Delia lantas masuk ke kamar untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian. Ia menatap wajah dirinya di kaca, gadis itu tersenyum karena mahkota bunga masih berada di kepalanya. Ia membayangkan menjadi seorang putri kecil yang cantik. Lalu menari-nari di kamar memutari setiap sudut ruangan.
“Bruk!.”
Dirinya terjatuh karena lantai begitu licin, Delia pun tartawa dengan tingkahnya sendiri. Lalu ia beranjak berdiri dan merebahkan badan nya di atas kasur. Sambil menatap langit-langit atap kamar, petualangan tadi pagi membuat ia begitu lelah mata nya tak bisa tertahankan lagi. Delia terkantuk-kantuk akhirnya tak sadar mulai terlelap. Ibu Delia yang membawa makanan hanya geleng-geleng kepala melihat putri kecilnya tertidur, ia lantas pergi sembari menutup pintu.
Hari semakin sore awan di langit tampak hitam dan suara gemuruh mulai terdengar sontak membuat Delia terbangun. Ia sangat murung karena hujan mulai turun, delia menatap langit lewat jendela kayu ia bergumam “hari ini tak bisa melihat senja.” dengan tatapan yang sendu. Tiba-tiba suara petir terdengar keras gadis itu sangat terkejut dan bergegas menutup korden.
Delia membuka pintu kamar lantas melangkah menatap setiap ruangan begitu gelap, ia mencoba menyalakan lampu namun tak bisa menyala. Delia sangat ketakutan ia phobia gelap karena suatu kejadian di masa kecilnya yang membuat ia trauma hingga saat ini.
***
Flashback
Waktu itu Delia berumur 5 tahun ia sedang bermain sendiri di kamar. Ibunya memanggil tuk mengajak Delia pergi. Namun Delia tak menghiraukan ibunya, lantas melakukan permainan petak umpet sembari bersembunyi di dalam lemari. Dan ibunya yang tak melihat keberadaan Delia menganggap ia sedang bermain ke luar rumah. Delia pun tertawa kecil karena sang Ibu tak bisa menemukannya. Lalu mulai membuka pintu lemari tapi begitu keras ia berusaha mendorong dengan tangan mungil nya namun tak bisa juga. Lantas gadis kecil itu berteriak dengan keras meminta tolong tetapi semua orang sedang pergi. Di dalam lemari yang begitu gelap membuat Delia membayangkan ada monster yang mengerikan ia sangat takut dan akhirnya gadis kecil itu pingsan tak sadarkan diri.
Beberapa menit kemudian Ibunya pulang dan ia menyadari Delia tak keluar dari rumah karena sandal Delia masih ada di depan. Lantas ibunya mengecek kembali ke kamar Delia, dan melihat ke beberapa sudut kamar. Mainan Delia berserakan di lantai ibunya pun langsung merapihkan dan menaruhnya dalam kardus. Ia mencari Delia namun tak bisa menemukan nya di manapun. Sampai mata ibu langsung tertuju pada lemari,ada baju Delia yang terhimpit di celah pintu. Ibunya bergegas membuka pintu lemari dan betapa terkejutnya ia melihat Delia yang pingsan. Delia lantas di peluk sang Ibu dan Gadis itu sontak tersadar ia pun menangis. Delia jera dan tak akan melakukannya lagi.
***
“Arkhhh…!arkhh…!.”
Delia berteriak penuh ketakutan orang tua yang mendengarnya pun lantas menghapiri Delia.
"Maafkan Ibu sama Ayah ya nak! Delia jangan nangis lagi ya? cup cup cup!" Ucap Ibunya sambil mengusap air mata Delia.
Mereka meminta maaf karena tak langsung menemui putri kecilnya. Orang tua nya yang sedari tadi di dapur tak menyadari jika Delia sudah terbangun. Karena hujan begitu lebat membuat beberapa pohon di jalan tumbang dan menimpa kabel listrik. Hal ini membuat konsleting guna perbaikan dilakukan lah pemadaman serentak. Delia pun langsung di peluk ke dua orang tuanya agar ia bisa lebih tenang.
