"Astaga, hpku tertinggal di meja kamar" Setelah berjalan tak jauh dari rumah, aku mulai tersadar jika ada sesuatu yang tertinggal di rumah. Melihat jam pada pergelangan tangan, masih menunjukkan pukul setangah tujuh pagi. "Putar balik atau lanjut ya...." Kalau putar balik tentu bisa memakan waktu lebih lama lagi, tapi jika melanjutkan perjalanan, maka bagaimana dengan ponselku jika sewaktu waktu ada panggilan dari atasan. Akhirnya aku pun memutuskan putar balik. Sial sekali pagi ini harus bolak-balik rasanya ingin marah tapi bagaimana lagi semua akibat aku terlalu teledor.
Dengan tergesa-gesa aku mulai memarkirkan motor, kemudian berlari kecil masuk ke dalam rumah. Kebetulan pintu tidak tertutup. Langsung saja aku masuk tanpa memberi salam. "Rika....kamu kok pulang lagi" Ku lihat mas Darwin berada di depan pintu kamar ibu Marni. Sewaktu pergi pakaian mas Darwin begitu rapi, namun sekarang dua kancing paling atas terbuka lebar, dan keringat bercucuran seperti habis mencangkul saja. Rambutnya juga terlihat tidak seperti tadi. Astaga, perasaan macam apa ini seharusnya aku tidak boleh berpikiran buruk tentang suamiku. Aku yakin mas Darwin tidak akan pernah melakukan hal buruk, meski hatiku merasa ada kejanggalan. Aku berusaha menepis segala kecurigaan dalam hatiku meyakini tidak akan terjadi hal buruk menimpa rumah tangga kami. "Mas ngapain berdiri depan pintu kamar ibu?" Tanyaku. Mas Darwin terlihat begitu gugup sembari mengusap peluh di kening "Oh itu tadi....anu, mas habis jemur baju jadi keringetan deh. Tadi mas juga baru saja mau masuk kamar, terus dengar suara motor kamu jadi mas berbalik badan deh" Entah jujur atau hanya semata menutupi saja yang jelas aku sedikit curiga. Berusaha percaya itu jauh lebih baik sebelum bukti terungkap dengan sendirinya. "Ya sudah mas kalau begitu, itu tadi hpku tertingal, aku ambil dulu ya..." Segera membuka pintu kamar di ikuti oleh mas Darwin. Ia nampak berbeda dari biasanya seperti menyembunyikan sesuatu dariku. Namun, aku tetap berusaha berpikir positive. "Mas mandi dulu ya mau siap-siap berangkat ke sekolah sudah siang juga...." Sambil meraih handuk di belakang pintu. Tak berapa lama aku keluar dan tiba-tiba saja mata ini terarah pada ibu Marni dan mas Darwin yang kala itu saling menatap dengan saling melempar senyum. Jantung mulai berdetak kencang pikiran kotor mulai terngiang. "Tidak, semua pasti karena aku terlalu takut saja. Mas Darwin bukan pria semacam itu. Tenang Rika percaya adalah langkah utama dalam menghadapi kecurigaan...." Mengatur nafas beberapa kali sebelum Kembali ku langkahkan kaki. "Eh...Rika, kok kamu masih di rumah sih bukannya tadi sudah berangkat" Beliau terkejut melihatku. "Iya, bu. aku pulang untuk mengambil hp yang tertinggal..." Seketika jantungku mau copot ketika melihat tanda merah di leher ibu Marni. Entah apakah itu sudah ada sejak pagi atau memang aku baru melihatnya. Entahlah pikiran yang semula berusaha tenang menjadi tidak karuan. Astagfirullah, kenapa aku berpikir buruk tentang ibu Marni dan mas Darwin. Jangan sampai otak ini di penuhi kecurigaan tak berbukti. Aku melihat mas Darwin kembali berjalan tanpa menoleh. Segera aku melangkah pergi, sebab waktu sudah siang. "Aku berangkat kerja dulu ya