Sudah cukup lama Dara berada di rumah sakit, sudah waktunya untuk keluar dari tempat itu dan kembali menjalani hari-harinya seperti biasa. Hanya saja, kali ini akan cukup berbeda dari kehidupan sebelumnya. Mengingat ia belum bisa bersentuhan dengan pria, menatap saja ia sudah takut. Kira-kira di mana ia akan bisa hidup tenang jika traumanya terus menerus bertambah.Ia merasa, bahwa dunia ini sudah tidak ramah lagi dengannya. Sudah tidak lagi menginginkannya untuk memijakkan kaki, hingga kini ia merasa sendiri dan terasingkan."Dara, kamu yakin nggak mau pulang ke rumah ibu?" tanya ibu yang mulai khawatir dengan anak tunggalnya itu."Tidak, Bu. Pekerjaanku sudah banyak di sini, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Lagipula, aku bisa hidup sendiri kok," tutur Dara kepada ibunya yang mengantarkannya sampai di luar rumah sakit dan Dara pulang dengan menggunakan taxi."Ya sudah, kalau ada apa-apa langsung hubungi kami ya. Jangan sungkan, atau jika ada yang meng
Di dalam kamar, Dara tengah merenungi hidupnya yang penuh dengan penderitaan. Selama ini ia menahan diri agar tidak terlalu larut dalam sebuah masalah, terutama cinta. Hal yang paling membuatnya sedih, adalah ketika orang tuanya sudah menginginkan untuk menikah, namun, Dara tidak bisa mengabulkan permintaan mereka berdua. Padahal ia sendiri sudah berjanji untuk menikah secepatnya. Ternyata takdir sedang bermain-main dengannya."Sudahlah, aku tidak boleh menyesali apa yang sudah terjadi. Aku pasti akan membalaskan dendamku agar ia juga merasakan hal yang sama denganku. Jika ia masih sering berada di dekat sini, mungkin aku akan pindah dari apartemen ini dan mencari tempat yang lebih bagus dan aman tentunya," gumam Dara perlahan.Seperti yang ia lihat, ternyata Rendra sudah seperti psikopat yang akan membunuhnya. Mana mungkin Dara akan hidup tenang jika Rendra terus menerus meminta untuk dibersihkan namanya. Bagi Dara, itu adalah hal yang kekanak-kanakan dan lebay.Dara
Dara tiba di sebuah cafe yang cukup mewah dan megah. Sebelum ia melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam, Dara menghela nafas panjang terlebih dahulu. Sebenarnya, ia berharap jika pertemuan ini hanyalah antar wanita saja tanpa harus ada campur tangan Rendra. Baru tadi siang ia bertemu dengan pria itu. Mana mau ia bertemu lagi sekarang.Dengan tekad yang kuat, Dara memasukki cafe, dan mencari sosok Maya. Hingga seorang wanita dengan dress ketat berwarna merah duduk di ujung dan melambaikan tangannya ke arah Dara. Dengan senyuman jahat, Dara pun menuju ke meja tempat di mana Maya berada. Ia sedikit gugup, dan berulang kali meyakinkan bahwa Dara adalah korban, dan ia jelas tidak bersalah. Jika ingin menyalahkan seseorang, lebih baik salahkan Rendra karena sudah keterlaluan.Dara duduk tepat di hadapan Maya dan mulai memesan makanan. Suasana ini benar-benar membuat Dara merasa tidak nyaman. Namun, ia berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja. Sebenarnya ia sedikit cemas ji
GREP!Belum sampai tamparan mendarat di pipi Dara, seseorang memegang tangan Maya agar tidak melukai Dara."Hentikan itu, kau hanya membuat malu dirimu sendiri. Terlihat jelas siapa yang rendahan di sini," ujar seorang pria dengan menggenggam erat tangan Maya."Siapa kau! Beraninya ikut campur urusan kami!" Dara menarik tangannya dengan sangat keras agar lepas dari genggaman pria itu."Sebelum menyudutkan orang lain, pikirkan dulu siapa yang salah. Kau yang merebut Rendra darinya, wajar jika Dara tidak menerima perlakuanmu itu. Dia tidak salah, kau dan suamimulah yang bersalah. Harga dirimu serendah itu ya? Mau dinikahi dengan uang hasil dari mantan kekasih suamimu?" ledek pria itu dengan tatapan mata yang sangat tajam."Kau tahu apa?" tanya Maya sembari menaikkan dagunya menatap Nathan yang lebih tinggi darinya.Dara merasa waktunya terbuang percuma, ia pun segera mengambil tasnya dan keluar dari cafe tersebut, meninggalkan Maya dan juga Nathan yang tengah berdebat."Aku tahu
