"Bapak...." Seorang wanita tengah menggendong bayi berlarian menghampiri Dono, yang tengah beristirahat di parkiran tempat biasa memarkirkan truk. Dono tengah tiduran di bawah pohon bersama salah seorang rekan sesama supir.Terkejut melihat anak sulungnya tiba-tiba mendatanginya "Ada apa kamu datang ke sini?" Seketika Dono bangkit dengan wajah masam. Dari jarak dua meter saja sudah terlihat jelas sang anak berderai air mata. Entah apa yang terjadi sampai membuatnya menangis tanpa perduli anak dalam gendongan. Bayi tersebut juga menangis histeris akibat sang ibu berlarian di teriknya matahari. Semua sudah tidak ia perdulikan oleh karena hatinya sedang penuh kekesalan juga kekecewaan.Tatapan nanar penuh kebencian"Bapak jahat! Kenapa bapak tega sekali menceraikan ibu, hanya demi wanita murahan seperti Marni? Bapak sampai rela meninggalkan keluarga kecil kita untuk cinta palsunya si wanita pelakor iku, sungguh aku sangat membenci bapak." Ia mendorong Dono sampai mundur satu langkah.Mera
Beberapa bulan kemudian. Marni mulai berani seliweran ke rumah Darwin hampir setiap hari. Cepat atau lambat para warga mulai menaruh rasa curiga, dengan gerak gerik mencurigakan dari kedua belah pihak tentu warga mulai berbisik. Di mana mereka kerap berduaan di rumah ketika sedang tidak ada orang lain selain mereka. Alasan meminjam meja menjadi alat bagi Marni untuk selalu bertemu dengan Darwin. Para warga pun mulai curiga setiap kali Marni datang pintu depan selalu tertutup rapat, jelas menimbulkan kecurigaan besar. Meski ketap kali di tegur oleh warga tetap saja Marni mengelak dengan sukses. Marni sendiri bahkan meminta bukti jika dirinya hanya sekedar meminjam meja."Pada jam sekarang pasti warga lagi pada sibuk pergi ke pasar...." Ucap Marni sembari melihat kiri kanan, mengamati situasi sekitar."Gue jadi curiga deh sama mereka setiap kali Marni datang pintu rumah langsung tertutup rapat" Ucap salah seorang warga. Kebetulan seorang tadi melihat Marni clingak-clinguk melihat ke lu
"Marni...berhenti kamu!" Datanglah anak sulung Dono menghampiri Marni dengan kobaran api di matanya. Anak mana tidak emosi melihat perempuan selingkuhan ayahnya bersuka cita di atas penderitaan sang ibu. Pelakor tidak pantas bahagia, harus jatuh sedalam mungkin supaya jera. Ingin rasa mematahkan seluruh tulang namun ia tak berdaya hanya manusia biasa, yang terlahir lemah."Hah....bukankah itu anaknya Sari, mau apa dia kemari?" Lirih Marni sedikit resah. Seketika saja Elis anak sulung Dono menarik kasar rambut Marni dari belakang "Dasar Iblis, perempuan laknat, pelakor murahan, wanita tidak tau malu. Sekarang juga kamu harus ikut denganku, tanggung jawab atas perbuatan buruk mu." Menarik paksa Marni menuju suatu tempat. Tidak perduli pandangan orang luar terhadap sikapnya mata dan hati sudah di penuhi kemarahan. Sembari meringis kesakitan meminta Elis melepaskan rambutnya "Apa yang kamu lakukan lepaskan. Dasar stres...." Meronta berusaha melepaskan diri.Tidak ada lagi belas kasihan
