Sebulan kemudian...
Marni mulai kerap bertemu dengan Darwin di tempat umum. Kali ini Marni meminta Darwin untuk menemaninya belanja di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di tengah kota. Mereka nampak tidak segan memamerkan kedekatan yang terjalin setelah beberapa bulan berpeluh bersama. Entah sihir dan jampi-jampi seperti apa sehingga membuat Darwin begitu bern4fsu pada Marni. Hampir setiap pertemuan pasti akan mereka gunakan peluang dengan sebaik mungkin. Hasrat menggebu memupuk puluhan dosa. Tidak hanya sekali bercInta namun bisa satu, dua hingga, tiga kali dalam sekali pertemuan. Tergantung mood masing-masing. Terkadang badan lelah menjadi faktor utama ej4kulas1 dini. Belum lagi ketika harus memenuhi kewajiban atas istri tentu Darwin butuh banyak waktu memulihkan tenaga. Sepanjang jalan mereka lalui bersama saling bercanda sampai menjurus hal sensitif. Mereka nampak begitu senang. Sering kali membahas adegan ranjang model seperti apa lagi yang akan mereka perankan nantinya, sungguh tidak ada hal menarik lain selain permainan ranjang. Ketertarikan seorang pria desawa terhadap lawan jenis tidak lagi tentang cinta melainkan hasrat. Bukan cinta namanya ketika hawa nafsu lebih dominan dalam satu hubungan. "Pagi tadi Rika sempat mengajakku malam nanti keluar bersama rekan kerjanya, tapi aku tidak ingin pergi" Sembari fokus mengemudi. Seketika Marni girang "Bagus dong kita bisa leluasa nanti malam." Darwin terdiam sejenak sebelum mobil terparkir di depan sebuah pusat perbelanjaan besar. "Nanti aku pikirkan dulu. Memang kamu ingin beli apa sih?" tanya Darwin seraya melepas sabuk pengaman. "Hari ini kita belanja sepuasnya. Nanti kamu harus beli baju yang paling mahal dan paling bagus. Kemarin mas Dono baru saja menang judi sampai sepuluh juta, jadi kita bisa belanja sepuasnya." Ucap Marni sembari menggelayut manja di lengan Darwin. Mereka sudah lupa norma agama dan peri kemanusiaan. Hanya kepuasan saja yang ada dalam pikiran mereka. Tak perduli bara api melintas asal bisa bersama semua terasa indah di jalani. Darwin tersenyum "Memang pandai sekali pacarku ini (Sembari mencoel dagu Marni). Kita manfaatkan si tua bangka itu untuk kita bersenang-senang...." Mereka nampak bersuka hati bisa memanfaatkan Dono demi memenuhi semua keinginan mereka. Sejujurnya Darwin tidak menyimpan rasa cinta terhadap Marni, hanya demi menyenangkan diri ia rela berhubungan gelap dengan ibu mertua. Setiap kali bersama Marni selalu saja ingin melampiaskan hasratnya. "Jelas dong sayang. Ya Sudah yuk biar aku pilihkan kemeja terbaik untuk pacarku tercinta ini..." Menatap Darwin penuh senyum kemenangan. "Apa pun pilihan kamu pasti akan kupakai, sayang" Menjijikkan. Bagaimana seorang menantu memanggil ibu mertua dengan sebutan sayang. Pada hakikatnya cinta memang tidak pandang usia, tapi bukan cinta namanya kalau sudah tidur satu ranjang. Ketika mereka baru memilih bebarapa baju tiba-tiba saja ada seseorang memergoki keduanya "Apa aku tidak salah lihat...." Mengucek mata berusaha meyakinkan diri dengan apa yang di lihat. Tanpa sengaja salah seorang mengenali keduanya. "Ngapain pak guru sama mertuanya di tempat ini? lalu di mana Rika?" sejauh mata mencari tak nampak batang hidung Rika istri pak guru. Merasa belum begitu percaya, ia pun lantas semakin mendekat, dan benar saja dua orang itu adalah Marni dan Darwin. "Gue nggak salah lihat kan, ya?" Melihat menantu dan mertua saling bergendeng tangan sungguh hal tidak wajar. Dari siti ia yakin antara keduanya mempunyai