“Untuk apa aku cemburu?” Dinar menepuk-nepuk punggung Ruby, saat putrinya itu bergerak-gerak dan sedikit merengek.
“Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Nana, itu yang perlu kamu tahu.” Dinar tidak menyahut. Tidak mudah untuk dia percaya begitu saja.‘Tidak ada hubungan? Mustahil bisa lupa begitu saja. Dulu, waktu aku sentuh dikit soal Nana langsung marah, dan untuk percaya langsung dengan ucapan Dirham, tidak akan aku lakukan, aku belum siap sakit hati.’
Mobil meluncur dengan kecepatan sedang membelah jalanan senja yang makin memerah, kebisuan kembali menyelimuti mereka. Meskipun awalnya menolak untuk membantu Dirham membawa Ruby pulang, tapi tetap saja dia akur dengan kemauan sang pria itu. Entah apa yang akan ia jawab nanti saat ketemu mertuanya.
Halaman luas itu terlihat sepi, Dirham keluar dari mobilnya, Ruby yang masih tertidur pulas sudah diambil alih dan diangkat secara horisontal.
Mata Dinar berkaca-kaca meDegup jantung Dinar semakin laju saat Dirham menariknya dalam dekapan, bahkan dia juga bisa mendengar detak jantung pria itu, entah karena sempat emosi dengannya tadi atau karena grogi berada di dekatnya.Eh, tapi tidak mungkin pria sekelas Dirham sampai grogi sama dia.“Aku mau pulang.” Dirham memejamkan matanya, bukan itu yang mau didengarnya, ternyata tidak mudah membuat istrinya percaya lagi padanya.Tapi Dirham akur. Dia akan sedikit bersabar kali ini. Mungkin Dinar masih butuh bukti kesungguhan dan keikhlasannya.“Aku antar.” tangan Dinar dituntun untuk masuk ke dalam mobil.Mereka melanjutkan perjalanan.Mata Dirham tidak berhenti melirik ke arah Dinar, dia rindu dengan raut wajah polos itu, dia rindu dengan apa saja yang ada pada diri gadis di sampingnya, ada kesempatan sedikit saja dia akan terus menatap wajah ayu yang selalu membuatnya tidak bisa tidur, apa
“Kembali? Aku takut terluka lagi, kau tahu, Am? Dulu waktu pertama kenal denganmu, aku percaya kamu tulus mendekatiku, tapi siapa sangka, kalau aku hanya alat untukmu membalas dendam. Aku nekad pergi, meskipun masa depanku telah kau hancurkan, aku menjauhimu, mencoba melupakan dan memaafkanmu, tapi seolah takdir terus menginginkan kita bertemu lagi, aku mengandung, aku putus asa, hampir saja aku membuangnya dulu. Tapi aku segera sadar, dia juga ingin lahir ke dunia, sangat tidak adil kalau aku membencinya. Yang kutanamkan dalam hati adalah kebencianku padamu. Tapi sekali lagi kita dipertemukan, menjalani hari bersamamu membuat aku merasa dilindungi. Aku tidak pernah berniat menjual putriku, aku saat itu sangat bingung, amanah yang diberikan ayah sebelum meninggal adalah menjaga Arfa dan ibu, tapi lihat apa yang kuberikan pada ibu, aku membuatnya menangis, membuat beliau kecewa, bahkan aku mencoreng arang di mukanya, mencoreng nama baik ayah yang sudah tiada, a
