Air susu dibalas dengan air tuba. Perilaku tak terpuji Toni itu akhirnya mendapatkan balasan yang setimpal walau tak perlu merenggut nyawa. Tapi hukuman ini angkah pantas bagi Tomi. Perusahaan bangkurut seecpat mengedipkan magta. Meski begitu, perusahaan ini diambil alih oleh April. Meski dia harus memulainya lagi dari nol, tapi April tidak ragu untuk menarik banyak saham, karena sejak awal, perusahaan ini memanglah milik Ayahnya. “Bersama dokumen rahasia ini, akan membangun kembali perusahaan yang Ayah bangun dengan susah payah sampai meninggalkan nyawa pada Pria tua bengis sepryi dia,” gummanya smabik emlikhta Tomi yang sednag diseret oleh Petugas Kepolisian. Di luar Perusahaan yang bangkrut ini, terdapat banyak media TV Swasta maupun Negeri yang mengolok-olok Tomi dengan senjaya miliknya. Entah itu ponsel, mic, atau mulut para wartawan yang pedas. “Pak Tomi, apakah Anda menyesal telah membunuh banyak orang?”“Pak Tomi, apakah Anda tidak memiliki niatan untuk minta maaf?”“Untu
Momen romantis setelah pernikahan. Angga dan April memiliki hari libur, jadi mereka fokus untuk menghabiskan waktu di rumah April. Mereka masih tinggal di kawasan yang masih memiliki hawa penuh dendam itu.“Angga, temani aku ke ruang bawah tanah, yu,” pintanya. “Dengan senang hati, Tuan Putri,” balas Angga sambil mengecup punggung tangan April. April dan Angga akhirnya masuk ke tempat yang buat itu. Tempat dimana hawa dendam lebih kuat. Tempat yang menyimpan memori kenangan yang buruk. “Apa yang ingin kau lakukan di tempat ini?” tanya Angga. “Aku merasa sesak dengan ruangan ini. Informasi penting tentang orang yang kubalas, lalu foto-foto yang tidak ingin aku lihat juga masih ada. Aku ingin mencabut semua foto tu dan membakarnya. Lalu aku tidak mau melihat satu barang ini di rumahku lagi. Bagaimana jika kita menyingkirkan semuanya?” tanya April. Angga mengerti karena sejak awal, April tidak menyukai tempat ini. Tempat ini memang sangat mendukung untuk misi April, tapi tempat ini
Kandungan April sudah menginjak sembilan bulan. Mungkin hanya menghitung hari April melahirkan. April memiliki permintaan sebelum dia melahirkan. Dia ingin pergi ke makam orang tuanya. Angga sudah meminta April untuk pergi saat sudah melahirkan beberapa bulan saja, tapi April bersikeras untuk pergi ke makam orang tuanya hari ini. Tak mau tahu, Angga pun menuruti keinginan April itu. Sekarang, April sudah berada di depan makam mereka. April cukup kuat melangkah dengan perut besarnya. Sementara Angga memayungi tubuh April yang terkena sengatan matahari. “Ayah, Ibu … Maaf karena telat datang kemari. Terakhir kali sebelum aku menikah, ya. Aku datang kemari bersama suamiku lagi. Lihatlah, dia rela memberikan payungnya padahal dia juga kepanasan seperti itu. Mirip sekali dengan Ayah. Aku tidak akan berlama-lama, Ayah. Aku hanya ingin memberikan bunga ini untuk kalian.”April menyimpan buket yang memiliki warna yang sama dengan buket di makam Ibunya. “Aku ingin mengatakan secara langsun
“April!” lirihnya. Bahkan seorang Angga yang tidak takut apapun memiliki ketakutan akan istrinya yang meninggalkannya selama ini. Bahkan Angga yang pernah menjadi relawan di suatu Negara yang terdapat genosida itu tidak bisa dipungkiri, jika matanya enggan terbuka untuk melihat mata istri yang tertutup. Dengan keberanian yang tersisa, Angga menandatangani dokumen itu. Dia tidak tahu harus berbuat apa setelah ini. Di tidak bisa berpikir jernih. Dia hancur, melebihi apapun. “Wanita yang kudapatkan dengan penuh perjuangan agar tidak pergi, tapi kenapa dia malah tetap pergi dengan cara yang lain?” batin Angga. April sudah merasakan firasatnya dari awal. Sejak April memaksa untuk mengantarnya ke makam orang tuanya ternyata saat itulah April tahu dirinya akan menyusul pergi orang tuanya. “Sabar, Nak. Jangan seperti ini. Kasihan anakmu,” ucap Haira. Haira tak bisa menahan air matanya. Pasalnya, dia tahu seberapa besar cinta Angga kepada April.Dia juga terkejut, jika April yang dikenal