hubungan gelap. Ia pun lantas berusaha menguntit kemana mereka pergi "Ternyata masih belum kapok juga tuh si Marni. Setelah gandeng pak Dono, sekarang langsung gendeng anak mantu. Emang si Marni jos, hebat betul wanita itu. Memang apa sih kelebihan Marni sampai pak guru bisa jatuh dalam perangkapnya? jadi penasaran pengen cobain." Salah seorang warga mengikuti mereka sampai ke dalam pusat perbelanjaan. Hubungan gelap mereka mulai muncul ke permukaan, pasti akan menimbulkan huru hara nan berkepanjangan. Sejak tadi terus mengikuti kemana pergi keduanya. "Sial, batre hp ku pake habis segala...." Kesal sang pria yang sedari tadi menguntit. Andai ponselnya tidak habis batre pasti dia akan mengambil bukti perselingkuhan itu. Memang hanya sekedar gandeng tangan, tapi jelas tidak wajar kalau di pikir nalar. Jarak antara anak mantu dan mertua bisa sedekat itu, pasti ada sesuatu antara mereka. Sedekat dekatnya menantu dan mertua tapi tidak sampai selengket itu. Meraih beberapa kemaja di barisan tengah "Lihat kemeja ini, pasti akan terlihat bagus kalau kamu memakainya....." Marni mengambil kemeja warna merah marun bergaris "Pasti kamu terlihat gagah memakai kemeja merah ini" Selera emak-emak warna yang mencolok berbeda dengan selera anak muda jaman sekarang. Darwin memicingkan mata "Tidak, aku tidak suka memakai baju warna merah. Lebih baik kita cari warna kalem saja, biru langit atau putih polos...." Ucap Darwin berterus terang. Menurutnya Warna merah terlalu mencolok juga menyakiti mata. Marni pun mengembalikan kemeja tersebut "Baiklah, kita pilih di sebelah sana saja" Menggendeng tangan Darwin erat. "Ini sih sudah jelas antara mereka ada hubungan terlarang. Pokoknya aku harus bisa ambil keuntungan dari semua ini, rugi dong kalau di anggurin. Ini kesempatan emas buat gue...." Ridho namanya, ia selalu memakai berbagai cara demi menghasilkan uang. "Ehem...." Seketika Marni dan Darwin terkejut melihat Ridho sudah berada di belakang mereka sembari melipat kedua tangan. Sigap Darwin melepas tangan Marni. Mereka nampak gugup. Pandangan mata mereka banyak di hantui ketakutan. Mereka mengira dengan pergi jaug dari kota tidak akan bertemu masalah, justru mereka sedang berhadapan dengan masalah besar. Ridho bukan remaja sembarangan tapi terkenal sebagai bandit desa. Siapa tidak mengenal anak pengusaha itu, meski dia anak orang kaya tapi sikap buruknya membuat keluarga enggan memberinya uang. Setiap kali di beri uang dia akan menghabiskan untuk membeli minuman keras dan untuk berjudi. "Ridho....kamu, ngapain di sini?" tanya Darwin. Pertanyaan anak Sd jelas membuat Ridho tertawa. Menepuk pundak Darwin seraya berkata "Tidak perlu gugup begitu pak guru, aku tidak akan memberitahu pada siapa pun kok. Yah....tapi kalian tau sendiri ada harga yang harus di bayar. Bagaimana ya reaksi Rika ketika mengetahui kebenaran bahwa suami tercintanya ternyata suka main belakang sama ibu mertuanya. Wow.....pasti jadi berita hot sepanjang sejarah." Dari cara Ridho menatap jelas bahwa dia menginginkan uang. Isyarat tangan meminta uang sudah mereka pahami. Ancaman secara terang benderang dia sampaikan atau hubungan terlarang mereka menjadi konsumsi publik. "Memberitahu apa, ha? Memang apa yang akan kamu katakan pada semua orang tentang kami. Toh kami hanya menantu dan mertua, bisa saja kami beralasan lain tentang isu yang kamu kembang biakkan" Darwin sudah memahami karakter Ridho, seorang pria pengangguran tapi hidup berkecukupan. Jelas Ridho bukan pria baik. Orang tuanya saja sampai lepas