Delia merupakan anak tunggal yang membuat ia sangat di sayang ke dua orang tuanya. Ayahnya bekerja menjadi dosen seni di sebuah universitas, ia menurunkan bakatnya pada Delia. Sedangkan ibunya berjualan bunga di toko kecil dekat mall, ibunya yang modis dan sangat suka merangkai bunga begitu pun dengan Delia.
Di sisi lain ada keributan besar dari sebuah keluarga kecil. Suami istri itu bertengkar hebat karena beberapa masalah. Di lorong gelap terdapat dua anak kecil yang termenung. kaka itu menatap Adiknya dengan lembut, menutupi telinga sang adik kecil menggunakan ke dua tangan. Ia berusaha menenangkan agar tak menangis.
“Kaka kenapa Papa selalu marah!” Ucap polos Adik kecil di sampingnya.
“Papa hanya capek dia kelelahan bekerja,” seru kaka nya sembari menutup kedua telinga sang adik.
Kaka laki-laki itu adalah Damar keluarganya mengalami kebangkrutan yang membuat ke dua orang tuanya selalu berselisih paham. Anak laki-laki malang itu dituntut dewasa oleh keadaan.
“Prang.”
Suara keras piring jatuh membuat serpihan kaca dimana-mana Papa Damar tersulut emosi lantas melempar barang apapun di depan nya.
“Aku butuh uang,!” ucap Papa Damar penuh emosi.
"Kenapa kamu mengahabiskan semua uang untuk berjudi! bagaimana kita membayar hutang ke renternir!” Seru Mama Damar.
Mama Damar begitu pusing ia tak sanggup menghadapi suaminya yang selalu marah-marah karna kelakuan nya sendiri. Mama Damar tak menyangka dengan sosok laki-laki di depannya, sangat berbeda seperti tak mengenali nya lagi. Mama Damar sangat kecewa dulu laki-laki itu sosok yang penyayang dan bertanggung jawab. Semenjak kalah berjudi yang menguras semua harta nya lantas bangkrut. Papa Damar mulai hutang di manapun untuk menutupi kerugian. Karna tak ada suntikan modal membuat usaha yang dirintis sejak dulu harus tumbang. Kini papa damar tak memiliki pemasukan karna ia tidak bekerja. Apalagi perjudian sudah terlanjur mengikat Papa Damar yang hilang arah ia menjadi sosok egois dan arogan.
Damar yang setiap hari melihat perselisihan keluarganya membuat ia tak memikirkan perasaan dalam hatinya yang juga ingin menangis, tapi terhenti karena tatapan polos Adik kecil di hadapannya yang tersenyum. Ia pun mengelus lembut rambut panjang Adiknya dan memeluk begitu erat. Air matanya jatuh tak bisa tertahan dia menangis di keheningan. Ke dua sahabat itu mengalami malam yang sama tapi dengan suasana yang berbeda.
***
Keesokan harinya
Di dalam sebuah kelas Bu Guru mengumumkan bahwa akan diadakan lomba puisi dan pemenangnya bisa mendapatkan beberapa hadiah. Delia yang begitu tertarik sontak menatap Damar sambil berbisik.
“Aku ingin ikut bagaimana dengan mu?” Ucap Delia.
Damar lantas mengangguk dan memberikan satu jempol tangan nya untuk memberikan semangat.
"Ayo kita mengikuti lomba puisi!” Ucap Delia penuh semangat.
“Kamu saja Delia!” Sahut Damar.
Delia mengajak Damar untuk mengikuti lomba ini, tetapi Damar masih ingin mempertimbangkannya. Karena ia tak punya uang untuk membayar pendaftaran, keluarganya sedang di masa sulit. Ia tak tega meminta uang pada Mamahnya. Sepulang sekolah mereka berniat bertemu di bukit tepi laut untuk membuat puisi bersama. Anak perempuan yang duduk di dekat Delia juga ingin ikut dengan nya dan dua teman Damar yang mendengarkan percakapan itu juga berniat ingin ke bukit. Akhirnya ke lima anak sd ini berniat akan bertemu di bukit tepi Laut. Lantas mereka bersiap-siap untuk pergi ke bukit.
