"Sejak kapan kamu dengan wanita itu?" Dara beranjak dari kasur dan berdiri menatap mata Rendra tanpa rasa ragu sedikitpun.
"Tiga tahun lalu," jawab Rendra dengan mudahnya. Sedangkan Dara jelas tidak terima pengkhianatan ini."Tiga tahun kamu berselingkuh dariku, Mas? Kenapa? Aku melakukannya buat kamu, 'kan?" tanya Dara sembari menepuk dadanya sendiri agar Rendra bisa melihat Dara yang sudah berkorban sejauh ini."Tujuh tahun denganmu, hanya buang-buang waktu saja. Sikapmu bahkan belum dewasa, masih sama saja seperti dulu. Terlebih, kamu juga mudah sekali disentuh oleh pria lain selain aku, mengapa tak kau tolak sekali saja permintaanku? Jika kau menolaknya mungkin tidak begini akhirnya," elak Rendra dengan alasan yang tidak masuk akal sama sekali."Lantas, jika kutolak, kau pasti akan meninggalkanku, bukan? Kamu hanya perlu bilang padaku untuk tidak melakukan hal seperti ini, bukan? Mengapa kau justru memanfaatkan tubuhku? Otak dan hatimu di mana, Mas?" Dara menunjuk dada Rendra dan sedikit menekannya."Dengar ya, aku sama sekali tidak bahagia denganmu jika caramu murahan begitu."Mendengar celaan itu, gigi Dara bergemeretak, ia sudah tidak tahan lagi dengan ucapan pedas dari kekasihnya."Aku melakukan semua ini demi kamu, Mas! Demi ekonomi kamu! Hutang kamu!" teriak Dara yang semakin mendekat ke arah Rendra sembari menunjuknya dengan sangat kesal."Apa aku pernah memintamu melakukan itu? Dasar wanita murahan!" ledek Rendra sembari memberi tatapan mata yang tajam."Mas? Kenapa kamu begini padaku, apa salahku?" tanya Dara dengan menitihkan air mata. "Padahal aku selalu memberikan semuanya kepadamu, tanpa memandang apapun! Kuberikan seluruh harta, bahkan tubuhku untuk membantumu, dan ini balasanmu padaku, hah! Kau juga bukan apa-apa tanpaku, Mas! Kau juga hanya akan menjadi pria pengangguran jika tidak kubantu!"PLAK!Tamparan keras justru mendarat di pipi Dara, hingga membuatnya terjatuh ke lantai. Ia menatap lantai yang berwarna putih itu dan sudah terhiasi dengan air mata yang berulang kali jatuh dari pipinya."Cukup sudah kau berkata begitu, dasar wanita murahan! Jangan sombong hanya karena modal tubuhmu saja, kamu bisa menghasilkan banyak uang!" hardik Rendra.Perkataan yang selama ini ia kira, akan mustahil diucapkan oleh kekasihnya sendiri, ternyata benar-benar keluar dari mulutnya. Rasanya lebih pedas ketika kekasihnya yang mengucapkan ketimbang orang lain. Dadanya terasa sesak bak tertusuk pisau.Tiba-tiba, ponsel Rendra berdering, dan ia langsung mengangkatnya dengan tersenyum tipis."Halo, Sayang."DEG!Panggilan sayang yang selalu diucapkan lembut untuk Dara, kini beralih ke orang lain. Dara hanya menjadi pendengar saja, tubuhnya tak bisa digerakkan sama sekali karena belum bisa terima semuanya."Sudah selesai semuanya kok, aku akan menjemputmu sekarang," tandas Rendra sembari membuka pintu kamar. "Sampai jumpa, Sayang. Aku tidak sabar akan menikah denganmu."Hatinya semakin sakit, Rendra terdengar sengaja berucap seperti itu agar Dara tahu betul sejauh apa hubungan mereka berdua. Panggilan pun berakhir dan Dara masih tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah."Kamu benar-benar jahat!" pekik dara tanpa menatap Rendra sama sekaliDara tak bisa berkata apa-apa lagi, hatinya sudah telanjur sakit. Pintu kamar tertutup dengan sangat keras, dan sosok yang Dara cintai, kini pergi dari hadapannya begitu saja.Dara menitihkan air mata sembari menatap ke arah tangannya yang mengepal di lantai, ia sangat marah sehingga rasanya tiada ampun lagi bagi kekasihnya."Argh!"PRANG!Dara menjatuhkan semua barang miliknya yang ada di atas meja rias. Nafasnya terengah-engah, rasa kesal memuncak di kepalanya."Dasar pria tidak tahu