Share

Keluarga Lin

Author: M. Sevian F
last update Last Updated: 2024-11-14 16:28:37

Aku berjalan perlahan di jalan tanah yang sempit, mencoba meresapi setiap langkah dengan tubuh baruku ini. Kaki terasa lemah, nyaris tak bertenaga. Rasanya seperti membawa beban berat di kedua kaki—padahal dulu aku biasa melayang di angkasa, melampaui awan, melawan badai tanpa takut. Sekarang? Jalan di jalan tanah saja terasa berat.

Matahari siang bersinar terik, tapi hawa dingin masih terasa menyelimuti Desa Lin. Desa kecil ini jauh berbeda dari istana megah yang biasa aku tinggali, yang penuh dengan lampu-lampu kristal dan jubah-jubah emas. Di sini hanya ada rumah-rumah kayu reyot, ladang kosong, dan orang-orang desa dengan wajah yang entah kenapa terasa lebih… asli. Lebih jujur, mungkin?

Ya, mereka mungkin tidak memiliki kekuatan atau kemewahan, tapi ada sesuatu dalam mata mereka. Semacam kepolosan yang sudah lama hilang dari dunia tempatku berasal.

Aku berjalan sambil merenung, mencoba mengingat kehidupan Lin Feng sebelum aku mengambil alih tubuhnya. Samar-samar, kenangan tentang keluarganya muncul. Ah, ya… keluarga Lin. Keluarga yang sama sekali bukan keluarga dalam arti sesungguhnya. Lin Feng yang asli tidak disayangi, tidak dihargai—dia hanyalah bayangan di dalam keluarganya sendiri.

Ayahnya, Lin Zhang, sepertinya tipe pria yang lebih menghargai kekuasaan dan kejayaan daripada darah dagingnya. Dan saudara-saudaranya? Ha, kalau mengingat Lin Jian, si kakak yang mencoba membunuhnya, rasanya sudah cukup untuk menjelaskan situasinya. Keluarga yang… penuh intrik dan kedengkian.

“Lin Feng!” Suara perempuan muda memanggil dari arah ladang. Aku menoleh dan melihat seorang gadis dengan rambut dikuncir sederhana sedang melambaikan tangan. Wajahnya berseri-seri, dan matanya… entah kenapa mata itu mengingatkan aku pada seseorang. Seorang pelayan di istana dulu, mungkin? Ah, sudahlah. Aku melambai balik, berusaha menampilkan senyum.

“Eh, kamu… kamu baik-baik aja?” Gadis itu mendekat, tangannya sedikit gemetar saat ia menggenggam kedua tanganku. “Waktu aku dengar kamu jatuh di tebing, aku… aku pikir…”

“Oh, iya, aku baik-baik saja,” jawabku, agak bingung. Aku benar-benar tidak tahu siapa dia. Tapi dari caranya melihatku, dia jelas punya hubungan dekat dengan Lin Feng yang asli. Mungkin teman kecilnya? Atau orang yang diam-diam menyukainya? Entahlah, tapi tatapannya tulus. Sesuatu yang, entah kenapa, terasa aneh bagiku.

“Syukurlah. Kamu bikin aku cemas, tahu?” katanya dengan nada lega. Senyumnya mengembang, meskipun bibirnya terlihat agak kering, mungkin karena udara dingin. Ia memandangi wajahku sejenak, seolah memastikan kalau aku benar-benar baik-baik saja.

Aku hanya mengangguk. Senyumku mungkin terlihat canggung, karena di dalam hati, aku masih mencoba mencerna semua ini. Aku? Membuat orang cemas? Dulu, kalau aku terluka, bahkan para jenderal surgawi tidak akan peduli. Tapi dia… gadis sederhana ini, bahkan hanya seorang gadis desa, tampak benar-benar peduli. Rasanya… aneh.