"Mas, cepat datang ke sini ibu masuk rumah sakit" Betapa gugupnya aku ketika melihat ibu Marni terkulai tak sadarkan diri. Beberapa waktu lalu salah seorang warga menghubungiku, mereka memberitahukan bahwa ibu Marni di temukan pingsan di tepi jalan raya. Mendapat kabar tersebut aku pun segara ijin pulang kepada bosku. Untungnya punya bos yang begitu baik, beliau sangat ramah dan bertoleransi tinggi. Aku di perbolehkan pulang lebih awal karena suatu sebab. Meski begitu esok hari aku akan kerja lembur demi tanggung jawab sebagai pegawai. Punya atasan baik tapi jangan di salah artikan. Jadilah manusia yang bertanggung jawab, berjiwa besar, serta hindari sifat aji mumpung. Karena sesuatu kebaikan tidak akan bertahan lama jika di balas keburukan. Yang baik harus di jaga jangan di sia siakan. Usai menghubungi mas Darwin aku pun panik mulai berjalan kesana kemari berharap tidak terjadi hal buruk pada ibu Marni. Biar bagaimana beliau adalah perempuan yang sudah merawatku sejak bayi. Entah
"Marni, bangun. Aku sudah di sini, sekarang katakan siapa yang telah tega melakukan semua itu padamu?" Ucap Dono sembari menggenggam tangan sang istri. Sejak tadi Marni belum juga sadarkan diri. Kekarasan S3ksu4l yang di alami mengakibatkan jaringan saraf dan pembuluh darah pecah, sehingga Marni hilang kesadaran. Para pria brandal itu seolah menguliti habis diri Marni sampai tak bersisa."Buka mata mu! Katakan siapa dalang di balik semua ini? Aku akan membuatnya membayar mahal. Barang siapa berani menyentuh wanita ku, maka dia akan berhadapan langsung dengan ku." Amarah membara terlihat jelas sekali. Semua suami tidak akan rela apa bila pasangan hidup di lukai orang lain.Tak lama kemudian Dono merasa tangan Marni bergerak beberapa kali "Rika.....,tangan ibumu bergerak, cepat panggil Dokter, cepat." Seru Dono dari dalam ruangan.Mendengar suara pak Dono Aku bersama Mas Darwin segera berlari mencari Dokter. Tak lama tim medis pun datang dan memeriksa kondisi ibu Marni. Tak berselang la
Kedatangan Ridho membuat Marni ketakutan bukan main, rasa takut terus membuatnya tidak tenang. "Tidak, jangan mendekat pergi kamu...." Marni meringkuk ketakutan ketika melihat Dono datang bersama Ridho. Trauma yang di alami seolah membuatnya hidup dalam ketakutan. Keganasan Ridho pada waktu itu sungguh kejam, sungguh tidak manusiawi. Belum lagi beberapa pria bertato itu sangat membuatnya gemetaran."Jangan mendekat, pergi kamu!" Teriak Marni sembari menenggelamkan kepala pada sela kaki. Meringkuk bulat seperti orang ketakutan. Seluruh badan terlihat menggigil sembari terus memejamkan mata. Semua nampak kebingungan harus berbuat bagaimana atas sikap Marni. Pernah sekali melirik Ridho lalu kembali meringkuk. Semua orang mengira Marni hanya trauma saja, jadi setiap kali ada laki-laki dia akan ketakutan tanpa sebab. Dari belakang Ridho pun menjulurkan lidah seolah tengah menggoda Marni. Melihat Ridho semakin mendekat membuat tubuh Marni semakin gemetaran. Aksi brut4lnya meruntuhkan men
Beberapa hari kemudian, Marni sudah di perbolehkan pulang. Atas keputusan bersama akhirnya kami memutuskan untuk merawat beliau di rumah selama beliau sakit. Sebagai anak tiri tentu aku tidak kebaratan meski beliau harus tinggal di rumah, walau sampai waktu yang lama. Sebab, beliau sudah banyak berjasa bagiku. Awalnya pak Dono tidak setuju jika harus memberikan kuasa penuh kepada kami, namun kami terus memaksa dengan dalih pak Dono suka kerja berhari hari sampai jarang pulang, oleh sebab itu kami meminta beliau merelakan ibu tinggal bersama kami untuk sementara waktu. Setelah beliau pulih barulah Ibu Marni bisa kembali pulang bersamanya. Siang itu kami berdiskusi banyak pada akhirnya pak Dono setuju. "Sekarang kami akan membawa ibu Marni pulang ke rumah, jika bapak ingin menjenguknya silahkan pintu rumah akan selalu terbuka lebar. Kami berjanji setelah ibu kembali sehat bapak bisa mengajaknya pulang." Sebenarnya malas juga harus debat dengan si sandot tua itu. Kalau bukan karena dia
