Nara berjalan menelusuri lobby hotel dan segera keluar dari hotel tersebut. Ia memutuskan untuk segera pergi setelah pekerjaannya dirasa sudah selesai dan mendapatkan banyak uang.
Nathan memberikan uang cash sebanyak 20 juta, lalu ia meminta Dara untuk menyimpan 10 juta yang langsung ia kirimkan ke rekening Dara. Itu adalah uang paling banyak yang ia dapatkan. Selama ini ia hanya mendapatkan ratusan ribu, bahkan paling banyak mungkin dua sampai lima juta, kali ini ia mendapatkan uang lebih banyak dari biasanya dan sangat percaya diri dengan uang ini ia jelas bisa menikahi kekasihnya itu."Uang tipnya juga banyak banget! Benar-benar pria tajir!" gumam Dara sembari mengingat saldo di rekeningnya yang semakin bertambah banyak.Ia sempat mengingat kejadian di mana Nathan melontarkan kata-kata yang membuat pipinya merah."Jangan korbankan tubuhku?" gumam Dara.Mengingat ucapan itu saja sudah membuat Dara tidak tahan ingin berteriak. Bahkan berandai-andai jika Nathan adalah kekasihnya, pasti dia sudah menjadi kaya. Sayangnya, perasaannya tidak lebih dari sekedar teman dan client biasa. Mereka sempat bertukar nomor juga dan Nathan berkata jika ingin berteman dengan Dara.Sayangnya momen ini hanya terjadi sekali seumur hidup Dara. Ia yakin setelah datang kebahagiaan akan datang kesialan. Dara pun segera pulang ke kosnya dan merebahkan tubuhnya di kasur."Ah! Senangnya hari ini!" ucap Dara sembari memeluk guling yang ada di kasur.Ia membuka ponselnya, dan melihat tidak ada pesan dari kekasihnya sama sekali. Tidak biasanya dia bersikap seperti itu, bahkan sampai tidak ada kabar."Mungkin sedang sibuk," batin Dara.Ia langsung kembali membuka aplikasi lainnya dan membuka sosial medianya. Di usianya yang menginjak 27 tahun itu, sebenarnya ada sebuah keinginan kecil di hatinya untuk bisa segera menikah, terlebih, ia sudah sangat mencintai kekasihnya itu dan hanya tinggal menunggu waktu saja untuk mereka menikah.Dara membuka rekening online di ponselnya, dan melihat ada puluhan juta yang berada di rekeningnya, ia semakin gembira karena dengan uang sebanyak ini, ia pasti akan langsung bisa menikahi Rendra.Dara segera memisahkan uang cashnya dengan uang milik Rendra, Nathan meminta untuk merahasiakan tip yang diberikan oleh Nathan, jadi ia mengikuti apa yang diminta oleh clientnya."Tapi, Si Nathan itu sepertinya usianya lebih tua dariku ya? Kenapa belum juga menikah? Padahal dia sudah mapan," gumam Dara yang bingung dengan sikap pria yang baru saja ia temui itu.Di satu sisi lain, Dara juga sedikit penasaran dengan Nathan ini, meskipun bukan siapa-siapa."Sudahlah, jangan terlalu banyak menghalu!"Dara membuang jauh-jauh pikirannya tentang pria tajir tersebut, ia kembali melihat sosial medianya hingga ia ketiduran di tengah rasa bahagianya.****Keesokan harinya, tentu saja Dara dan juga Rendra bertemu di hotel yang sudah dipesan oleh Rendra. Ia tidak pernah membawa Nara ke rumahnya, atau bahkan mengenalkannya kepada kedua orang tuanya. Mereka selalu menginap di hotel jika ingin bertemu, dan mereka selalu melakukan hubungan itu setiap bertemu.Dara sudah sampai di kamar tempat Rendra melakukan reservasi. Seperti biasa, Rendra selalu terlambat karena pekerjaannya begitu banyak, sedangkan Dara selalu berada di tempat terlebih dahulu.Hingga beberapa jam berlalu, Rendra baru sampai di hotel dan Dara memeluk Rendra ketika sudah bertemu dengannya."Sayang, aku kangen!" tukas Dara dalam dekapan kekasihnya itu."Aku juga ... jadi, kemarin dapat berapa?" tanya Rendra yang langsung bicara ke intinya."Sepuluh juta!" ujar Dara sembari membelalakkan matanya dan tersenyum bahagia."Serius?" Mata Rendra membulat sempurna dan tidak percaya dengan apa yang ia dengar."Iya! Nih!" Dara