Hari begitu terik sinar matahari menyilaukan pandangan matanya. Dengan mengenakan tas ransel berwarna merah muda gadis itu mengayuh sekuat tenaga sepeda yang di bawanya. Angin menuip menerbangkan rambut panjang yang cantik. Iya tersenyum melihat teman-temannya sudah berkumpul, mereka semua melambaikan tangan dan mengajak gadis itu secepatnya ke bukit.
“Delia!” Teriak keempat anak itu.
“Delia kamu sangat cantik,” ucap Romi menatap wajah Delia.
Delia hanya terdiam dengan perkataan Romi, semua teman-temannya menahan senyum menatap satu sama lain. Namun berbeda dengan Damar ia sedikit kesal dengan perkataan Romi. Akhirnya mereka semua mengayuh sepeda nya masing-masing untuk pergi ke bukit tepi Laut. Jalan yang begitu becek menyulitkan sepeda masuk ke dalam bukit. Maka mereka memarkirkan sepedanya masing-masing di tepi jalan.
Delia pun berlari menuju atas bukit bersama teman sebangkunya yang bernama Ayuna, suara burung bersautan seperti menyambut kedatangan mereka. Udara yang begitu segar membuat siapapun betah di sana. Mereka semua mulai duduk di tanah bukit sambil menatap keindahan Laut. Delia fokus menulis puisi untuk lomba besok, karena dari lima anak itu hanya Delia yang mengikuti lomba. Mereka tidak begitu tertarik dengan lomba itu. Damar langsung menghampiri Delia dan membantunya membuat puisi hal itu membuat Delia sangat senang.
"Damar aku ingin membuat puisi tentang senja!” Ucap Delia menyodorkan secarik kertas.
"Wah itu bagus Delia.!”
Delia fokus merangkai sebuah syair puisi ia sesekali menatap langit, jika saat ini petang pasti akan lebih mudah menggambarkan keindahan senja. Namun tak apa sahabat di samping nya berbaik hati mau membantu nya. Delia terus memandang wajah Damar yang terlalu fokus, Anak laki-laki itu menyadari nya lalu tersenyum.
Ayuna lantas menghampiri Delia mengajak untuk mencari beberapa bunga liar di tepi bukit. Dua Gadis itu mulai merangkai bunga dan menjadikannya sebagai mahkota lalu mereka berKhayal menjadi seorang putri kerajaan, anak laki-laki yang melihat pun keheranan dengan tingkah ke dua Gadis itu. Akhirnya mereka semua bermain diatas bukit hingga menuju petang, Delia yang melihat langit mulai sore sudah tak sabar ingin melihat senja. Kelima anak sd itu terpaku di atas bukit sambil memandang senja mereka penuh takjub warna langit yang tadinya biru seketika berubah oren kekuningan lalu memerah bersamaan tenggelamnya mentari.
Setelah puas melihat senja ke lima anak sd itu bergegas pulang ke rumahnya masing-masing. Sambil mengayuh sepeda dengan penuh cemas hatinya gelisah Damar tak ingin pulang ke rumah. Begitu sampai di muka pintu, benar saja sudah terdengar suara bising pecahan benda yang jatuh. Damar sangat benci dengan suara itu ia menutup kedua telinganya berharap semua itu cepat hilang. Keributan ke dua orang tuanya terdengar jelas dari luar. Tangisan adik kecil membuat ia tak tega, anak malang itu tak hiraukan apapun dan masuk ke dalam rumah. Papa damar yang melihat anaknya seketika marah karena pulang telat.“Kemana saja kamu?” Tanya Papa Damar penuh kemarahan.Damar hanya terdiam dan langsung pergi menemui adiknya Papa Damar pun kesal dengan tingkah laku anaknya ia terus menyalahkan Mama Damar karena tak becus mendidik anak.“Lihat anakmu! tak punya sopan santun!’’ Ucap Papa Damar penuh kesal.&nbs