“Jacob! Tunggu aku!” teriak seorang anak perempuan yang cantik dan imut. “Tidak mau! Pergi, kamu!” Jacob mendorong tubuh anak perempuan seusianya di sekolah.Tapi anak perempuan tersebut tidak menangis walaupun Jacob mendorongnya keras. Dia berusaha untuk bangkit dengan coklat yang terbungkus rapi di sebuah tupperware. “Aku tahu dia akan melemparnya. Jadi aku yang cantik ini memiliki ide untuk membungkus dengan rapat agar tak jatuh,” gumam anak perempuan itu. “Jacob!” panggilnya lagi. Jacob terus berlari ke arah Ibunya—April. “Mama!” rengeknya. Dua memeluk tubuh April yang sedang menggendong Hailey Endaru—Adik Jacob.“Kenapa, sayang? Itu temanmu, kan? Kenapa sikapmu seperti itu kepada teman?” tanya April. Jacob malah menggerakkan pundaknya enggan dengan mulut yang cemberut. “Hai, kamu menyukai anakku?” tanya Angga kepada anak perempuan itu. Anak perempuan itu mengangguk dengan semangat. “Aku menyukai Jacob, Om. Aku mau memberikan cokelat ini tapi Jacob malah berlari. Ini cokla
BANG! Sebuah peluru menancap jantung Erina dengan tiba-tiba. April melihat itu dengan ngeri. Dia memutar tubuhnya dan pistol sudah berada di depan matanya. Tubuh April bergetar, jantungnya berdetak seperti akan meledak. “Apa yang sedang kau lakukan kepada Ibuku?!” sentak April dengan air mata yang sudah mengalir sejak tadi. “Tentu saja aku sedang bermain,” jawabnya dengan senyum yang lebih mengerikan daripada apapun. April mendorong tubuhnya ke belakang, tangannya mulai meraba tubuh ibunya. April membelalakan matanya, karena menyadari bahwa tubuh ibunya dingin. Padahal, dia dapat merasakannya bahwa tangan Erina sangat hangat saat menamparnya tadi. “I-Ibu.” April memanggil Erina dengan suara yang bergetar. Erina tidak menjawab, tapi Tomi menggantikan Erina dengan tawanya yang keras dan meledek itu. Dengan tangan yang masih mengarahkan pistol ke matanya, Tomi juga berhasil menginjak dua tangan wanita yang sedang berpegangan itu. Dia menginjak lalu memutarnya. “Arghh!” April
Dia tidak membenci orang yang membunuh keluarganya saja, dia juga mulai membenci pria di hadapannya ini. Menjengkelkan. “Huh? silakan,” kata pria itu sambil menyodorkan tangannya pada sungai yang dingin. ”Aku sedang bosan, jadi aku pikir menyenangkan melihat orang yang sekarat,” sambungnya dengan senyuman menjijikan. April mendengus kesal, tapi tidak ada gunanya dia marah, karena dia akan mati hari ini. April memutar tubuhnya, menatap kembali sungai yang dingin. Entah kenapa, kali ini April lebih percaya diri. Dia merasa tidak takut ketika pria itu sudah berbicara jahat kepadanya. “Tapi sebelum itu, bagaimana jika aku membantumu menghapus darahmu?” Pria itu mengambil kain dari saku celananya, lalu menghapus darah di pelipis April dan bibirnya. Walaupun terasa perih, tapi April dapat merasakannya bahwa pria itu mengusapnya dengan lembut. Entah kenapa, April ingin menerima kebaikan bohong itu. Mata yang tadi mengintimidasi April, kini beralih pada luka yang terlihat pria itu khaw
“Aish, aku bersin terus, rupanya kalian semua sedang membicarakan aku disini!” ucap pria yang belum memperkenalkan dirinya dengan baik itu kepada April. Dia terlihat sedang menggesek hidungnya beberapa kali. April berpikir mungkin karena udara dingin setelah menyelamatkan April. “Ma-maaf, Tuan. Kami sudah selesai, jadi kami akan pergi ke dapur,” ujar salah seorang pelayan itu membawa kelima pelayan yang lain untuk pergi dari kamar tersebut. Dokter juga pergi meninggalkan mereka dengan sengaja. Kini, hanya tersisa April dan pria yang terus menatapnya. Pria itu memasukan kedua tangannya di saku celana. Dia masih berdiri, memiringkan kepalanya. “Hey, kau penasaran kepadaku? Huh! Setelah aksimu tadi? Aku benar, kamu memang tidak ingin mati.” Dia masih mengomel bahkan di rumahnya. “Si-siapa namamu?” tanya April dengan mata yang sayu dan suara yang bergetar. “Wah, akhirnya kamu bertanya siapa aku. Terima kasih karena sudah peduli, namaku Dewangga Endaru orang yang telah menyelamatkan