Share

Dendam Kaisar Surgawi
Dendam Kaisar Surgawi
Penulis: M. Sevian F

Regresi

Penulis: M. Sevian F
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-14 16:27:13

Suara gemerisik dedaunan dan hembusan angin yang dingin menusuk terasa aneh di kulitku. Rasanya… entah, asing. Seperti perasaan kedinginan yang sudah lama hilang. Perlahan, aku membuka mata, mencoba memahami situasi aneh ini. Di atas sana, awan-awan kelabu menggantung rendah, menyelubungi langit.

Aku butuh beberapa detik untuk sadar kalau aku tidak lagi berada di Istana Surgawi yang penuh cahaya dan kemegahan. Tidak ada kemilau emas, tidak ada aroma dupa yang semerbak, dan… tunggu, ini… tubuhku?

Seketika aku tersadar, mataku terbelalak melihat kedua tanganku. Ini… tangan siapa? Tubuhku… terasa begitu lemah, kurus, dan—oh, astaga. Aku ini apa? Anak remaja? Aku mendesah, mencoba menenangkan pikiranku yang berantakan. Tapi sulit untuk percaya bahwa aku, Kaisar Tian Yun, penguasa langit yang ditakuti, kini terperangkap dalam tubuh seorang remaja kurus yang bahkan tidak bisa berdiri tegak tanpa gemetaran.

Kilatan ingatan itu mendadak datang, menghantamku seperti ombak besar. Pengkhianatan Lian Xue, istri yang dulu kupikir akan mendampingiku selamanya. Senyum lembutnya, matanya yang selalu tampak jernih—semua itu, ternyata cuma topeng. Saat itu, dia berdiri di samping Kaisar Iblis, Mo Tian, dengan tatapan sinis yang menghancurkan hatiku. Merekalah yang membunuhku, mereka yang membuatku jatuh dari tahta dan kehormatanku. Sakit hati itu terasa nyata kembali, meski kini tubuhku berbeda.

“Ah, sial…” gumamku pelan, mencengkeram tanah becek di bawahku. Kukuku yang kotor menggali tanah seakan itu bisa menghilangkan sedikit rasa dendam yang menyesak. Rasanya seperti menusuk tulang. Kebencian itu, bercampur dengan rasa tak percaya, dan… entahlah, sulit dijelaskan. Bahkan, aku sendiri masih bingung kenapa aku di sini. Bukannya seharusnya aku sudah mati?

“Apa aku… reinkarnasi?” gumamku lagi, setengah tidak percaya.

Sebelum aku sempat merenung lebih jauh, terdengar suara langkah kaki mendekat. Dengan refleks yang terlatih—meskipun tubuh ini lemah—aku mencoba bangkit. Hanya saja, tubuh ini terlalu lemah, dan aku terhuyung, hampir jatuh. Tapi dari arah langkah kaki itu, muncul seorang pria tua berambut putih, membawa keranjang kayu di punggungnya.

“Hei, Lin Feng! Kamu sudah bangun?” tanya pria tua itu, wajahnya menyiratkan kelegaan. Dari caranya bicara, jelas dia mengenalku—eh, maksudnya, mengenal bocah bernama Lin Feng yang tubuhnya sedang aku tempati ini.

Aku cuma mengangguk pelan, berusaha tidak terlihat bingung. Ah, jadi nama bocah ini Lin Feng, ya? Nama itu seperti samar-samar terukir dalam ingatanku yang baru. Perlahan, informasi-informasi mulai muncul di pikiranku, seolah tubuh ini masih menyimpan potongan-potongan kenangan dari Lin Feng yang asli. Tapi tidak semuanya jelas, hanya bayangan yang mengabur.

“Hei, kamu tidak usah memaksakan diri kalau masih lemah. Kau tahu kan, tubuhmu baru saja nyaris mati? Kalau bukan aku yang menemukanmu, kau mungkin sudah jadi bangkai sekarang,” lanjut pria tua itu sambil tertawa kecil. Tapi matanya—ada sesuatu yang terlacak di sana. Entah itu rasa iba atau mungkin prihatin.

Aku mencoba tersenyum tipis, meski sedikit canggung. “Aku… terima kasih, Paman,” ucapku, mencoba terdengar alami. Padahal, kata-kata itu terasa asing di lidahku. Kapan terakhir kali aku berterima kasih pada seseorang? Ah, sudah lama sekali.