“Oh iya, aku harus pulang. Ayahmu—eh, maksudku, Paman Lin Zhang—meminta semua orang berkumpul di aula besar,” katanya sambil menghela napas. “Aku nggak tahu kenapa, tapi kelihatannya penting.”

Aula besar? Mendadak perutku bergejolak. Ah, ini dia. Pertemuan keluarga, ya? Dengan tubuh ini, aku harus menghadapi mereka lagi, orang-orang yang seharusnya mendukung Lin Feng, tapi malah berusaha menghancurkannya. Ada sedikit rasa muak yang menyelusup, tapi aku tidak bisa menahannya. Bagaimanapun juga, aku harus pergi.

“Baiklah, aku akan ke sana,” kataku sambil mencoba tersenyum. Aku melihat gadis itu sekali lagi sebelum melangkah pergi, tapi aku masih tidak tahu siapa namanya. Mungkin nanti aku bisa mencari tahu.

Aula besar keluarga Lin ternyata lebih lusuh dari yang aku bayangkan. Meja-meja kayu penuh debu, dinding-dinding batu yang mulai retak di sana-sini. Tidak ada yang menunjukkan kemegahan, apalagi wibawa. Tapi begitulah kenyataannya—keluarga Lin mungkin punya nama besar di desa ini, tapi mereka hanyalah keluarga yang rapuh dari dalam.

Saat aku masuk, mata-mata anggota keluarga lainnya menoleh. Ada tatapan penasaran, ada yang mencibir, ada juga yang acuh. Tapi, yang paling menyolok adalah tatapan Lin Jian, kakakku—eh, maksudku, kakaknya Lin Feng. Ia menyilangkan tangan di dada sambil menatapku dengan sorot sinis, seolah berkata, Apa kau sudah siap mati, Lin Feng?

Aku menelan ludah, meskipun di dalam hati aku mendidih. Dulu, sebagai Kaisar Surgawi, aku bisa menghancurkannya hanya dengan sekali pukul. Tapi sekarang, tubuh ini—aku bahkan tidak yakin bisa melawannya. Namun, aku tetap menatapnya balik, mencoba menunjukkan bahwa aku tidak gentar. Setidaknya, tidak akan membiarkannya berpikir aku ini lemah.

“Lin Feng,” suara berat terdengar dari ujung meja. Lin Zhang, ayah Lin Feng, memandangku dengan ekspresi yang sulit dibaca. Dingin, nyaris tanpa emosi. “Kau masih hidup.”

Ah, betapa manisnya sambutan itu. Bukan “syukurlah kau selamat”, atau “aku senang kau masih bersama kami.” Hanya… “kau masih hidup.” Seolah-olah aku hanyalah sebuah barang yang belum berhasil dibuangnya.

“Iya, Ayah. Aku… masih hidup,” jawabku, menahan nada sarkastik yang hampir lolos dari bibirku. Rasanya ingin sekali mengatakan sesuatu yang lebih tajam, tapi aku menahan diri. Aku perlu waktu. Kesempatan untuk membalas semua ini tidak bisa datang kalau aku ceroboh.

Lin Zhang mengangguk tipis. “Bagus. Maka, mulai sekarang, jangan buat masalah lagi. Kau sudah cukup mempermalukan keluarga ini dengan insiden di tebing. Aku tidak mau mendengar desas-desus dari penduduk desa bahwa anak keluarga Lin hampir mati karena ceroboh.”

Desahan keras dari ujung meja terdengar, dan aku tahu itu suara Lin Jian. Dia tertawa kecil, seolah meremehkanku. “Ya, Lin Feng. Kau beruntung sekali masih hidup. Tapi jangan berpikir bahwa keberuntungan akan selalu ada di pihakmu.”

Aku tersenyum tipis, menahan hasrat untuk membalas. Oh, Lin Jian, suatu hari nanti aku akan menunjukkan padamu apa artinya kuat. Tapi tidak sekarang. Sekarang, biar aku nikmati dulu permainan kecilmu ini.

