Sebulan kemudian...
Marni mulai kerap bertemu dengan Darwin di tempat umum. Kali ini Marni meminta Darwin untuk menemaninya belanja di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di tengah kota. Mereka nampak tidak segan memamerkan kedekatan yang terjalin setelah beberapa bulan berpeluh bersama. Entah sihir dan jampi-jampi seperti apa sehingga membuat Darwin begitu bern4fsu pada Marni. Hampir setiap pertemuan pasti akan mereka gunakan peluang dengan sebaik mungkin. Hasrat menggebu memupuk puluhan dosa. Tidak hanya sekali bercInta namun bisa satu, dua hingga, tiga kali dalam sekali pertemuan. Tergantung mood masing-masing. Terkadang badan lelah menjadi faktor utama ej4kulas1 dini. Belum lagi ketika harus memenuhi kewajiban atas istri tentu Darwin butuh banyak waktu memulihkan tenaga. Sepanjang jalan mereka lalui bersama saling bercanda sampai menjurus hal sensitif. Mereka nampak begitu senang. Sering kali membahas adegan ranjang model seperti apa lagi yang akan mereka perankan nantinya, sungguh tidak ada hal menarik lain selain permainan ranjang. Ketertarikan seorang pria desawa terhadap lawan jenis tidak lagi tentang cinta melainkan hasrat. Bukan cinta namanya ketika hawa nafsu lebih dominan dalam satu hubungan. "Pagi tadi Rika sempat mengajakku malam nanti keluar bersama rekan kerjanya, tapi aku tidak ingin pergi" Sembari fokus mengemudi. Seketika Marni girang "Bagus dong kita bisa leluasa nanti malam." Darwin terdiam sejenak sebelum mobil terparkir di depan sebuah pusat perbelanjaan besar. "Nanti aku pikirkan dulu. Memang kamu ingin beli apa sih?" tanya Darwin seraya melepas sabuk pengaman. "Hari ini kita belanja sepuasnya. Nanti kamu harus beli baju yang paling mahal dan paling bagus. Kemarin mas Dono baru saja menang judi sampai sepuluh juta, jadi kita bisa belanja sepuasnya." Ucap Marni sembari menggelayut manja di lengan Darwin. Mereka sudah lupa norma agama dan peri kemanusiaan. Hanya kepuasan saja yang ada dalam pikiran mereka. Tak perduli bara api melintas asal bisa bersama semua terasa indah di jalani. Darwin tersenyum "Memang pandai sekali pacarku ini (Sembari mencoel dagu Marni). Kita manfaatkan si tua bangka itu untuk kita bersenang-senang...." Mereka nampak bersuka hati bisa memanfaatkan Dono demi memenuhi semua keinginan mereka. Sejujurnya Darwin tidak menyimpan rasa cinta terhadap Marni, hanya demi menyenangkan diri ia rela berhubungan gelap dengan ibu mertua. Setiap kali bersama Marni selalu saja ingin melampiaskan hasratnya. "Jelas dong sayang. Ya Sudah yuk biar aku pilihkan kemeja terbaik untuk pacarku tercinta ini..." Menatap Darwin penuh senyum kemenangan. "Apa pun pilihan kamu pasti akan kupakai, sayang" Menjijikkan. Bagaimana seorang menantu memanggil ibu mertua dengan sebutan sayang. Pada hakikatnya cinta memang tidak pandang usia, tapi bukan cinta namanya kalau sudah tidur satu ranjang. Ketika mereka baru memilih bebarapa baju tiba-tiba saja ada seseorang memergoki keduanya "Apa aku tidak salah lihat...." Mengucek mata berusaha meyakinkan diri dengan apa yang di lihat. Tanpa sengaja salah seorang mengenali keduanya. "Ngapain pak guru sama mertuanya di tempat ini? lalu di mana Rika?" sejauh mata mencari tak nampak batang hidung Rika istri pak guru. Merasa belum begitu percaya, ia pun lantas semakin mendekat, dan benar saja