa Ibu Marni, namun karena langkah kaki beliau tertatih membuat mereka memutuskan meninggalkan begitu saja
"Tidak, jangan, pergi kalian...Tolong..." Marni berteriak kencang ketika ada beberapa preman mengejarnya. Ketika duduk di tepi jalan tiba-tiba tiga orang berpakaian preman menghampiri lalu menyeretnya ke dalam mobil. Sembari meronta Marni terus berharap ada salah satu orang baik bisa menolongnya, namun siapa sangka tidak ada satu pun orang perduli. Mungkin bisa di katakan hukum karma masih berlaku padanya. Salah seorang pria berkulit hitam mata besar langsung membungkam mulutnya sampai tak bersuara. Sesekali terdengar suara dering ponsel dari salah satu preman."Kita sudah berhasil, bos." ucapnya sembari tersenyum girang ke arah Marni.Sejak memutuskan pergi dari Darwin, kini kehidupan Marni semakin sulit. Setiap hari berjalan lontang-lantung tanpa tujuan, semua tempat telah ia datangi demi mencari kerja atau sekedar numpang berteduh, namun hampir semua orang menolak, siapa yang mau menerima orang dengan penampilan compang-camping dan rambut kusut seperti tidak pernah di sisir. Banyak
Operasi berlangsung cukup lama. Setiap detik do'a tak pernah terputus. Mas Candra selalu berada di sampingku berusaha membuatku tenang. Meski ku tau di dalam hati terdalam ia juga rapuh. Aska memang bukan darah dagingnya, tapi dia yang selama ini mencintai, merawat, dan berperan layaknya seorang ayah. Wajar jika hatinya rapuh sama peperti itu pula hati ini."Jangan cemas putraku sangat hebat, dia pasti bisa melewati semua ini." Lirih mas Candra meyakinkan ku. Kalau boleh jujur suamiku tidak sekuat itu, tanpa sadar sejak tadi ku perhatikan ia menyeka air mata. Memaksa kuat sebisa mungkin supaya tidak membuatku semakin lemah.Sembari bersandar pada bahu mas Candra "Semua salahku, mas." Tiap kali mengingat bagaimana kami bertengkar sebelum akhirnya Aska berlari dariku. Andai bisa aku bersedia bertukar posisi, asal putraku baik-baik saja.Genggaman tangan semakin erat kurasakan "Jangan salahkan diri sendiri, kalau tau akan terjadi hal seburuk ini, maka aku pun tidak akan pernah mengajak k
Brug....."Aska...." Menjerit sekencang mungkin. Dunia seakan berhenti berputar. Gelap terasa menutup hati. Tidak sekali pun terpikir akan terjadi musibah besar pada putraku."Tidak....." Air mata terurai lepas. Jerit tangis mulai mengalihkan banyak pasang mata.Betapa hancur hati ini melihat pemandangan mengerikan baru menimpa putraku. Ketika ia hendak menyebrang dari arah berlawanan ada truk kontainer melintas kencang, sampai akhirnya menghantam putraku. Tubuhnya terpental beberapa meter dari tempat kejadian. Mata ini menyaksikan darah bercucuran sampai tubuh serasa lemas tak bertenaga. Kaki sulit di gerakkan. Tatapanku terus tertuju pada Aska yang sudah tidak sadarkan diri."Ya Tuhan....Aska." Di susul teriakan mas Candra.Air mataku pecah ketika kerumunan orang menutupi pandangan. Mas Candra lantas menghampiriku. Memelukku lalu membawaku ke sebrang jalan."Mas anak kita, mas. Dia...." Mulut bergetar hebat sampai tak sanggup lagi berkata-kata.Tatapan mas Candra tidak seperti biasa
Beberapa hari kemudian.Bertepatan hari libur kami sekeluarga menyempatkan waktu jogging, demi kesehatan bersama. Mentari mulai menyapu wajah. Sesekali menyeka keringat "Rasanya matahari pagi begitu terik seperti membakar kulit..." Ucapku sembari terus berlari kecil.Cuaca pagi begitu cerah. Langit membiru di sertai gumpalan awan putih. Suara bising kendaraan sedikit menggangu pendengaran, wajar saja hari libur banyak orang keluar rumah sekedar cari makan, jalan-jalan, dan lain sebagainya.Mas Candra menolehku "Baru berapa putran sudah mengeluh. Kasihan matahari jadi takut sama keluhanmu...." Celetuknya semakin mempercepat laju kaki."Ih kok malah ngejek sih, awas kamu mas...." Kami bermain kejar kucing tikus seperti masa kanak-kanak.Tanpa sengaja aku melihat Aska tengah duduk dengan seseorang. Topi bulat warna coklat kusam menghalangi wajah pria di samping putraku itu. Kebetulan hari minggu kami sekeluarga selalu meluangkan waktu berolahraga. Tadinya Aska ikut jogging tapi entah ken
Tengah hari terlihat Darwin berdiri sembari melihat sebrang jalan. Jam sekolah segera berakhir, ia terus menunggu meski terik membakar kulit. Berulang kali menyeka keringat dengan pandangan terfokus pada sekolah tersebut. Ia tidak berniat berdagang di area sekolah hanya sekedar menunggu seseorang. Melihat jalanan semakin ramai kendaraan berlalu-lalang ia memilih duduk sejenak. Matahari siang sangat panas sekali, keringat bercucuran membasahi wajah. Berulang kaki mengibas topi bututnya untuk mendapat angin.Dari jauh salah seorang pedangan melihatnya. "Itu bukannya tukang jagung serut itu bro...." Bertanya pada salah seorang pedangan juga."Iya. Mau apa dia kemari, kepala sekolah tidak mengijinkan dia berjualan di sini masih mau nekat juga tuh orang...." Sambung salah seorang.Kebetukan pak satpam sedang jajan cilok lalu melihat ke tepi jalan "Sebenarnya dia sudah bisa berjualan di sini bersama kalian, tapi dia menolak. Dua minggu lalu dia menolong salah satu murid di sini, mungkin kal