Home / Fantasi / Dendam Kaisar Surgawi / Pembentukan Fondasi

Share

Pembentukan Fondasi

Author: M. Sevian F
last update Last Updated: 2024-11-14 16:31:44

Pagi itu, sinar matahari yang menyelinap masuk dari jendela kecil menerpa wajahku. Cahaya itu hangat, tapi entah kenapa malah membuatku mengerang pelan. Sakit kepala ini... ya ampun, seperti ditampar bolak-balik semalaman. Aku memegang kepalaku, mencoba meredakan denyutan di pelipis. Ini gara-gara apa, sih?

Oh. Benar. Malam tadi, aku menghabiskan waktu mencoba merasakan energi Qi yang tersisa di dalam tubuh ini. Cuma sisa-sisa kecil, tapi sepertinya aku agak keterusan… ya, gimana ya, namanya juga aku terlalu bersemangat. Sudah lama aku nggak menyentuh energi murni. Jadi begitu merasakannya lagi, ada rasa kangen yang aneh. Seperti orang kelaparan yang dikasih roti cuma sepotong, bawaannya malah pengin lebih.

Aku menarik napas dalam-dalam, duduk bersila di atas lantai kayu yang dingin. Lantai ini... keras, dingin, dan sedikit berdebu. Tapi yah, apa boleh buat, kan? Mau seenak apapun hidupku dulu sebagai Kaisar Surgawi, sekarang aku cuma punya ini. Tubuh lemah seorang anak manusia, tanpa sedikit pun kekuatan yang bisa diandalkan.

“Kembali ke dasar, ya…” gumamku, menatap kedua tanganku yang tampak kurus. Tidak ada lagi tangan yang bisa menghancurkan batu atau memanggil petir. Sekarang cuma... tangan biasa, yang bahkan gemetaran kalau dipakai meninju dinding.

Aku menghela napas lagi, tapi kali ini dengan sedikit senyum getir. Kembali ke dasar… ya, ironis sekali. Aku, yang dulu berdiri di puncak kekuatan, sekarang harus mulai dari nol. Tapi… mungkin ini justru sebuah kesempatan. Kalau aku bisa membangun fondasi tubuh ini dengan benar, mungkin aku bisa melampaui kekuatan lamaku suatu hari nanti. Iya, suatu hari nanti.

“Baiklah, Lin Feng,” aku bicara pada diriku sendiri, menepuk kedua pipi sambil menarik napas panjang. “Ayo mulai lagi. Kita mulai dari pembentukan fondasi.”

Dengan tekad baru, aku keluar dari rumah, mencari tempat yang sepi untuk berlatih. Di tepi desa, ada lapangan kecil yang dikelilingi oleh pohon-pohon tinggi, tempat yang jarang dilewati orang. Di situ, aku duduk lagi, bersila di atas rumput yang masih basah oleh embun pagi.

Kurasakan udara di sekitarku, mencoba mengumpulkan Qi sedikit demi sedikit. Aku menarik napas dalam-dalam, merasakan hawa dingin menyusup ke paru-paru, lalu melepaskannya perlahan. Setiap helaan napas itu kurasakan dalam-dalam, seolah mengisi tubuh ini dengan sedikit energi.

Namun… ada sesuatu yang terasa aneh. Qi di sekitar sini… tipis sekali. Seperti kabut yang nyaris menghilang. Aku membuka mata, sedikit frustasi.

Bagaimana mau maju kalau begini caranya? pikirku sambil menggerutu dalam hati. Dulu, aku hanya perlu mengangkat tangan, dan Qi dari seluruh penjuru akan datang seperti badai, mengisi tubuhku hingga terasa penuh. Sekarang? Ah, susah sekali, hanya untuk sekedar merasakan ada atau tidaknya.

Aku mencoba lagi, menutup mata dan memusatkan perhatian. Kali ini, aku mencoba lebih perlahan. Satu tarikan napas, satu helaian energi Qi. Kalau dulu aku terlalu terbiasa dengan energi yang melimpah, mungkin ini saatnya aku belajar untuk bersabar. Ya, mungkin memang harus lebih pelan.

Setelah beberapa menit, aku mulai bisa merasakan sedikit aliran Qi yang halus masuk ke tubuh. Meski sedikit, tapi setidaknya… ada. Perlahan, aku mulai mengumpulkan Qi itu, mengarahkannya ke titik di bawah pusar, di mana Dantian seharusnya berada.