mengambil uang itu di tasnya dan memberikannya ke Rendra secara cuma-cuma. Seakan tubuhnya memang layak untuk dijual.Rendra tersenyum bahagia mendapatkan amplop yang berisikan uang itu. Akhirnya apa yang diinginkan Rendra sudah tercapai."Kamu memang pacarku yang paling bisa diandalkan! Kemarilah!" Rendra menarik tangan Dara dan melumat bibir wanita itu dengan ganas dan langsung melucuti pakaian wanita itu tanpa ampun, seakan ia sudah memendam hasratnya terlalu lama."Mas, jangan kasar-kasar ya," pinta Dara dengan wajahnya yang memelas."Nggak, Dik. Tubuhmu memang pantas diberi bayaran mahal," tutur Rendra sembari menjamah seluruh tubuh Dara yang sudah tidak mengenakan sehelai busana sama sekali. Ia memainkan tubuh wanita itu, seakan memang pantas tuk dimainkan.Mereka bergelut di atas ranjang panas itu, disertai dengan desahan Dara yang terlihat sangat menikmati barang besar milik kekasihnya itu. Hingga mereka sampai pada ujung kenikmatan, dan berakhir dengan tidur berdua di ranjang.Namun, Rendra tidak ingin tidur berdua dengannya, ia justru segera membersihkan dirinya dan mengenakan kemeja dan jasnya lagi."Mau langsung pergi, Mas?" tanya Dara.Namun, Rendra justru melirik ke arah Dara dengan tatapan mata yang sinis.DEG!Jantung Dara seakan berhenti berdetak, tatapan mata itu adalah tatapan yang selalu diberikan oleh semua orang kepadanya. Pandangan mata yang mengisyaratkan bahwa mereka jijik dengan perilaku Dara. Wanita itu langsung duduk dan menutup tubuhnya dengan selimut."Mas ... kenapa? Aku bikin salah?" tanya Dara yang mulai khawatir dan cemas.Atmosfir di seluruh ruangan mulai menjadi suram, bahkan kebahagiaan dan kenikmatan yang baru saja dirasakan, langsung sirna dalam sekejap mata."Mulai sekarang, jangan pernah hubungi aku lagi. Carilah kebahagiaanmu sendiri, karena aku sudah punya yang lain!" gertak Rendra kepada Dara."Apa maksudmu, Mas?" tanya Dara dengan perasaan yang masih campur aduk dan tidak percaya."Aku sudah ada yang lain, dan besok kami akan menikah!" Rendra kembali menggertak seraya membelalakkan matanya, meminta Dara untuk menjauh darinya.Dara tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia masih tidak percaya dengan ucapan kekasihnya itu."Ka–kamu selingkuh, Mas?" tanya Dara."Jelaslah! Mana ada orang tua yang menginginkan menantunya sudah bekas sepertimu!" hardik Rendra kepada wanita itu.Dara tak percaya dengan omongan Rendra, kekasih yang selama ini ia bantu, yang ia pertahankan meskipun sedang terjatuh, justru hanya memanfaatkan tubuhnya. Dara menyelimuti tubuhnya dengan handuk dan segera menuju ke Rendra yang akan keluar dari kamar."Mas! Tunggu, Mas! Kumohon jangan seperti ini! Aku tahu aku salah, tapi aku melakukan semua ini demi kamu! Mengapa kau justru hanya menikmati uang yang sudah susah payah kuhasilkan untukmu!" pinta Dara sembari memeluk kaki Rendra."Lepaskan! Aku sudah tidak ingin berhubungan dengan wanita sepertimu lagi! Enyah kau dari hadapanku!" Ia menghentakkan kakinya dengan keras hingga mendorong Dara sampai terjatuh."Mas! Kenapa kamu seperti ini padaku!" ujar Dara sembari menitihkan air mata dan menatap ke arah Rendra."Karena kamu hanya wanita murahan yang bisa kuperalat!"DEG!"Sejak kapan kamu dengan wanita itu?" Dara beranjak dari kasur dan berdiri menatap mata Rendra tanpa rasa ragu sedikitpun."Tiga tahun lalu," jawab Rendra dengan mudahnya. Sedangkan Dara jelas tidak terima pengkhianatan ini."Tiga tahun kamu berselingkuh dariku, Mas? Kenapa? Aku melakukannya buat kamu, 'kan?" tanya Dara sembari menepuk dadanya sendiri agar Rendra bisa melihat Dara yang sudah berkorban sejauh ini."Tujuh tahun denganmu, hanya buang-buang waktu saja. Sikapmu bahkan belum dewasa, masih sama saja seperti dulu. Terlebih, kamu juga mudah sekali disentuh oleh pria lain selain aku, mengapa tak kau tolak sekali saja permintaanku? Jika kau menolaknya mungkin tidak begini akhirnya," elak Rendra dengan alasan yang tidak masuk akal sama sekali."Lantas, jika kutolak, kau pasti akan meninggalkanku, bukan? Kamu hanya perlu bilang padaku untuk tidak melakukan hal seperti ini, bukan? Mengapa kau justru memanfaatkan tubuhku? Otak dan hatimu di mana, Mas?" Dara menunjuk dada Rendra dan