Pria tua itu—sepertinya dia dipanggil Guru Bai oleh ingatan samar Lin Feng—memandangiku dengan sorot khawatir. "Lin Feng, kau sudah ingat siapa yang menyerangmu? Kau pasti masih syok, ya? Itu… saudaramu sendiri, Lin Jian. Sungguh mengerikan, tidak tahu malu!"

Saat mendengar nama itu, kepalaku terasa sedikit berdenyut, dan ingatan-ingatan Lin Feng kembali membanjiri. Lin Jian… ya, saudara kandungnya. Oh, maksudku, saudara kandung bocah ini. Sial, rumit sekali rasanya mengingat bahwa aku kini bukan lagi aku yang dulu. Tapi sepertinya, hidup Lin Feng sebelum aku mengambil alih tubuhnya juga tidak mudah.

Lin Jian. Ah, bocah itu rupanya dibunuh oleh darah dagingnya sendiri. Memang dunia ini benar-benar penuh pengkhianatan, ya? Ada sedikit rasa simpati pada Lin Feng yang asli. Aku memahami perasaan dikhianati oleh orang yang paling dipercayai.

“Lin Jian… aku… aku ingat sedikit.” Aku menggumam, mengangguk pelan. Seolah ikut merasakan sakit hati Lin Feng.

Guru Bai mendesah, wajahnya tampak sedih. “Keluarga Lin semakin rusak. Anak-anak berseteru hanya demi kekuasaan dan harta. Kau beruntung masih hidup, Lin Feng. Tapi lihat dirimu sekarang, seperti ini... Kamu masih punya tekad untuk melanjutkan hidup?”

Aku memandang wajah pria tua itu. Jujur saja, aku ingin menjawab dengan ketegasan seorang Kaisar, “Ya, tentu aku akan bangkit. Dan aku akan menuntut balas pada semua pengkhianat itu!” Tapi, apa gunanya bicara begitu di depan pria sederhana yang tidak tahu siapa aku sebenarnya?

“Aku… akan mencoba, Guru Bai,” jawabku lirih. Kelemahan dalam suara Lin Feng yang asli terasa nyata, membuatku ikut terbawa. Aku bisa merasakan ketidakberdayaan bocah ini, meski kini aku yang mengendalikannya.

Guru Bai menepuk pundakku, dan aku bisa merasakan sorot iba dari matanya. “Bagus. Kau masih muda, masih banyak waktu untuk memperbaiki semuanya. Pelan-pelan saja, tidak perlu buru-buru. Meski kau mungkin belum tahu arah hidupmu saat ini, tapi yakinlah, Tuhan tidak akan membiarkan yang bersalah lolos begitu saja.”

Ah, kata-kata itu. Terlalu naif. Kalau saja dia tahu betapa kejamnya dunia ini… tapi aku tidak menanggapi, hanya mengangguk pelan.

Di dalam hati, aku mengumpulkan tekad. Tubuh ini mungkin lemah sekarang, tapi aku pernah berada di puncak kekuatan. Aku tahu cara menjadi kuat. Yang aku butuhkan hanya waktu, dan ya, mungkin sedikit keberuntungan juga. Dendamku pada Permaisuri Lian Xue dan Kaisar Iblis belum padam. Sebaliknya, kini justru semakin membara.

Saat Guru Bai meninggalkan tempat itu, aku duduk bersandar di pohon, mencoba menenangkan pikiran. Aku tahu, ini hanya langkah pertama. Langkah kecil menuju rencana besar yang akan kubangun. Aku harus merangkak dari bawah lagi, tapi—hei, bukan berarti itu tidak mungkin.

Aku menutup mataku, mencoba memusatkan energi dalam tubuh ini. Walaupun energi Qi-nya sangat lemah, aku bisa merasakan ada potensi yang tersembunyi. Ya, meski tubuh ini jauh berbeda dari tubuh surgawiku, aku akan menempa ulang semuanya. Mulai dari dasar, pembentukan fondasi.

“Aku akan kembali,” bisikku pada angin yang bertiup. Sederhana, tapi ada keteguhan dalam hatiku. Tak peduli seberapa rendah aku harus memulai, aku akan menjadi kuat lagi.

