"Suatu saat kamu nanti kamu akan tahu," jawab David enggan menceritakan tentang Dara pada Ayna.
Ayna hanya diam pasrah saat David enggan menjawab rasa penasarannya. Meskipun ada banyak pertanyaan yang bergelanyut didalam benaknya.
"Sekarang semua sudah jelas. Sekarang aku ingin bicara dengan anda!" kata David menatap ayah Ayna.
"Silahkan!" balas Fardhan.
"Aku ingin meminta izin menikahi putri anda!" kata David mengatakan tujuannya.
"Asal putriku suka, aku sama sekali tidak keberatan," balas Fardhan dengan senyum dan menoleh pada Ayna.
"Tapi, apa kamu sudah yakin dengan pilihan kamu?" tanya Fardhan tidak ingin anaknya dipermainkan.
"Tentu saja!" jawab David tanpa ragu.
"Kamu, Nak?" tanya Fardhan pada putrinya.
"Aku sudah yakin dengan pilihanku," jawab Ayna.
Fardhan mengangguk mendengar jawaban dari keduanya. Lusa, aku meminta kehadiran anda untuk menjadi wali putri anda," kata David dengan serius.
"Pasti, ak
"Kamu kenapa, Sayang?" Adijaya bertanya pada Dara yang hanya diam menatap kosong."Semua gara-gara kamu, Mas!" ucap Dara membentak Adijaya.“Mengapa kamu menyalahkanku?” tanya Adijaya tidak mengerti.“Karena kamulah yang mengizinkan Ayna keluar dari rumah ini, Mas,” jawab Dara dengan tatapan tajam."Bukankah aku sudah bilang kalau Ayna butuh waktu untuk
Di sebuah ruangan yang cukup besar. Dua orang wanita serta beberapa orang kepercayaan sedang duduk membicarakan rencana selanjutnya yang memang sudah mereka susun dengan begitu matang."Nyonya, hari ini anak tiri Adijaya akan menikah dengan seorang pria biasa," kata seorang pengawal wanita pada perempuan itu."Caritahu tentang mereka!" perintah wanita itu."Sudah Nyonya, saya siap mengantar jika Nyonya ingin ke tempat itu," kata pengawal perempuan itu.Wanita yang dipanggil Nyonya itu mengangguk menyetujui ajakan pengawal wanitanya."Apalagi yang kamu tahu tentang dia?" tanya wanita itu."Dia sedang bertengkar dengan istrinya, karena dia membiarkan anak tirinya keluar dari rumah," jawab pengawal wanitanya."Bagus, kita bisa memanfaatkan kesempatan ini," kata wanita itu tersenyum penuh arti.Di tempat lain, David sedang bersiap-siap dibantu oleh Riko yang memang selalu ada untuknya."Aku gugup," kata David men
Ayna tersipu saat David memanggilnya sayang. Bibirnya tak henti mengukir senyum bahagia. Sungguh Ayna belum pernah merasakan bahagia seperti saat ini."Ay, apapun yang terjadi nanti, kamu harus percaya padaku," kata David entah mengapa dia merasa akan ada sesuatu yang membuat dirinya dan Ayna berpisah.Ayna menatap wajah tampan yang saat ini menatapnya. Ayna bisa melihat wajah cemas sang suami yang dia cintai."Kenapa Aa bicara seperti itu?" tanya Ayna tidak mengerti."Ada banyak rahasia yang kamu tidak tahu, Ay," jawab David mengusap pipi sang istri."Apa?""Nanti, jika sudah waktunya kamu akan tahu dengan sendirinya," jawab David enggan memberitahu Ayna apa yang sebenarnya terjadi antara mereka."A," panggil Ayna menyandarkan kepalanya di dada David."Ay akan selalu mempercayai kamu, A," ucap Ayna mengusap dada bidang sang suami.David mengangguk dengan senyum teduh. David mencium puncak kepala Ayna dengan penuh kasih sayang. "Aku mencintai kamu, Ay, tapi aku membenci mama kamu," ka
"Nyonya!" ucap Marni dengan bibir bergetar menahan tangis. Marni tidak menyangka jika majikan yang selama ini dia anggap sudah tidak ada lagi di dunia ini, kini datang menemuinya."Bi," ucap Hanum memeluk Marni."Ma'afkan aku sudah menyusahkan Bibi," kata Hanum tak kuasa menahan tangis.Marni diam tanpa membalas pelukan Hanum. Marni masih syok saat melihat wanita yang saat ini memeluknya. "Siapa, Bu?" tanya David menghampiri Marni. Tubuh David membeku saat melihat Hanum memeluk Marni. David menggeleng tidak percaya dengan apa yang dia lihat."Mom," gumam David nyaris tanpa suara.Hanum mengangkat wajahnya menatap sang putra yang juga menatap tidak percaya ke arahnya. Hanum melepaskan pelukannya pada Marni dan menghampiri David yang berdiri di belakang Marni."Kamu sudah dewasa, Nak!" kata Hanum membingkai wajah anaknya. Hanum menatap wajah itu dengan tangis pilu. Sungguh dia sangat bahagia bisa bertemu dengan sang anak. Namun, ada rasa sedih karena dia tidak bisa merawat sang buah h
