Sambil menunggu teh yang April inginkan datang, April melihat sekeliling ruangan itu saja. Banyak yang menarik perhatian pandangannya. Mulai dari foto pernikahan Camilla dan Leo, juga foto mereka ketika masih berpacaran. “Aku malah seperti sedang melihat bahwa mereka benar-benar pernah atau bahkan telah melewati masa indah hanya dengan foto itu. Jika orang awam yang tidak tahu apa-apa sepertiku datang kemari, mereka mungkin akan berpikir bahwa pasangan ini baik-baik saja,” batin April. TUK! TUK! Suara kaki sang pelayan datang menghampiri April dengan teh yang dia bawa di nampan. Dengan raut wajah yang tampak takut, dia seperti sedang memberikan isyarat yang sulit dimengerti oleh April. “Ini teh nya, Nona,” ucap wanita itu. Sebenarnya April ingin bertanya kepada pelayan itu apa maksud dari raut wajahnya. Tapi Camilla datang lebih awal dari dugaannya. “Ini pertama kalinya kamu datang ke rumahku. Bagaimana menurutmu dengan rumah ini?” tanya Camilla sambil memberikan almond kesukaan
Mendengar suara seseorang yang April kenal, April menoleh ke belakang untuk melihat sumber suara.“A-April? Kenapa kamu bisa ada disini?” tanya Leo, suami teman palsu April itu. Leo tampak terkejut melihat wanita yang dia cintai dengan sepenuh hati itu berada di rumahnya sekarang. Cukup mengejutkan untuk dua alasan. Antara dia terkejut karena melihat wanita yang tidak seharusnya datang lalu duduk bersama istri yang tidak pernah Leo cintai. Kemudian, satu lagi. Leo juga merasa sedikit senang melihat April. Walaupun ada rasa takut yang terbayang seperti laki-laki yang selingkuh pada umumnya. Tapi hati tidak pernah bisa berbohong. Bahwa laki-laki brengsek ini juga merasa seperti disambut oleh istri yang dia inginkan yaitu April. “Ah, sayang. Beruntung kamu sudah pulang. Apa kamu ingin makan sesuatu?” tanya Camilla sambil menghampiri Leo lalu membuka pakaian luar dan mengambil tas nya juga. April yang peka dengan aksi yang dilakukan Camilla itu, dia juga ingin membantu Camilla untuk m
Hujan membanjiri suasana. Entah bagaimana alam semesta membaca hati Leo saat ini. Dia yang merasa terluka sekaligus merasa bersalah kepada April. Dengan tubuh yang terselimuti pakain yang basah, Leo keluar dari kendaraan beroda empat itu sambil datang kepada April yang berada di dalam mobil itu. April hanya bisa menghela nafasnya kasar melihat kelakuan Leo yang seperti itu. “Pak, maaf. Saya mungkin akan turun disini. Terima kasih, ambil saja kembaliannya,” kata April kepada sopir taksi paruh baya itu. “Tidak, Nak. Saya akan menunggu disini. Sampai Anda siap untuk pulang setelah selesai berbicara dengannya,” jawab Sopir taksi itu. April memutar seluruh tubuhnya, bersamaan dengan wajah yang terkejut dan mulut yang menganga. Seolah-olah tidak percaya dengan yang dikatakan Pria paruh baya itu kepadanya. Tapi alih-alih April menyuruhnya pergi, dia malah menerima tawaran sopir taksi itu tanpa jawaban April. Entah, April tiba-tiba percaya dengannya. April menghampiri Leo. “Akhirnya ka
Tidak ada jawaban dari mulut Leo setelah mendengar pernyataan April. Begitupun dengan April, gadis itu memilih pergi meninggalkan Leo sendirian dengan ucapannya yang akan membuat Leo belenggu. “Jalan, Pak. S-saya ingin Anda antar pulang ke rumahku,” pinta April yang melihat kaki lecetnya itu. Walau begitu, pikiran April masih pada Leo sekarang. “Baik.”Padahal dari rumah Camilla ke rumahnya hanya memerlukan waktu setengah jam. Untuk April yang merupakan pekerja kantoran dan tinggal di Ibu kota yang macet, lalu sering berpergian jauh karena dinas, seharusnya dia tidak akan banyak protes untuk waktu yang dia habiskan malam ini saja. “Baru tujuh menit, ya. Rasanya aku sudah duduk dan membisu selama tujuh abad,” batinnya sambil memeriksa jam tangan yang menempel di tangan kirinya. Bukan karena suasana di dalam taksi ini membosankan. Karena April adalah orang yang menikmati kesendiriannya, daripada harus banyak bicara selain di dalam pekerjaannya. Tapi perasaan berat ini terjadi karena