Dan kali ini, aku tidak akan membiarkan siapa pun mengkhianatiku. Tidak lagi.

Bab terkait

  • Dendam Kaisar Surgawi   Keluarga Lin

    Aku berjalan perlahan di jalan tanah yang sempit, mencoba meresapi setiap langkah dengan tubuh baruku ini. Kaki terasa lemah, nyaris tak bertenaga. Rasanya seperti membawa beban berat di kedua kaki—padahal dulu aku biasa melayang di angkasa, melampaui awan, melawan badai tanpa takut. Sekarang? Jalan di jalan tanah saja terasa berat.Matahari siang bersinar terik, tapi hawa dingin masih terasa menyelimuti Desa Lin. Desa kecil ini jauh berbeda dari istana megah yang biasa aku tinggali, yang penuh dengan lampu-lampu kristal dan jubah-jubah emas. Di sini hanya ada rumah-rumah kayu reyot, ladang kosong, dan orang-orang desa dengan wajah yang entah kenapa terasa lebih… asli. Lebih jujur, mungkin?Ya, mereka mungkin tidak memiliki kekuatan atau kemewahan, tapi ada sesuatu dalam mata mereka. Semacam kepolosan yang sudah lama hilang dari dunia tempatku berasal.Aku berjalan sambil merenung, mencoba mengingat kehidupan Lin Feng sebelum aku mengambil alih tubuhnya. Samar-samar, kenangan tentang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Dendam Kaisar Surgawi   Kenangan Masa Lalu

    Langit masih mendung, dengan sisa-sisa hujan menetes pelan dari daun-daun di atas kepalaku. Tanah di bawah kakiku sudah berubah jadi lumpur, licin dan basah. Aku berjalan pelan, berusaha agar tidak terpeleset, sambil sesekali melihat ke langit yang kelabu. Suara gemericik air dari pepohonan terdengar samar, seperti bisikan lembut di tengah kesunyian.“Aneh… ya, kok rasanya aku masih di sini,” gumamku pelan, lebih kepada diriku sendiri. Tubuh ini… rasanya lemah, tapi bukan cuma itu. Entah kenapa aku merasa ada beban aneh di dada, semacam perasaan sesak yang sulit dijelaskan. Mungkin karena aku masih terbawa dengan kenangan dari kehidupan lamaku. Rasanya baru kemarin aku hidup sebagai Kaisar Surgawi, sosok yang ditakuti dan dihormati. Dan sekarang? Aku ini cuma Lin Feng, seorang remaja yang nyaris mati dibunuh saudaranya sendiri. Dunia benar-benar… absurd.Aku memejamkan mata sebentar, dan, ya ampun, mendadak semuanya datang kembali. Kilasan-kilasan wajah Lian Xue muncul di kepalaku—sen

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Dendam Kaisar Surgawi   Pembentukan Fondasi

    Pagi itu, sinar matahari yang menyelinap masuk dari jendela kecil menerpa wajahku. Cahaya itu hangat, tapi entah kenapa malah membuatku mengerang pelan. Sakit kepala ini... ya ampun, seperti ditampar bolak-balik semalaman. Aku memegang kepalaku, mencoba meredakan denyutan di pelipis. Ini gara-gara apa, sih?Oh. Benar. Malam tadi, aku menghabiskan waktu mencoba merasakan energi Qi yang tersisa di dalam tubuh ini. Cuma sisa-sisa kecil, tapi sepertinya aku agak keterusan… ya, gimana ya, namanya juga aku terlalu bersemangat. Sudah lama aku nggak menyentuh energi murni. Jadi begitu merasakannya lagi, ada rasa kangen yang aneh. Seperti orang kelaparan yang dikasih roti cuma sepotong, bawaannya malah pengin lebih.Aku menarik napas dalam-dalam, duduk bersila di atas lantai kayu yang dingin. Lantai ini... keras, dingin, dan sedikit berdebu. Tapi yah, apa boleh buat, kan? Mau seenak apapun hidupku dulu sebagai Kaisar Surgawi, sekarang aku cuma punya ini. Tubuh lemah seorang anak manusia, tanpa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Dendam Kaisar Surgawi   Pertemuan dengan Guru Bai