tangan atas sikap buruknya, harusnya Darwin tidak berurusan dengan pria licik itu. Dengan santai Ridho menjawab "Oh terserah kalian yang penting di dalam hp ini sudah ada bukti tentang kalian berdua. Memang ada yang menantu dan mertua semesra kalian ini? Yakin bisa lolos dariku?" memutar ponsel meski batre habis tapi semua hanya demi gertakan semata. "Sudahlah Win beri saja uang padanya asal kita aman" Bisik Marni. Darwin merogoh dompet "Oke, berapa yang kamu butuhkan....." Tanya Darwin dengan nada kesal. "Eits....janganlah marah pak Guru, lebih baik senyum dulu jangan tampakkan wajah garangmu atau aku akan menarik kembali ucapanku dan kalian akan....." "Ridho, jangan lakukan itu kami pasti akan membayarmu. Ayo Win tersenyumlah jangan buat kita semakin susah." Marni pun meminta Darwin melebarkan senyum untuk bisa terlepas dari Ridho si preman kampungan. Meski terlihat di paksakan tapi Darwin tetap tersenyum "Sudah puas kamu? sekarang langsung poinnya saja berapa yang kamu butuhkan?" Berat hati harus keluar uang tutup mulut. Menyeringai girang "Nah gitu dong baru baru namanya anak baik. Tidak banyak kok dua juta saja...." "What? Dua juta kamu bilang? barani sekali kamu memerasku" Darwin kembali tersulut emosi ketika mendengar banyaknya nominal angka. "Silahkan saja kalau mau pukul justru satu pukulan akan membuat kamu tinggal di jeruji besi dan mungkin mbak Rika akan menceraikan kamu. Dengan begitu pelungan besar bagiku terbuka lebar...." Ucapnya enteng. Seketika saja Darwin murka, hendak mengangkat tangan namun di hentikan oleh Marni "Jangan terpancing emosi. Sekarang kita harus terbebas dari dia atau dia bisa membuat kita dalam bahaya" Marni langsung mengeluarkan lembaran merah dari dalam tas pribadinya. Melihat banyaknya uang dalam tas Marni tentu saja membuat mata Ridho langsung biru "Waw....banyak juga duitnya tambahi dong jadi tiga juta" Darwin mengepalkan kedua tangan "Kurang ajar kamu berani mempermainkan kami..." Hendak mengangkat tangan, namun Marni kembali menghentikan "Oke, akan ku penuhi kemauan kamu asal video dalam ponselmu di hapus terlebih dahulu" "Uangnya dulu baru bukti kulenyapkan" Ucap Ridho dengan santai. "Baiklah...." Menghitung nominal uang kemudian memberikan pada Ridho sesuai keinginan. "Sekarang hapus bukti itu" Telan Darwin. Seketika Ridho menyalakan ponselnya "Kalian kena tipu, batre hpku habis dari tadi" "Brengsek kamu...." Ucap Ridwan kesal. Mencium uang dari Marni "Emuah....thank you buat duitnya lain kali lagi, oke?" Sembari mengedipkan mata kiri lalu berlalu pergi."Mas....kamu habis belanja, ya? Sebanyak itu?" Baru saja mas Darwin masuk rumah mataku mulai tertuju pada beberapa paper bag di tangannya. Tidak biasanya suamiku itu belanja sendirian. Bahkan jarang sekali dia mau belanja barang sebanyak itu. Ku letakkan sebuah majalah yang baru tadi aku beli di jalan ketika perjalanan pulang, lalu menghampirinya. Melihat wajah mas Darwin sepertinya dia sedang banyak pikiran.Meletakkan paper bag sembari menghempaskan tubuh "Sebentar lagi adalah hari guru, jadi mas berniat beli kemeja baru untuk di kenakan pas peringatan hari guru nanti. Kamu tau sendiri kan semua muridku begitu totalitas memperingati hari besar guru, jadi mau tidak mau harus tampil sempurna." Ucap Darwin berdalih dari kenyataan."Tapi kok tumben tidak mengajak ku?" Menarik nafas berat "Bukannya kamu selalu sibuk setiap hari? mana ada waktu menemani suami belanja," Mendengar ucapan mas Darwin, aku pun jadi merasa bersalah. Memang ku akui akhir-akhir ini banyak sekali tugas kantor me