“Pelan-pelan, Lin Feng… jangan terburu-buru,” bisikku, mencoba menenangkan diri. Sekali saja aku tergesa-gesa, Qi yang sudah susah payah kukumpulkan bisa saja menghilang lagi.

Aku terus berlatih sampai matahari mulai naik. Peluh membasahi dahiku, dadaku naik turun dengan napas yang terengah-engah. Meski tubuh ini masih lemah, ada sesuatu yang terasa sedikit lebih kuat sekarang. Dantian-ku mulai terasa sedikit lebih kokoh, meski baru seujung kuku. Tapi, hey, lumayan, kan? Setidaknya aku mulai bisa merasakan kalau tubuh ini memang punya potensi, walau sedikit.

Saat aku duduk istirahat di bawah pohon, aku mendengar suara langkah kaki mendekat. Aku mendongak, dan melihat Chen Hao, teman satu desa yang cukup akrab dengan Lin Feng yang asli.

“Lin Feng! Sedang apa kamu di sini?” tanyanya dengan nada ceria, sambil menghampiriku dan duduk di sebelahku. Wajahnya tampak penuh rasa ingin tahu, meski ada sedikit rasa prihatin juga di matanya.

“Ah, cuma… latihan sedikit,” jawabku sambil tersenyum tipis, mencoba terlihat santai. Tapi mungkin senyumku malah terlihat canggung. Jujur saja, aku belum terlalu nyaman berinteraksi dengan orang-orang di sini. Mereka semua begitu... ramah, sesuatu yang aneh buatku.

Chen Hao menatapku sejenak, lalu mengangguk. “Bagus itu! Aku dengar setelah kejadian di tebing itu, kau jadi jarang keluar rumah. Tapi, hei, melihatmu latihan lagi rasanya menyenangkan.”

Aku tersenyum kecil, meski agak bingung harus menanggapi apa. Latihan… menyenangkan? Di kehidupanku yang dulu, latihan adalah sesuatu yang tak pernah berhenti. Tapi bagi Chen Hao, sepertinya latihan adalah sesuatu yang dinikmati.

“Eh, ngomong-ngomong, Lin Feng, kau serius ya pengin kuat lagi?” tanya Chen Hao sambil menatapku. Matanya memancarkan semacam rasa kagum, tapi juga penasaran.

“Ya… tentu saja. Kalau tidak latihan, aku akan jadi lebih lemah, kan?” jawabku sambil tersenyum kecil, mencoba tidak terlalu terlihat serius. Padahal, di dalam hati, tekadku jauh lebih dalam dari sekadar ingin kuat. Aku ingin membalas dendam, ingin mencapai kekuatan yang tidak bisa diganggu gugat lagi.

Chen Hao mengangguk-angguk, lalu menepuk bahuku dengan antusias. “Nah, itu semangat, Lin Feng! Tapi jangan sampai terlalu memaksakan diri, ya. Tubuhmu masih lemah sekarang.”

Aku hanya mengangguk pelan, meski di dalam hati agak geli. Memang, tubuh ini lemah, tapi tekadku… ah, kalau saja dia tahu apa yang sebenarnya aku rencanakan. Aku bukan cuma mau ‘kuat’ lagi. Aku mau lebih dari itu—aku ingin menjadi yang terkuat. Satu-satunya. Dan kali ini, aku tidak akan berhenti sebelum aku mencapai puncak itu.

Setelah Chen Hao pergi, aku kembali ke posisi bersila dan mencoba merasakan Qi di sekitarku lagi. Ini memang latihan yang membosankan, mengumpulkan Qi sedikit demi sedikit seperti ini. Tapi entah kenapa, ada semacam kepuasan di dalamnya. Seolah-olah setiap helai Qi yang berhasil kukumpulkan adalah langkah kecil menuju sesuatu yang lebih besar.

“Mungkin aku memang perlu belajar menikmati proses ini,” gumamku, mencoba menenangkan diri. Dulu aku terlalu terbiasa dengan kekuatan yang langsung datang. Tapi mungkin… mungkin kali ini aku harus belajar dari bawah, membentuk fondasi yang benar-benar kuat, bukan sekadar kekuatan instan yang datang dan pergi. Ya, mungkin ini caranya.

Aku menutup mata lagi, memusatkan pikiran. Dan kali ini, untuk pertama kalinya, aku mulai merasa... sedikit lebih yakin. Entahlah, mungkin karena aku tidak punya pilihan lain. Atau mungkin karena aku benar-benar merasakan ada sedikit perubahan dalam tubuh ini.