DEG!Secara tiba-tiba, April cukup terkejut dengan ucapan Adam itu. Kenapa dia harus meminta maaf? Apa yang sedang dia pikirkan, dia rasanya setelah April bercerita kisah singkatnya. Pikirnya. “Maaf karena kamu tidak bisa merasakan kebahagiaan itu lebih lama. Saya paham jika kamu merasa bahwa kebahagiaan yang kamu rindukan itu tidak dititipkan kepadamu lebih lama. Selama ini, kamu pasti sangat menderita, ya. Tapi kamu sudah bertahan sejauh ini dan Saya bangga,” ungkapnya. April menatap tubuh Adam yang layu dengan mata terbuka dan sedikit tetesan air mata yang jatuh tanpa di undang. Tangannya memegang pakaiannya dengan erat. Berusaha agar air matanya tidak perlu jatuh terlalu banyak. “Apa yang dia katakan? Bagaimana mungkin dia berkata seolah dia tahu penderitaanku selama ini? Kenapa aku harus terlihat rendah seperti ini? Apa dia sedang menghinaku atau semacamnya?” batin April sambil membanjiri ruangan itu. “Saya tidak berniat membuat Anda menangis. Tapi ambilah ini. Lalu, saya ing
Angga tidak sengaja bertemu dengan April setelah dia pergi dari minimarket. Tapi dia tidak menyangka, jika wanita itu akan pulang dalam keadaan banyak air mata di pipinya. Lalu sekarang, memeluk tubuhnya. “Hari ini kamu mengalami hari yang berat, ya? Kamu mau pergi kemana? Kamu mau kita cari angin segar? Hm?” tanya Angga sambil mengelus kepala April dan menciumnya sekali. Tentu saja, April semakin menangis kejer. Dia bahkan tidak menyangka jika pria yang di depannya ini paham dengan perasaan April, sampai tidak bertanya ada apa, tapi malah langsung menawarkan solusi. “Sial! Kenapa harus dia yang ada di kepalaku di saat seperti ini?” batin April mengutuk dirinya. Angga tak melepaskan pelukannya yang melingkar pada tubuh April. Walaupun April sudah selesai dengan air matanya, tetapi April biasanya suka malu untuk menunjukan matanya yang sembab itu. “Kamu lapar atau mengantuk? Mau makan atau tidur?” tanya Angga sambil mengusap air mata April yang tersisa dengan tangannya. Mata yang
Angga, diam sejenak setelah mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulut April yang biasanya terdengar pedas atau bahkan sering mengatakan hal tak berperasaan itu. Sungguh, Angga merasakan getaran yang berbeda dari biasanya sekarang. Perasaan yang sulit dimaknai itu. Tapi yang jelas, Angga cukup senang dengan reaksi April sekarang. “April, makanannya sudah siap. Kita harus makan malam bersama.” Dan Angga malah menjawabnya dengan seperti itu. Mengalihkan topik pembicaraan April. April makan dengan lahap. Bukan hanya cacing yang berdemo meminta makan, tapi juga karena April merasa marah dengan reaksi April. Padahal April sudah berkata tulus padanya. April juga cukup terang-terangan menunjukan kekhawatirannya, tapi April merasa Angga tidak peduli dengan hal itu. “Makanlah pelan-pelan. Tidak ada yang akan merebut makananmu,” ucap Angga sambil tertawa kecil. Di mata Angga, April yang sedang merajuk sambil makan sangatlah lucu seperti anak kecil. Atau bahkan anak kucing yang berusa
Kalian tahu Anna yang tidak sengaja membeku karena pancaran es dari Elsa? Ya, seperti itulah keadaan April sekarang. Membeku karena ucapan Angga yang enteng itu. Padahal sangat berat untuk Angga mengatakan bahwa mereka akan tidur bersama. “K-kalau begitu, tidak ada alasan untuk aku menolak tawaranmu. I-ini sudah gelap, bukan? Huh, d-dingin sekali. Aku akan masuk lebih dulu,” balas April sambil berlari meninggalkan Angga. “Imutnya,” ucap Angga yang tengah melihat tingkah lucu wanita nya itu. Angga pun menyusul April kedalam rumahnya yang hanya beberapa langkah saja dari rumah April. Tapi melihat April yang malah menepuk-nepuk sofa membuat raut wajah Angga sangat sedih. “April, kamu bisa tidur di kamarku—”“TIDAK! A-aku tidak mau tidur bersama seorang pria. Aku ingin tidur sendiri. Tidak apa-apa. Kamu, pergilah tidur karena besok harus bekerja,” jawabnya. Angga tersenyum hangat. Dia tidak mendengarkan April. Dia pergi ke kamarnya yang April kira dia akan tertidur, padahal Angga te