Dara masih merasa kesal, tatkala Rendra mencampakannya begitu saja. Air mata tak ada henti-hentinya mengalir dari matanya. Ia ingat betul, banyak sekali kenangan dan pengorbanan yang dilakukan oleh Dara sampai dia tidak mementingkan hal itu. Namun, yang Rendra lakukan sudah sangat keterlaluan."Tega sekali dia melakukan hal seperti ini kepadaku. Padahal aku melakukan semuanya untuknya," tandas Dara.Ia meringkuk di kasur dan hanya bisa memeluk lututnya sembari menangis sesenggukkan. Banyak hal yang ia sesali, seandainya dia selalu cek ponselnya setiap saat, seandainya ia tidak menjual tubuhnya, seandainya ia tidak mengenal Rendra sejak awal. Nasi sudah menjadi bubur, ia tidak bisa melakukan apa-apa lagi."Ah! Aku tidak boleh lemah begini! Aku harus kuat menghadapi semua ini." Dara langsung beranjak dan duduk bersandar di kasur. "Ia bisa seenaknya menghancurkan hidupku, aku juga bisa melakukan hal yang sama kepadanya. Menghancurkan hidup seseorang sangatlah mudah, bukan?" gumam Dara se
Selepas pergi dari pernikahan Rendra, Dara memutuskan untuk menenangkan dirinya dengan minum di bar miliknya sendiri. Ia ingin menenangkan pikirannya dengan beberapa botol minuman setan agar pikirannya sedikit lega.Dara begitu dihormati di bar tersebut, dan terkenal dengan kebaikan yang ia lakukan kepada karyawannya, ia tidak pernah memaki, bahkan memarahi karyawannya. Semuanya juga tahu jika Dara adalah seorang wanita hebat sampai mampu membuka bar untuk mencukupi kehidupannya.Kini, semuanya terasa sia-sia di dalam hidup Dara, karena sudah tidak ada lagi yang membuatnya semangat bekerja selain Rendra. Dikhianati dan cintanya menjadi boomerang sendiri untuk kehidupannya, ia merasa hancur tatkala Rendra meninggalkan Dara dengan tanpa perasaan."Bu, anda sudah terlalu banyak minum. Mau saya antarkan ke dalam kamar?" tanya seorang bartender yang berada di hadapannya dan melihat bosnya mabuk-mabukan."Ah! Tidak perlu! Kau lakukan saja pekerjaanmu, aku akan melakukan pe
Dara tak bisa membuka matanya, sangat berat sekali untuknya meskipun ia mendengar seseorang yang berada di sekitarnya. Namun, tubuhnya tidak bisa bergerak sama sekali. Ia ingat, terakhir ia tak sadarkan diri setelah dicekik sekuat tenaga oleh Rendra, selepas itu sudah tidak ingat apa-apa lagi."Haruskah kita membawanya pulang?" tanya seorang wanita yang berada di dalam ruangan yang sama dengan Dara. Ia tahu betul siapa yang bicara begitu. Suaranya tidak asing lagi."Jangan, biarkan saja dia di sini. Sebentar lagi aku yakin dia akan sembuh, dan pria tadi juga sepertinya akan menjaga Dara dengan baik." Seorang pria juga ada di dalam.Dara segera berusaha untuk membuka matanya, meskipun sangat berat, dan tenggorokannya begitu sakit. Hingga ia berhasil menggerakkan jari jemarinya perlahan."Dara? Kau sudah sadar? Dokter! Dokter!"Wanita itu memanggil dokter ketika tahu Dara sudah membuka matanya dan melihat kedua orang tuanya berada di hadapannya.Beberapa