diri!" tandas Dara sembari memukul bantal dan merasa kesal. "Aku menjual tubuhku, membuang harga diriku, berusaha agar tidak hamil hanya demi pria jahat sepertimu! Argh!" Ia melempar bantal tersebut ke arah jendela.Amarah meluap di kepalanya, namun, air mata masih membasahi pipinya. Rasa sakit yang menyeruak di dadanya tidak bisa lagi ia tahan. Ia tak tahu harus bahagia atau sedih menghadapi semua ini. Di satu sisi lain, Dara bahagia karena ia tak lagi menjual harga dirinya, namun, kekasih yang selama ini ia percaya akan membahagiakannya, justru pergi meninggalkan Dara dengan seluruh uangnya.Dara membuka sosial medianya karena notifikasinya memunculkan bahwa Rendra tengah mengupload satu foto baru. Ketika ia membukanya, terlihat foto dua cincin yang berada di kotak cantik berwarna merah, dengan caption yang romantis, dan seorang wanita ditandai di postingan tersebut.Ia mulai paham kemana uang yang Dara berikan selama ini, Rendra selalu bilang jika uangnya habis untuk membayar hutang, sepertinya dusta sudah memenuhi mulutnya."Oh, jadi ... dia pergi untuk wanita yang jauh lebih baik dariku ya?" Dara menatap foto wanita yang ditandai di postingan Rendra, dan melihat beberapa postingan wanita tersebut, di mana Rendra selalu ada untuknya. Selama ini, Dara tidak tahu karena Rendra tidak pernah mengijinkannya untuk bermain sosial media terutama i*******m.Wanita itu memang terlihat sangat kalem, dan juga baik hati. Sepertinya dari keluarga berada dan juga ramah. Tidak seperti Dara yang status orang tuanya juga tidak jelas cerai atau masih bersama."Sialan kau, Mas!"PRAK!Dara melempar ponselnya ke lantai. Perasaannya campur aduk, tangis pun pecah dari matanya, dan langsung menangis sejadi-jadinya. Kamar itu sudah penuh akan isak tangis yang dikeluarkan oleh Dara. Cinta yang ia kira akan selalu ada untuknya, ternyata hanyalah omong kosong belaka.Ia merasa menjadi wanita paling bodoh di seluruh dunia yang dibutakan oleh cinta. Demi cinta yang tak tulus, ia melakukan apa saja. Tak peduli seberapa hancurnya wanita itu, ia tetap berkorban demi kebahagiaan mereka berdua.****Wanita yang masih terbalut dengan anduk itu, langsung menggunakan pakaiannya. Karena terlalu larut dalam kesedihan, ia sampai lelah dan tidur hanya dengan handuk yang menutup badannya.Ia tidak boleh seperti ini terus, masih ada hal lain yang bisa ia kerjakan selain mementingkan rasa sakitnya itu. Ia melihat dirinya sendiri di cermin, matanya sudah sembab dan juga memerah karena terus menerus menangis. Dara kembali mengambil barang-barang yang terjatuh, dan membereskannya kembali. Beberapa barang yang terbuat dari kaca ada yang pecah. Membuat Dara hanya bisa menghela nafas panjang saja.Dirinya begitu kacau, ia terlalu larut dalam emosinya yang tak bisa ia kendalikan. Dara kembali membuka sosial medianya, dan melihat postingan Rendra yang sudah penuh dengan wanita yang bernama Maya tersebut.Dara tersenyum licik, ia tak lagi merasa sedih, yang ada di hatinya hanyalah amarah dan juga emosi yang melunjak. Pikirannya dipenuhi dengan sebuah pembalasan yang tidak akan bisa dilupakan oleh siapapun."Lihat saja, Mas! Akan kubalas perbuatanmu ini!"Dara masih merasa kesal, tatkala Rendra mencampakannya begitu saja. Air mata tak ada henti-hentinya mengalir dari matanya. Ia ingat betul, banyak sekali kenangan dan pengorbanan yang dilakukan oleh Dara sampai dia tidak mementingkan hal itu. Namun, yang Rendra lakukan sudah sangat keterlaluan."Tega sekali dia melakukan hal seperti ini kepadaku. Padahal aku melakukan semuanya untuknya," tandas Dara.Ia meringkuk di kasur dan hanya bisa memeluk lututnya sembari menangis sesenggukkan. Banyak hal yang ia sesali, seandainya dia selalu cek ponselnya setiap saat, seandainya ia tidak menjual tubuhnya, seandainya ia tidak mengenal Rendra sejak awal. Nasi sudah menjadi bubur, ia tidak bisa melakukan apa-apa lagi."Ah! Aku tidak boleh lemah begini! Aku harus kuat menghadapi semua ini." Dara langsung beranjak dan duduk bersandar di kasur. "Ia bisa seenaknya menghancurkan hidupku, aku juga bisa melakukan hal yang sama kepadanya. Menghancurkan hidup seseorang sangatlah mudah, bukan?" gumam Dara se