Membuka pintu rumah nan begitu senyi. Dono langsung memabnting tubuh gemuknya ke atas kursi kayu. Hari begitu terik membuatnya kelelahan setelah beberapa hari bekerja di jalanan. Tidak hanya runah terasa sepi tapi hatinya pun juga sama. Sejak sang istri jauh darinya perasaan ada yang kurang. Sejenak Dono mendongak menatap langit-langit rumah."Sepi juga gak ada istri. Marni sedang apa ya sekarang, kok jadi kangen begini." Setelah banyak mikir akhirnya dia memutuskan mandi. "Pikiranku kacau kalau begini terus menetus, sepertinya lebih baik menjemput dia saja dari pada kesiksa rindu"Setelah beberapa jam kemudian, Dono memutuskan pergi ke menjemput sang istri. "Rika, Darwin, keluar kalian ada yang perlu aku bicarakan." Dari dalam terdengar suara teriakan seorang pria. Entah siapa pagi buta berteriak di depan rumah kami. Suara tak asing itu sepertinya kami mengenalnya, kalau tebakanku tidak meleset itu adalah pak Dono, suami baru ibu Marni. Jujur saja perilaku beliau sangat tudak sopan,
Bagaimana cara menjelaskan semua pada putraku, sungguh tidak bisa melihat harapannya hancur begitu saja. Mata yang tadi di penuhi kebahagiaan seketika sirna penuh air mata. Kaki mulai melemas menitikkan air mata sembari ku raih pusara mas Darwin "Bagaimana caraku menjelaskan semua pada Aska, mas? Andai bisa ku putar waktu aku tidak ingin kau pergi dengan cara seperti ini. Sekarang Aku harus bagaimana? Kenapa harus kamu? Kenapa bukan orang lain saja yang mendonorkan jantung untuk Aska, kenap harus kamu, kenapa? Setelah semua kejadian ini bagaimana caraku menghindari tatapan putraku sendiri, mungkin setelah ini dia akan sangat membenciku. Hati ku sakit melihatnya hancur. Aku takut, mas. Bagaimana jika dia membenci ku setelah ini? Sungguh aku tidak sanggup di benci olehnya," Wajah tertunduk lesu tidak tau harus berbuat apa. Semua memang salah ku, seharunya tidak pernah memberi jarak pada mereka supaya semua tidak seperti sekarang."Kebaikan mu akan selalu ku ingat dalam seumur hidup, tap
Dua hari kemudian.Sesuai janji ku pada Aska, tepatnya selasa pagi kami mengajaknya bertemu dengan Mas Darwin. Meski seluruh dunia mengetahui bahwa orang mati tidak bisa bangkit kembali ke dunia manusia. Aku menyadari bahwa harapan besar mereka bertemu sangatlah mustahil. Setiap saat hati terasa gelisah takut putraku kecewa atas kenyataan pahit ini, semua memang bukan mau ku, semua atas keputusan mas Darwin sendiri, sejauh kebencianku terhadapnya sedikit pun tidak pernah menganggapnya benar, sehingga pada saat dia memberikan jantungnya pada putra kandungnya sendiri, di situlah baru aku menyadari bahwa seburuk apa pun seorang mantan suami dia tetap ayah terbaik bagi anak-anak. Sejauh apa pun sakit hati membawa kita, hubungan yang sudah terjalin tidak akan pernah terhapus oleh banyaknya dosa. Masa lalu tetap meninggalkan kenangan walau tidak untuk di perjuangkan. Wahai mantan jadilah masa lalu terbaik jangan kotori masa lalu seseorang dengan penuh kebencian. Merasa jatuh cinta dan menci