Dengan menaiki sepeda nya masing-masing ke dua anak itu tak langsung pulang ke rumah. Mereka pergi ke sebuah pasar malam yang baru buka di samping lapangan bola dekat sekolah. Karena baru buka pasar malam ini menggratiskan pengunjung untuk masuk, hal ini menjadi kesempatan emas untuk kedua anak itu. Walau masih siang tempat ini sudah begitu ramai dengan pengunjung yang masuk. Berjajar pedagang kaki lima di depan pasar malam dengan menawarkan berbagai macam daganganya. Setelah masuk sontak mereka berlari dengan penuh kegembiraan melihat segala macam permainan di tempat itu. Seperti biang lala, kora-kora,ombak banyu, rumah hantu dan masih banyak lagi.“Damar lihat aku ingin menaiki semua itu!” Ucap Delia sambil menunjuk semua permainan yang ada di sana.“Kamu ingin naik yang mana Delia yang itu?” Sahut damar menunjuk sebuah permainan biang lala.“Iya Damar seperti sarang burung yang menggantun
Di perjalanan pulang Damar begitu bahagia ia terus tersenyum dan ingin secepatnya sampai ke rumah. Anak itu melihat warna langit yang mulai gelap dan suara hembusan angin yang berderu. Ia mengayuh sepedanya untuk berpacu dengan waktu . Sesekali menelentangkan satu tangan agar bisa meraih rumput di tepi jalan. Dari kejauhan mukanya berseri melihat rumah yang mulai dekat. Dengan berhati-hati damar lantas memarkirkan sepedanya di dekat gerbang.Damar melepas ikatan balon di sepedanya untuk di berikan pada Adik yang paling ia sayang. Baru ingin membuka pintu seketika wajah yang berseri itu hilang, berubah menjadi muram melihat apa yang ada di depannya. Keributan itu tak benar-benar berakhir anak itu menyangka Papanya tak akan pernah pulang ketika terakhir kali ia pergi. Ya itu terakhir kalinya dia melihat sosok Papa yang dulu pernah jadi indolanya.Dengan muka gusar Papa Damar langsung pergi membawa beberapa barang. Damar mencoba menghalan
Mama Damar mulai merapihkan semua dokumen lalu ia pergi untuk mencari pekerjaan, sebenarnya Mama Damar tak tega menitipkan putri kecilnya pada tetangga. Namun karena sebuah tuntutan dan memiliki kewajiban untuk menafkahi ke dua anaknya lantas ia harus mencari pekerjaan. Tetangga nya pun dengan senang hati mau menjaga Gistara. Wanita itu mencari lowongan pekerjaan di manapun tetapi tidak ada satu pun yang mau menerimanya. Apalagi karena Mama Damar yang tak memiliki pengalaman kerja hal ini membuat beberapa tempat tak begitu tertarik. Mama Damar yang begitu letih ia terus berjalan di tepi jalan raya dan akan menyebrang. Namun ia tak begitu fokus ada kendaraan besar yang melaju kencang dari kejauhan, seseorang wanita dari kejauhan mencoba berteriak untuk menyadarkan Mama Damar agar segera menepi. “ Mba awas!” ucap seorang wanita dari kejauhan.Sontak mama Damar langsung tersadar namun kaki nya begitu kaku ia lan
Sesampainya di depan rumah Delia lantas mengendap-endap ia berjalan berjinjit-jinjit agar tak mengeluarkan suara. Di dalam rumah tampak begitu sepi dan bajunya yang basah membuat tetesan air di lantai. “Bruk! Aduh!” Erangan suara gadis kecil itu terdengar lirih mencoba menahan sakit. Genangan air di lantai membuat ia jatuh terpleset. Delia takut jika Ibu atau Ayahnya tau pasti bisa di marahi. Setelah masuk ke dalam rumah gadis itu menelusuri setiap ruangan namun tak ada siapapun di sana. Dari kejauhan matanya menyorot ke depan terlihat Ibunya yang sedang memasak, sontak ia pun sedikit lega dengan hati-hati delia langsung pergi ke kamar mandi, namun tiba-tiba ada suara yang mengagetkannya. “Delia kenapa bajunya basah?” Dengan memegang pundak Delia yang gemetar, Ibunya sontak marah karena Delia sudah membasahi lantai. Delia berusaha berpikir mencari alasan agar Ibunya mau percaya,dengan m