dua orang itu adalah Marni dan Darwin. "Gue nggak salah lihat kan, ya?" Melihat menantu dan mertua saling bergendeng tangan sungguh hal tidak wajar. Dari siti ia yakin antara keduanya mempunyai hubungan gelap. Ia pun lantas berusaha menguntit kemana mereka pergi "Ternyata masih belum kapok juga tuh si Marni. Setelah gandeng pak Dono, sekarang langsung gendeng anak mantu. Emang si Marni jos, hebat betul wanita itu. Memang apa sih kelebihan Marni sampai pak guru bisa jatuh dalam perangkapnya? jadi penasaran pengen cobain." Salah seorang warga mengikuti mereka sampai ke dalam pusat perbelanjaan. Hubungan gelap mereka mulai muncul ke permukaan, pasti akan menimbulkan huru hara nan berkepanjangan. Sejak tadi terus mengikuti kemana pergi keduanya. "Sial, batre hp ku pake habis segala...." Kesal sang pria yang sedari tadi menguntit. Andai ponselnya tidak habis batre pasti dia akan mengambil bukti perselingkuhan itu. Memang hanya sekedar gandeng tangan, tapi jelas tidak wajar kalau di pikir nalar. Jarak antara anak mantu dan mertua bisa sedekat itu, pasti ada sesuatu antara mereka. Sedekat dekatnya menantu dan mertua tapi tidak sampai selengket itu. Meraih beberapa kemaja di barisan tengah "Lihat kemeja ini, pasti akan terlihat bagus kalau kamu memakainya....." Marni mengambil kemeja warna merah marun bergaris "Pasti kamu terlihat gagah memakai kemeja merah ini" Selera emak-emak warna yang mencolok berbeda dengan selera anak muda jaman sekarang. Darwin memicingkan mata "Tidak, aku tidak suka memakai baju warna merah. Lebih baik kita cari warna kalem saja, biru langit atau putih polos...." Ucap Darwin berterus terang. Menurutnya Warna merah terlalu mencolok juga menyakiti mata. Marni pun mengembalikan kemeja tersebut "Baiklah, kita pilih di sebelah sana saja" Menggendeng tangan Darwin erat. "Ini sih sudah jelas antara mereka ada hubungan terlarang. Pokoknya aku harus bisa ambil keuntungan dari semua ini, rugi dong kalau di anggurin. Ini kesempatan emas buat gue...." Ridho namanya, ia selalu memakai berbagai cara demi menghasilkan uang. "Ehem...." Seketika Marni dan Darwin terkejut melihat Ridho sudah berada di belakang mereka sembari melipat kedua tangan. Sigap Darwin melepas tangan Marni. Mereka nampak gugup. Pandangan mata mereka banyak di hantui ketakutan. Mereka mengira dengan pergi jaug dari kota tidak akan bertemu masalah, justru mereka sedang berhadapan dengan masalah besar. Ridho bukan remaja sembarangan tapi terkenal sebagai bandit desa. Siapa tidak mengenal anak pengusaha itu, meski dia anak orang kaya tapi sikap buruknya membuat keluarga enggan memberinya uang. Setiap kali di beri uang dia akan menghabiskan untuk membeli minuman keras dan untuk berjudi. "Ridho....kamu, ngapain di sini?" tanya Darwin. Pertanyaan anak Sd jelas membuat Ridho tertawa. Menepuk pundak Darwin seraya berkata "Tidak perlu gugup begitu pak guru, aku tidak akan memberitahu pada siapa pun kok. Yah....tapi kalian tau sendiri ada harga yang harus di bayar. Bagaimana ya reaksi Rika ketika mengetahui kebenaran bahwa suami tercintanya ternyata suka main belakang sama ibu mertuanya. Wow.....pasti jadi berita hot sepanjang sejarah." Dari cara Ridho menatap jelas bahwa dia menginginkan uang. Isyarat tangan meminta uang sudah mereka pahami. Ancaman secara terang benderang dia sampaikan atau