“Lin Feng… tenang saja. Ini semua baru permulaan,” gumamku pada diriku sendiri, seolah memberi semangat pada Lin Feng yang asli. Meskipun dia mungkin sudah tidak ada, aku merasa dia masih… hadir, entah bagaimana.

Dan aku berjanji, mulai hari ini, setiap tetes keringat, setiap hembusan napas yang kuambil, akan menjadi langkah kecil menuju kekuatan yang sebenarnya.

Kali ini, aku akan bangkit. Dan siapa pun yang menghalangi jalanku… aku tidak akan segan-segan menghabisinya.

Related chapters

  • Dendam Kaisar Surgawi   Pertemuan dengan Guru Bai

    Udara sore itu terasa lembap, dengan sisa-sisa embun yang masih menggantung di daun-daun di sekitar desa. Aku berjalan perlahan di jalan setapak menuju rumah Guru Bai, pria tua yang pertama kali menemukanku setelah insiden di tebing. Pria itu... entahlah, dari caranya bicara dan bertindak, dia jelas bukan orang biasa. Ada sesuatu yang dalam di matanya, seperti seseorang yang sudah melihat banyak hal dalam hidup, tapi tetap bisa tersenyum.Mungkin itu kenapa aku merasa sedikit… nyaman di dekatnya. Bukan berarti aku percaya begitu saja, ya. Setelah semua pengkhianatan yang aku alami di kehidupan sebelumnya, sulit bagiku untuk benar-benar mempercayai orang lain. Tapi untuk saat ini… mungkin dia bisa memberiku sedikit petunjuk.Rumahnya terletak di ujung desa, agak jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya. Rumah kayu tua dengan halaman yang penuh rerumputan liar. Tapi anehnya, tempat ini terasa damai, seperti ada aura tenang yang melingkupi.Aku mengetuk pintu pelan, mencoba sopan. Tapi, be

    Last Updated : 2024-11-14
  • Dendam Kaisar Surgawi   Konflik

    Udara sore itu terasa lembap, dengan sisa-sisa embun yang masih menggantung di daun-daun di sekitar desa. Aku berjalan perlahan di jalan setapak menuju rumah Guru Bai, pria tua yang pertama kali menemukanku setelah insiden di tebing. Pria itu... entahlah, dari caranya bicara dan bertindak, dia jelas bukan orang biasa. Ada sesuatu yang dalam di matanya, seperti seseorang yang sudah melihat banyak hal dalam hidup, tapi tetap bisa tersenyum. Mungkin itu kenapa aku merasa sedikit… nyaman di dekatnya. Bukan berarti aku percaya begitu saja, ya. Setelah semua pengkhianatan yang aku alami di kehidupan sebelumnya, sulit bagiku untuk benar-benar mempercayai orang lain. Tapi untuk saat ini… mungkin dia bisa memberiku sedikit petunjuk. Rumahnya terletak di ujung desa, agak jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya. Rumah kayu tua dengan halaman yang penuh rerumputan liar. Tapi anehnya, tempat ini terasa damai, seperti ada aura tenang yang melingkupi. Aku mengetuk pintu pelan, mencoba sopan. Tapi,

    Last Updated : 2024-11-15
  • Dendam Kaisar Surgawi   Tekad Kuat

    Pagi itu, matahari sudah mulai naik, menembus pepohonan di desa kecil itu. Lin Feng duduk bersila di tanah, di depan rumahnya yang sederhana. Tangan kanannya perlahan-lahan menelusuri rerumputan, sementara ia menunduk, mengamati telapak tangannya yang kosong, seolah berharap ada secercah kekuatan yang dulu pernah ia miliki kembali hadir begitu saja. Tapi yang ia rasakan sekarang hanyalah kehampaan, kelemahan yang sama sekali tidak asing lagi setelah hari-hari ini berlalu.Dalam benaknya, potongan-potongan memori masa lalu berkelebat, mengingatkan akan kejayaannya dulu sebagai Kaisar Surgawi. Ia dulu adalah penguasa yang tak tertandingi, seseorang yang ditakuti dan dihormati. Tapi kini, semua itu terasa seperti mimpi yang sudah lama hilang. Sekarang, di tubuh barunya sebagai Lin Feng, ia hanyalah manusia biasa, seorang remaja tanpa kekuatan apa pun. Mengerikan, ya, tapi di satu sisi... entah kenapa, ada semacam tantangan yang menarik."Lin Feng!" Tiba-tiba suara nyaring memecah kesunyi