“Tet tet tet!" Suara bel mulai berbunyi semua murid sekolah dasar berkumpul di Lapangan untuk melaksanakan upacara bendera. “Ayo Anak-anak kumpul di Lapangan!” Teriak seorang guru mengingatkan bahwa upacara bendera segera di mulai. “Delia ayo,!” pekik Ayuna mengajak Delia cepat-cepat menuju ke Lapangan. Kedua gadis itu lantas berlari ke barisan paling belakang. Suasana pagi begitu cerah para murid fokus melaksanakan upacara bendera. “Ayuna” Bisik Delia ingin mengatakan sesuatu pada teman dekatnya. “Ssst!” Delia lantas diam dengan mulut mayun ia ingin sekali bercerita pada Ayuna, sungguh saat ini Delia merasa sangat bosan sekali. Tiba-tiba Pak Kepala Sekolah mulai berpidato di Lapangan dan menjelaskan bahwa sebentar lagi akan di laksanakan ujian akhir semester. Maka para murid di beri amanat untuk belajar guna mempersiapkan ujian akhir semest
"Baik Anak-anak semua. Untuk materi di pagi hari ini adalah Matematika Bu Guru yakin kalian semua sudah mempersiapkan dengan sebaik mungkin?" Bu Guru mulai membagikan lembar soal dan jawaban pada tiap-tiap bangku siswa. Di ruang kelas semua murid mulai bersiap-siap melaksanakan ujian akhir semester. Tak lupa seorang gadis kecil berdoa dan berharap agar di mudahkan dalam mengerjakan ujian. Sudah beberapa hari ujian ini berlangsung, dan di hari ini semua murid tampak tegang mengerjakan soal matematika yang di sajikan. Namun ada satu anak laki-laki yang begitu tenang ia mulai mengerjakan satu per satu soal seperti tak ada kesulitan. Gadis itu tampak gelisah selalu saja memegangi kepalanya, sesekali memutar-mutar pensil yang ia punya. Betapa sulit soal yang di berikan ia hanya melihat sebuah angka-angka saling berputar dalam kepalanya. Satu jam telah berlalu Ibu Guru menjelaskan kalau ujian tinggal 15 menit lagi. Sontak para murid mulai geli
"Ibu kapan kita pulang." Tanya Delia memandang keluar dari jendela Toko Bunga. Suara gemuruh terdengar keras di langit bersamaan rintikan hujan yang deras. Gadis itu nampak bosan melihat ke jendela mata nya tertuju pada lalu lalang kendaraan yang tiada henti. Ia mulai menyandarkan kepalanya di tangan sambil menggambar simbol-simbol pada embun di kaca. Raut wajahnya begitu senang sesekali mengucap kalimat lirih, entah apa yang sedang ia katakan. "Delia jangan dekat jendela Nak!" Perintah Ibunya melarang untuk tidak terlalu dekat pada jendela karena hujan yang deras di tambah petir mengglegar. "Iya Ibu." Gadis itu tampak cuek dan tak menghiraukan apa kata ibunya. "Jgeeer...!" Sampai seketika kilatan cahaya dan suara petir yang keras mengagetkan gadis itu. Kedua kakinya terasa lemas ia lantas menutup telinga menggunakan tangan dan lari. "Ibu...! Delia takut" Teriak gadis itu menunduk di ba
Sinar rembulan begitu terang menyorot permukaan air laut yang tampak bergelombang, suara tawa terus terdengar bersamaan serangga malam yang ikut bergeming. Wajah dua sosok manusia yang saling menatap seraya tersenyum menikmati hamparan laut yang begitu tenang. Sesekali mereka bersenda gurau untuk memecah keheningan malam yang tak terasa mulai larut. Delia mengecek jam yang pada ponsel genggamnya tampak waktu menunjuk sepuluh malam. Namun suasana laut masih begitu ramai, banyak orang berlalu lalang untuk sekedar bersantai sembari menikmati indahnya bintang-bintang di langit.“Gimana Kamu jadi cari model untuk promosiin baju kamu?” Ucap Romi dengan menatap lama mata Delia yang tampak bersinar terkena cahaya rembulan.Delia terdiam sebentar dia masih asyik sendiri tatkala bola matanya menyorot ke ujung hamparan air laut yang tampak tenang. Bibirnya sedikit tersenyum dengan menggaguk dia berkata “Iya Rom, Tapi…!” D