buk sudah siang soalnya" "Hati hati Rika jangan berlarian begitu nanti terjatuh. Kalau naik motor jangan ngebut ingat keselamatan nomor satu" Ucap beliau dari dalam rumah. Entah kenapa ibu tiriku berubah sok perhatian biasanya beliau tidak pernah menghawatirkan apa pun yang terjadi padaku. Sudahlah, masa bodo yang penting sekarang harus cepat sampai kantor atau kalau tidak bosku itu bisa marah besar. Tok, tok, tok.... Marni mengetuk pintu kamar mandi di mana Darwin berada. Wanita parubaya tersebut mulai berani ketika tidak ada orang lain selain mereka. "Ibu....mau ngapain?" Pekik Darwin sembari menutup tubuh dengan handuk. "Apa kamu tidak ingin sekali lagi" Sembari menggoda sang menantu. Seolah Marni sudah tak punyai rasa malu. "Tapi sudah siang aku harus berangkat ke sekolah" Berusaha menolak ajakan Marni di karenakan waktu sudah siang. Menggelayut manja "Ayolah sebentar saja. Ibu belum pernah merasakan di kamar mandi" pintanya manja. Melihat Marni begitu bringas tentu saja Darwin tidak kuasa menolaknya. Mereka melakukan hubungan terlarang lagi dan lagi. Kenapa yang di larang terasa begitu mengasikkan? Karena yang haram di bumbui oleh setan. Sedangkan banyak orang meninggalkan yang halal demi rayuan setan. Sebagai pria normal pasti akan langsung tergoda melihat kemolekan Marni. Usai melakukan hubungan terlarang Darwin pun mulai aktifitas sebagai seorang guru honorer. Sehari sampai dua kali membuatnya terus teringat bagaimana puncak keindahan bersama Marni. "Kenapa jadi pengen cepat pulang ya..."Sembari tersenyum. Salah seorang rekan kerja sesama guru menepuk pundak Darwin "Woy...kenapa cengar-cengir begitu seperti di mabuk cinta. Hayo, ngaku semalan ngecas berapa kali...." Bisik pria bertubuh kurus di samping Darwin. "Ah mau tau saja kamu...." Sembari kembali membolak-balik buku pelajaran. Pria kurus tersebut langsung menertawai Darwin sampai terbahak. Pasalnya buku yang di pegang Darwin terbalik "Astaga....sampai buku saja bisa terbalik begitu....hahaha" Tawanya semakin keras ketika melihat raut wajah malu Darwin. Darwin sangat malu dan langsung membalik buku tersebut "Sudah jangan menggodaku sepeti anak kecil. Nanti kalau kamu menikah pasti bisa merasakan apa yang aku rasakan sekarang" Sembari bersandar pada kursi. Bayangan pagi tadi terus mengusik pikiran sampai tidak bisa fokus sedikit pun. "Iya kali sampai begitunya. Pengantin baru itu paling mesra seminggu dua minggu kalau sudah menginjak satu bulan pasti tidak sebucin kamu. (Mendekatkan wajah dekat telinga Darwin) Atau kamu ngebucin sama cewek lain ya...." Bisiknya. Darwin mendorong tubuh pria kurus itu "Jangan bicara sembarangan kamu. Punya mulut di jaga jangan asal ngomong...." Hampir tersulut emosi, namun pria kurus tersebut langsung mengambil langkah cepat dengan melebarkan senyum dan kedua jari membentuk huruf V "Pis, jangan marah begitu aku cuma bercanda" Perlahan akhirnya kemaran Darwin mulai mereda. "Lain kali jangan sembarangan...." Tok, tok... "Permisi... pak Darwin di panggil bapak kepala sekolah, bapak di minta segera ke ruangan beliau" Ucap salah seorang guru perempuan. "Baik, terima kasih bu, Lis." Bergegas menuju ruangan kepala sekolah. Pria kurus tadi merasa ada hal aneh mengenai Darwin. Ting... Layar