“Di, pandang Ruby, nggak kasihan sama dia, tega membiarkan ia terbangun karena aku harus nyetir?” Dinar menatap putrinya yang tertidur sangat pulas, tidak tega pula harus membangunkannya.
“Tapi, Mama.. ” masih saja Dinar ragu.
“Mama bahkan sangat merindukanmu, Sayang.” mulai, panggilan sayang dari Dirham, mulai membuatnya tidak tenang.
“Baiklah, tapi nanti, antar aku pulang ke kost.”
“Kita lihat nanti. Sekarang cuci muka dulu gih, biar fresh.” Dinar mengangguk, tidak ada gunanya membantah keinginan Dirham.
Dinar masuk ke dalam toilet luas itu, mencuci mukanya, menghilangkan rasa ngantuk yang aslinya sudah hilang karena panggilan sayang tadi, hatinya mulai suka dengan perhatian dan perlakuan Dirham padanya.
‘Kenapa kau terlalu mudah berubah, hati?’
Wajahnya kembali dibasahi, apa mungkin ini saatnya. Apa dia sudah bisa menerima kehadiran Dirham kembali, begitu mudahnya tanpa perj
Dinar mengangkat wajah dan menatap Juliana, sementara Juliana memandang Ruby dan Nicko yang sedang bermain dengan asiknya di teras belakang.Model berpostur tinggi itu lalu memegang lengan Dinar dan mengajaknya duduk di gazebo taman.“Tapi Am sangat mencintaimu.” Dinar ternyata belum bisa mempercayai pengakuan cinta Dirham sebelum ini. Juliana tersenyum.“Itu dulu, Di. Awalnya aku memang ingin kembali padanya, membuat ia bahagia seperti dulu saat masih bersama, tapi setelah kepergian mu, Am baru menyadari kalau kamu yang sebenarnya diinginkan, cintanya padamu lebih besar. Dan terbukti, kepergian mu selama hampir 2 tahun, tidak membuatnya menerima perempuan lain. Ia setia menunggumu, Di.”Dinar menunduk mendengar kalimat panjang model cantik itu.“Lihatlah, ia bahkan tidak akan betah keluar kota kalau kamu sudah kembali padanya, buktikan ucapan ku nanti.” Dinar tersenyum, ponsel yang ada di sampingnya
Dinar masih mengucek matanya, usapan lembut dan suara itu sangat tidak asing, tapi itu bukan tangan Dirham atau ibu mertuanya, mata Dinar membulat, masih tidak percaya dengan apa yang dilihat. Tapi senyum dan suara itu tidak pernah hilang dari ingatan sampai kapan pun. Ibunya ada di depannya sekarang, tengah duduk di sampingnya, di atas tempat tidur yang sama. Menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Ibuk? Apa aku mimpi? Aku benar-benar kangen Ibuk, tidur saja sampai lihat Ibuk.” Dinar langsung duduk. Air matanya jatuh, ia merindukan ibunya yang jauh di sana. “Ndak mimpi, Nduk. Ini memang Ibuk.” Kinanti mengusap pipi putrinya. Air matanya jatuh melihat kondisi Dinar yang terlihat kurus. ‘Pasti kamu banyak menderita, Nduk.’ jerit hati Kinanti. “Ini bener Ibuk?” Kinanti mengangguk dan tersenyum. “Ibuk! maafkan Dinar, Buk. Ampuni Dinar.” tubuh ibunya langsung didekap erat setelah ia yakin itu
Masih FlashbackWajah Dirham penuh harap, Kinanti keluar dari kamarnya setelah hampir satu jam berpikir. Ia masih berdiri di samping kursi yang diduduki oleh Arfa. “Katakan syaratnya, Bu. Akan saya penuhi apapun itu.”“Bawa kami bertemu dengan Dinar. Kalian harus adakan resepsi, meskipun itu tidak mewah, tapi biar keluarga besar dan tetangga kami tahu kalau Dinar sudah menikah.”Kinanti sudah berpikir masak-masak, tidak ada gunanya kalau ia harus membantah keinginan putrinya, mungkin Dinar sudah bahagia sekarang tapi masih menunggu restu darinya.“Terima kasih, Bu. Itu sedang saya rencanakan. Itu maksud kedatangan kami, membawa ibu bertemu Dinar, bersiaplah dan saya akan pesankan tiket sekarang.” Dirham tersenyum lebar, ia langsung bangkit dari tempat duduknya dan mencium tangan ibu mertuanya. “Jangan buat putriku menangis lagi, karena jika itu sampai terjadi, kamu akan kehilangan ia selamanya.”