"Ini lipstik dan parfum milik siapa, mas?" Ku tatap mata suamiku ketika dia baru saja keluar dari kamar mandi. Tangannya masih memegang handuk setelah keramas. Gerindil air masih membasah sebagain wajah. Hati terasa gusar, bagaimana kalau memang kecurigaanku benar? mungkinkah suamiku ada main dengan ibu tiriku? apakah mungkin suamiku tega menyakiti hati ku? dan masih banyak lagi pertanyaan di dalam hati ini. Darwin melihat lipstik dan parfum milik Marni terbawa olehnya, raut wajah gugup terlihat jelas "Oh itu, jelas untuk kamu, sayang. kalau bukan untukmu lalu untuk siapa lagi...." Dengan santai mas Darwin menjawabku. Namun, dari cara bagaimana reaksinya ada hal anahe di matanya."Untukku? Apa kamu yakin, mas?" Berusaha mengulik kebenaran dari balik matanya. Seketika melihat reaksi mas Darwin yang langsung membuang muka dengan menggaruk kepala jelas dia sedang berbohong. Empat tahun sudah kami menjalin cinta, jadi sekecil apa pun reaksi Mas Darwin dalam mengekspresikan mimik wajah da
Hari ini adalah hari libur. Aku sengaja bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan dan beberes rumah. Tak berapa lama kemudian aku mendengar suara ibu Marni di luar, sepertinya beliau sedang bicara dengan seseorang. Tanpa tunggu lama ku ayunkan kaki menghampiri sumber suara. Mau apa lagi beliau datang mungkinkah masih ingin membuat keributan lagi? sungguh tidak mengerti ada seorang wanita bermuka tebal sepertinya."Ibu...." Ucapku membuat ibu Marni dan mas Darwin menoleh. Tatapanku tertuju pada tangan mas Darwin yang memegang pergelangan tangan ibu tiriku. Seketika Mas Darwin melepaskan tangan beliau lalu berjalan menghampiriku "Begini sayang tadi ibu Marni maksa mau ketemu kamu, terus aku memberi pengertian untuk tidak datang kesini karena warga masih sangat membencinya. Tadi mas hanya ingin ibu kembali pulang, sebelum warga mulai berdatangan kemari...." Ucap Mas Darwin setengah gugup.Ibu Marni menghampiri kami sembari melempar senyum "Benar kata anak mantuku. Memang ibu salah kalau
"Mau kemana bu Marni?" Seorang pengendara motor tiba-tiba saja berhenti tepan di hadapan Marni, ia lalu menggoda Marni yang tengah berdiri di tepi jalan, menunggu ojek online. Pria bertato itu tidak lain adalah Ridho. Dengan menatap Marni dari ujung kepal hingga ujung kaki, siulan si pria jalanan mulai terdengar tish. Pakaian ketat melekat di badan sintal Marni membuat setiap mata melongo. Bodi Marni jauh lebih bagus di banding wanita seusianya "Bolehlah aku mengantar kamu, sayang" bisik Ridho menawarkan diri. Gelagat kurang baik jelas terlihat dari sorot matanya."Baby...." Kembali ia menggoda seraya mencoel dagu Marni.Marni hanya diam seolah tidak melihat Ridho. Perilaku Ridho membuatnya kesal karena Ridho telah membobol dari depan dan belak4ng sampai ia merasa trauma dengannya. Melihatnya saja tubuh sudah gemetaran apa lagi harus melakukan lagi dan lagi. Lain dengan Darwin yang menawarkan kenikmatan sewajarnya juga tidak neko-neko. Ridho adalah pemuda brandalan suka dengan hal men