Diki seorang pemuda berumur 25 tahun, dulunya diminta Bu Tika untuk membantunya menyiapkan pesanan dan mengantar nasi bungkus tapi tidak mau, itu bukan cita-citanya, tidak level kerja begituan, dia dulu bercita-cita sebagai agen rahasia di kepolisian, tapi tidak tercapai. Malah bekerja sebagai orang bayaran Dirham yang harus siap ditugaskan kapan saja dan apa saja, memang itu kontrak kerjanya.Pemuda itu tersenyum pahit ketika Dirham menyuruhnya mengantar nasi bungkus, menggantikan kerja Dinar. Ia akur dengan perintah bos-nya, tidak mau sampai kontrak kerjanya dibacakan lagi. Diki menyalakan api rokok menunggu di depan rumah kos Dinar. Sementara Dirham masuk lagi ke dalam rumah untuk membersihkan diri.Dinar yang sudah menyiapkan motor Bu Tika di depan rumah, jadi terbengong-bengong melihat Diki yang membawa sekeranjang nasi bungkus. Diangkut dan ditata di atas motornya. Dinar cuma kenal Diki sebagai keponakan Ibu kost, bahkan jarang bertemu, ia merasa heran deng
(Untuk?)“Tidak usah banyak tanya, ada hal penting yang perlu gue urus di sana.”(Oke, nanti aku hubungi Murni di biro perjalanan)“Ambil penerbangan pagi, kita cuma sehari di sana. Hanya besok saja.” Dirham berkata dengan tegas.(Iya, beres!) Panggilan diakhiri.Awalnya, pria itu mau turun untuk mengajak Dinar keluar lunch bareng. Dia baru kemarin pulang dari Thailand, belum sempat ngobrol atau bertemu langsung dengan wanita pujaannya. Malah disuguhi dengan laporan kedekatan Dinar dengan Rendi. Dan hari ini melihat secara langsung kebenaran berita itu. Membuatnya emosi dan marah. Ya. Ia merasa cemburu.Dirham pun langsung keluar dan menuju tempat parkir, dia akan pulang untuk makan siang di rumah. Menemui putrinya. Mobil Dirham meluncur keluar dari kawasan hotel mewah itu. Pikirannya dipenuhi dengan bayangan Dinar yang tersenyum pada Rendi. Apa mungkin Dinar tidak mencintainya sama sekali, bahka
“Lepas! Sakit!”Dinar mencoba melepaskan pergelangan tangannya dari cekalan tangan Dirham.“Kau pikir hatiku tidak sakit melihat mu berduaan dengan lelaki itu? Ada hubungan apa dengannya?”Dirham melepaskan tangan istrinya.“Rendi, maksudmu?”“Entah siapa nama dia, mana mungkin aku kenal satu-satu pegawai rendahan macam dia.” Dinar mengetapkan gigi. Ia menatap tajam wajah pria di depannya.Kesal dengan kesombongan Dirham.“Aku tidak ada hubungan apapun dengan dia, dia kan manager bagian di sini.”“Tapi tidak seharusnya kamu makan berduaan sama dia, Di!”“Bukan berduaan, banyak kok yang ada di rest room itu.”“Aku tadi lihat dengan mata kepalaku! Kalian di sana berdua.”“Tapi tidak seperti yang kau lihat. Aku makan, terus dia datang. Masa iya, aku harus usir dia, itu kan tempa
“Di, pandang Ruby, nggak kasihan sama dia, tega membiarkan ia terbangun karena aku harus nyetir?” Dinar menatap putrinya yang tertidur sangat pulas, tidak tega pula harus membangunkannya. “Tapi, Mama.. ” masih saja Dinar ragu. “Mama bahkan sangat merindukanmu, Sayang.” mulai, panggilan sayang dari Dirham, mulai membuatnya tidak tenang. “Baiklah, tapi nanti, antar aku pulang ke kost.” “Kita lihat nanti. Sekarang cuci muka dulu gih, biar fresh.” Dinar mengangguk, tidak ada gunanya membantah keinginan Dirham. Dinar masuk ke dalam toilet luas itu, mencuci mukanya, menghilangkan rasa ngantuk yang aslinya sudah hilang karena panggilan sayang tadi, hatinya mulai suka dengan perhatian dan perlakuan Dirham padanya. ‘Kenapa kau terlalu mudah berubah, hati?’ Wajahnya kembali dibasahi, apa mungkin ini saatnya. Apa dia sudah bisa menerima kehadiran Dirham kembali, begitu mudahnya tanpa perj