“Terima kasih atas nasihatnya, Kak,” jawabku, sengaja memanggilnya dengan nada yang lebih lembut dari seharusnya. Aku bisa melihat kilatan amarah di matanya, mungkin karena ia menganggap aku ini tidak punya nyali untuk membalas.

“Baiklah, kalau tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, semuanya boleh pergi,” Lin Zhang mengibaskan tangannya, seolah-olah pertemuan ini tidak ada artinya sama sekali. Dan memang, sepertinya baginya, keberadaanku ini tak lebih dari gangguan kecil.

Aku berdiri dan berbalik, berjalan keluar dari aula besar dengan kepala sedikit menunduk. Tapi dalam hati, aku tahu, ini bukanlah akhir. Ini hanya awal dari perjalanan panjang yang harus aku tempuh. Tubuh ini mungkin lemah sekarang, tapi aku tahu cara untuk menjadi kuat lagi.

Sabarlah, Tian Yun, bisikku pada diriku sendiri. Sabar, dan biarkan mereka tertawa dulu. Akan tiba saatnya kau membuat mereka menunduk di hadapanmu.

Saat aku melangkah keluar, aku mendengar Lin Jian tertawa pelan di belakangku. “Kau tidak akan pernah berubah, Lin Feng. Selamanya pengecut.”

Tawa itu menggema di lorong yang sepi. Tapi aku tidak memperdulikannya. Entahlah, mungkin tubuh ini lemah, mungkin saat ini aku memang tampak tak berarti, tapi… di dalam hatiku, ada api yang menyala. Api yang perlahan-lahan akan membesar dan membakar semua yang ada di hadapanku.

Di luar aula, aku melihat langit mulai mendung. Hujan akan turun sebentar lagi, tapi aku tidak beranjak. Aku berdiri di sana, menikmati udara dingin yang menyusup ke dalam tulang. Biar saja. Toh, ini bukan yang terburuk yang pernah aku alami.

Dan di saat itulah aku berjanji, pada diriku sendiri, pada arwah Lin Feng yang asli, pada langit dan bumi, bahwa suatu hari nanti, aku akan menuntut balas. Tidak hanya untuk diriku, tapi untuk semua orang yang pernah merasa terhina, merasa direndahkan.

Dengan tekad yang semakin membulat, aku melangkah ke depan, membiarkan rintik hujan pertama jatuh di atas kepalaku.

Related chapters

  • Dendam Kaisar Surgawi   Kenangan Masa Lalu

    Langit masih mendung, dengan sisa-sisa hujan menetes pelan dari daun-daun di atas kepalaku. Tanah di bawah kakiku sudah berubah jadi lumpur, licin dan basah. Aku berjalan pelan, berusaha agar tidak terpeleset, sambil sesekali melihat ke langit yang kelabu. Suara gemericik air dari pepohonan terdengar samar, seperti bisikan lembut di tengah kesunyian.“Aneh… ya, kok rasanya aku masih di sini,” gumamku pelan, lebih kepada diriku sendiri. Tubuh ini… rasanya lemah, tapi bukan cuma itu. Entah kenapa aku merasa ada beban aneh di dada, semacam perasaan sesak yang sulit dijelaskan. Mungkin karena aku masih terbawa dengan kenangan dari kehidupan lamaku. Rasanya baru kemarin aku hidup sebagai Kaisar Surgawi, sosok yang ditakuti dan dihormati. Dan sekarang? Aku ini cuma Lin Feng, seorang remaja yang nyaris mati dibunuh saudaranya sendiri. Dunia benar-benar… absurd.Aku memejamkan mata sebentar, dan, ya ampun, mendadak semuanya datang kembali. Kilasan-kilasan wajah Lian Xue muncul di kepalaku—sen