hubungan terlarang mereka menjadi konsumsi publik. "Memberitahu apa, ha? Memang apa yang akan kamu katakan pada semua orang tentang kami. Toh kami hanya menantu dan mertua, bisa saja kami beralasan lain tentang isu yang kamu kembang biakkan" Darwin sudah memahami karakter Ridho, seorang pria pengangguran tapi hidup berkecukupan. Jelas Ridho bukan pria baik. Orang tuanya saja sampai lepas tangan atas sikap buruknya, harusnya Darwin tidak berurusan dengan pria licik itu. Dengan santai Ridho menjawab "Oh terserah kalian yang penting di dalam hp ini sudah ada bukti tentang kalian berdua. Memang ada yang menantu dan mertua semesra kalian ini? Yakin bisa lolos dariku?" memutar ponsel meski batre habis tapi semua hanya demi gertakan semata. "Sudahlah Win beri saja uang padanya asal kita aman" Bisik Marni. Darwin merogoh dompet "Oke, berapa yang kamu butuhkan....." Tanya Darwin dengan nada kesal. "Eits....janganlah marah pak Guru, lebih baik senyum dulu jangan tampakkan wajah garangmu atau aku akan menarik kembali ucapanku dan kalian akan....." "Ridho, jangan lakukan itu kami pasti akan membayarmu. Ayo Win tersenyumlah jangan buat kita semakin susah." Marni pun meminta Darwin melebarkan senyum untuk bisa terlepas dari Ridho si preman kampungan. Meski terlihat di paksakan tapi Darwin tetap tersenyum "Sudah puas kamu? sekarang langsung poinnya saja berapa yang kamu butuhkan?" Berat hati harus keluar uang tutup mulut. Menyeringai girang "Nah gitu dong baru baru namanya anak baik. Tidak banyak kok dua juta saja...." "What? Dua juta kamu bilang? barani sekali kamu memerasku" Darwin kembali tersulut emosi ketika mendengar banyaknya nominal angka. "Silahkan saja kalau mau pukul justru satu pukulan akan membuat kamu tinggal di jeruji besi dan mungkin mbak Rika akan menceraikan kamu. Dengan begitu pelungan besar bagiku terbuka lebar...." Ucapnya enteng. Seketika saja Darwin murka, hendak mengangkat tangan namun di hentikan oleh Marni "Jangan terpancing emosi. Sekarang kita harus terbebas dari dia atau dia bisa membuat kita dalam bahaya" Marni langsung mengeluarkan lembaran merah dari dalam tas pribadinya. Melihat banyaknya uang dalam tas Marni tentu saja membuat mata Ridho langsung biru "Waw....banyak juga duitnya tambahi dong jadi tiga juta" Darwin mengepalkan kedua tangan "Kurang ajar kamu berani mempermainkan kami..." Hendak mengangkat tangan, namun Marni kembali menghentikan "Oke, akan ku penuhi kemauan kamu asal video dalam ponselmu di hapus terlebih dahulu" "Uangnya dulu baru bukti kulenyapkan" Ucap Ridho dengan santai. "Baiklah...." Menghitung nominal uang kemudian memberikan pada Ridho sesuai keinginan. "Sekarang hapus bukti itu" Telan Darwin. Seketika Ridho menyalakan ponselnya "Kalian kena tipu, batre hpku habis dari tadi" "Brengsek kamu...." Ucap Ridwan kesal. Mencium uang dari Marni "Emuah....thank you buat duitnya lain kali lagi, oke?" Sembari mengedipkan mata kiri lalu berlalu pergi."Mas....kamu habis belanja, ya? Sebanyak itu?" Baru saja mas Darwin masuk rumah mataku mulai tertuju pada beberapa paper bag di tangannya. Tidak biasanya suamiku itu belanja sendirian. Bahkan jarang sekali dia mau belanja barang sebanyak itu. Ku letakkan sebuah majalah yang baru tadi aku beli di jalan ketika perjalanan pulang, lalu menghampirinya. Melihat wajah mas Darwin sepertinya