Mendengar pertanyaan dari ibunya membuat Dinar tegang, tidak mungkin ia akan mengatakan kalau semua terjadi karena dendam yang salah sasaran, bagaimana pandangan ibunya kalau tahu, perlakuan Dirham yang buruk padanya di masa lalu. Tentang pemaksaannya, tentang penyekapan dan semua kepahitannya dulu. Dinar menarik napas berat. Ia tidak mau melukai hati ibu yang dicintainya.“Kenapa, Nduk? Ibuk boleh tahu, kan?”Dinar memejamkan matanya. Ia mengangguk. Dan masuk dalam pelukan hangat ibunya.“Seperti perkenalan orang pada umumnya, Buk. Am, pelanggan di restoran Pak Doni. Terus kenalan, kami saling suka dan terjadi begitu saja. Udah pagi, Buk. Dinar masih ngantuk, ayo tidur lagi.”Dinar tidak mau bercerita tentang aib suaminya, hatta pada ibunya sendiri.“Jangan panggil suamimu, ngoko gitu to, Nduk. Ndak baik. Panggil mas, atau kakang, atau abang, sing penting tidak langsung nama, ndak sop
Dinar menggaruk hidungnya yang tidak gatal.Bingung mau jawab gimana, putrinya selalu ingin tahu apapun urusan orang dewasa. Apalagi soal papanya, dia yang akan maju nomor satu. Dirham benar-benar cinta pertama putrinya.“Ayo, kita ganti baju dulu. Nanti kalau papa turun, Uby bisa tanya, kenapa tadi Bunda ambil bajunya lambat turun.”“Otey undah! (Oke Bunda)” Ruby akhirnya mau berganti baju, Dinar mencubit pelan pipi putrinya, gemas mendengar suaranya yang masih cadel tapi banyak tanya.Arfa yang belum ketemu dengan Dinar sejak sampai tadi malam langsung menghampiri kakaknya. Dinar memeluk Arfa dengan erat. Melepaskan rindu dan rasa bersalah karena tidak bisa pulang waktu adiknya kena musibah. Pelukan dilepas dan ia memeriksa tubuh Arfa.“Kamu gimana, Dek? Udah pulih total, kan? Hmm? Aku minta maaf, waktu itu tidak lihat keadaan kamu.” Dinar memindai fisik Arfa dari
Wajah Dirham tegang menerima panggilan itu. Dinar membuatnya naik darah.“Tahan dia Na, jangan biarkan Dinar keluar kamar.” panggilan diakhiri.Jehan dipandang, dengan suara baritonnya ia berkata pada sahabat merangkap orang kepercayaannya.“Kita lanjut soal si brengsek itu setelah urusan gue selesai, ikut gue sekarang!” Dirham bergegas melangkah pergi. Jehan membuntuti dari belakang, ia mulai mengerti, pasti ada sesuatu yang tidak menyenangkan hati bos-nya.Sampai di depan kamar yang menempatkan Dinar, Dirham mengetuk pintu yang terbuka sedikit, dengan tidak sabar. Pintu terbuka lebih luas. Mata Dirham menyapu ke seluruh ruangan, hanya ada Nana dan lelaki setengah wanita. Istrinya tidak ada.“Na, mana Dinar?” Juliana bersama Joya sedang gelisah. Dinar tidak ada di kamar itu.“Ia tadi berontak, katanya mau pulang. Dia marah karena tidak diberitahu dulu.”“Ish, Tuhan! Kalau aku beri