Dinar mengangkat wajah dan menatap Juliana, sementara Juliana memandang Ruby dan Nicko yang sedang bermain dengan asiknya di teras belakang.Model berpostur tinggi itu lalu memegang lengan Dinar dan mengajaknya duduk di gazebo taman.“Tapi Am sangat mencintaimu.” Dinar ternyata belum bisa mempercayai pengakuan cinta Dirham sebelum ini. Juliana tersenyum.“Itu dulu, Di. Awalnya aku memang ingin kembali padanya, membuat ia bahagia seperti dulu saat masih bersama, tapi setelah kepergian mu, Am baru menyadari kalau kamu yang sebenarnya diinginkan, cintanya padamu lebih besar. Dan terbukti, kepergian mu selama hampir 2 tahun, tidak membuatnya menerima perempuan lain. Ia setia menunggumu, Di.”Dinar menunduk mendengar kalimat panjang model cantik itu.“Lihatlah, ia bahkan tidak akan betah keluar kota kalau kamu sudah kembali padanya, buktikan ucapan ku nanti.” Dinar tersenyum, ponsel yang ada di sampingnya
Dinar masih mengucek matanya, usapan lembut dan suara itu sangat tidak asing, tapi itu bukan tangan Dirham atau ibu mertuanya, mata Dinar membulat, masih tidak percaya dengan apa yang dilihat. Tapi senyum dan suara itu tidak pernah hilang dari ingatan sampai kapan pun. Ibunya ada di depannya sekarang, tengah duduk di sampingnya, di atas tempat tidur yang sama. Menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Ibuk? Apa aku mimpi? Aku benar-benar kangen Ibuk, tidur saja sampai lihat Ibuk.” Dinar langsung duduk. Air matanya jatuh, ia merindukan ibunya yang jauh di sana. “Ndak mimpi, Nduk. Ini memang Ibuk.” Kinanti mengusap pipi putrinya. Air matanya jatuh melihat kondisi Dinar yang terlihat kurus. ‘Pasti kamu banyak menderita, Nduk.’ jerit hati Kinanti. “Ini bener Ibuk?” Kinanti mengangguk dan tersenyum. “Ibuk! maafkan Dinar, Buk. Ampuni Dinar.” tubuh ibunya langsung didekap erat setelah ia yakin itu
Suara nyanyian burung kenari dan debur ombak berselang-seling membangunkan tidur pulas Dirham. Pria itu membuka matanya dan melihat jam di ponsel, sudah jam 5 pagi. Ia bangun dan menatap pada wajah ayu wanita yang masih tertidur pulas di atas lengannya. Dirham bangun dari tempat tidur dan mengalihkan kepala sang istri. Ia melangkah menuju ke kamar mandi. Membersihkan diri sebentar dan menunaikan kewajibannya. Lima belas menit berlalu tapi tidak ada tanda-tanda Dinar akan bangun, pasti wanita cantik itu kelelahan melayani keinginan suaminya yang tidak pernah jemu. Dinar baru dibiarkan tidur hampir jam 1 pagi.“Eungh …” Dinar menggeliat ketika merasakan tidurnya terganggu. Kantuknya tidak dapat lagi dinegosiasi, suaminya yang perkasa membuatnya hampir tidak bisa berdiri tadi dini hari, hingga ke kamar mandi harus digendong.Melihat istrinya tidur dengan mulut terbuka, membuat Dirham tertawa.'Kenapalah kamu itu sangat m
Mature contentDinar mencoba mengimbangi permainan lidah nakal sang suami, dan seperti selalu, Dirham selalu tidak bisa ditebak arah permainannya.“Mas, engh …” satu lenguhan keluar dari bibir mungil sang istri tatkala bibir Dirham mulai turun menjelajahi leher putih dan menyesap serta melumat dengan sesapan-sesapan kecil dan panas meninggalkan beberapa jejak kemerahan si sana. Jemari tangan Dinar meremas rambut Dirham menyalurkan hasratnya yang mulai bangkit.Dirham membawa istrinya ke atas tempat tidur dan menjatuhkannya, ia merasa celananya sesak karena miliknya mengeras sejak mereka turun dari mobil tadi. Membayangkan Dinar yang mendesis nikmat di bawah tubuhnya saja membuat pria itu langsung bergairah.Dirham membuka blouse istrinya, sementara Dinar memberi akses pada sang suami untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Ia juga menarik keluar baju pria yang menjadi tempat ia mencurahkan segal