dia sedang banyak pikiran.Meletakkan paper bag sembari menghempaskan tubuh "Sebentar lagi adalah hari guru, jadi mas berniat beli kemeja baru untuk di kenakan pas peringatan hari guru nanti. Kamu tau sendiri kan semua muridku begitu totalitas memperingati hari besar guru, jadi mau tidak mau harus tampil sempurna." Ucap Darwin berdalih dari kenyataan."Tapi kok tumben tidak mengajak ku?" Menarik nafas berat "Bukannya kamu selalu sibuk setiap hari? mana ada waktu menemani suami belanja," Mendengar ucapan mas Darwin, aku pun jadi merasa bersalah. Memang ku akui akhir-akhir ini banyak sekali tugas kantor me
"Ini lipstik dan parfum milik siapa, mas?" Ku tatap mata suamiku ketika dia baru saja keluar dari kamar mandi. Tangannya masih memegang handuk setelah keramas. Gerindil air masih membasah sebagain wajah. Hati terasa gusar, bagaimana kalau memang kecurigaanku benar? mungkinkah suamiku ada main dengan ibu tiriku? apakah mungkin suamiku tega menyakiti hati ku? dan masih banyak lagi pertanyaan di dalam hati ini. Darwin melihat lipstik dan parfum milik Marni terbawa olehnya, raut wajah gugup terlihat jelas "Oh itu, jelas untuk kamu, sayang. kalau bukan untukmu lalu untuk siapa lagi...." Dengan santai mas Darwin menjawabku. Namun, dari cara bagaimana reaksinya ada hal anahe di matanya."Untukku? Apa kamu yakin, mas?" Berusaha mengulik kebenaran dari balik matanya. Seketika melihat reaksi mas Darwin yang langsung membuang muka dengan menggaruk kepala jelas dia sedang berbohong. Empat tahun sudah kami menjalin cinta, jadi sekecil apa pun reaksi Mas Darwin dalam mengekspresikan mimik wajah da
Hari ini adalah hari libur. Aku sengaja bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan dan beberes rumah. Tak berapa lama kemudian aku mendengar suara ibu Marni di luar, sepertinya beliau sedang bicara dengan seseorang. Tanpa tunggu lama ku ayunkan kaki menghampiri sumber suara. Mau apa lagi beliau datang mungkinkah masih ingin membuat keributan lagi? sungguh tidak mengerti ada seorang wanita bermuka tebal sepertinya."Ibu...." Ucapku membuat ibu Marni dan mas Darwin menoleh. Tatapanku tertuju pada tangan mas Darwin yang memegang pergelangan tangan ibu tiriku. Seketika Mas Darwin melepaskan tangan beliau lalu berjalan menghampiriku "Begini sayang tadi ibu Marni maksa mau ketemu kamu, terus aku memberi pengertian untuk tidak datang kesini karena warga masih sangat membencinya. Tadi mas hanya ingin ibu kembali pulang, sebelum warga mulai berdatangan kemari...." Ucap Mas Darwin setengah gugup.Ibu Marni menghampiri kami sembari melempar senyum "Benar kata anak mantuku. Memang ibu salah kalau
"Mau kemana bu Marni?" Seorang pengendara motor tiba-tiba saja berhenti tepan di hadapan Marni, ia lalu menggoda Marni yang tengah berdiri di tepi jalan, menunggu ojek online. Pria bertato itu tidak lain adalah Ridho. Dengan menatap Marni dari ujung kepal hingga ujung kaki, siulan si pria jalanan mulai terdengar tish. Pakaian ketat melekat di badan sintal Marni membuat setiap mata melongo. Bodi Marni jauh lebih bagus di banding wanita seusianya "Bolehlah aku mengantar kamu, sayang" bisik Ridho menawarkan diri. Gelagat kurang baik jelas terlihat dari sorot matanya."Baby...." Kembali ia menggoda seraya mencoel dagu Marni.Marni hanya diam seolah tidak melihat Ridho. Perilaku Ridho membuatnya kesal karena Ridho telah membobol dari depan dan belak4ng sampai ia merasa trauma dengannya. Melihatnya saja tubuh sudah gemetaran apa lagi harus melakukan lagi dan lagi. Lain dengan Darwin yang menawarkan kenikmatan sewajarnya juga tidak neko-neko. Ridho adalah pemuda brandalan suka dengan hal men
