Degup jantung Dinar semakin laju saat Dirham menariknya dalam dekapan, bahkan dia juga bisa mendengar detak jantung pria itu, entah karena sempat emosi dengannya tadi atau karena grogi berada di dekatnya.
Eh, tapi tidak mungkin pria sekelas Dirham sampai grogi sama dia.
“Aku mau pulang.” Dirham memejamkan matanya, bukan itu yang mau didengarnya, ternyata tidak mudah membuat istrinya percaya lagi padanya.
Tapi Dirham akur. Dia akan sedikit bersabar kali ini. Mungkin Dinar masih butuh bukti kesungguhan dan keikhlasannya.
“Aku antar.” tangan Dinar dituntun untuk masuk ke dalam mobil.
Mereka melanjutkan perjalanan.
Mata Dirham tidak berhenti melirik ke arah Dinar, dia rindu dengan raut wajah polos itu, dia rindu dengan apa saja yang ada pada diri gadis di sampingnya, ada kesempatan sedikit saja dia akan terus menatap wajah ayu yang selalu membuatnya tidak bisa tidur, apa
“Kembali? Aku takut terluka lagi, kau tahu, Am? Dulu waktu pertama kenal denganmu, aku percaya kamu tulus mendekatiku, tapi siapa sangka, kalau aku hanya alat untukmu membalas dendam. Aku nekad pergi, meskipun masa depanku telah kau hancurkan, aku menjauhimu, mencoba melupakan dan memaafkanmu, tapi seolah takdir terus menginginkan kita bertemu lagi, aku mengandung, aku putus asa, hampir saja aku membuangnya dulu. Tapi aku segera sadar, dia juga ingin lahir ke dunia, sangat tidak adil kalau aku membencinya. Yang kutanamkan dalam hati adalah kebencianku padamu. Tapi sekali lagi kita dipertemukan, menjalani hari bersamamu membuat aku merasa dilindungi. Aku tidak pernah berniat menjual putriku, aku saat itu sangat bingung, amanah yang diberikan ayah sebelum meninggal adalah menjaga Arfa dan ibu, tapi lihat apa yang kuberikan pada ibu, aku membuatnya menangis, membuat beliau kecewa, bahkan aku mencoreng arang di mukanya, mencoreng nama baik ayah yang sudah tiada, a
Diki seorang pemuda berumur 25 tahun, dulunya diminta Bu Tika untuk membantunya menyiapkan pesanan dan mengantar nasi bungkus tapi tidak mau, itu bukan cita-citanya, tidak level kerja begituan, dia dulu bercita-cita sebagai agen rahasia di kepolisian, tapi tidak tercapai. Malah bekerja sebagai orang bayaran Dirham yang harus siap ditugaskan kapan saja dan apa saja, memang itu kontrak kerjanya.Pemuda itu tersenyum pahit ketika Dirham menyuruhnya mengantar nasi bungkus, menggantikan kerja Dinar. Ia akur dengan perintah bos-nya, tidak mau sampai kontrak kerjanya dibacakan lagi. Diki menyalakan api rokok menunggu di depan rumah kos Dinar. Sementara Dirham masuk lagi ke dalam rumah untuk membersihkan diri.Dinar yang sudah menyiapkan motor Bu Tika di depan rumah, jadi terbengong-bengong melihat Diki yang membawa sekeranjang nasi bungkus. Diangkut dan ditata di atas motornya. Dinar cuma kenal Diki sebagai keponakan Ibu kost, bahkan jarang bertemu, ia merasa heran deng
(Untuk?)“Tidak usah banyak tanya, ada hal penting yang perlu gue urus di sana.”(Oke, nanti aku hubungi Murni di biro perjalanan)“Ambil penerbangan pagi, kita cuma sehari di sana. Hanya besok saja.” Dirham berkata dengan tegas.(Iya, beres!) Panggilan diakhiri.Awalnya, pria itu mau turun untuk mengajak Dinar keluar lunch bareng. Dia baru kemarin pulang dari Thailand, belum sempat ngobrol atau bertemu langsung dengan wanita pujaannya. Malah disuguhi dengan laporan kedekatan Dinar dengan Rendi. Dan hari ini melihat secara langsung kebenaran berita itu. Membuatnya emosi dan marah. Ya. Ia merasa cemburu.Dirham pun langsung keluar dan menuju tempat parkir, dia akan pulang untuk makan siang di rumah. Menemui putrinya. Mobil Dirham meluncur keluar dari kawasan hotel mewah itu. Pikirannya dipenuhi dengan bayangan Dinar yang tersenyum pada Rendi. Apa mungkin Dinar tidak mencintainya sama sekali, bahka