“Mas! Anak-anak dengar tuh.” Dinar mencubit pinggang suaminya.“Dengar apa itu, Bunda?” Ruby memang kritis pemikirannya, selalu ingin tahu apapun yang didengar oleh telinganya.“Tidak ada apa, Sayang. Ruby nanti kalau bobo sama Oma dan Opa jangan rewel tau.” Dinar berpesan pada putrinya.“Kakak kan udah gede, pesen itu buat adik kali, Bunda.” Dirham tertawa mendengar kalimat pedas dari putrinya, ngikut siapalah itu, pedas kalau ngomong.“Adik uga udah pintal kok, pipis malam aja udah kaga pelnah.” Abizaair tidak mau ketinggalan.“Jelas dong, Adik udah mau 4 tahun, mana boleh pipis malem. Kasihan yang bobo sama adik kalau kena pipisnya.”Ujar Dirham pula, ia membawa mobil dalam kecepatan sedang.“Papa pelnah pipis malam-malam?” pertanyaan dari sang putra membuat Dinar terbatuk-batuk.“Pernah dong, tanya sama Bunda tuh. S
Dirham menatap istrinya, ia merasa heran mendengar ucapan dari gadis di depannya itu.“Sada, maksudnya apa? Kami tulus lho membantu kalian.” Dinar meminta Sada untuk menjelaskan penolakannya tadi.“Loli, ajak adik-adik ini bermain dengan Ruby.” Dinar memanggil Loli.“Iya, Bu. Ayo adik. Ada temannya di sana.” Loli datang dan memanggil adik-adik Sada untuk menuju ke halaman samping.“Pergilah, nanti Mbak panggil kalau mau pulang.” Baim dan Zahra mengangguk dan mengikuti langkah Loli.“Begini, Pak. Saya tidak enak kalau harus menerima kebaikan bapak dan ibu cuma-cuma.” Dinar tersenyum, ia mengerti apa maksud dari Sada. Ia masih ingat dulu Sada tidak pernah mau menerima uang secara cuma-cuma, ia harus bekerja sebelum menerima uang dari orang lain.“Tapi ini kan beasiswa. Namanya beasiswa pasti tanpa syarat. Kecuali beasiswa prestasi.&r
“Mbak Dinar!” Dinar langsung berdiri dan memeluk gadis itu dengan mata berbinar, gadis yang ingin ditemui ternyata sekarang ada di depannya. Sada membalas memeluknya.“Kamu kerja di sini?” Dirham bertanya pada Sada, gadis yang dulu pernah menjadi orang kepercayaannya untuk mengantar dan menjemput Dinar waktu mereka belum menikah.“Iya, Pak. Saya kerja di sini? Bapak sekeluarga liburan?”“Ayo, duduk. Kita bisa cerita-cerita. Adik-adik kamu pasti sudah besar sekarang.”Dinar menyentuh lengan Sada.Gadis itu tersenyum tapi menggelengkan kepalanya.“Saya masih kerja, Mbak. Mana bisa duduk-duduk di sini. Adik saya sudah sekolah, kelas 6 SD sama kelas 4.”“Kamu tidak narik ojol lagi?” Dirham bertanya sambil mengambil sebotol air mineral di atas meja. Dibuka tutupnya dan diberikan pada sang istri.“Sore jam 4 setelah pul