    Last Updated : 2024-11-14
  • Dendam Kaisar Surgawi   Pembentukan Fondasi

    Pagi itu, sinar matahari yang menyelinap masuk dari jendela kecil menerpa wajahku. Cahaya itu hangat, tapi entah kenapa malah membuatku mengerang pelan. Sakit kepala ini... ya ampun, seperti ditampar bolak-balik semalaman. Aku memegang kepalaku, mencoba meredakan denyutan di pelipis. Ini gara-gara apa, sih?Oh. Benar. Malam tadi, aku menghabiskan waktu mencoba merasakan energi Qi yang tersisa di dalam tubuh ini. Cuma sisa-sisa kecil, tapi sepertinya aku agak keterusan… ya, gimana ya, namanya juga aku terlalu bersemangat. Sudah lama aku nggak menyentuh energi murni. Jadi begitu merasakannya lagi, ada rasa kangen yang aneh. Seperti orang kelaparan yang dikasih roti cuma sepotong, bawaannya malah pengin lebih.Aku menarik napas dalam-dalam, duduk bersila di atas lantai kayu yang dingin. Lantai ini... keras, dingin, dan sedikit berdebu. Tapi yah, apa boleh buat, kan? Mau seenak apapun hidupku dulu sebagai Kaisar Surgawi, sekarang aku cuma punya ini. Tubuh lemah seorang anak manusia, tanpa

    Last Updated : 2024-11-14
  • Dendam Kaisar Surgawi   Pertemuan dengan Guru Bai

    Udara sore itu terasa lembap, dengan sisa-sisa embun yang masih menggantung di daun-daun di sekitar desa. Aku berjalan perlahan di jalan setapak menuju rumah Guru Bai, pria tua yang pertama kali menemukanku setelah insiden di tebing. Pria itu... entahlah, dari caranya bicara dan bertindak, dia jelas bukan orang biasa. Ada sesuatu yang dalam di matanya, seperti seseorang yang sudah melihat banyak hal dalam hidup, tapi tetap bisa tersenyum.Mungkin itu kenapa aku merasa sedikit… nyaman di dekatnya. Bukan berarti aku percaya begitu saja, ya. Setelah semua pengkhianatan yang aku alami di kehidupan sebelumnya, sulit bagiku untuk benar-benar mempercayai orang lain. Tapi untuk saat ini… mungkin dia bisa memberiku sedikit petunjuk.Rumahnya terletak di ujung desa, agak jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya. Rumah kayu tua dengan halaman yang penuh rerumputan liar. Tapi anehnya, tempat ini terasa damai, seperti ada aura tenang yang melingkupi.Aku mengetuk pintu pelan, mencoba sopan. Tapi, be

    Last Updated : 2024-11-14
  • Dendam Kaisar Surgawi   Konflik

    Udara sore itu terasa lembap, dengan sisa-sisa embun yang masih menggantung di daun-daun di sekitar desa. Aku berjalan perlahan di jalan setapak menuju rumah Guru Bai, pria tua yang pertama kali menemukanku setelah insiden di tebing. Pria itu... entahlah, dari caranya bicara dan bertindak, dia jelas bukan orang biasa. Ada sesuatu yang dalam di matanya, seperti seseorang yang sudah melihat banyak hal dalam hidup, tapi tetap bisa tersenyum. Mungkin itu kenapa aku merasa sedikit… nyaman di dekatnya. Bukan berarti aku percaya begitu saja, ya. Setelah semua pengkhianatan yang aku alami di kehidupan sebelumnya, sulit bagiku untuk benar-benar mempercayai orang lain. Tapi untuk saat ini… mungkin dia bisa memberiku sedikit petunjuk. Rumahnya terletak di ujung desa, agak jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya. Rumah kayu tua dengan halaman yang penuh rerumputan liar. Tapi anehnya, tempat ini terasa damai, seperti ada aura tenang yang melingkupi. Aku mengetuk pintu pelan, mencoba sopan. Tapi,