Satu minggu kemudian kondisi Aska perlahan mulai membaik. Hari ini Dokter memberi kabar gembira bahwa putra kami sudah di perbolehkan pulang. Dengan kondisi Aska sekarang tentunya ia banyak di batasi oleh dokter, sebelum benar-benar sembuh ia tidak boleh keluar rumah bahkan sekedar sekolah pun belum di ijinkan. Sebagai seorang ibu jelas hati sangat bahagia sekaligus cemas, bagaimana jika Aska bosan ingin bertemu teman-temannya? tidak mungkin dia terus di rumah sepanjang hari di tambah lagi kami juga banyak kerjaan pasti dia sangat kesepian."Jangan lupa di minum obatnya, kamu tidak boleh terlalu beraktifitas dulu. Sementara waktu kamu duduk di kursi roda dulu, baru setelah selesai kamu bisa kembali bersekolah." Jelas Dokter.Mengulurkan tangan "Kami sangat berterima kasih atas segalanya, Dok. Kalau begitu kami pamit pulang"Usai menebus obat kami pun pulang. Sepanjang jalan pukang entah kenap Aska terus diam tanpa kata. Mungkinkah dia memikirkan sesuatu? Coba ku tanyakan pelan padanya
"Sayang coba lihat itu....." Mas Candra menunjuk sebrang jalan di mana seorang wanita berlari tertatih tanpa busana. Rambut terurai lusuh membuatku sulit mengenalinya, namun setelah mengamati seksama ternyata wanita itu adalah ibu Marni. Tidak jauh dari tempat beliau terlihat dua pria mengejarnya. Pria itu nampak begitu sangar berpenampilan preman dan bertubuh tinggi besar."Mas, itu ibu Marni....." Tanpa ragu kami pun menepi berusaha mengejar beliau sebisa dan sekuat kami. Sempai pada akhirnya bu Marni terjatuh, kedua pria berpenampilan preman tadi berusaha memaksa Bu Marni.Melihat beliau meronta dengan kondisi seperti itu tentu kedua pria itu bukan orang baik "Tolong......maling....." Mencari cara untuk meminta bantuan warga dan orang sekitar dengan berteriak maling. Benar saja beberapa orang berbondong ke arah kami lalu mengejar kedua pria tersebut. Awalnya mereka hendak membawa Ibu Marni, namun karena langkah kaki beliau tertatih membuat mereka memutuskan meninggalkan begitu saja
"Tidak, jangan, pergi kalian...Tolong..." Marni berteriak kencang ketika ada beberapa preman mengejarnya. Ketika duduk di tepi jalan tiba-tiba tiga orang berpakaian preman menghampiri lalu menyeretnya ke dalam mobil. Sembari meronta Marni terus berharap ada salah satu orang baik bisa menolongnya, namun siapa sangka tidak ada satu pun orang perduli. Mungkin bisa di katakan hukum karma masih berlaku padanya. Salah seorang pria berkulit hitam mata besar langsung membungkam mulutnya sampai tak bersuara. Sesekali terdengar suara dering ponsel dari salah satu preman."Kita sudah berhasil, bos." ucapnya sembari tersenyum girang ke arah Marni.Sejak memutuskan pergi dari Darwin, kini kehidupan Marni semakin sulit. Setiap hari berjalan lontang-lantung tanpa tujuan, semua tempat telah ia datangi demi mencari kerja atau sekedar numpang berteduh, namun hampir semua orang menolak, siapa yang mau menerima orang dengan penampilan compang-camping dan rambut kusut seperti tidak pernah di sisir. Banyak
Operasi berlangsung cukup lama. Setiap detik do'a tak pernah terputus. Mas Candra selalu berada di sampingku berusaha membuatku tenang. Meski ku tau di dalam hati terdalam ia juga rapuh. Aska memang bukan darah dagingnya, tapi dia yang selama ini mencintai, merawat, dan berperan layaknya seorang ayah. Wajar jika hatinya rapuh sama peperti itu pula hati ini."Jangan cemas putraku sangat hebat, dia pasti bisa melewati semua ini." Lirih mas Candra meyakinkan ku. Kalau boleh jujur suamiku tidak sekuat itu, tanpa sadar sejak tadi ku perhatikan ia menyeka air mata. Memaksa kuat sebisa mungkin supaya tidak membuatku semakin lemah.Sembari bersandar pada bahu mas Candra "Semua salahku, mas." Tiap kali mengingat bagaimana kami bertengkar sebelum akhirnya Aska berlari dariku. Andai bisa aku bersedia bertukar posisi, asal putraku baik-baik saja.Genggaman tangan semakin erat kurasakan "Jangan salahkan diri sendiri, kalau tau akan terjadi hal seburuk ini, maka aku pun tidak akan pernah mengajak k