"Bapak...." Seorang wanita tengah menggendong bayi berlarian menghampiri Dono, yang tengah beristirahat di parkiran tempat biasa memarkirkan truk. Dono tengah tiduran di bawah pohon bersama salah seorang rekan sesama supir.Terkejut melihat anak sulungnya tiba-tiba mendatanginya "Ada apa kamu datang ke sini?" Seketika Dono bangkit dengan wajah masam. Dari jarak dua meter saja sudah terlihat jelas sang anak berderai air mata. Entah apa yang terjadi sampai membuatnya menangis tanpa perduli anak dalam gendongan. Bayi tersebut juga menangis histeris akibat sang ibu berlarian di teriknya matahari. Semua sudah tidak ia perdulikan oleh karena hatinya sedang penuh kekesalan juga kekecewaan.Tatapan nanar penuh kebencian"Bapak jahat! Kenapa bapak tega sekali menceraikan ibu, hanya demi wanita murahan seperti Marni? Bapak sampai rela meninggalkan keluarga kecil kita untuk cinta palsunya si wanita pelakor iku, sungguh aku sangat membenci bapak." Ia mendorong Dono sampai mundur satu langkah.Mera
Beberapa bulan kemudian. Marni mulai berani seliweran ke rumah Darwin hampir setiap hari. Cepat atau lambat para warga mulai menaruh rasa curiga, dengan gerak gerik mencurigakan dari kedua belah pihak tentu warga mulai berbisik. Di mana mereka kerap berduaan di rumah ketika sedang tidak ada orang lain selain mereka. Alasan meminjam meja menjadi alat bagi Marni untuk selalu bertemu dengan Darwin. Para warga pun mulai curiga setiap kali Marni datang pintu depan selalu tertutup rapat, jelas menimbulkan kecurigaan besar. Meski ketap kali di tegur oleh warga tetap saja Marni mengelak dengan sukses. Marni sendiri bahkan meminta bukti jika dirinya hanya sekedar meminjam meja."Pada jam sekarang pasti warga lagi pada sibuk pergi ke pasar...." Ucap Marni sembari melihat kiri kanan, mengamati situasi sekitar."Gue jadi curiga deh sama mereka setiap kali Marni datang pintu rumah langsung tertutup rapat" Ucap salah seorang warga. Kebetulan seorang tadi melihat Marni clingak-clinguk melihat ke lu
"Marni...berhenti kamu!" Datanglah anak sulung Dono menghampiri Marni dengan kobaran api di matanya. Anak mana tidak emosi melihat perempuan selingkuhan ayahnya bersuka cita di atas penderitaan sang ibu. Pelakor tidak pantas bahagia, harus jatuh sedalam mungkin supaya jera. Ingin rasa mematahkan seluruh tulang namun ia tak berdaya hanya manusia biasa, yang terlahir lemah."Hah....bukankah itu anaknya Sari, mau apa dia kemari?" Lirih Marni sedikit resah. Seketika saja Elis anak sulung Dono menarik kasar rambut Marni dari belakang "Dasar Iblis, perempuan laknat, pelakor murahan, wanita tidak tau malu. Sekarang juga kamu harus ikut denganku, tanggung jawab atas perbuatan buruk mu." Menarik paksa Marni menuju suatu tempat. Tidak perduli pandangan orang luar terhadap sikapnya mata dan hati sudah di penuhi kemarahan. Sembari meringis kesakitan meminta Elis melepaskan rambutnya "Apa yang kamu lakukan lepaskan. Dasar stres...." Meronta berusaha melepaskan diri.Tidak ada lagi belas kasihan