    Udara sore itu terasa lembap, dengan sisa-sisa embun yang masih menggantung di daun-daun di sekitar desa. Aku berjalan perlahan di jalan setapak menuju rumah Guru Bai, pria tua yang pertama kali menemukanku setelah insiden di tebing. Pria itu... entahlah, dari caranya bicara dan bertindak, dia jelas bukan orang biasa. Ada sesuatu yang dalam di matanya, seperti seseorang yang sudah melihat banyak hal dalam hidup, tapi tetap bisa tersenyum.Mungkin itu kenapa aku merasa sedikit… nyaman di dekatnya. Bukan berarti aku percaya begitu saja, ya. Setelah semua pengkhianatan yang aku alami di kehidupan sebelumnya, sulit bagiku untuk benar-benar mempercayai orang lain. Tapi untuk saat ini… mungkin dia bisa memberiku sedikit petunjuk.Rumahnya terletak di ujung desa, agak jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya. Rumah kayu tua dengan halaman yang penuh rerumputan liar. Tapi anehnya, tempat ini terasa damai, seperti ada aura tenang yang melingkupi.Aku mengetuk pintu pelan, mencoba sopan. Tapi, be

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Dendam Kaisar Surgawi   Konflik

    Udara sore itu terasa lembap, dengan sisa-sisa embun yang masih menggantung di daun-daun di sekitar desa. Aku berjalan perlahan di jalan setapak menuju rumah Guru Bai, pria tua yang pertama kali menemukanku setelah insiden di tebing. Pria itu... entahlah, dari caranya bicara dan bertindak, dia jelas bukan orang biasa. Ada sesuatu yang dalam di matanya, seperti seseorang yang sudah melihat banyak hal dalam hidup, tapi tetap bisa tersenyum. Mungkin itu kenapa aku merasa sedikit… nyaman di dekatnya. Bukan berarti aku percaya begitu saja, ya. Setelah semua pengkhianatan yang aku alami di kehidupan sebelumnya, sulit bagiku untuk benar-benar mempercayai orang lain. Tapi untuk saat ini… mungkin dia bisa memberiku sedikit petunjuk. Rumahnya terletak di ujung desa, agak jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya. Rumah kayu tua dengan halaman yang penuh rerumputan liar. Tapi anehnya, tempat ini terasa damai, seperti ada aura tenang yang melingkupi. Aku mengetuk pintu pelan, mencoba sopan. Tapi,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Dendam Kaisar Surgawi   Tekad Kuat

    Pagi itu, matahari sudah mulai naik, menembus pepohonan di desa kecil itu. Lin Feng duduk bersila di tanah, di depan rumahnya yang sederhana. Tangan kanannya perlahan-lahan menelusuri rerumputan, sementara ia menunduk, mengamati telapak tangannya yang kosong, seolah berharap ada secercah kekuatan yang dulu pernah ia miliki kembali hadir begitu saja. Tapi yang ia rasakan sekarang hanyalah kehampaan, kelemahan yang sama sekali tidak asing lagi setelah hari-hari ini berlalu.Dalam benaknya, potongan-potongan memori masa lalu berkelebat, mengingatkan akan kejayaannya dulu sebagai Kaisar Surgawi. Ia dulu adalah penguasa yang tak tertandingi, seseorang yang ditakuti dan dihormati. Tapi kini, semua itu terasa seperti mimpi yang sudah lama hilang. Sekarang, di tubuh barunya sebagai Lin Feng, ia hanyalah manusia biasa, seorang remaja tanpa kekuatan apa pun. Mengerikan, ya, tapi di satu sisi... entah kenapa, ada semacam tantangan yang menarik."Lin Feng!" Tiba-tiba suara nyaring memecah kesunyi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20