“Kring….Kring…”Suara lonceng sepeda terdengar begitu nyaring Ibu Delia menoleh,menatap ke luar kaca dan tampak putri cantiknya yang baru sampai mengantar bunga pesanan dari pelanggan. Wanita itu hanya tersenyum kecil, dengan kelakuan putrinya yang membuatnya cemas.“Ibu… Delia pulang!” Ucap gadis itu dengan begitu riang, lalu segera berlari menuju sang ibu yang terdiam seraya menatap tajam.“Ya ampun Delia! Ke mana aja tadi?”“He he.. Maaf Ibu, tadi Delia istirahat sebentar di Taman, suasananya asyik sih! Jadi kelupaan deh!”“Hmm… Kebiasaan deh Kamu!” Seru Ibunya lalu mencubit lembut pipi sang putri yang memerah.“Iya maaf.. Terus pesanan bunganya gimana Bu?”“Udah dianterin sama karyawan Ibu tadi! Kalau nungguin Kamu dulu, nanti pelanggan p
Keesokan harinya“Ini pesanan bunganya jangan lupa ya? Rumahnya dekat lapangan bola samping taman itu!” Ucap ibunya lalu segera mengemas dengan begitu cantik, sebuah rangkaian bunga mawar merah pesanan seorang pelanggan.“Iya Ibu! Alamatnya sudah di tulis kan ya?”“Sudah sayang! Kamu memangnya gak repot? kalau harus mengantar pesanan sebanyak ini?” Ibunya bertanya pada Delia karena dia tak ingin merepotkan sang putri.“Ngga kok! Delia masih sanggup, nanti kalau susah bawanya Delia kan bisa nganterin satu persatu Bu!” Ucap Delia meyakinkan ibunya, jikalau dia memang tak direpotkan sedikit pun.“Kamu lagi gak sibuk nih? Nanti gimana butik Kamu?”“Ngga Ibu, Delia sengaja mau bantu Ibu! Sudah lama Delia gak ke Toko. Delia senang kok!” Ujar Delia mengagut seraya tersenyum manis pada sang ibu yang t
Delia termenung menatap suasana yang tak asing baginya, suara desiran laut begitu syahdu. Dengan gelombang air yang nampak tenang, Delia menatap lama matanya tertuju pada jernihnya air yang berwarna hijau kebiruan. Perasannya tampak heran dia seperti tak asing dengan tempat ini sebelumnya. Ada rasa rindu yang terpendam begitu dalam, entah mengapa tiba-tiba air matanya jatuh hingga membasahi pipinya yang merah. Dia teringat akan sahabatnya dulu yang telah lama pergi, entah ke mana tak ada kabar sedikit pun darinya. Kepalanya langsung tertunduk Delia mencoba menahan untuk tidak menangis namun air matanya tak bisa dibendung lagi. Tangisnya begitu pilu hingga membuat dadanya sakit karena menahan napas yang tersengal-sengal. Delia ingin berteriak sekencang mungkin namun suaranya tak bisa keluar seperti tertahan.“Delia” Suara panggilan yang begitu jelas membuat gadis itu terkejut, dia langsung menoleh ke arah belakang dan terlihat sosok laki-laki kecil ya
12 tahun kemudian“Tok…tok…tok”Suara ketukan pintu di depan terdengar keras Bibi Susi dengan terburu-buru berlari kecil untuk membukakannya. “Iya tunggu sebentar!”Dari kejauhan sosok laki-laki muda sedang berdiri mematung menghadap ke pintu, senyuman kecil nampak terlihat di bibir Bibi Susi yang merah. “Eh Mas Romi! Cari Mba Delia ya?” Romi tersenyum lebar seraya mengangguk tubuhnya semakin tinggi hingga melampaui Bibi Susi. Anak laki-laki itu sudah beranjak dewasa. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, Bibi Susi tak menyangka pertumbuhan anak-anak itu yang amat cepat. Sejak lulus sd Romi selalu bersama Delia, mereka begitu dekat hingga kedua orang tuanya saling mengenal satu sama lain. Romi selalu bersama Delia sejak smp sampai sma mereka berada di sekolahnya yang sama, hanya saja mereka tak berada di satu kelas.“Delia…Ini a
