Usai makan malam, David mengajak Ayna jalan - jalan ke sebuah taman yang berada di area perumahan itu.
"Kamu mau bicara apa?" tanya Ayna saat mereka sudah duduk.di sebuah kursi taman.David menoleh ke arah Ayna dengan tatapan yang begitu dalam. "Aku ingin ke rumah mama kamu, Ay," jawab David dengan begitu yakin."Mau ngapain?" tanya Ayna semakin penasaran."Meminta kamu dari orang tua kamu," jawab David membuat Ayna mengangkat wajahnya menatap begitu dalam."Apa kamu sudah yakin dengan keputusan yang kamu ambil, Vid?" tanya Ayna yang masih merasa ragu dengan keputusan David."Yakin, Ay, aku sangat yakin!" jawab David dengan pasti.Ayna membuang nafas saat mendengar jawaban dari David. Sungguh Ayna tidak menyangka David begitu cepat mengambil keputusan."Kenapa, Ay ? Apa kamu tidak percaya dengan apa yang aku katakan?" tanya David menatap Ayna dan menggenggam erat tangan sang gadis.Ayna terdiamWaktu demi waktu mereka lalui bersama, membuat David dan Ayna semakin dekat. Kebaikan dan perhatian David membuat Ayna tidak bisa jauh dari pria tampan itu. "Vid," panggil Ayna saat mereka berduaan di teras belakang rumah David. "Hem?" ucap David menoleh ke arah Ayna. "Kapan kamu akan ke rumah mama untuk meminta aku darinya?" tanya Ayna menatap serius. "Kapan kamu siap ... Aku akan datang ke rumah mama kamu," jawab David, "selain ke rumah mama kamu, kita harus ke rumah ayah kamu, karena biar bagaimanapun dia yang akan menjadi wali nikah kamu," kata David bersungguh-sungguh. Ayna terdiam, rasa sakit hatinya terhadap sang ayah begitu dalam hingga sulit sekali untuk memaafkan. "Aku tahu kamu sangat membenci ayah kamu, Ay, tapi ... Apa kamu tahu alasan ayah kamu meninggalkan kamu dan mama kamu?" tanya David membuat Ayna menatapnya. "Aku tidak membenci ayah, Vid, aku hanya kecewa sama ayah karena sudah meningalkan k
Seorang pria paruh baya dengan tubuh gemetar, air mata terus mengalir saat melihat siapa yang datang ke rumahnya. Meski langkahnya terasa berat, bibirnya tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Namun, ia terus melangkah mendekati putri kesayangannya.“Ay,” ucap Ayah Ayna dengan bibir gemetar menahan air mata.Ayah Ayna mengangkat tangannya untuk mengelus puncak kepala sang putri, meski pada akhirnya Ayna menghindarinya. Ayah Ayna menunduk dan mengusap sudut matanya saat mengetahui Ayna masih membencinya.
"Suatu saat kamu nanti kamu akan tahu," jawab David enggan menceritakan tentang Dara pada Ayna.Ayna hanya diam pasrah saat David enggan menjawab rasa penasarannya. Meskipun ada banyak pertanyaan yang bergelanyut didalam benaknya."Sekarang semua sudah jelas. Sekarang aku ingin bicara dengan anda!" kata David menatap ayah Ayna."Silahkan!" balas Fardhan."Aku ingin meminta izin menikahi putri anda!" kata David mengatakan tujuannya."Asal putriku suka, aku sama sekali tidak keberatan," balas Fardhan dengan senyum dan menoleh pada Ayna."Tapi, apa kamu sudah yakin dengan pilihan kamu?" tanya Fardhan tidak ingin anaknya dipermainkan."Tentu saja!" jawab David tanpa ragu."Kamu, Nak?" tanya Fardhan pada putrinya."Aku sudah yakin dengan pilihanku," jawab Ayna.Fardhan mengangguk mendengar jawaban dari keduanya. Lusa, aku meminta kehadiran anda untuk menjadi wali putri anda," kata David dengan serius."Pasti, ak
"Kamu kenapa, Sayang?" Adijaya bertanya pada Dara yang hanya diam menatap kosong."Semua gara-gara kamu, Mas!" ucap Dara membentak Adijaya.“Mengapa kamu menyalahkanku?” tanya Adijaya tidak mengerti.“Karena kamulah yang mengizinkan Ayna keluar dari rumah ini, Mas,” jawab Dara dengan tatapan tajam."Bukankah aku sudah bilang kalau Ayna butuh waktu untuk