“Lepas! Sakit!”Dinar mencoba melepaskan pergelangan tangannya dari cekalan tangan Dirham.“Kau pikir hatiku tidak sakit melihat mu berduaan dengan lelaki itu? Ada hubungan apa dengannya?”Dirham melepaskan tangan istrinya.“Rendi, maksudmu?”“Entah siapa nama dia, mana mungkin aku kenal satu-satu pegawai rendahan macam dia.” Dinar mengetapkan gigi. Ia menatap tajam wajah pria di depannya.Kesal dengan kesombongan Dirham.“Aku tidak ada hubungan apapun dengan dia, dia kan manager bagian di sini.”“Tapi tidak seharusnya kamu makan berduaan sama dia, Di!”“Bukan berduaan, banyak kok yang ada di rest room itu.”“Aku tadi lihat dengan mata kepalaku! Kalian di sana berdua.”“Tapi tidak seperti yang kau lihat. Aku makan, terus dia datang. Masa iya, aku harus usir dia, itu kan tempa
“Di, pandang Ruby, nggak kasihan sama dia, tega membiarkan ia terbangun karena aku harus nyetir?” Dinar menatap putrinya yang tertidur sangat pulas, tidak tega pula harus membangunkannya. “Tapi, Mama.. ” masih saja Dinar ragu. “Mama bahkan sangat merindukanmu, Sayang.” mulai, panggilan sayang dari Dirham, mulai membuatnya tidak tenang. “Baiklah, tapi nanti, antar aku pulang ke kost.” “Kita lihat nanti. Sekarang cuci muka dulu gih, biar fresh.” Dinar mengangguk, tidak ada gunanya membantah keinginan Dirham. Dinar masuk ke dalam toilet luas itu, mencuci mukanya, menghilangkan rasa ngantuk yang aslinya sudah hilang karena panggilan sayang tadi, hatinya mulai suka dengan perhatian dan perlakuan Dirham padanya. ‘Kenapa kau terlalu mudah berubah, hati?’ Wajahnya kembali dibasahi, apa mungkin ini saatnya. Apa dia sudah bisa menerima kehadiran Dirham kembali, begitu mudahnya tanpa perj
Dinar mengangkat wajah dan menatap Juliana, sementara Juliana memandang Ruby dan Nicko yang sedang bermain dengan asiknya di teras belakang.Model berpostur tinggi itu lalu memegang lengan Dinar dan mengajaknya duduk di gazebo taman.“Tapi Am sangat mencintaimu.” Dinar ternyata belum bisa mempercayai pengakuan cinta Dirham sebelum ini. Juliana tersenyum.“Itu dulu, Di. Awalnya aku memang ingin kembali padanya, membuat ia bahagia seperti dulu saat masih bersama, tapi setelah kepergian mu, Am baru menyadari kalau kamu yang sebenarnya diinginkan, cintanya padamu lebih besar. Dan terbukti, kepergian mu selama hampir 2 tahun, tidak membuatnya menerima perempuan lain. Ia setia menunggumu, Di.”Dinar menunduk mendengar kalimat panjang model cantik itu.“Lihatlah, ia bahkan tidak akan betah keluar kota kalau kamu sudah kembali padanya, buktikan ucapan ku nanti.” Dinar tersenyum, ponsel yang ada di sampingnya
Dinar masih mengucek matanya, usapan lembut dan suara itu sangat tidak asing, tapi itu bukan tangan Dirham atau ibu mertuanya, mata Dinar membulat, masih tidak percaya dengan apa yang dilihat. Tapi senyum dan suara itu tidak pernah hilang dari ingatan sampai kapan pun. Ibunya ada di depannya sekarang, tengah duduk di sampingnya, di atas tempat tidur yang sama. Menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Ibuk? Apa aku mimpi? Aku benar-benar kangen Ibuk, tidur saja sampai lihat Ibuk.” Dinar langsung duduk. Air matanya jatuh, ia merindukan ibunya yang jauh di sana. “Ndak mimpi, Nduk. Ini memang Ibuk.” Kinanti mengusap pipi putrinya. Air matanya jatuh melihat kondisi Dinar yang terlihat kurus. ‘Pasti kamu banyak menderita, Nduk.’ jerit hati Kinanti. “Ini bener Ibuk?” Kinanti mengangguk dan tersenyum. “Ibuk! maafkan Dinar, Buk. Ampuni Dinar.” tubuh ibunya langsung didekap erat setelah ia yakin itu
Masih FlashbackWajah Dirham penuh harap, Kinanti keluar dari kamarnya setelah hampir satu jam berpikir. Ia masih berdiri di samping kursi yang diduduki oleh Arfa. “Katakan syaratnya, Bu. Akan saya penuhi apapun itu.”“Bawa kami bertemu dengan Dinar. Kalian harus adakan resepsi, meskipun itu tidak mewah, tapi biar keluarga besar dan tetangga kami tahu kalau Dinar sudah menikah.”Kinanti sudah berpikir masak-masak, tidak ada gunanya kalau ia harus membantah keinginan putrinya, mungkin Dinar sudah bahagia sekarang tapi masih menunggu restu darinya.“Terima kasih, Bu. Itu sedang saya rencanakan. Itu maksud kedatangan kami, membawa ibu bertemu Dinar, bersiaplah dan saya akan pesankan tiket sekarang.” Dirham tersenyum lebar, ia langsung bangkit dari tempat duduknya dan mencium tangan ibu mertuanya. “Jangan buat putriku menangis lagi, karena jika itu sampai terjadi, kamu akan kehilangan ia selamanya.”