Usai bercengkrama dengan sang anak, Hanum pulang usai pamit pada Marni dan yang lainnya, meski dia masih sangat rindu pada David. Namun, Hanum harus menjalankan rencana selanjutnya yang sudah dia susun dengan matang."A," panggil Ayna mengusap punggung suaminya yang saat ini berdiri melihat langit malam dari balkon kamar mereka."Iya," jawab David membalikkan tubuhnya menghadap sang istri."Gak jadi, A,"kata Ayna takut jika pertanyaan nanti menyinggung suaminya. "Hari ini Aa senang sekali, Sayang," ucap David memeluk tubuh kecil sang istri. Sedangkan Ayna mengangguk dengan senyum saat mendengar apa yang suaminya katakan. "Sudah malam A, sebaiknya kita istirahat," kata Ayna saat David enggan melepas pelukannya. "Iya, tapi ... ." David menggantung ucapnnya membuat Ayna semakin penasaran."Tapi apa A?" tanya Ayna mengurai pelukannya menatap serius pada sang suami."Aa mau itu," jawab David menatap sang istri dengan penuh harap, membuat Ayna kesusahan menelan salivanya."Mau apa?" tan
Suara adzan subuh berkumandang. David mengerjabkan mata berusaha mengumpulkan kesadarannya. "Sayang, sudah waktu subuh," kata David mengusap kepala sang istri yang menggeliat saat sang suami menyentuhnya. "Iya, A," ucap Ayna membuka matanya yang masih terasa berat. "Mandi yuk!" ajak David. "Berdua?" tanya Ayna dengan polosnya. "Iya, Sayang, biar Aa bisa bantu kamu saat kamu kalau masih sakit," jawab David menatap gemas sang istri. "Iya, A." David bangkit membantu Ayna untuk berdiri karena bagian inti tubuhnya masih terasa perih. "Kok gak ada darah, A?" tanya Ayna saat melihat sprai yang menutupi ranjang mereka. "Memangnya kenapa kalau gak ada darah, Sayang?" tanya David. "Ay, takut kalau Aa menyangka jika Ay sudah tidak perawan lagi. Padahal Ay memang belum pernah melakukan hubungan intim dengan siapapun," jawab Ayna membuat David mengulum senyum. "Kok malah senyum?" tanya Ayna tidak mengerti kenapa suaminya tidak marah seperti pria yang lain. Ayna merasa heran kerena Ayna per
Lelah? tentu saja! sudah beberapa hari ini Dara mendoakan Adijaya. Adijaya merasa frustasi, dia tidak tahu harus membujuk Dara dengan cara apalagi. Seperti hari ini, Dara hanya sibuk dengan urusannya sendiri tanpa peduli dengan Adijaya yang butuh pelayanan darinya. Sikap Dara yang begitu dingin, membuat Adijaya tidak betah berada di rumah. "Dara, tolong jangan seperti ini," kata Adijaya menghampiri Dara. Namun, seperti biasa, Dara tidak peduli padanya."Apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memaafkan aku, Dara?" tanya Adijaya yang sudah sangat putus asa."Aku mau kamu menepati janji kamu yang dulu, Mas," jawab Dara."Tentu saja aku akan menepatinya, Dara, tapi-""David, dia sudah tidak ada, Mas, kamu jangan cari alasan, kamu bisa bilang kalau David mati," potong Dara dengan entengnya."Baiklah, lusa aku akan urus semuanya," kata Adijaya yang akhirnya hanya bisa pasrah.lSementara itu, di tempat lain David, Ayna dan Riko baru saja pulang dari Masjid. David menatap sang istri yang
Waktu terus berlalu, Dara kembali menagih janji Adijaya padanya. "Apa kamu sudah mengurus semuanya, Mas?" tanya Dara sudah tidak sabar menguasai seluruh aset milik Hanum."Sudah, aku sudah buat perjanjian dengan notaris, besok," jawab Adijaya meski sebenarnya dia sangat malas bicara dengan Dara."Bagus! terima kasih, Ma," ucap Dara tersenyum sinis. Dara menepuk pipi Adijaya sebelum dia meninggalkan Adijaya yang masih terdiam di tempatnya."Huf," Adijaya membuang nafas kasar setelah Dara sudah tak terlihat lagi.Adijaya mengambil ponselnya mengirim pesan pada Lila. Jujur disaat seperti ini Adijaya butuh teman untuk mencurahkan segala isi hatinya.Sementara itu, bibir Lila mengukir senyum penuh misteri saat dia membaca pesan Adijaya. "Ada apa?" tanya Hanum menghampiri Lila."Adijaya meminta saya untuk menemuina sekarang juga, Nyonya," jawab Lila menunduk sopan."Pergilah, aku ingin tahu apa yang akan dia katakan padamu