    Last Updated : 2024-11-20
  • Dendam Kaisar Surgawi   Regresi

    Suara gemerisik dedaunan dan hembusan angin yang dingin menusuk terasa aneh di kulitku. Rasanya… entah, asing. Seperti perasaan kedinginan yang sudah lama hilang. Perlahan, aku membuka mata, mencoba memahami situasi aneh ini. Di atas sana, awan-awan kelabu menggantung rendah, menyelubungi langit. Aku butuh beberapa detik untuk sadar kalau aku tidak lagi berada di Istana Surgawi yang penuh cahaya dan kemegahan. Tidak ada kemilau emas, tidak ada aroma dupa yang semerbak, dan… tunggu, ini… tubuhku? Seketika aku tersadar, mataku terbelalak melihat kedua tanganku. Ini… tangan siapa? Tubuhku… terasa begitu lemah, kurus, dan—oh, astaga. Aku ini apa? Anak remaja? Aku mendesah, mencoba menenangkan pikiranku yang berantakan. Tapi sulit untuk percaya bahwa aku, Kaisar Tian Yun, penguasa langit yang ditakuti, kini terperangkap dalam tubuh seorang remaja kurus yang bahkan tidak bisa berdiri tegak tanpa gemetaran. Kilatan ingatan itu mendadak datang, menghantamku seperti ombak besar. Pengkhianat

    Last Updated : 2024-11-14
  • Dendam Kaisar Surgawi   Keluarga Lin

    Aku berjalan perlahan di jalan tanah yang sempit, mencoba meresapi setiap langkah dengan tubuh baruku ini. Kaki terasa lemah, nyaris tak bertenaga. Rasanya seperti membawa beban berat di kedua kaki—padahal dulu aku biasa melayang di angkasa, melampaui awan, melawan badai tanpa takut. Sekarang? Jalan di jalan tanah saja terasa berat.Matahari siang bersinar terik, tapi hawa dingin masih terasa menyelimuti Desa Lin. Desa kecil ini jauh berbeda dari istana megah yang biasa aku tinggali, yang penuh dengan lampu-lampu kristal dan jubah-jubah emas. Di sini hanya ada rumah-rumah kayu reyot, ladang kosong, dan orang-orang desa dengan wajah yang entah kenapa terasa lebih… asli. Lebih jujur, mungkin?Ya, mereka mungkin tidak memiliki kekuatan atau kemewahan, tapi ada sesuatu dalam mata mereka. Semacam kepolosan yang sudah lama hilang dari dunia tempatku berasal.Aku berjalan sambil merenung, mencoba mengingat kehidupan Lin Feng sebelum aku mengambil alih tubuhnya. Samar-samar, kenangan tentang

    Last Updated : 2024-11-14
  • Dendam Kaisar Surgawi   Kenangan Masa Lalu

    Langit masih mendung, dengan sisa-sisa hujan menetes pelan dari daun-daun di atas kepalaku. Tanah di bawah kakiku sudah berubah jadi lumpur, licin dan basah. Aku berjalan pelan, berusaha agar tidak terpeleset, sambil sesekali melihat ke langit yang kelabu. Suara gemericik air dari pepohonan terdengar samar, seperti bisikan lembut di tengah kesunyian.“Aneh… ya, kok rasanya aku masih di sini,” gumamku pelan, lebih kepada diriku sendiri. Tubuh ini… rasanya lemah, tapi bukan cuma itu. Entah kenapa aku merasa ada beban aneh di dada, semacam perasaan sesak yang sulit dijelaskan. Mungkin karena aku masih terbawa dengan kenangan dari kehidupan lamaku. Rasanya baru kemarin aku hidup sebagai Kaisar Surgawi, sosok yang ditakuti dan dihormati. Dan sekarang? Aku ini cuma Lin Feng, seorang remaja yang nyaris mati dibunuh saudaranya sendiri. Dunia benar-benar… absurd.Aku memejamkan mata sebentar, dan, ya ampun, mendadak semuanya datang kembali. Kilasan-kilasan wajah Lian Xue muncul di kepalaku—sen