Di apartemennya, Dara merebahkan tubuhnya dan berulangkali menghela nafas panjang. Entah mengapa yang ia ingat hanyalah ketika bersama Nathan. Berulangkali pria itu datang untuk menyelamatkan dirinya hari ini. Kebetulan hari ini, seakan sesuatu yang disengaja. Tidak mungkin kebetulan terjadi sampai dua kali.Dara menutup matanya dengan lengan kanannya, selain Nathan, ia juga mengingat ekspresi Maya yang begitu membenci Kana. Ternyata suaminya sama sekali tidak memberitahukan apapun kepada istri yang ia banggakan itu. Bahkan di malam pertamanya, ia datang untuk Dara. Di satu sisi ada rasa bahagia yang ia rasakan, namun, ada juga rasa sakit yang masih membekas di hatinya.Ia langsung membalik tubuhnya dan menenggelamkan wajahnya ke bantal. Memikirkan hal apa yang bagus dan harus ia lakukan agar bisa membuat kehidupan mereka hancur, sehancur hati Dara. Tiba-tiba, ia memiliki sebuah ide, untuk menghancurkan karir dan pekerjaan Rendra yang hanya merupakan karyawan di kantor. Ia tidak per
Setelah sampai di kantornya, Dara pun langsung menyantap sarapan paginya dan berulang kali ingatan perihal kejadian tadi terulang terus menerus. Hal itu justru membuat Dara terganggu. Karena tidak ingin memikirkan hal yang aneh-aneh apalagi cinta, Dara terus menerus berusaha untuk fokus ke dirinya sendiri dan juga menghancurkan hidup mantan kekasihnya. Ia masih tidak terima jika perasaannya dihancurkan begitu saja. Karena sepertinya berita sudah menyebar dan Rendra sudah hilang kesabaran, Dara yang merasa kasihan dengan Rendra langsung mengangkat teleponnya. "Kenapa, Rendra?" tanya Dara dengan berpura-pura tidak tahu. ["Dasar cewek nggak tahu diuntung! Kenapa kamu sebar rumor aneh ke kantorku sih! Berani banget kamu mau menghancurkan karirku!"] Nafas pria itu semakin cepat dan seperti marah dengan Dara. Sedangkan Dara hanya mendengarkannya dengan senyum-senyum sendiri. Ia merasa sangat bangga karena berhasil menghancurkan seorang yang sangat ia benci. "Bukankah uang dariku masih ba
"Aku memang kagum dengan apa yang kamu lakukan kepadaku. Apa yang kau korbankan padaku semuanya, tapi maaf, sepertinya hatiku belum bisa terbuka untuk siapapun." Dara menjelaskan perasaannya kepada pria itu, berharap ia akan mengerti bahwa Dara tidak bisa menerima perasaan dari pria itu."Saya mengerti, lalu, saya akan mencoba untuk menghancurkan hubungan mereka dengan mendekati Maya," tukas Rizal kepada Dara."Terima kasih, kau memang yang terbaik."Pria berbadan besar dengan rambut yang sedikit panjang itu hanya bisa tersenyum kecil, membuat pesonanya benar-benar hebat. Ia bahkan menjadi barista terfavorit di tempat kerja Dara. Ia memang berulang kali menyukai mendapatkan sesuatu yang tidak diduga dari Rizal, sepertin pernyataan cinta, atau memberikan sesuatu seperti karangan bunga, dan masih banyak lagi. Namun, Kana yang memang sejak awal setia kepada Rendra, tidak pernah menggubris perasaan Rizal tersebut."Baiklah kalau begitu, panggil saja jika butuh bantuan lagi." Rizal men
"Maaf ya, tempatnya berantakan. Ternyata banyak sekali barang yang harus kukemas," tutur Dara sembari mengangkat box satu ke depan pintu agar mudah memindahkannya ke mobil."Tidak masalah, lagipula ini akan dipindah, jadi wajar kalau berantakan." Rizal membantunya membawa box yang besar-besar."Kau tahu kenapa aku pindah di saat seperti ini?" tanya Kana kepada pegawainya itu."Kenapa?""Karena, aku yakin Rendra tidak sempat untuk mengurus hal lain selain pekerjaannya, jadi, aku bisa pindah tanpa ia ketahui kemana aku pindah … aku pintar bukan?" Dara tersenyum lebar kepada pria bertubuh besar itu.Melihat senyuman dari wanita itu, membuat jantung Rizal berdegup kencang. Ia melihat kecantikan yang dipancarkan oleh wanita itu membuat Rizal benar-benar terpana. Selama ia memendam sebuah perasaan di dadanya, ia sama sekali tidak pernah memalingkan mata dan hatinya dari wanita itu. Sayangnya, cintanya bertepuk sebelah tangan, hingga ia memiliki peluang pun, hanya