Hujan membanjiri suasana. Entah bagaimana alam semesta membaca hati Leo saat ini. Dia yang merasa terluka sekaligus merasa bersalah kepada April. Dengan tubuh yang terselimuti pakain yang basah, Leo keluar dari kendaraan beroda empat itu sambil datang kepada April yang berada di dalam mobil itu. April hanya bisa menghela nafasnya kasar melihat kelakuan Leo yang seperti itu. “Pak, maaf. Saya mungkin akan turun disini. Terima kasih, ambil saja kembaliannya,” kata April kepada sopir taksi paruh baya itu. “Tidak, Nak. Saya akan menunggu disini. Sampai Anda siap untuk pulang setelah selesai berbicara dengannya,” jawab Sopir taksi itu. April memutar seluruh tubuhnya, bersamaan dengan wajah yang terkejut dan mulut yang menganga. Seolah-olah tidak percaya dengan yang dikatakan Pria paruh baya itu kepadanya. Tapi alih-alih April menyuruhnya pergi, dia malah menerima tawaran sopir taksi itu tanpa jawaban April. Entah, April tiba-tiba percaya dengannya. April menghampiri Leo. “Akhirnya ka
Tidak ada jawaban dari mulut Leo setelah mendengar pernyataan April. Begitupun dengan April, gadis itu memilih pergi meninggalkan Leo sendirian dengan ucapannya yang akan membuat Leo belenggu. “Jalan, Pak. S-saya ingin Anda antar pulang ke rumahku,” pinta April yang melihat kaki lecetnya itu. Walau begitu, pikiran April masih pada Leo sekarang. “Baik.”Padahal dari rumah Camilla ke rumahnya hanya memerlukan waktu setengah jam. Untuk April yang merupakan pekerja kantoran dan tinggal di Ibu kota yang macet, lalu sering berpergian jauh karena dinas, seharusnya dia tidak akan banyak protes untuk waktu yang dia habiskan malam ini saja. “Baru tujuh menit, ya. Rasanya aku sudah duduk dan membisu selama tujuh abad,” batinnya sambil memeriksa jam tangan yang menempel di tangan kirinya. Bukan karena suasana di dalam taksi ini membosankan. Karena April adalah orang yang menikmati kesendiriannya, daripada harus banyak bicara selain di dalam pekerjaannya. Tapi perasaan berat ini terjadi karena
DEG!Secara tiba-tiba, April cukup terkejut dengan ucapan Adam itu. Kenapa dia harus meminta maaf? Apa yang sedang dia pikirkan, dia rasanya setelah April bercerita kisah singkatnya. Pikirnya. “Maaf karena kamu tidak bisa merasakan kebahagiaan itu lebih lama. Saya paham jika kamu merasa bahwa kebahagiaan yang kamu rindukan itu tidak dititipkan kepadamu lebih lama. Selama ini, kamu pasti sangat menderita, ya. Tapi kamu sudah bertahan sejauh ini dan Saya bangga,” ungkapnya. April menatap tubuh Adam yang layu dengan mata terbuka dan sedikit tetesan air mata yang jatuh tanpa di undang. Tangannya memegang pakaiannya dengan erat. Berusaha agar air matanya tidak perlu jatuh terlalu banyak. “Apa yang dia katakan? Bagaimana mungkin dia berkata seolah dia tahu penderitaanku selama ini? Kenapa aku harus terlihat rendah seperti ini? Apa dia sedang menghinaku atau semacamnya?” batin April sambil membanjiri ruangan itu. “Saya tidak berniat membuat Anda menangis. Tapi ambilah ini. Lalu, saya ing
Angga tidak sengaja bertemu dengan April setelah dia pergi dari minimarket. Tapi dia tidak menyangka, jika wanita itu akan pulang dalam keadaan banyak air mata di pipinya. Lalu sekarang, memeluk tubuhnya. “Hari ini kamu mengalami hari yang berat, ya? Kamu mau pergi kemana? Kamu mau kita cari angin segar? Hm?” tanya Angga sambil mengelus kepala April dan menciumnya sekali. Tentu saja, April semakin menangis kejer. Dia bahkan tidak menyangka jika pria yang di depannya ini paham dengan perasaan April, sampai tidak bertanya ada apa, tapi malah langsung menawarkan solusi. “Sial! Kenapa harus dia yang ada di kepalaku di saat seperti ini?” batin April mengutuk dirinya. Angga tak melepaskan pelukannya yang melingkar pada tubuh April. Walaupun April sudah selesai dengan air matanya, tetapi April biasanya suka malu untuk menunjukan matanya yang sembab itu. “Kamu lapar atau mengantuk? Mau makan atau tidur?” tanya Angga sambil mengusap air mata April yang tersisa dengan tangannya. Mata yang