Konten 21+, bawah umur silakan mundur teratur. Dinar kaku mendengar bisikan nakal dari suaminya. Ia lalu berdiri berniat untuk menjauh. Tidak tahan dengan godaan harum aroma sabun yang keluar dari tubuh suaminya, Tapi lengan Dirham yang masih setengah basah terlebih dulu melingkari pinggangnya. Dingin. Jantung Dinar seperti mau keluar menyadari kalau Dirham hanya melilitkan handuk saja pada tubuhnya tanpa baju atasan. Bayangan tubuh tinggi yang berotot sedang itu begitu seksi terlihat dari cermin besar di depan Dinar. Membuatnya terpesona seketika. “Jangan pernah menghindar dariku, Sayang. Karena itu akan percuma.” kecupan-kecupan kecil mulai ia lancarkan di belakang leher Dinar yang terbuka karena rambutnya diikat ke atas. Sensasi dingin dari sentuhan bibir itu membuat Dinar melenguh karena geli. Tangan Dirham menarik resleting panjang gaun pengantin yang masih belum dibuka. Dinar
Jehan menatap wajah pria yang sekarang meringis kesakitan di depannya. Tangannya masih menarik rambut pria itu ke belakang hingga kepalanya mendongak ke atas.“Jawab aku, si*l!” tangan Jehan mencengkeram rahang pria yang diketahui bernama Jecky itu. Sudah satu bulan selalu diselidiki dan satu Minggu ini berhasil dikenal pasti, baru tadi sore ia diikuti dan diseret oleh orang-orang kepercayaan Dirham, dipimpin langsung oleh Jehan.“I-iya, le-paskan aku dulu! Aku tidak ada masalah dengan mu!” pria itu terbata-bata meminta untuk dilepaskan.“Kau kenal Fathia atau tidak? Jawab aku!” suara Jehan menggelegar, membuat nyali Jecky ciut.“Tidak, aku tidak kenal.” tapi ia menolak untuk men“Jadi benar, kau lelaki brengsek yang sudah menyakiti dia?”“Ti-tidak seperti itu, aku tidak tahu dia siapa!”Jecky tetap bersikeras tidak mengaku.“Bangsat! Masih mau
Suara nyanyian burung kenari dan debur ombak berselang-seling membangunkan tidur pulas Dirham. Pria itu membuka matanya dan melihat jam di ponsel, sudah jam 5 pagi. Ia bangun dan menatap pada wajah ayu wanita yang masih tertidur pulas di atas lengannya. Dirham bangun dari tempat tidur dan mengalihkan kepala sang istri. Ia melangkah menuju ke kamar mandi. Membersihkan diri sebentar dan menunaikan kewajibannya. Lima belas menit berlalu tapi tidak ada tanda-tanda Dinar akan bangun, pasti wanita cantik itu kelelahan melayani keinginan suaminya yang tidak pernah jemu. Dinar baru dibiarkan tidur hampir jam 1 pagi.“Eungh …” Dinar menggeliat ketika merasakan tidurnya terganggu. Kantuknya tidak dapat lagi dinegosiasi, suaminya yang perkasa membuatnya hampir tidak bisa berdiri tadi dini hari, hingga ke kamar mandi harus digendong.Melihat istrinya tidur dengan mulut terbuka, membuat Dirham tertawa.'Kenapalah kamu itu sangat m
Mature contentDinar mencoba mengimbangi permainan lidah nakal sang suami, dan seperti selalu, Dirham selalu tidak bisa ditebak arah permainannya.“Mas, engh …” satu lenguhan keluar dari bibir mungil sang istri tatkala bibir Dirham mulai turun menjelajahi leher putih dan menyesap serta melumat dengan sesapan-sesapan kecil dan panas meninggalkan beberapa jejak kemerahan si sana. Jemari tangan Dinar meremas rambut Dirham menyalurkan hasratnya yang mulai bangkit.Dirham membawa istrinya ke atas tempat tidur dan menjatuhkannya, ia merasa celananya sesak karena miliknya mengeras sejak mereka turun dari mobil tadi. Membayangkan Dinar yang mendesis nikmat di bawah tubuhnya saja membuat pria itu langsung bergairah.Dirham membuka blouse istrinya, sementara Dinar memberi akses pada sang suami untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Ia juga menarik keluar baju pria yang menjadi tempat ia mencurahkan segal