    Last Updated : 2024-11-15
  • Dendam Kaisar Surgawi   Tekad Kuat

    Pagi itu, matahari sudah mulai naik, menembus pepohonan di desa kecil itu. Lin Feng duduk bersila di tanah, di depan rumahnya yang sederhana. Tangan kanannya perlahan-lahan menelusuri rerumputan, sementara ia menunduk, mengamati telapak tangannya yang kosong, seolah berharap ada secercah kekuatan yang dulu pernah ia miliki kembali hadir begitu saja. Tapi yang ia rasakan sekarang hanyalah kehampaan, kelemahan yang sama sekali tidak asing lagi setelah hari-hari ini berlalu.Dalam benaknya, potongan-potongan memori masa lalu berkelebat, mengingatkan akan kejayaannya dulu sebagai Kaisar Surgawi. Ia dulu adalah penguasa yang tak tertandingi, seseorang yang ditakuti dan dihormati. Tapi kini, semua itu terasa seperti mimpi yang sudah lama hilang. Sekarang, di tubuh barunya sebagai Lin Feng, ia hanyalah manusia biasa, seorang remaja tanpa kekuatan apa pun. Mengerikan, ya, tapi di satu sisi... entah kenapa, ada semacam tantangan yang menarik."Lin Feng!" Tiba-tiba suara nyaring memecah kesunyi

    Last Updated : 2024-11-20
  • Dendam Kaisar Surgawi   Regresi

    Suara gemerisik dedaunan dan hembusan angin yang dingin menusuk terasa aneh di kulitku. Rasanya… entah, asing. Seperti perasaan kedinginan yang sudah lama hilang. Perlahan, aku membuka mata, mencoba memahami situasi aneh ini. Di atas sana, awan-awan kelabu menggantung rendah, menyelubungi langit. Aku butuh beberapa detik untuk sadar kalau aku tidak lagi berada di Istana Surgawi yang penuh cahaya dan kemegahan. Tidak ada kemilau emas, tidak ada aroma dupa yang semerbak, dan… tunggu, ini… tubuhku? Seketika aku tersadar, mataku terbelalak melihat kedua tanganku. Ini… tangan siapa? Tubuhku… terasa begitu lemah, kurus, dan—oh, astaga. Aku ini apa? Anak remaja? Aku mendesah, mencoba menenangkan pikiranku yang berantakan. Tapi sulit untuk percaya bahwa aku, Kaisar Tian Yun, penguasa langit yang ditakuti, kini terperangkap dalam tubuh seorang remaja kurus yang bahkan tidak bisa berdiri tegak tanpa gemetaran. Kilatan ingatan itu mendadak datang, menghantamku seperti ombak besar. Pengkhianat

    Last Updated : 2024-11-14

Latest chapter

  • Dendam Kaisar Surgawi   Tekad Kuat

    Pagi itu, matahari sudah mulai naik, menembus pepohonan di desa kecil itu. Lin Feng duduk bersila di tanah, di depan rumahnya yang sederhana. Tangan kanannya perlahan-lahan menelusuri rerumputan, sementara ia menunduk, mengamati telapak tangannya yang kosong, seolah berharap ada secercah kekuatan yang dulu pernah ia miliki kembali hadir begitu saja. Tapi yang ia rasakan sekarang hanyalah kehampaan, kelemahan yang sama sekali tidak asing lagi setelah hari-hari ini berlalu.Dalam benaknya, potongan-potongan memori masa lalu berkelebat, mengingatkan akan kejayaannya dulu sebagai Kaisar Surgawi. Ia dulu adalah penguasa yang tak tertandingi, seseorang yang ditakuti dan dihormati. Tapi kini, semua itu terasa seperti mimpi yang sudah lama hilang. Sekarang, di tubuh barunya sebagai Lin Feng, ia hanyalah manusia biasa, seorang remaja tanpa kekuatan apa pun. Mengerikan, ya, tapi di satu sisi... entah kenapa, ada semacam tantangan yang menarik."Lin Feng!" Tiba-tiba suara nyaring memecah kesunyi