"Bapak...." Seorang wanita tengah menggendong bayi berlarian menghampiri Dono, yang tengah beristirahat di parkiran tempat biasa memarkirkan truk. Dono tengah tiduran di bawah pohon bersama salah seorang rekan sesama supir.Terkejut melihat anak sulungnya tiba-tiba mendatanginya "Ada apa kamu datang ke sini?" Seketika Dono bangkit dengan wajah masam. Dari jarak dua meter saja sudah terlihat jelas sang anak berderai air mata. Entah apa yang terjadi sampai membuatnya menangis tanpa perduli anak dalam gendongan. Bayi tersebut juga menangis histeris akibat sang ibu berlarian di teriknya matahari. Semua sudah tidak ia perdulikan oleh karena hatinya sedang penuh kekesalan juga kekecewaan.Tatapan nanar penuh kebencian"Bapak jahat! Kenapa bapak tega sekali menceraikan ibu, hanya demi wanita murahan seperti Marni? Bapak sampai rela meninggalkan keluarga kecil kita untuk cinta palsunya si wanita pelakor iku, sungguh aku sangat membenci bapak." Ia mendorong Dono sampai mundur satu langkah.Mera
Beberapa bulan kemudian. Marni mulai berani seliweran ke rumah Darwin hampir setiap hari. Cepat atau lambat para warga mulai menaruh rasa curiga, dengan gerak gerik mencurigakan dari kedua belah pihak tentu warga mulai berbisik. Di mana mereka kerap berduaan di rumah ketika sedang tidak ada orang lain selain mereka. Alasan meminjam meja menjadi alat bagi Marni untuk selalu bertemu dengan Darwin. Para warga pun mulai curiga setiap kali Marni datang pintu depan selalu tertutup rapat, jelas menimbulkan kecurigaan besar. Meski ketap kali di tegur oleh warga tetap saja Marni mengelak dengan sukses. Marni sendiri bahkan meminta bukti jika dirinya hanya sekedar meminjam meja."Pada jam sekarang pasti warga lagi pada sibuk pergi ke pasar...." Ucap Marni sembari melihat kiri kanan, mengamati situasi sekitar."Gue jadi curiga deh sama mereka setiap kali Marni datang pintu rumah langsung tertutup rapat" Ucap salah seorang warga. Kebetulan seorang tadi melihat Marni clingak-clinguk melihat ke lu
"Marni...berhenti kamu!" Datanglah anak sulung Dono menghampiri Marni dengan kobaran api di matanya. Anak mana tidak emosi melihat perempuan selingkuhan ayahnya bersuka cita di atas penderitaan sang ibu. Pelakor tidak pantas bahagia, harus jatuh sedalam mungkin supaya jera. Ingin rasa mematahkan seluruh tulang namun ia tak berdaya hanya manusia biasa, yang terlahir lemah."Hah....bukankah itu anaknya Sari, mau apa dia kemari?" Lirih Marni sedikit resah. Seketika saja Elis anak sulung Dono menarik kasar rambut Marni dari belakang "Dasar Iblis, perempuan laknat, pelakor murahan, wanita tidak tau malu. Sekarang juga kamu harus ikut denganku, tanggung jawab atas perbuatan buruk mu." Menarik paksa Marni menuju suatu tempat. Tidak perduli pandangan orang luar terhadap sikapnya mata dan hati sudah di penuhi kemarahan. Sembari meringis kesakitan meminta Elis melepaskan rambutnya "Apa yang kamu lakukan lepaskan. Dasar stres...." Meronta berusaha melepaskan diri.Tidak ada lagi belas kasihan
"Mas, cepat datang ke sini ibu masuk rumah sakit" Betapa gugupnya aku ketika melihat ibu Marni terkulai tak sadarkan diri. Beberapa waktu lalu salah seorang warga menghubungiku, mereka memberitahukan bahwa ibu Marni di temukan pingsan di tepi jalan raya. Mendapat kabar tersebut aku pun segara ijin pulang kepada bosku. Untungnya punya bos yang begitu baik, beliau sangat ramah dan bertoleransi tinggi. Aku di perbolehkan pulang lebih awal karena suatu sebab. Meski begitu esok hari aku akan kerja lembur demi tanggung jawab sebagai pegawai. Punya atasan baik tapi jangan di salah artikan. Jadilah manusia yang bertanggung jawab, berjiwa besar, serta hindari sifat aji mumpung. Karena sesuatu kebaikan tidak akan bertahan lama jika di balas keburukan. Yang baik harus di jaga jangan di sia siakan. Usai menghubungi mas Darwin aku pun panik mulai berjalan kesana kemari berharap tidak terjadi hal buruk pada ibu Marni. Biar bagaimana beliau adalah perempuan yang sudah merawatku sejak bayi. Entah