"Maksud ibu, Rendra yang membawaku?" tanya Dara yang masih tidak percaya dengan ucapan ibunya."Bukan! Bukan Rendra, dia pria tinggi, tanpa kacamata, dan wajahnya sedikit judes!" jelas ibunya sembari menggaruk belakang kepalanya sendiri dan mengingat-ingat ketika bertemu dengan pria itu."Siapa dong?" tanya Dara yang justru keheranan dan tidak kepikiran perihal siapa yang membawanya ke rumah sakit ini."Tapi dia sangat ramah, ibu tidak sempat bicara banyak padanya sih. Dia hanya berkata bahwa ia sudah membayarkan seluruh biaya rumah sakitnya," urai ibu dan mengingat kebaikan yang ia berikan kepada keluarganya itu. "Kamu tidak kenal?" tanya ibunya lagi dan lagi."Tidak, Bu." Dara sama sekali tidak tahu siapa pria itu. Alhasil ia hanya menduga-duga saja."Ya sudah, kamu tidur saja. Tidak usah pikirkan hal lain lagi. Anggap saja pria yang tadi adalah malaikat untukmu. Lagipula, jika jodoh sudah pasti bertemu lagi kok," tukas ibunya Dara sembari membantu menarik selimut ke seluruh tu
Sudah cukup lama Dara berada di rumah sakit, sudah waktunya untuk keluar dari tempat itu dan kembali menjalani hari-harinya seperti biasa. Hanya saja, kali ini akan cukup berbeda dari kehidupan sebelumnya. Mengingat ia belum bisa bersentuhan dengan pria, menatap saja ia sudah takut. Kira-kira di mana ia akan bisa hidup tenang jika traumanya terus menerus bertambah.Ia merasa, bahwa dunia ini sudah tidak ramah lagi dengannya. Sudah tidak lagi menginginkannya untuk memijakkan kaki, hingga kini ia merasa sendiri dan terasingkan."Dara, kamu yakin nggak mau pulang ke rumah ibu?" tanya ibu yang mulai khawatir dengan anak tunggalnya itu."Tidak, Bu. Pekerjaanku sudah banyak di sini, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Lagipula, aku bisa hidup sendiri kok," tutur Dara kepada ibunya yang mengantarkannya sampai di luar rumah sakit dan Dara pulang dengan menggunakan taxi."Ya sudah, kalau ada apa-apa langsung hubungi kami ya. Jangan sungkan, atau jika ada yang meng
Di dalam kamar, Dara tengah merenungi hidupnya yang penuh dengan penderitaan. Selama ini ia menahan diri agar tidak terlalu larut dalam sebuah masalah, terutama cinta. Hal yang paling membuatnya sedih, adalah ketika orang tuanya sudah menginginkan untuk menikah, namun, Dara tidak bisa mengabulkan permintaan mereka berdua. Padahal ia sendiri sudah berjanji untuk menikah secepatnya. Ternyata takdir sedang bermain-main dengannya."Sudahlah, aku tidak boleh menyesali apa yang sudah terjadi. Aku pasti akan membalaskan dendamku agar ia juga merasakan hal yang sama denganku. Jika ia masih sering berada di dekat sini, mungkin aku akan pindah dari apartemen ini dan mencari tempat yang lebih bagus dan aman tentunya," gumam Dara perlahan.Seperti yang ia lihat, ternyata Rendra sudah seperti psikopat yang akan membunuhnya. Mana mungkin Dara akan hidup tenang jika Rendra terus menerus meminta untuk dibersihkan namanya. Bagi Dara, itu adalah hal yang kekanak-kanakan dan lebay.Dara
Dara tiba di sebuah cafe yang cukup mewah dan megah. Sebelum ia melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam, Dara menghela nafas panjang terlebih dahulu. Sebenarnya, ia berharap jika pertemuan ini hanyalah antar wanita saja tanpa harus ada campur tangan Rendra. Baru tadi siang ia bertemu dengan pria itu. Mana mau ia bertemu lagi sekarang.Dengan tekad yang kuat, Dara memasukki cafe, dan mencari sosok Maya. Hingga seorang wanita dengan dress ketat berwarna merah duduk di ujung dan melambaikan tangannya ke arah Dara. Dengan senyuman jahat, Dara pun menuju ke meja tempat di mana Maya berada. Ia sedikit gugup, dan berulang kali meyakinkan bahwa Dara adalah korban, dan ia jelas tidak bersalah. Jika ingin menyalahkan seseorang, lebih baik salahkan Rendra karena sudah keterlaluan.Dara duduk tepat di hadapan Maya dan mulai memesan makanan. Suasana ini benar-benar membuat Dara merasa tidak nyaman. Namun, ia berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja. Sebenarnya ia sedikit cemas ji