  • Dendam Kaisar Surgawi   Konflik

    Udara sore itu terasa lembap, dengan sisa-sisa embun yang masih menggantung di daun-daun di sekitar desa. Aku berjalan perlahan di jalan setapak menuju rumah Guru Bai, pria tua yang pertama kali menemukanku setelah insiden di tebing. Pria itu... entahlah, dari caranya bicara dan bertindak, dia jelas bukan orang biasa. Ada sesuatu yang dalam di matanya, seperti seseorang yang sudah melihat banyak hal dalam hidup, tapi tetap bisa tersenyum. Mungkin itu kenapa aku merasa sedikit… nyaman di dekatnya. Bukan berarti aku percaya begitu saja, ya. Setelah semua pengkhianatan yang aku alami di kehidupan sebelumnya, sulit bagiku untuk benar-benar mempercayai orang lain. Tapi untuk saat ini… mungkin dia bisa memberiku sedikit petunjuk. Rumahnya terletak di ujung desa, agak jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya. Rumah kayu tua dengan halaman yang penuh rerumputan liar. Tapi anehnya, tempat ini terasa damai, seperti ada aura tenang yang melingkupi. Aku mengetuk pintu pelan, mencoba sopan. Tapi,

  • Dendam Kaisar Surgawi   Pertemuan dengan Guru Bai

    Udara sore itu terasa lembap, dengan sisa-sisa embun yang masih menggantung di daun-daun di sekitar desa. Aku berjalan perlahan di jalan setapak menuju rumah Guru Bai, pria tua yang pertama kali menemukanku setelah insiden di tebing. Pria itu... entahlah, dari caranya bicara dan bertindak, dia jelas bukan orang biasa. Ada sesuatu yang dalam di matanya, seperti seseorang yang sudah melihat banyak hal dalam hidup, tapi tetap bisa tersenyum.Mungkin itu kenapa aku merasa sedikit… nyaman di dekatnya. Bukan berarti aku percaya begitu saja, ya. Setelah semua pengkhianatan yang aku alami di kehidupan sebelumnya, sulit bagiku untuk benar-benar mempercayai orang lain. Tapi untuk saat ini… mungkin dia bisa memberiku sedikit petunjuk.Rumahnya terletak di ujung desa, agak jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya. Rumah kayu tua dengan halaman yang penuh rerumputan liar. Tapi anehnya, tempat ini terasa damai, seperti ada aura tenang yang melingkupi.Aku mengetuk pintu pelan, mencoba sopan. Tapi, be

  • Dendam Kaisar Surgawi   Pembentukan Fondasi

    Pagi itu, sinar matahari yang menyelinap masuk dari jendela kecil menerpa wajahku. Cahaya itu hangat, tapi entah kenapa malah membuatku mengerang pelan. Sakit kepala ini... ya ampun, seperti ditampar bolak-balik semalaman. Aku memegang kepalaku, mencoba meredakan denyutan di pelipis. Ini gara-gara apa, sih?Oh. Benar. Malam tadi, aku menghabiskan waktu mencoba merasakan energi Qi yang tersisa di dalam tubuh ini. Cuma sisa-sisa kecil, tapi sepertinya aku agak keterusan… ya, gimana ya, namanya juga aku terlalu bersemangat. Sudah lama aku nggak menyentuh energi murni. Jadi begitu merasakannya lagi, ada rasa kangen yang aneh. Seperti orang kelaparan yang dikasih roti cuma sepotong, bawaannya malah pengin lebih.Aku menarik napas dalam-dalam, duduk bersila di atas lantai kayu yang dingin. Lantai ini... keras, dingin, dan sedikit berdebu. Tapi yah, apa boleh buat, kan? Mau seenak apapun hidupku dulu sebagai Kaisar Surgawi, sekarang aku cuma punya ini. Tubuh lemah seorang anak manusia, tanpa