"Mas, cepat datang ke sini ibu masuk rumah sakit" Betapa gugupnya aku ketika melihat ibu Marni terkulai tak sadarkan diri. Beberapa waktu lalu salah seorang warga menghubungiku, mereka memberitahukan bahwa ibu Marni di temukan pingsan di tepi jalan raya. Mendapat kabar tersebut aku pun segara ijin pulang kepada bosku. Untungnya punya bos yang begitu baik, beliau sangat ramah dan bertoleransi tinggi. Aku di perbolehkan pulang lebih awal karena suatu sebab. Meski begitu esok hari aku akan kerja lembur demi tanggung jawab sebagai pegawai. Punya atasan baik tapi jangan di salah artikan. Jadilah manusia yang bertanggung jawab, berjiwa besar, serta hindari sifat aji mumpung. Karena sesuatu kebaikan tidak akan bertahan lama jika di balas keburukan. Yang baik harus di jaga jangan di sia siakan. Usai menghubungi mas Darwin aku pun panik mulai berjalan kesana kemari berharap tidak terjadi hal buruk pada ibu Marni. Biar bagaimana beliau adalah perempuan yang sudah merawatku sejak bayi. Entah
Bagaimana cara menjelaskan semua pada putraku, sungguh tidak bisa melihat harapannya hancur begitu saja. Mata yang tadi di penuhi kebahagiaan seketika sirna penuh air mata. Kaki mulai melemas menitikkan air mata sembari ku raih pusara mas Darwin "Bagaimana caraku menjelaskan semua pada Aska, mas? Andai bisa ku putar waktu aku tidak ingin kau pergi dengan cara seperti ini. Sekarang Aku harus bagaimana? Kenapa harus kamu? Kenapa bukan orang lain saja yang mendonorkan jantung untuk Aska, kenap harus kamu, kenapa? Setelah semua kejadian ini bagaimana caraku menghindari tatapan putraku sendiri, mungkin setelah ini dia akan sangat membenciku. Hati ku sakit melihatnya hancur. Aku takut, mas. Bagaimana jika dia membenci ku setelah ini? Sungguh aku tidak sanggup di benci olehnya," Wajah tertunduk lesu tidak tau harus berbuat apa. Semua memang salah ku, seharunya tidak pernah memberi jarak pada mereka supaya semua tidak seperti sekarang."Kebaikan mu akan selalu ku ingat dalam seumur hidup, tap
Dua hari kemudian.Sesuai janji ku pada Aska, tepatnya selasa pagi kami mengajaknya bertemu dengan Mas Darwin. Meski seluruh dunia mengetahui bahwa orang mati tidak bisa bangkit kembali ke dunia manusia. Aku menyadari bahwa harapan besar mereka bertemu sangatlah mustahil. Setiap saat hati terasa gelisah takut putraku kecewa atas kenyataan pahit ini, semua memang bukan mau ku, semua atas keputusan mas Darwin sendiri, sejauh kebencianku terhadapnya sedikit pun tidak pernah menganggapnya benar, sehingga pada saat dia memberikan jantungnya pada putra kandungnya sendiri, di situlah baru aku menyadari bahwa seburuk apa pun seorang mantan suami dia tetap ayah terbaik bagi anak-anak. Sejauh apa pun sakit hati membawa kita, hubungan yang sudah terjalin tidak akan pernah terhapus oleh banyaknya dosa. Masa lalu tetap meninggalkan kenangan walau tidak untuk di perjuangkan. Wahai mantan jadilah masa lalu terbaik jangan kotori masa lalu seseorang dengan penuh kebencian. Merasa jatuh cinta dan menci