Satu bulan kemudian….“Selamat ulang tahun kami ucapkan…Selamat panjang umur Kita kan doakan!” Suara nyanyian ulang tahun menggema hingga ke setiap sudut ruang tamu. Anak-anak itu tampak bahagia penuh senyum sembari mendendangkan sebuah lagu untuk Delia. Namun gadis kecil itu tampak terdiam lesu hanya sesekali tersenyum kecil.“Delia selamat ya?” Ucap Romi lalu memberikan sebuah hadiah yang sudah terbungkus rapih dalam kertas kado berwarna cokelat.Delia tersenyum lalu memanggut menerima hadiah dari Romi, entah hadiah apa yang anak laki-laki itu berikan, Begitu pun dengan Ayuna dan teman-teman lain mereka semua cukup gembira bisa berkumpul bersama kembali. Ada perasaan rindu yang terselip di relung hati terdalamnya, gadis kecil itu mengingkan Damar juga, agar dapat mengucapkan selamat di hari ulang tahunnya saat ini. Namun semua itu tak bisa dia rasakan lagi, karena sejak Damar pergi dia
Di atas ranjang tidur sesosok gadis kecil terbaring lemas, wajahnya pucat pasi bibirnya terus bergetar. Dia berkomat-kamit seperti mengatakan sesuatu, tetapi suaranya yang lirih tak begitu terdengar. Sang Ibu hanya menatap dengan penuh sendu kedua tangannya menggengam erat tangan kecil putinya yang tak berdaya. Sudah beberapa jam sang putri tak sadarkan diri karena demam tinggi akibat kelelahan dan tak mau makan seharian. Sang Dokter menyarankan agar ibunya bisa beristirahat, namun wanita itu tetap bersih kukuh untuk menemani putri kecilnya duduk di samping ranjang.“Ibu…ibu...!” Suara lirih gadis kecil itu membuat Ibunya tersadar, lantas segera mengusap lembut rambut putrinya yang berantakan.“Kenapa sayang?” Ucap Ibunya dengan begitu lembut, hatinya sakit melihat kondisi putrinya yang menyedihkan.“Damar mana? Delia pengin ketemu Damar!” Ucap Delia dengan suara parau, air mata
“Delia ayo ke luar Nak! Makan dulu ya? Nanti Kamu sakit.” Ucap ibunya dengan raut wajah begitu cemas, sejak kemarin sore Delia bertingkah sangat aneh. Dia terus saja terdiam membisu dan tak mau ke luar dari kamar. Ibunya paham pasti Delia baru saja bertemu dengan Damar untuk yang terakhir kalinya. Karena gadis kecil itu masih tak percaya dengan apa yang terjadi kemarin, dia belum siap menghadapi perpisahan yang begitu cepat hingga membuatnya sedih."Iya Mba Delia! Ayok makan dulu Bibi masakin makanan yang enak." Bibi Ikut cemas dengan apa yang di lakukan Delia, gadis kecil itu sangat marah hingga tak menghiraukan siapa pun yang memanggilnya."Sayang! Keluar yuk, nanti Ibu kasih hadiah apa pun yang Delia inginkan!"Ibu Delia terus saja membujuk putrinya untuk keluar, entah berapa kali dia terus memanggil namanya. Hingga membuat tenggorokannya kering dan serak, begitu pun dengan Bibi Susi dan Ayah Delia, mereka m
Beberapa hari kemudian“Damar tumben Kamu ajak akau kesini?” Ucap Delia begitu senang karena sudah beberapa hari ini dia tak pernah bertemu dengan Damar.Kedua kakinya tak memakai alas kaki berlari-lari kecil di antara pasir putih Pantai yang tenang. Delia menggenggam erat tangan Damar seraya mengajaknya untuk bermain. Anak laki-laki itu hanya tertegun menatap wajah manis sahabatnya yang begitu ceriya. Bibirnya tak bisa berkata-kata membungkam rasanya ingin mengatakan semuanya pada Delia namun hatinya sungguh sulit tuk mengatakannya.“Delia memang Kamu belum tahu?” Ucap Damar tertunduk, dia berusaha menarik napas yang berat. Damar lantas melepas genggaman tangannya yang membuat Delia kebingungan. Apa yang sedang terjadi sebenarnya? Kenapa sahabatnya begitu serius saat ini. Pertanyaan tersebut terus berkecamuk di dalam hati.“Memang apa yang sedang terjadi Damar?