Selepas pergi dari pernikahan Rendra, Dara memutuskan untuk menenangkan dirinya dengan minum di bar miliknya sendiri. Ia ingin menenangkan pikirannya dengan beberapa botol minuman setan agar pikirannya sedikit lega.Dara begitu dihormati di bar tersebut, dan terkenal dengan kebaikan yang ia lakukan kepada karyawannya, ia tidak pernah memaki, bahkan memarahi karyawannya. Semuanya juga tahu jika Dara adalah seorang wanita hebat sampai mampu membuka bar untuk mencukupi kehidupannya.Kini, semuanya terasa sia-sia di dalam hidup Dara, karena sudah tidak ada lagi yang membuatnya semangat bekerja selain Rendra. Dikhianati dan cintanya menjadi boomerang sendiri untuk kehidupannya, ia merasa hancur tatkala Rendra meninggalkan Dara dengan tanpa perasaan."Bu, anda sudah terlalu banyak minum. Mau saya antarkan ke dalam kamar?" tanya seorang bartender yang berada di hadapannya dan melihat bosnya mabuk-mabukan."Ah! Tidak perlu! Kau lakukan saja pekerjaanmu, aku akan melakukan pe
Dara tak bisa membuka matanya, sangat berat sekali untuknya meskipun ia mendengar seseorang yang berada di sekitarnya. Namun, tubuhnya tidak bisa bergerak sama sekali. Ia ingat, terakhir ia tak sadarkan diri setelah dicekik sekuat tenaga oleh Rendra, selepas itu sudah tidak ingat apa-apa lagi."Haruskah kita membawanya pulang?" tanya seorang wanita yang berada di dalam ruangan yang sama dengan Dara. Ia tahu betul siapa yang bicara begitu. Suaranya tidak asing lagi."Jangan, biarkan saja dia di sini. Sebentar lagi aku yakin dia akan sembuh, dan pria tadi juga sepertinya akan menjaga Dara dengan baik." Seorang pria juga ada di dalam.Dara segera berusaha untuk membuka matanya, meskipun sangat berat, dan tenggorokannya begitu sakit. Hingga ia berhasil menggerakkan jari jemarinya perlahan."Dara? Kau sudah sadar? Dokter! Dokter!"Wanita itu memanggil dokter ketika tahu Dara sudah membuka matanya dan melihat kedua orang tuanya berada di hadapannya.Beberapa
"Maksud ibu, Rendra yang membawaku?" tanya Dara yang masih tidak percaya dengan ucapan ibunya."Bukan! Bukan Rendra, dia pria tinggi, tanpa kacamata, dan wajahnya sedikit judes!" jelas ibunya sembari menggaruk belakang kepalanya sendiri dan mengingat-ingat ketika bertemu dengan pria itu."Siapa dong?" tanya Dara yang justru keheranan dan tidak kepikiran perihal siapa yang membawanya ke rumah sakit ini."Tapi dia sangat ramah, ibu tidak sempat bicara banyak padanya sih. Dia hanya berkata bahwa ia sudah membayarkan seluruh biaya rumah sakitnya," urai ibu dan mengingat kebaikan yang ia berikan kepada keluarganya itu. "Kamu tidak kenal?" tanya ibunya lagi dan lagi."Tidak, Bu." Dara sama sekali tidak tahu siapa pria itu. Alhasil ia hanya menduga-duga saja."Ya sudah, kamu tidur saja. Tidak usah pikirkan hal lain lagi. Anggap saja pria yang tadi adalah malaikat untukmu. Lagipula, jika jodoh sudah pasti bertemu lagi kok," tukas ibunya Dara sembari membantu menarik selimut ke seluruh tu