    Last Updated : 2024-11-14

Latest chapter

  • Dendam Kaisar Surgawi   Tekad Kuat

    Pagi itu, matahari sudah mulai naik, menembus pepohonan di desa kecil itu. Lin Feng duduk bersila di tanah, di depan rumahnya yang sederhana. Tangan kanannya perlahan-lahan menelusuri rerumputan, sementara ia menunduk, mengamati telapak tangannya yang kosong, seolah berharap ada secercah kekuatan yang dulu pernah ia miliki kembali hadir begitu saja. Tapi yang ia rasakan sekarang hanyalah kehampaan, kelemahan yang sama sekali tidak asing lagi setelah hari-hari ini berlalu.Dalam benaknya, potongan-potongan memori masa lalu berkelebat, mengingatkan akan kejayaannya dulu sebagai Kaisar Surgawi. Ia dulu adalah penguasa yang tak tertandingi, seseorang yang ditakuti dan dihormati. Tapi kini, semua itu terasa seperti mimpi yang sudah lama hilang. Sekarang, di tubuh barunya sebagai Lin Feng, ia hanyalah manusia biasa, seorang remaja tanpa kekuatan apa pun. Mengerikan, ya, tapi di satu sisi... entah kenapa, ada semacam tantangan yang menarik."Lin Feng!" Tiba-tiba suara nyaring memecah kesunyi

  • Dendam Kaisar Surgawi   Konflik

    Udara sore itu terasa lembap, dengan sisa-sisa embun yang masih menggantung di daun-daun di sekitar desa. Aku berjalan perlahan di jalan setapak menuju rumah Guru Bai, pria tua yang pertama kali menemukanku setelah insiden di tebing. Pria itu... entahlah, dari caranya bicara dan bertindak, dia jelas bukan orang biasa. Ada sesuatu yang dalam di matanya, seperti seseorang yang sudah melihat banyak hal dalam hidup, tapi tetap bisa tersenyum. Mungkin itu kenapa aku merasa sedikit… nyaman di dekatnya. Bukan berarti aku percaya begitu saja, ya. Setelah semua pengkhianatan yang aku alami di kehidupan sebelumnya, sulit bagiku untuk benar-benar mempercayai orang lain. Tapi untuk saat ini… mungkin dia bisa memberiku sedikit petunjuk. Rumahnya terletak di ujung desa, agak jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya. Rumah kayu tua dengan halaman yang penuh rerumputan liar. Tapi anehnya, tempat ini terasa damai, seperti ada aura tenang yang melingkupi. Aku mengetuk pintu pelan, mencoba sopan. Tapi,

  • Dendam Kaisar Surgawi   Pertemuan dengan Guru Bai

    Udara sore itu terasa lembap, dengan sisa-sisa embun yang masih menggantung di daun-daun di sekitar desa. Aku berjalan perlahan di jalan setapak menuju rumah Guru Bai, pria tua yang pertama kali menemukanku setelah insiden di tebing. Pria itu... entahlah, dari caranya bicara dan bertindak, dia jelas bukan orang biasa. Ada sesuatu yang dalam di matanya, seperti seseorang yang sudah melihat banyak hal dalam hidup, tapi tetap bisa tersenyum.Mungkin itu kenapa aku merasa sedikit… nyaman di dekatnya. Bukan berarti aku percaya begitu saja, ya. Setelah semua pengkhianatan yang aku alami di kehidupan sebelumnya, sulit bagiku untuk benar-benar mempercayai orang lain. Tapi untuk saat ini… mungkin dia bisa memberiku sedikit petunjuk.Rumahnya terletak di ujung desa, agak jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya. Rumah kayu tua dengan halaman yang penuh rerumputan liar. Tapi anehnya, tempat ini terasa damai, seperti ada aura tenang yang melingkupi.Aku mengetuk pintu pelan, mencoba sopan. Tapi, be

  • Dendam Kaisar Surgawi   Pembentukan Fondasi

    Pagi itu, sinar matahari yang menyelinap masuk dari jendela kecil menerpa wajahku. Cahaya itu hangat, tapi entah kenapa malah membuatku mengerang pelan. Sakit kepala ini... ya ampun, seperti ditampar bolak-balik semalaman. Aku memegang kepalaku, mencoba meredakan denyutan di pelipis. Ini gara-gara apa, sih?Oh. Benar. Malam tadi, aku menghabiskan waktu mencoba merasakan energi Qi yang tersisa di dalam tubuh ini. Cuma sisa-sisa kecil, tapi sepertinya aku agak keterusan… ya, gimana ya, namanya juga aku terlalu bersemangat. Sudah lama aku nggak menyentuh energi murni. Jadi begitu merasakannya lagi, ada rasa kangen yang aneh. Seperti orang kelaparan yang dikasih roti cuma sepotong, bawaannya malah pengin lebih.Aku menarik napas dalam-dalam, duduk bersila di atas lantai kayu yang dingin. Lantai ini... keras, dingin, dan sedikit berdebu. Tapi yah, apa boleh buat, kan? Mau seenak apapun hidupku dulu sebagai Kaisar Surgawi, sekarang aku cuma punya ini. Tubuh lemah seorang anak manusia, tanpa