Satu minggu kemudian kondisi Aska perlahan mulai membaik. Hari ini Dokter memberi kabar gembira bahwa putra kami sudah di perbolehkan pulang. Dengan kondisi Aska sekarang tentunya ia banyak di batasi oleh dokter, sebelum benar-benar sembuh ia tidak boleh keluar rumah bahkan sekedar sekolah pun belum di ijinkan. Sebagai seorang ibu jelas hati sangat bahagia sekaligus cemas, bagaimana jika Aska bosan ingin bertemu teman-temannya? tidak mungkin dia terus di rumah sepanjang hari di tambah lagi kami juga banyak kerjaan pasti dia sangat kesepian."Jangan lupa di minum obatnya, kamu tidak boleh terlalu beraktifitas dulu. Sementara waktu kamu duduk di kursi roda dulu, baru setelah selesai kamu bisa kembali bersekolah." Jelas Dokter.Mengulurkan tangan "Kami sangat berterima kasih atas segalanya, Dok. Kalau begitu kami pamit pulang"Usai menebus obat kami pun pulang. Sepanjang jalan pukang entah kenap Aska terus diam tanpa kata. Mungkinkah dia memikirkan sesuatu? Coba ku tanyakan pelan padanya
"Sayang coba lihat itu....." Mas Candra menunjuk sebrang jalan di mana seorang wanita berlari tertatih tanpa busana. Rambut terurai lusuh membuatku sulit mengenalinya, namun setelah mengamati seksama ternyata wanita itu adalah ibu Marni. Tidak jauh dari tempat beliau terlihat dua pria mengejarnya. Pria itu nampak begitu sangar berpenampilan preman dan bertubuh tinggi besar."Mas, itu ibu Marni....." Tanpa ragu kami pun menepi berusaha mengejar beliau sebisa dan sekuat kami. Sempai pada akhirnya bu Marni terjatuh, kedua pria berpenampilan preman tadi berusaha memaksa Bu Marni.Melihat beliau meronta dengan kondisi seperti itu tentu kedua pria itu bukan orang baik "Tolong......maling....." Mencari cara untuk meminta bantuan warga dan orang sekitar dengan berteriak maling. Benar saja beberapa orang berbondong ke arah kami lalu mengejar kedua pria tersebut. Awalnya mereka hendak membawa Ibu Marni, namun karena langkah kaki beliau tertatih membuat mereka memutuskan meninggalkan begitu saja
"Tidak, jangan, pergi kalian...Tolong..." Marni berteriak kencang ketika ada beberapa preman mengejarnya. Ketika duduk di tepi jalan tiba-tiba tiga orang berpakaian preman menghampiri lalu menyeretnya ke dalam mobil. Sembari meronta Marni terus berharap ada salah satu orang baik bisa menolongnya, namun siapa sangka tidak ada satu pun orang perduli. Mungkin bisa di katakan hukum karma masih berlaku padanya. Salah seorang pria berkulit hitam mata besar langsung membungkam mulutnya sampai tak bersuara. Sesekali terdengar suara dering ponsel dari salah satu preman."Kita sudah berhasil, bos." ucapnya sembari tersenyum girang ke arah Marni.Sejak memutuskan pergi dari Darwin, kini kehidupan Marni semakin sulit. Setiap hari berjalan lontang-lantung tanpa tujuan, semua tempat telah ia datangi demi mencari kerja atau sekedar numpang berteduh, namun hampir semua orang menolak, siapa yang mau menerima orang dengan penampilan compang-camping dan rambut kusut seperti tidak pernah di sisir. Banyak
Operasi berlangsung cukup lama. Setiap detik do'a tak pernah terputus. Mas Candra selalu berada di sampingku berusaha membuatku tenang. Meski ku tau di dalam hati terdalam ia juga rapuh. Aska memang bukan darah dagingnya, tapi dia yang selama ini mencintai, merawat, dan berperan layaknya seorang ayah. Wajar jika hatinya rapuh sama peperti itu pula hati ini."Jangan cemas putraku sangat hebat, dia pasti bisa melewati semua ini." Lirih mas Candra meyakinkan ku. Kalau boleh jujur suamiku tidak sekuat itu, tanpa sadar sejak tadi ku perhatikan ia menyeka air mata. Memaksa kuat sebisa mungkin supaya tidak membuatku semakin lemah.Sembari bersandar pada bahu mas Candra "Semua salahku, mas." Tiap kali mengingat bagaimana kami bertengkar sebelum akhirnya Aska berlari dariku. Andai bisa aku bersedia bertukar posisi, asal putraku baik-baik saja.Genggaman tangan semakin erat kurasakan "Jangan salahkan diri sendiri, kalau tau akan terjadi hal seburuk ini, maka aku pun tidak akan pernah mengajak k