“Mas! Anak-anak dengar tuh.” Dinar mencubit pinggang suaminya.“Dengar apa itu, Bunda?” Ruby memang kritis pemikirannya, selalu ingin tahu apapun yang didengar oleh telinganya.“Tidak ada apa, Sayang. Ruby nanti kalau bobo sama Oma dan Opa jangan rewel tau.” Dinar berpesan pada putrinya.“Kakak kan udah gede, pesen itu buat adik kali, Bunda.” Dirham tertawa mendengar kalimat pedas dari putrinya, ngikut siapalah itu, pedas kalau ngomong.“Adik uga udah pintal kok, pipis malam aja udah kaga pelnah.” Abizaair tidak mau ketinggalan.“Jelas dong, Adik udah mau 4 tahun, mana boleh pipis malem. Kasihan yang bobo sama adik kalau kena pipisnya.”Ujar Dirham pula, ia membawa mobil dalam kecepatan sedang.“Papa pelnah pipis malam-malam?” pertanyaan dari sang putra membuat Dinar terbatuk-batuk.“Pernah dong, tanya sama Bunda tuh. S
Dirham menatap istrinya, ia merasa heran mendengar ucapan dari gadis di depannya itu.“Sada, maksudnya apa? Kami tulus lho membantu kalian.” Dinar meminta Sada untuk menjelaskan penolakannya tadi.“Loli, ajak adik-adik ini bermain dengan Ruby.” Dinar memanggil Loli.“Iya, Bu. Ayo adik. Ada temannya di sana.” Loli datang dan memanggil adik-adik Sada untuk menuju ke halaman samping.“Pergilah, nanti Mbak panggil kalau mau pulang.” Baim dan Zahra mengangguk dan mengikuti langkah Loli.“Begini, Pak. Saya tidak enak kalau harus menerima kebaikan bapak dan ibu cuma-cuma.” Dinar tersenyum, ia mengerti apa maksud dari Sada. Ia masih ingat dulu Sada tidak pernah mau menerima uang secara cuma-cuma, ia harus bekerja sebelum menerima uang dari orang lain.“Tapi ini kan beasiswa. Namanya beasiswa pasti tanpa syarat. Kecuali beasiswa prestasi.&r
“Mbak Dinar!” Dinar langsung berdiri dan memeluk gadis itu dengan mata berbinar, gadis yang ingin ditemui ternyata sekarang ada di depannya. Sada membalas memeluknya.“Kamu kerja di sini?” Dirham bertanya pada Sada, gadis yang dulu pernah menjadi orang kepercayaannya untuk mengantar dan menjemput Dinar waktu mereka belum menikah.“Iya, Pak. Saya kerja di sini? Bapak sekeluarga liburan?”“Ayo, duduk. Kita bisa cerita-cerita. Adik-adik kamu pasti sudah besar sekarang.”Dinar menyentuh lengan Sada.Gadis itu tersenyum tapi menggelengkan kepalanya.“Saya masih kerja, Mbak. Mana bisa duduk-duduk di sini. Adik saya sudah sekolah, kelas 6 SD sama kelas 4.”“Kamu tidak narik ojol lagi?” Dirham bertanya sambil mengambil sebotol air mineral di atas meja. Dibuka tutupnya dan diberikan pada sang istri.“Sore jam 4 setelah pul
“Sayang, Sorry Papa sama bunda ketiduran tadi. Sekarang ajak adik tunggu di depan, ya?”Dirham mengusap kepala putrinya. Ruby mengangguk dengan cepat. Ia memanggil sang adik sesuai pesan papanya.Sementara Dirham kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Dinar baru saja selesai memakai selendang pashmina kegemarannya. Ia menyembur parfum lalu mengoles bibirnya dengan lipstik berwarna nude.Pelukan hangat Dirham dari belakang membuatnya sedikit menoleh.Dirham mendekap erat tubuh ramping istrinya, wangian aroma yang selalu segar pada penciumannya ia hirup dalam-dalam.“Jangan cantik-cantik, nanti ada yang naksir.”“Ruby bilang apa?”Dinar mengusap lengan sang suami yang melingkari perutnya.“Minta jalan-jalan ke pantai. Kita gerak sekarang. Kasihan anak-anak, ngambek katanya nungguin kita lama dari tadi.”“Papanya sih suka lama-lam