ponsel Darwin menyala, pria kurus tadi lalu melihat sekilas nama di layar ponsel milik Darwin "Ibu mertua....." Belum sempat membaca lebih lanjut tiba tiba Darwin meraih ponselnya "Jangan kepo deh" Ia hanya bisa cengar-cengir sembari memikirkan sesuatu "Ah masa iya sih mertua kirim pesan sama menantunya dengan gambar hati. Aneh sekali, jangan-jangan mereka....Astagfirullah mikir apa aku ini" Mengetuk kepala sendiri. "Ternyata main sama mantu enak juga, bikin nagih" Marni mulai tertarik pada Darwin. "Ehem...." Dari belakang terdengar suara seseorang berdehem. "Eh sayang kok kamu sepagi ini sudah datang sih...." menghampiri sembari berlenggok menggoda. "Mau ambil dompetku kemarin malam tertinggal di kamar kamu" Dono pun langsung masuk kamar Marni. Betapa terkejutnya dia ketika melihat celana pendek pria tercecer di samping kamar. "Celana siapa itu? Kenapa bisa ada bokser pria? Jangan bilang kamu selingkuh sama pria lain?" Ya, Dono adalah salah satu kekasih Marni. Meski sudah beristri tapi dia sangat mencintai Marni. Marni bingung harus beralasan seperti apa "Oh itu tadi aku tidak sengaja beberes baju almarhum mas Pardi mungkin tadi terjatuh" segera memungut celana tersebut lalu melemparnya ke wadah pakaian kotor. Dono mulai curiga "Awas saja kalau sampai aku melihat kamu membawa pria lain masuk ke kamar ini, maka aku tidak segan membuat pria itu lumpuh" Ancam Dono. Perawakan Dono tinggi besar dan berkulit hitam kecoklatan. Dia terkenal bengis tapi royal. Marni kerap mendapat uang darinya secara brutal. "Mas Dono tenang saja cinta Marni hanya untukmu seorang" Menggelayut manja di lengan pria tersebut."Mas....mas, mas Darwin" Ketika tanganku tidak bisa menggapai apa yang ingin kungapai, seketika mata ini mulai terbelalak. Entah kemana perginya mas Darwin. Tidak biasanya dia pergi tanpa pamit lebih dulu. Melihat jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam. Rasa kantuk terus memberatkan mata ini meski berulang kali berusaha membuka lebar. Setelah sekian lama akhirnya aku bisa tidur pulas tanpa ada gangguan suara denyit ranjang sebelah. Mungkin ibu Marni sedang keluar rumah atau menginap di rumah temannya. Aku tidak perduli mau dia ada atau tiada bagiku sama saja. Sudah lama aku muak dengan keberadaan beliau, bukan tanpa sebab. Pertama gara gara beliau nyawa ayah tidak tertolong, semua karena beliau bersikeras tidak mau membawa ayah ke rumah sakit dengan alasan kami tidak mempunyai cukup uang. Sedangkan pada saat itu ibu Marni punya simpanan perhiasan dari almarhumah ibu kandungku, tapi beliau tidak mau menjualnya dan malah memakainya. Yang kedua setelah kepergian ayah, beliau jadi wa
"Marni.........keluar kamu....Marni" Pagi hari selah seorang warga berteriak kencang di depan rumah. Ada gerangan apa sehingga membuat mereka berbondong-bondong datang ke rumah kami dengan cara tidak sopan. "Sayang, kenapa di luar ribut sekali?" Mas Darwin yang baru saja selesai mandi langsung menghampiriku."Entahlah, mas. Ayo kita lihat....." Seketika kami keluar kamar. Mengintip dari celah jendela ruang tamu "Mas, kenapa di luar ada banyak orang (Kami saling melempar pandang) kira-kira ada apa, ya?" Dari balik tirai jendela kami melihat sekumpulan warga berdiri sambil mengacungkan tongkat yang terbuat dari kayu. Mereka nampak begitu anarkis dengan terus berteriak memanggil nama Ibu Marni. Kebanyakan kaum ibu terus meneriaki nama ibu Marni. Entah kesalahan seperti apa yang telah beliau perbuat sampai para warga berkumpul depan rumah dengan menampilkan wajah kesal.Mas Darwin ikut mengintip "Lebih baik kita jangan keluar dulu tunggu sampai mereka pulang""Marni....keluar kamu jang