Bab terbaru

  • Dendam Kaisar Surgawi   Tekad Kuat

    Pagi itu, matahari sudah mulai naik, menembus pepohonan di desa kecil itu. Lin Feng duduk bersila di tanah, di depan rumahnya yang sederhana. Tangan kanannya perlahan-lahan menelusuri rerumputan, sementara ia menunduk, mengamati telapak tangannya yang kosong, seolah berharap ada secercah kekuatan yang dulu pernah ia miliki kembali hadir begitu saja. Tapi yang ia rasakan sekarang hanyalah kehampaan, kelemahan yang sama sekali tidak asing lagi setelah hari-hari ini berlalu.Dalam benaknya, potongan-potongan memori masa lalu berkelebat, mengingatkan akan kejayaannya dulu sebagai Kaisar Surgawi. Ia dulu adalah penguasa yang tak tertandingi, seseorang yang ditakuti dan dihormati. Tapi kini, semua itu terasa seperti mimpi yang sudah lama hilang. Sekarang, di tubuh barunya sebagai Lin Feng, ia hanyalah manusia biasa, seorang remaja tanpa kekuatan apa pun. Mengerikan, ya, tapi di satu sisi... entah kenapa, ada semacam tantangan yang menarik."Lin Feng!" Tiba-tiba suara nyaring memecah kesunyi

  • Dendam Kaisar Surgawi   Konflik

    Udara sore itu terasa lembap, dengan sisa-sisa embun yang masih menggantung di daun-daun di sekitar desa. Aku berjalan perlahan di jalan setapak menuju rumah Guru Bai, pria tua yang pertama kali menemukanku setelah insiden di tebing. Pria itu... entahlah, dari caranya bicara dan bertindak, dia jelas bukan orang biasa. Ada sesuatu yang dalam di matanya, seperti seseorang yang sudah melihat banyak hal dalam hidup, tapi tetap bisa tersenyum. Mungkin itu kenapa aku merasa sedikit… nyaman di dekatnya. Bukan berarti aku percaya begitu saja, ya. Setelah semua pengkhianatan yang aku alami di kehidupan sebelumnya, sulit bagiku untuk benar-benar mempercayai orang lain. Tapi untuk saat ini… mungkin dia bisa memberiku sedikit petunjuk. Rumahnya terletak di ujung desa, agak jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya. Rumah kayu tua dengan halaman yang penuh rerumputan liar. Tapi anehnya, tempat ini terasa damai, seperti ada aura tenang yang melingkupi. Aku mengetuk pintu pelan, mencoba sopan. Tapi,

  • Dendam Kaisar Surgawi   Pertemuan dengan Guru Bai

    Udara sore itu terasa lembap, dengan sisa-sisa embun yang masih menggantung di daun-daun di sekitar desa. Aku berjalan perlahan di jalan setapak menuju rumah Guru Bai, pria tua yang pertama kali menemukanku setelah insiden di tebing. Pria itu... entahlah, dari caranya bicara dan bertindak, dia jelas bukan orang biasa. Ada sesuatu yang dalam di matanya, seperti seseorang yang sudah melihat banyak hal dalam hidup, tapi tetap bisa tersenyum.Mungkin itu kenapa aku merasa sedikit… nyaman di dekatnya. Bukan berarti aku percaya begitu saja, ya. Setelah semua pengkhianatan yang aku alami di kehidupan sebelumnya, sulit bagiku untuk benar-benar mempercayai orang lain. Tapi untuk saat ini… mungkin dia bisa memberiku sedikit petunjuk.Rumahnya terletak di ujung desa, agak jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya. Rumah kayu tua dengan halaman yang penuh rerumputan liar. Tapi anehnya, tempat ini terasa damai, seperti ada aura tenang yang melingkupi.Aku mengetuk pintu pelan, mencoba sopan. Tapi, be

  • Dendam Kaisar Surgawi   Pembentukan Fondasi

    Pagi itu, sinar matahari yang menyelinap masuk dari jendela kecil menerpa wajahku. Cahaya itu hangat, tapi entah kenapa malah membuatku mengerang pelan. Sakit kepala ini... ya ampun, seperti ditampar bolak-balik semalaman. Aku memegang kepalaku, mencoba meredakan denyutan di pelipis. Ini gara-gara apa, sih?Oh. Benar. Malam tadi, aku menghabiskan waktu mencoba merasakan energi Qi yang tersisa di dalam tubuh ini. Cuma sisa-sisa kecil, tapi sepertinya aku agak keterusan… ya, gimana ya, namanya juga aku terlalu bersemangat. Sudah lama aku nggak menyentuh energi murni. Jadi begitu merasakannya lagi, ada rasa kangen yang aneh. Seperti orang kelaparan yang dikasih roti cuma sepotong, bawaannya malah pengin lebih.Aku menarik napas dalam-dalam, duduk bersila di atas lantai kayu yang dingin. Lantai ini... keras, dingin, dan sedikit berdebu. Tapi yah, apa boleh buat, kan? Mau seenak apapun hidupku dulu sebagai Kaisar Surgawi, sekarang aku cuma punya ini. Tubuh lemah seorang anak manusia, tanpa