  • Dendam Kaisar Surgawi   Kenangan Masa Lalu

    Langit masih mendung, dengan sisa-sisa hujan menetes pelan dari daun-daun di atas kepalaku. Tanah di bawah kakiku sudah berubah jadi lumpur, licin dan basah. Aku berjalan pelan, berusaha agar tidak terpeleset, sambil sesekali melihat ke langit yang kelabu. Suara gemericik air dari pepohonan terdengar samar, seperti bisikan lembut di tengah kesunyian.“Aneh… ya, kok rasanya aku masih di sini,” gumamku pelan, lebih kepada diriku sendiri. Tubuh ini… rasanya lemah, tapi bukan cuma itu. Entah kenapa aku merasa ada beban aneh di dada, semacam perasaan sesak yang sulit dijelaskan. Mungkin karena aku masih terbawa dengan kenangan dari kehidupan lamaku. Rasanya baru kemarin aku hidup sebagai Kaisar Surgawi, sosok yang ditakuti dan dihormati. Dan sekarang? Aku ini cuma Lin Feng, seorang remaja yang nyaris mati dibunuh saudaranya sendiri. Dunia benar-benar… absurd.Aku memejamkan mata sebentar, dan, ya ampun, mendadak semuanya datang kembali. Kilasan-kilasan wajah Lian Xue muncul di kepalaku—sen

  • Dendam Kaisar Surgawi   Keluarga Lin

    Aku berjalan perlahan di jalan tanah yang sempit, mencoba meresapi setiap langkah dengan tubuh baruku ini. Kaki terasa lemah, nyaris tak bertenaga. Rasanya seperti membawa beban berat di kedua kaki—padahal dulu aku biasa melayang di angkasa, melampaui awan, melawan badai tanpa takut. Sekarang? Jalan di jalan tanah saja terasa berat.Matahari siang bersinar terik, tapi hawa dingin masih terasa menyelimuti Desa Lin. Desa kecil ini jauh berbeda dari istana megah yang biasa aku tinggali, yang penuh dengan lampu-lampu kristal dan jubah-jubah emas. Di sini hanya ada rumah-rumah kayu reyot, ladang kosong, dan orang-orang desa dengan wajah yang entah kenapa terasa lebih… asli. Lebih jujur, mungkin?Ya, mereka mungkin tidak memiliki kekuatan atau kemewahan, tapi ada sesuatu dalam mata mereka. Semacam kepolosan yang sudah lama hilang dari dunia tempatku berasal.Aku berjalan sambil merenung, mencoba mengingat kehidupan Lin Feng sebelum aku mengambil alih tubuhnya. Samar-samar, kenangan tentang

  • Dendam Kaisar Surgawi   Regresi

    Suara gemerisik dedaunan dan hembusan angin yang dingin menusuk terasa aneh di kulitku. Rasanya… entah, asing. Seperti perasaan kedinginan yang sudah lama hilang. Perlahan, aku membuka mata, mencoba memahami situasi aneh ini. Di atas sana, awan-awan kelabu menggantung rendah, menyelubungi langit. Aku butuh beberapa detik untuk sadar kalau aku tidak lagi berada di Istana Surgawi yang penuh cahaya dan kemegahan. Tidak ada kemilau emas, tidak ada aroma dupa yang semerbak, dan… tunggu, ini… tubuhku? Seketika aku tersadar, mataku terbelalak melihat kedua tanganku. Ini… tangan siapa? Tubuhku… terasa begitu lemah, kurus, dan—oh, astaga. Aku ini apa? Anak remaja? Aku mendesah, mencoba menenangkan pikiranku yang berantakan. Tapi sulit untuk percaya bahwa aku, Kaisar Tian Yun, penguasa langit yang ditakuti, kini terperangkap dalam tubuh seorang remaja kurus yang bahkan tidak bisa berdiri tegak tanpa gemetaran. Kilatan ingatan itu mendadak datang, menghantamku seperti ombak besar. Pengkhianat

DMCA.com Protection Status