Angga, diam sejenak setelah mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulut April yang biasanya terdengar pedas atau bahkan sering mengatakan hal tak berperasaan itu. Sungguh, Angga merasakan getaran yang berbeda dari biasanya sekarang. Perasaan yang sulit dimaknai itu. Tapi yang jelas, Angga cukup senang dengan reaksi April sekarang. “April, makanannya sudah siap. Kita harus makan malam bersama.” Dan Angga malah menjawabnya dengan seperti itu. Mengalihkan topik pembicaraan April. April makan dengan lahap. Bukan hanya cacing yang berdemo meminta makan, tapi juga karena April merasa marah dengan reaksi April. Padahal April sudah berkata tulus padanya. April juga cukup terang-terangan menunjukan kekhawatirannya, tapi April merasa Angga tidak peduli dengan hal itu. “Makanlah pelan-pelan. Tidak ada yang akan merebut makananmu,” ucap Angga sambil tertawa kecil. Di mata Angga, April yang sedang merajuk sambil makan sangatlah lucu seperti anak kecil. Atau bahkan anak kucing yang berusa
Kalian tahu Anna yang tidak sengaja membeku karena pancaran es dari Elsa? Ya, seperti itulah keadaan April sekarang. Membeku karena ucapan Angga yang enteng itu. Padahal sangat berat untuk Angga mengatakan bahwa mereka akan tidur bersama. “K-kalau begitu, tidak ada alasan untuk aku menolak tawaranmu. I-ini sudah gelap, bukan? Huh, d-dingin sekali. Aku akan masuk lebih dulu,” balas April sambil berlari meninggalkan Angga. “Imutnya,” ucap Angga yang tengah melihat tingkah lucu wanita nya itu. Angga pun menyusul April kedalam rumahnya yang hanya beberapa langkah saja dari rumah April. Tapi melihat April yang malah menepuk-nepuk sofa membuat raut wajah Angga sangat sedih. “April, kamu bisa tidur di kamarku—”“TIDAK! A-aku tidak mau tidur bersama seorang pria. Aku ingin tidur sendiri. Tidak apa-apa. Kamu, pergilah tidur karena besok harus bekerja,” jawabnya. Angga tersenyum hangat. Dia tidak mendengarkan April. Dia pergi ke kamarnya yang April kira dia akan tertidur, padahal Angga te
Tak disangka, selama ini Angga menyembunyikan rahasia besar tentang penyakitnya dari April juga keluarganya. Hanya Angga yang tahu tapi kini wanita yang dia cintai tak sengaja mengetahuinya. Air mata April sangat berderai bebas, padahal dia tadi habis menangisi dirinya sendiri lalu sekarang harus menangisi kondisi Angga. “A-apa kamu khawatir?” tanya Angga dengan suara yang lemah dan rendah itu. April mengerutkan keningnya heran. Kenapa dia harus bertanya hal seperti itu kepadanya. Apa karena sikap April yang kasar sehingga dinilai tidak memiliki simpati? Pikirnya. “Tentu saja aku khawatir, Angga. Sudah lebih dari enam bulan kamu mengidap leukimia. Tapi sadisnya aku bahkan tidak menyadari kamu yang kesakitan,” ungkap April. April menurunkan tubuhnya ke bawah. Dia menempel kening dengan lututnya. Lalu satu tangan yang masih memegang isi surat itu, dan satu tangannya menahan air mata walau gagal. “Aku minta maaf, Angga. Seharusnya aku menyadarinya selama ini. Maaf karena aku selalu
Beberapa bulan berlalu begitu saja. Sesuai janji April, dia sering menemani kemana Angga pergi. Atau hanya seperti memberikan waktu April lebih banyak untuk Angga. Walau sejauh ini Angga tidak begitu sering ingin ditemani di suatu tempat yang romantis, selain untuk pergi ke rumahnya, memasak untuknya, dan pergi ke Dokter. Meski begitu, April setiap hari diingatkan oleh Angga agar tak lupa dengan rencana balas dendamnya yang masih sebiji jagung alias masih sangat kecil untuk sukses. Alhasil, April pun tetap melakukan misinya sedikit demi sedikit. Di rumah Angga … “Angga, malam ini aku punya rencana untuk pergi ke rumah Camilla. Orang yang akan aku temui adalah Camilla bersama dua temannya. Apa kamu tidak apa-apa aku tinggal sendiri? Aku sudah memanggil asisten rumah tangga untukmu. Tenang saja, kamu bisa percaya padanya.” April mengemasi tasnya bersama dengan beberapa alat tersembunyi yang ditaruh di tas tak ringan itu. “Terima kasih, April. Aku sudah tahu rencanamu. Aku akan menu