"Jadi kamu juga mau mengusir ibumu dari rumah ini? Apa kamu tidak mau menjelaskan pada mereka bahwa ibu akan tetap tinggal di rumah ini sesuai pesan terakhir bapakmu? Apa kamu lupa, atau kamu memang ingin ibu keluar dari rumah ini, iya begitu?" ibu Marni menatapku penuh emosi. Matanya seolah tidak terima atas tuntutan warga sekitar. Sejak sidang pagi tadi aku hanya terdiam tanpa bicara sedikit pun padanya. Sungguh, aku pun tidak menyangka begitu tega ibu tiriku merebut suami orang, tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. Selama ini benar isu di luar sana bahwa ibu tiriku bukan wanita baik-baik. Sudah banyak orang memberitahu padaku akan tabiat buruk bu Marni, tapi sama sekali tidak ku hiraukan. Cinta kasih ku pada beliau begutu tulus dan besar sehingga mataku di buatnya buta, telinga serasa tuli, dan hati seakan mati rasa. Jujur aku begitu bodoh sampai tidak mengenali siapa ibu tiriku sebenarnya. "Seharusnya kamu membela ibu bukan malah diam sepertin patung, ingat ya tanpa aku mungkin k
Tok, tok...."Masuk...." seorang pria berkaca mata melihat seseorang membuka pintu. Menurunkan kaca mata seraya berkata "Pak Darwin? ada hal penting apa sepagi ini menghadap saya?" Dengan wajah di buat seolah merintih kesakitan "Sebelumnya saya minta maaf pak, sepertinya saya tidak dapat mengjar hari ini karena tiba-tiba saja badan terasa tidak enak. Kalau bapak berkenan saya mau minta ijin pulang lebih awal soalnya kepala saya migran, pak." Berharap bapak kepala sekolah percaya dengan aktingnya. Meski bukan hal baru baginya tetapi ijin kepala sekolah sangat di butuhkan.Melepas kaca mata sembari memicingkan mata "Saya lihat akhir-akhir ini pak Darwin kerap minta ijin dengan alasan sakit, apakah itu suatu kebetulan atau ada unsur kesengajaan?" Beberapa hari ini memang Darwin kerap minya ijin dengan alasan sakit. Sekali dua kali tidak menimbulkan kecurigaan, untuk selebihnya timbul rasa curiga.Memijat kepala "Saya tidak berbohong, memang saya pusing, pak. Tapi jika bapak tidak member
Sebulan kemudian...Marni mulai kerap bertemu dengan Darwin di tempat umum. Kali ini Marni meminta Darwin untuk menemaninya belanja di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di tengah kota. Mereka nampak tidak segan memamerkan kedekatan yang terjalin setelah beberapa bulan berpeluh bersama. Entah sihir dan jampi-jampi seperti apa sehingga membuat Darwin begitu bern4fsu pada Marni. Hampir setiap pertemuan pasti akan mereka gunakan peluang dengan sebaik mungkin. Hasrat menggebu memupuk puluhan dosa. Tidak hanya sekali bercInta namun bisa satu, dua hingga, tiga kali dalam sekali pertemuan. Tergantung mood masing-masing. Terkadang badan lelah menjadi faktor utama ej4kulas1 dini. Belum lagi ketika harus memenuhi kewajiban atas istri tentu Darwin butuh banyak waktu memulihkan tenaga. Sepanjang jalan mereka lalui bersama saling bercanda sampai menjurus hal sensitif. Mereka nampak begitu senang. Sering kali membahas adegan ranjang model seperti apa lagi yang akan mereka perankan nantinya, sunggu