Di sebuah ruangan yang cukup besar. Dua orang wanita serta beberapa orang kepercayaan sedang duduk membicarakan rencana selanjutnya yang memang sudah mereka susun dengan begitu matang."Nyonya, hari ini anak tiri Adijaya akan menikah dengan seorang pria biasa," kata seorang pengawal wanita pada perempuan itu."Caritahu tentang mereka!" perintah wanita itu."Sudah Nyonya, saya siap mengantar jika Nyonya ingin ke tempat itu," kata pengawal perempuan itu.Wanita yang dipanggil Nyonya itu mengangguk menyetujui ajakan pengawal wanitanya."Apalagi yang kamu tahu tentang dia?" tanya wanita itu."Dia sedang bertengkar dengan istrinya, karena dia membiarkan anak tirinya keluar dari rumah," jawab pengawal wanitanya."Bagus, kita bisa memanfaatkan kesempatan ini," kata wanita itu tersenyum penuh arti.Di tempat lain, David sedang bersiap-siap dibantu oleh Riko yang memang selalu ada untuknya."Aku gugup," kata David men
Ayna tersipu saat David memanggilnya sayang. Bibirnya tak henti mengukir senyum bahagia. Sungguh Ayna belum pernah merasakan bahagia seperti saat ini."Ay, apapun yang terjadi nanti, kamu harus percaya padaku," kata David entah mengapa dia merasa akan ada sesuatu yang membuat dirinya dan Ayna berpisah.Ayna menatap wajah tampan yang saat ini menatapnya. Ayna bisa melihat wajah cemas sang suami yang dia cintai."Kenapa Aa bicara seperti itu?" tanya Ayna tidak mengerti."Ada banyak rahasia yang kamu tidak tahu, Ay," jawab David mengusap pipi sang istri."Apa?""Nanti, jika sudah waktunya kamu akan tahu dengan sendirinya," jawab David enggan memberitahu Ayna apa yang sebenarnya terjadi antara mereka."A," panggil Ayna menyandarkan kepalanya di dada David."Ay akan selalu mempercayai kamu, A," ucap Ayna mengusap dada bidang sang suami.David mengangguk dengan senyum teduh. David mencium puncak kepala Ayna dengan penuh kasih sayang. "Aku mencintai kamu, Ay, tapi aku membenci mama kamu," ka
"Nyonya!" ucap Marni dengan bibir bergetar menahan tangis. Marni tidak menyangka jika majikan yang selama ini dia anggap sudah tidak ada lagi di dunia ini, kini datang menemuinya."Bi," ucap Hanum memeluk Marni."Ma'afkan aku sudah menyusahkan Bibi," kata Hanum tak kuasa menahan tangis.Marni diam tanpa membalas pelukan Hanum. Marni masih syok saat melihat wanita yang saat ini memeluknya. "Siapa, Bu?" tanya David menghampiri Marni. Tubuh David membeku saat melihat Hanum memeluk Marni. David menggeleng tidak percaya dengan apa yang dia lihat."Mom," gumam David nyaris tanpa suara.Hanum mengangkat wajahnya menatap sang putra yang juga menatap tidak percaya ke arahnya. Hanum melepaskan pelukannya pada Marni dan menghampiri David yang berdiri di belakang Marni."Kamu sudah dewasa, Nak!" kata Hanum membingkai wajah anaknya. Hanum menatap wajah itu dengan tangis pilu. Sungguh dia sangat bahagia bisa bertemu dengan sang anak. Namun, ada rasa sedih karena dia tidak bisa merawat sang buah h
Usai bercengkrama dengan sang anak, Hanum pulang usai pamit pada Marni dan yang lainnya, meski dia masih sangat rindu pada David. Namun, Hanum harus menjalankan rencana selanjutnya yang sudah dia susun dengan matang."A," panggil Ayna mengusap punggung suaminya yang saat ini berdiri melihat langit malam dari balkon kamar mereka."Iya," jawab David membalikkan tubuhnya menghadap sang istri."Gak jadi, A,"kata Ayna takut jika pertanyaan nanti menyinggung suaminya. "Hari ini Aa senang sekali, Sayang," ucap David memeluk tubuh kecil sang istri. Sedangkan Ayna mengangguk dengan senyum saat mendengar apa yang suaminya katakan. "Sudah malam A, sebaiknya kita istirahat," kata Ayna saat David enggan melepas pelukannya. "Iya, tapi ... ." David menggantung ucapnnya membuat Ayna semakin penasaran."Tapi apa A?" tanya Ayna mengurai pelukannya menatap serius pada sang suami."Aa mau itu," jawab David menatap sang istri dengan penuh harap, membuat Ayna kesusahan menelan salivanya."Mau apa?" tan