  • Dendam Kaisar Surgawi   Kenangan Masa Lalu

    Langit masih mendung, dengan sisa-sisa hujan menetes pelan dari daun-daun di atas kepalaku. Tanah di bawah kakiku sudah berubah jadi lumpur, licin dan basah. Aku berjalan pelan, berusaha agar tidak terpeleset, sambil sesekali melihat ke langit yang kelabu. Suara gemericik air dari pepohonan terdengar samar, seperti bisikan lembut di tengah kesunyian.“Aneh… ya, kok rasanya aku masih di sini,” gumamku pelan, lebih kepada diriku sendiri. Tubuh ini… rasanya lemah, tapi bukan cuma itu. Entah kenapa aku merasa ada beban aneh di dada, semacam perasaan sesak yang sulit dijelaskan. Mungkin karena aku masih terbawa dengan kenangan dari kehidupan lamaku. Rasanya baru kemarin aku hidup sebagai Kaisar Surgawi, sosok yang ditakuti dan dihormati. Dan sekarang? Aku ini cuma Lin Feng, seorang remaja yang nyaris mati dibunuh saudaranya sendiri. Dunia benar-benar… absurd.Aku memejamkan mata sebentar, dan, ya ampun, mendadak semuanya datang kembali. Kilasan-kilasan wajah Lian Xue muncul di kepalaku—sen

  • Dendam Kaisar Surgawi   Keluarga Lin

    Aku berjalan perlahan di jalan tanah yang sempit, mencoba meresapi setiap langkah dengan tubuh baruku ini. Kaki terasa lemah, nyaris tak bertenaga. Rasanya seperti membawa beban berat di kedua kaki—padahal dulu aku biasa melayang di angkasa, melampaui awan, melawan badai tanpa takut. Sekarang? Jalan di jalan tanah saja terasa berat.Matahari siang bersinar terik, tapi hawa dingin masih terasa menyelimuti Desa Lin. Desa kecil ini jauh berbeda dari istana megah yang biasa aku tinggali, yang penuh dengan lampu-lampu kristal dan jubah-jubah emas. Di sini hanya ada rumah-rumah kayu reyot, ladang kosong, dan orang-orang desa dengan wajah yang entah kenapa terasa lebih… asli. Lebih jujur, mungkin?Ya, mereka mungkin tidak memiliki kekuatan atau kemewahan, tapi ada sesuatu dalam mata mereka. Semacam kepolosan yang sudah lama hilang dari dunia tempatku berasal.Aku berjalan sambil merenung, mencoba mengingat kehidupan Lin Feng sebelum aku mengambil alih tubuhnya. Samar-samar, kenangan tentang

  • Dendam Kaisar Surgawi   Regresi

    Suara gemerisik dedaunan dan hembusan angin yang dingin menusuk terasa aneh di kulitku. Rasanya… entah, asing. Seperti perasaan kedinginan yang sudah lama hilang. Perlahan, aku membuka mata, mencoba memahami situasi aneh ini. Di atas sana, awan-awan kelabu menggantung rendah, menyelubungi langit. Aku butuh beberapa detik untuk sadar kalau aku tidak lagi berada di Istana Surgawi yang penuh cahaya dan kemegahan. Tidak ada kemilau emas, tidak ada aroma dupa yang semerbak, dan… tunggu, ini… tubuhku? Seketika aku tersadar, mataku terbelalak melihat kedua tanganku. Ini… tangan siapa? Tubuhku… terasa begitu lemah, kurus, dan—oh, astaga. Aku ini apa? Anak remaja? Aku mendesah, mencoba menenangkan pikiranku yang berantakan. Tapi sulit untuk percaya bahwa aku, Kaisar Tian Yun, penguasa langit yang ditakuti, kini terperangkap dalam tubuh seorang remaja kurus yang bahkan tidak bisa berdiri tegak tanpa gemetaran. Kilatan ingatan itu mendadak datang, menghantamku seperti ombak besar. Pengkhianat

DMCA.com Protection Status