Sudah cukup lama Dara berada di rumah sakit, sudah waktunya untuk keluar dari tempat itu dan kembali menjalani hari-harinya seperti biasa. Hanya saja, kali ini akan cukup berbeda dari kehidupan sebelumnya. Mengingat ia belum bisa bersentuhan dengan pria, menatap saja ia sudah takut. Kira-kira di mana ia akan bisa hidup tenang jika traumanya terus menerus bertambah.Ia merasa, bahwa dunia ini sudah tidak ramah lagi dengannya. Sudah tidak lagi menginginkannya untuk memijakkan kaki, hingga kini ia merasa sendiri dan terasingkan."Dara, kamu yakin nggak mau pulang ke rumah ibu?" tanya ibu yang mulai khawatir dengan anak tunggalnya itu."Tidak, Bu. Pekerjaanku sudah banyak di sini, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Lagipula, aku bisa hidup sendiri kok," tutur Dara kepada ibunya yang mengantarkannya sampai di luar rumah sakit dan Dara pulang dengan menggunakan taxi."Ya sudah, kalau ada apa-apa langsung hubungi kami ya. Jangan sungkan, atau jika ada yang meng
Di dalam kamar, Dara tengah merenungi hidupnya yang penuh dengan penderitaan. Selama ini ia menahan diri agar tidak terlalu larut dalam sebuah masalah, terutama cinta. Hal yang paling membuatnya sedih, adalah ketika orang tuanya sudah menginginkan untuk menikah, namun, Dara tidak bisa mengabulkan permintaan mereka berdua. Padahal ia sendiri sudah berjanji untuk menikah secepatnya. Ternyata takdir sedang bermain-main dengannya."Sudahlah, aku tidak boleh menyesali apa yang sudah terjadi. Aku pasti akan membalaskan dendamku agar ia juga merasakan hal yang sama denganku. Jika ia masih sering berada di dekat sini, mungkin aku akan pindah dari apartemen ini dan mencari tempat yang lebih bagus dan aman tentunya," gumam Dara perlahan.Seperti yang ia lihat, ternyata Rendra sudah seperti psikopat yang akan membunuhnya. Mana mungkin Dara akan hidup tenang jika Rendra terus menerus meminta untuk dibersihkan namanya. Bagi Dara, itu adalah hal yang kekanak-kanakan dan lebay.Dara
Dara tiba di sebuah cafe yang cukup mewah dan megah. Sebelum ia melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam, Dara menghela nafas panjang terlebih dahulu. Sebenarnya, ia berharap jika pertemuan ini hanyalah antar wanita saja tanpa harus ada campur tangan Rendra. Baru tadi siang ia bertemu dengan pria itu. Mana mau ia bertemu lagi sekarang.Dengan tekad yang kuat, Dara memasukki cafe, dan mencari sosok Maya. Hingga seorang wanita dengan dress ketat berwarna merah duduk di ujung dan melambaikan tangannya ke arah Dara. Dengan senyuman jahat, Dara pun menuju ke meja tempat di mana Maya berada. Ia sedikit gugup, dan berulang kali meyakinkan bahwa Dara adalah korban, dan ia jelas tidak bersalah. Jika ingin menyalahkan seseorang, lebih baik salahkan Rendra karena sudah keterlaluan.Dara duduk tepat di hadapan Maya dan mulai memesan makanan. Suasana ini benar-benar membuat Dara merasa tidak nyaman. Namun, ia berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja. Sebenarnya ia sedikit cemas ji
GREP!Belum sampai tamparan mendarat di pipi Dara, seseorang memegang tangan Maya agar tidak melukai Dara."Hentikan itu, kau hanya membuat malu dirimu sendiri. Terlihat jelas siapa yang rendahan di sini," ujar seorang pria dengan menggenggam erat tangan Maya."Siapa kau! Beraninya ikut campur urusan kami!" Dara menarik tangannya dengan sangat keras agar lepas dari genggaman pria itu."Sebelum menyudutkan orang lain, pikirkan dulu siapa yang salah. Kau yang merebut Rendra darinya, wajar jika Dara tidak menerima perlakuanmu itu. Dia tidak salah, kau dan suamimulah yang bersalah. Harga dirimu serendah itu ya? Mau dinikahi dengan uang hasil dari mantan kekasih suamimu?" ledek pria itu dengan tatapan mata yang sangat tajam."Kau tahu apa?" tanya Maya sembari menaikkan dagunya menatap Nathan yang lebih tinggi darinya.Dara merasa waktunya terbuang percuma, ia pun segera mengambil tasnya dan keluar dari cafe tersebut, meninggalkan Maya dan juga Nathan yang tengah berdebat."Aku tahu