Brug....."Aska...." Menjerit sekencang mungkin. Dunia seakan berhenti berputar. Gelap terasa menutup hati. Tidak sekali pun terpikir akan terjadi musibah besar pada putraku."Tidak....." Air mata terurai lepas. Jerit tangis mulai mengalihkan banyak pasang mata.Betapa hancur hati ini melihat pemandangan mengerikan baru menimpa putraku. Ketika ia hendak menyebrang dari arah berlawanan ada truk kontainer melintas kencang, sampai akhirnya menghantam putraku. Tubuhnya terpental beberapa meter dari tempat kejadian. Mata ini menyaksikan darah bercucuran sampai tubuh serasa lemas tak bertenaga. Kaki sulit di gerakkan. Tatapanku terus tertuju pada Aska yang sudah tidak sadarkan diri."Ya Tuhan....Aska." Di susul teriakan mas Candra.Air mataku pecah ketika kerumunan orang menutupi pandangan. Mas Candra lantas menghampiriku. Memelukku lalu membawaku ke sebrang jalan."Mas anak kita, mas. Dia...." Mulut bergetar hebat sampai tak sanggup lagi berkata-kata.Tatapan mas Candra tidak seperti biasa
Beberapa hari kemudian.Bertepatan hari libur kami sekeluarga menyempatkan waktu jogging, demi kesehatan bersama. Mentari mulai menyapu wajah. Sesekali menyeka keringat "Rasanya matahari pagi begitu terik seperti membakar kulit..." Ucapku sembari terus berlari kecil.Cuaca pagi begitu cerah. Langit membiru di sertai gumpalan awan putih. Suara bising kendaraan sedikit menggangu pendengaran, wajar saja hari libur banyak orang keluar rumah sekedar cari makan, jalan-jalan, dan lain sebagainya.Mas Candra menolehku "Baru berapa putran sudah mengeluh. Kasihan matahari jadi takut sama keluhanmu...." Celetuknya semakin mempercepat laju kaki."Ih kok malah ngejek sih, awas kamu mas...." Kami bermain kejar kucing tikus seperti masa kanak-kanak.Tanpa sengaja aku melihat Aska tengah duduk dengan seseorang. Topi bulat warna coklat kusam menghalangi wajah pria di samping putraku itu. Kebetulan hari minggu kami sekeluarga selalu meluangkan waktu berolahraga. Tadinya Aska ikut jogging tapi entah ken
Tengah hari terlihat Darwin berdiri sembari melihat sebrang jalan. Jam sekolah segera berakhir, ia terus menunggu meski terik membakar kulit. Berulang kali menyeka keringat dengan pandangan terfokus pada sekolah tersebut. Ia tidak berniat berdagang di area sekolah hanya sekedar menunggu seseorang. Melihat jalanan semakin ramai kendaraan berlalu-lalang ia memilih duduk sejenak. Matahari siang sangat panas sekali, keringat bercucuran membasahi wajah. Berulang kaki mengibas topi bututnya untuk mendapat angin.Dari jauh salah seorang pedangan melihatnya. "Itu bukannya tukang jagung serut itu bro...." Bertanya pada salah seorang pedangan juga."Iya. Mau apa dia kemari, kepala sekolah tidak mengijinkan dia berjualan di sini masih mau nekat juga tuh orang...." Sambung salah seorang.Kebetukan pak satpam sedang jajan cilok lalu melihat ke tepi jalan "Sebenarnya dia sudah bisa berjualan di sini bersama kalian, tapi dia menolak. Dua minggu lalu dia menolong salah satu murid di sini, mungkin kal