“Sayang, Sorry Papa sama bunda ketiduran tadi. Sekarang ajak adik tunggu di depan, ya?”Dirham mengusap kepala putrinya. Ruby mengangguk dengan cepat. Ia memanggil sang adik sesuai pesan papanya.Sementara Dirham kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Dinar baru saja selesai memakai selendang pashmina kegemarannya. Ia menyembur parfum lalu mengoles bibirnya dengan lipstik berwarna nude.Pelukan hangat Dirham dari belakang membuatnya sedikit menoleh.Dirham mendekap erat tubuh ramping istrinya, wangian aroma yang selalu segar pada penciumannya ia hirup dalam-dalam.“Jangan cantik-cantik, nanti ada yang naksir.”“Ruby bilang apa?”Dinar mengusap lengan sang suami yang melingkari perutnya.“Minta jalan-jalan ke pantai. Kita gerak sekarang. Kasihan anak-anak, ngambek katanya nungguin kita lama dari tadi.”“Papanya sih suka lama-lam
Mature content “Sayang, sabar.” Dinar mengacuhkan kalimat suaminya, entah kenapa sejak ia masuk ke dalam kamar, hasrat seksualnya naik tiba-tiba. “Mas, aku tidak bisa sabar lagi.” Dinar langsung menyerang Dirham dengan ciuman-ciuman panas, Pria itu bergerak mundur dan masuk dalam kotak kaca, ia membalas setiap lumatan dan sesapan bibir istrinya. Tangannya menahan tengkuk Dinar agar ciuman panas dan dalam mereka tidak terlepas. Bagian bawah tubuh Dirham sudah berdiri mengeras di dalam celana chino-nya. Begitu juga Dinar ia merasakan denyutan yang semakin menggila di bawah sana. Ia merapatkan kedua kakinya menahan rasa juga keinginan. Pria itu menarik dress istrinya lalu dilepaskan menyisakan penutup bagian dalam saja semakin membuat hasrat Dirham bergelora menatap tubuh indah yang tidak berubah dari awal mereka bersama, Dinar juga tidak tinggal diam, ia menarik turun celana sang suami, matanya membulat saat tangannya meremas sesuatu yang sudah menge
“Iya, ini Ruby. Yang saya kandung waktu masih di sini dulu, Mak. Ini Abizaair adik dia. Ini Loli pengasuh mereka. Ayo sayang, Salim sama Nek Marni.” Mak Marni manggut-manggut dengan mata berkaca-kaca. Terharu ternyata masih diberi kesempatan bertemu dengan majikannya yang baik seperti Dinar dan Dirham.“Saya kaget waktu Masnya menghubungi saya, untuk membantu membersihkan rumah ini.”“Ini semua juga buat saya kaget, Mak. Suami saya selalu memberi kejutan.” matanya memandang pada Dirham yang membaringkan Ruby di atas sofa.“Nak Loli, mari saya tunjukkan kamar untuk tidurkan nak Abizaair.” Mak Marni membawa Loli ke kamar yang memang disediakan khusus untuknya dan anak-anak.“Mas, sebaiknya Ruby juga dipindahkan sekali, lagian mereka juga sudah makan tadi di bandara, biarkan mereka istirahat dulu.”“Iya, aku juga ngantuk. Padahal baru jam 1 siang.”
Mendengar kalimat dari staf itu membuat wajah Rosy pucat seketika. Jadi pria yang begitu mempesona dan sesuai dengan impiannya adalah pemilik Cafe tempatnya bekerja. Istrinya juga berada di sini dan terlihat sangat saling mencintai. Ada rasa malu terselip dalam hatinya tapi rasa terpesonanya masih menguasai perasaannya. Pria yang sangat luar biasa, sudah tampan mempesona dengan postur tubuh sempurna kaya rasa dan romantis. Wanita mana saja pasti akan bertekuk lutut di depannya. Sungguh beruntung wanita yang sudah berhasil menjadi istrinya.“Kamu staf baru ya, tidak tahu kalau itu adalah owner Cafe, itu bos kita. Istrinya sangat baik, ramah dengan siapa saja.” tambah pekerja itu memuji istri bosnya. Sejak bekerja di sini, ia baru tiga kali bertemu dengan istri bos, Dinar tidak segan-segan memberi contoh jika staf baru tidak tahu cara mengerjakan tugasnya.“Mm, i-iya. Gue staf baru.”“O, pantas saja tidak ken