Brug....."Aska...." Menjerit sekencang mungkin. Dunia seakan berhenti berputar. Gelap terasa menutup hati. Tidak sekali pun terpikir akan terjadi musibah besar pada putraku."Tidak....." Air mata terurai lepas. Jerit tangis mulai mengalihkan banyak pasang mata.Betapa hancur hati ini melihat pemandangan mengerikan baru menimpa putraku. Ketika ia hendak menyebrang dari arah berlawanan ada truk kontainer melintas kencang, sampai akhirnya menghantam putraku. Tubuhnya terpental beberapa meter dari tempat kejadian. Mata ini menyaksikan darah bercucuran sampai tubuh serasa lemas tak bertenaga. Kaki sulit di gerakkan. Tatapanku terus tertuju pada Aska yang sudah tidak sadarkan diri."Ya Tuhan....Aska." Di susul teriakan mas Candra.Air mataku pecah ketika kerumunan orang menutupi pandangan. Mas Candra lantas menghampiriku. Memelukku lalu membawaku ke sebrang jalan."Mas anak kita, mas. Dia...." Mulut bergetar hebat sampai tak sanggup lagi berkata-kata.Tatapan mas Candra tidak seperti biasa
Beberapa hari kemudian.Bertepatan hari libur kami sekeluarga menyempatkan waktu jogging, demi kesehatan bersama. Mentari mulai menyapu wajah. Sesekali menyeka keringat "Rasanya matahari pagi begitu terik seperti membakar kulit..." Ucapku sembari terus berlari kecil.Cuaca pagi begitu cerah. Langit membiru di sertai gumpalan awan putih. Suara bising kendaraan sedikit menggangu pendengaran, wajar saja hari libur banyak orang keluar rumah sekedar cari makan, jalan-jalan, dan lain sebagainya.Mas Candra menolehku "Baru berapa putran sudah mengeluh. Kasihan matahari jadi takut sama keluhanmu...." Celetuknya semakin mempercepat laju kaki."Ih kok malah ngejek sih, awas kamu mas...." Kami bermain kejar kucing tikus seperti masa kanak-kanak.Tanpa sengaja aku melihat Aska tengah duduk dengan seseorang. Topi bulat warna coklat kusam menghalangi wajah pria di samping putraku itu. Kebetulan hari minggu kami sekeluarga selalu meluangkan waktu berolahraga. Tadinya Aska ikut jogging tapi entah ken
Tengah hari terlihat Darwin berdiri sembari melihat sebrang jalan. Jam sekolah segera berakhir, ia terus menunggu meski terik membakar kulit. Berulang kali menyeka keringat dengan pandangan terfokus pada sekolah tersebut. Ia tidak berniat berdagang di area sekolah hanya sekedar menunggu seseorang. Melihat jalanan semakin ramai kendaraan berlalu-lalang ia memilih duduk sejenak. Matahari siang sangat panas sekali, keringat bercucuran membasahi wajah. Berulang kaki mengibas topi bututnya untuk mendapat angin.Dari jauh salah seorang pedangan melihatnya. "Itu bukannya tukang jagung serut itu bro...." Bertanya pada salah seorang pedangan juga."Iya. Mau apa dia kemari, kepala sekolah tidak mengijinkan dia berjualan di sini masih mau nekat juga tuh orang...." Sambung salah seorang.Kebetukan pak satpam sedang jajan cilok lalu melihat ke tepi jalan "Sebenarnya dia sudah bisa berjualan di sini bersama kalian, tapi dia menolak. Dua minggu lalu dia menolong salah satu murid di sini, mungkin kal