Mature content “Sayang, sabar.” Dinar mengacuhkan kalimat suaminya, entah kenapa sejak ia masuk ke dalam kamar, hasrat seksualnya naik tiba-tiba. “Mas, aku tidak bisa sabar lagi.” Dinar langsung menyerang Dirham dengan ciuman-ciuman panas, Pria itu bergerak mundur dan masuk dalam kotak kaca, ia membalas setiap lumatan dan sesapan bibir istrinya. Tangannya menahan tengkuk Dinar agar ciuman panas dan dalam mereka tidak terlepas. Bagian bawah tubuh Dirham sudah berdiri mengeras di dalam celana chino-nya. Begitu juga Dinar ia merasakan denyutan yang semakin menggila di bawah sana. Ia merapatkan kedua kakinya menahan rasa juga keinginan. Pria itu menarik dress istrinya lalu dilepaskan menyisakan penutup bagian dalam saja semakin membuat hasrat Dirham bergelora menatap tubuh indah yang tidak berubah dari awal mereka bersama, Dinar juga tidak tinggal diam, ia menarik turun celana sang suami, matanya membulat saat tangannya meremas sesuatu yang sudah menge
“Iya, ini Ruby. Yang saya kandung waktu masih di sini dulu, Mak. Ini Abizaair adik dia. Ini Loli pengasuh mereka. Ayo sayang, Salim sama Nek Marni.” Mak Marni manggut-manggut dengan mata berkaca-kaca. Terharu ternyata masih diberi kesempatan bertemu dengan majikannya yang baik seperti Dinar dan Dirham.“Saya kaget waktu Masnya menghubungi saya, untuk membantu membersihkan rumah ini.”“Ini semua juga buat saya kaget, Mak. Suami saya selalu memberi kejutan.” matanya memandang pada Dirham yang membaringkan Ruby di atas sofa.“Nak Loli, mari saya tunjukkan kamar untuk tidurkan nak Abizaair.” Mak Marni membawa Loli ke kamar yang memang disediakan khusus untuknya dan anak-anak.“Mas, sebaiknya Ruby juga dipindahkan sekali, lagian mereka juga sudah makan tadi di bandara, biarkan mereka istirahat dulu.”“Iya, aku juga ngantuk. Padahal baru jam 1 siang.”
Mendengar kalimat dari staf itu membuat wajah Rosy pucat seketika. Jadi pria yang begitu mempesona dan sesuai dengan impiannya adalah pemilik Cafe tempatnya bekerja. Istrinya juga berada di sini dan terlihat sangat saling mencintai. Ada rasa malu terselip dalam hatinya tapi rasa terpesonanya masih menguasai perasaannya. Pria yang sangat luar biasa, sudah tampan mempesona dengan postur tubuh sempurna kaya rasa dan romantis. Wanita mana saja pasti akan bertekuk lutut di depannya. Sungguh beruntung wanita yang sudah berhasil menjadi istrinya.“Kamu staf baru ya, tidak tahu kalau itu adalah owner Cafe, itu bos kita. Istrinya sangat baik, ramah dengan siapa saja.” tambah pekerja itu memuji istri bosnya. Sejak bekerja di sini, ia baru tiga kali bertemu dengan istri bos, Dinar tidak segan-segan memberi contoh jika staf baru tidak tahu cara mengerjakan tugasnya.“Mm, i-iya. Gue staf baru.”“O, pantas saja tidak ken