  • Dendam Kaisar Surgawi   Kenangan Masa Lalu

    Langit masih mendung, dengan sisa-sisa hujan menetes pelan dari daun-daun di atas kepalaku. Tanah di bawah kakiku sudah berubah jadi lumpur, licin dan basah. Aku berjalan pelan, berusaha agar tidak terpeleset, sambil sesekali melihat ke langit yang kelabu. Suara gemericik air dari pepohonan terdengar samar, seperti bisikan lembut di tengah kesunyian.“Aneh… ya, kok rasanya aku masih di sini,” gumamku pelan, lebih kepada diriku sendiri. Tubuh ini… rasanya lemah, tapi bukan cuma itu. Entah kenapa aku merasa ada beban aneh di dada, semacam perasaan sesak yang sulit dijelaskan. Mungkin karena aku masih terbawa dengan kenangan dari kehidupan lamaku. Rasanya baru kemarin aku hidup sebagai Kaisar Surgawi, sosok yang ditakuti dan dihormati. Dan sekarang? Aku ini cuma Lin Feng, seorang remaja yang nyaris mati dibunuh saudaranya sendiri. Dunia benar-benar… absurd.Aku memejamkan mata sebentar, dan, ya ampun, mendadak semuanya datang kembali. Kilasan-kilasan wajah Lian Xue muncul di kepalaku—sen

  • Dendam Kaisar Surgawi   Keluarga Lin

    Aku berjalan perlahan di jalan tanah yang sempit, mencoba meresapi setiap langkah dengan tubuh baruku ini. Kaki terasa lemah, nyaris tak bertenaga. Rasanya seperti membawa beban berat di kedua kaki—padahal dulu aku biasa melayang di angkasa, melampaui awan, melawan badai tanpa takut. Sekarang? Jalan di jalan tanah saja terasa berat.Matahari siang bersinar terik, tapi hawa dingin masih terasa menyelimuti Desa Lin. Desa kecil ini jauh berbeda dari istana megah yang biasa aku tinggali, yang penuh dengan lampu-lampu kristal dan jubah-jubah emas. Di sini hanya ada rumah-rumah kayu reyot, ladang kosong, dan orang-orang desa dengan wajah yang entah kenapa terasa lebih… asli. Lebih jujur, mungkin?Ya, mereka mungkin tidak memiliki kekuatan atau kemewahan, tapi ada sesuatu dalam mata mereka. Semacam kepolosan yang sudah lama hilang dari dunia tempatku berasal.Aku berjalan sambil merenung, mencoba mengingat kehidupan Lin Feng sebelum aku mengambil alih tubuhnya. Samar-samar, kenangan tentang

  • Dendam Kaisar Surgawi   Regresi

    Suara gemerisik dedaunan dan hembusan angin yang dingin menusuk terasa aneh di kulitku. Rasanya… entah, asing. Seperti perasaan kedinginan yang sudah lama hilang. Perlahan, aku membuka mata, mencoba memahami situasi aneh ini. Di atas sana, awan-awan kelabu menggantung rendah, menyelubungi langit. Aku butuh beberapa detik untuk sadar kalau aku tidak lagi berada di Istana Surgawi yang penuh cahaya dan kemegahan. Tidak ada kemilau emas, tidak ada aroma dupa yang semerbak, dan… tunggu, ini… tubuhku? Seketika aku tersadar, mataku terbelalak melihat kedua tanganku. Ini… tangan siapa? Tubuhku… terasa begitu lemah, kurus, dan—oh, astaga. Aku ini apa? Anak remaja? Aku mendesah, mencoba menenangkan pikiranku yang berantakan. Tapi sulit untuk percaya bahwa aku, Kaisar Tian Yun, penguasa langit yang ditakuti, kini terperangkap dalam tubuh seorang remaja kurus yang bahkan tidak bisa berdiri tegak tanpa gemetaran. Kilatan ingatan itu mendadak datang, menghantamku seperti ombak besar. Pengkhianat

DMCA.com Protection Status