"Mas....kamu habis belanja, ya? Sebanyak itu?" Baru saja mas Darwin masuk rumah mataku mulai tertuju pada beberapa paper bag di tangannya. Tidak biasanya suamiku itu belanja sendirian. Bahkan jarang sekali dia mau belanja barang sebanyak itu. Ku letakkan sebuah majalah yang baru tadi aku beli di jalan ketika perjalanan pulang, lalu menghampirinya. Melihat wajah mas Darwin sepertinya dia sedang banyak pikiran.Meletakkan paper bag sembari menghempaskan tubuh "Sebentar lagi adalah hari guru, jadi mas berniat beli kemeja baru untuk di kenakan pas peringatan hari guru nanti. Kamu tau sendiri kan semua muridku begitu totalitas memperingati hari besar guru, jadi mau tidak mau harus tampil sempurna." Ucap Darwin berdalih dari kenyataan."Tapi kok tumben tidak mengajak ku?" Menarik nafas berat "Bukannya kamu selalu sibuk setiap hari? mana ada waktu menemani suami belanja," Mendengar ucapan mas Darwin, aku pun jadi merasa bersalah. Memang ku akui akhir-akhir ini banyak sekali tugas kantor me
"Ini lipstik dan parfum milik siapa, mas?" Ku tatap mata suamiku ketika dia baru saja keluar dari kamar mandi. Tangannya masih memegang handuk setelah keramas. Gerindil air masih membasah sebagain wajah. Hati terasa gusar, bagaimana kalau memang kecurigaanku benar? mungkinkah suamiku ada main dengan ibu tiriku? apakah mungkin suamiku tega menyakiti hati ku? dan masih banyak lagi pertanyaan di dalam hati ini. Darwin melihat lipstik dan parfum milik Marni terbawa olehnya, raut wajah gugup terlihat jelas "Oh itu, jelas untuk kamu, sayang. kalau bukan untukmu lalu untuk siapa lagi...." Dengan santai mas Darwin menjawabku. Namun, dari cara bagaimana reaksinya ada hal anahe di matanya."Untukku? Apa kamu yakin, mas?" Berusaha mengulik kebenaran dari balik matanya. Seketika melihat reaksi mas Darwin yang langsung membuang muka dengan menggaruk kepala jelas dia sedang berbohong. Empat tahun sudah kami menjalin cinta, jadi sekecil apa pun reaksi Mas Darwin dalam mengekspresikan mimik wajah da
Hari ini adalah hari libur. Aku sengaja bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan dan beberes rumah. Tak berapa lama kemudian aku mendengar suara ibu Marni di luar, sepertinya beliau sedang bicara dengan seseorang. Tanpa tunggu lama ku ayunkan kaki menghampiri sumber suara. Mau apa lagi beliau datang mungkinkah masih ingin membuat keributan lagi? sungguh tidak mengerti ada seorang wanita bermuka tebal sepertinya."Ibu...." Ucapku membuat ibu Marni dan mas Darwin menoleh. Tatapanku tertuju pada tangan mas Darwin yang memegang pergelangan tangan ibu tiriku. Seketika Mas Darwin melepaskan tangan beliau lalu berjalan menghampiriku "Begini sayang tadi ibu Marni maksa mau ketemu kamu, terus aku memberi pengertian untuk tidak datang kesini karena warga masih sangat membencinya. Tadi mas hanya ingin ibu kembali pulang, sebelum warga mulai berdatangan kemari...." Ucap Mas Darwin setengah gugup.Ibu Marni menghampiri kami sembari melempar senyum "Benar kata anak mantuku. Memang ibu salah kalau