“Tet tet tet!"
Suara bel mulai berbunyi semua murid sekolah dasar berkumpul di Lapangan untuk melaksanakan upacara bendera.
“Ayo Anak-anak kumpul di Lapangan!” Teriak seorang guru mengingatkan bahwa upacara bendera segera di mulai.
“Delia ayo,!” pekik Ayuna mengajak Delia cepat-cepat menuju ke Lapangan. Kedua gadis itu lantas berlari ke barisan paling belakang. Suasana pagi begitu cerah para murid fokus melaksanakan upacara bendera.
“Ayuna” Bisik Delia ingin mengatakan sesuatu pada teman dekatnya.
“Ssst!” Delia lantas diam dengan mulut mayun ia ingin sekali bercerita pada Ayuna, sungguh saat ini Delia merasa sangat bosan sekali.
Tiba-tiba Pak Kepala Sekolah mulai berpidato di Lapangan dan menjelaskan bahwa sebentar lagi akan di laksanakan ujian akhir semester. Maka para murid di beri amanat untuk belajar guna mempersiapkan ujian akhir semester atau kenaikan kelas.
“Ayo Anak-anak dengarkan Bapak ya? karena hari ini akan di adakan rapat oleh semua wali kelas. Maka hari ini pembelajaran di tiadakan.!”
Sontak hal ini membuat semua murid bersorak sorai sambil bertepuk tangan bahagia. Begitu pun dengan Delia yang mulai menyusun rencana apa yang akan di lakukannya nanti. Setelah upacara selesai semua murid membubarkan dirinya masing-masing lalu pulang. Delia lantas pergi ke kelas untuk mengambil tasnya, dan ia melihat Damar yang sudah duduk di kursi. Gadis kecil itu sontak langsung mendatangi Damar lalu mengajaknya pergi ke Pantai sepulang sekolah.
“Damar ayo ke Pantai,” bisik Delia begitu lirih sontak membuat Ayuna penasaran.
“Delia mau kemana sih? Ikut dong” Tanya Ayuna tampak penasaran ia ingin juga di ajak seperti Damar.
Romi yang melihat mereka bertiga mengobrol begitu serius juga tak ingin ketinggalan, ia pun ingin juga ikut pergi bersama mereka. Awalnya Delia ragu-ragu namun karena melihatnya penuh antusias. Akhirnya Romi pun diajak untuk pergi ke Pantai. Sebelum pergi mereka semua pulang ke rumah masing-masing untuk makan dan mengganti pakaian.
Delia bergegas pulang kerumah ketika ia membuka pintu suasana begitu sepi. Ayahnya sedang bekerja begitu pun dengan sang Ibu, maka gadis itu langsung secepatnya membersihkan diri dan mengganti pakaian. Lalu berjalan ke dapur untuk makan dan di sana sudah ada Bibi Susi yag sedang memasak makanan.
“Eh...Mba Delia mau Bibi masakin?” Tanya bibi susi yang sibuk menata piring di rak.
“Ngga Bi! Delia makan ini aja." Balas Delia yang begitu fokus memandang peta harta karun yang entah, dia sendiri tak maksud dengan gambarnya.
Secepatnya Delia menghabiskan makanan di atas meja dengan lauk ayam kecap dan tak lupa minum air putih untuk menghilangkan dahaga. Setelah itu Delia berpamitan pada Bibi Susi jikalau ia ingin pergi jalan-jalan ke Pantai. Bibinya pun mengiyakan dan meminta agar Delia tetap ber hati-hati. Gadis itu lantas menuruti apa kata Bibinya lalu beranjak pergi ke Pantai membawa tas dan menaiki sepeda favoritnya.
Di perjalanan Delia terus berpikir tentang peta harta karun yang ia temukan. Lalu menghentikan sepedanya sembari mengecek kembali peta itu. Dan matanya langsung tertuju pada pemandangan Pantai di depannya. Benar saja peta itu menggambarkan posisi Pantai dan bukit di tepi Laut. Tetapi ia ragu-ragu dengan gambar simbol x di sebuah pohon apakah itu harta karunnya batin Delia penasaran.
***
Tidak menunggu waktu lama Delia bergegas menemui Ketiga temannya yang pasti sudah menunggu dari tadi. Dari kejauhan delia tersenyum lebar melihat mereka yang sedang duduk di tepi Pantai. Ketiga teman Delia sangat penasaran mengapa ia ingin bermain ke Pantai. Seketika gadis itu memberikan sebuah peta harta karun dan Delia ingin mencari harta itu. Mereka sotak tertawa bertatapan satu sama lain dan tak yakin dengan peta harta karun itu.
"Ah masa sih!coba Aku liat!" Pinta Ayuna tertawa berusaha menggoda Delia.
Delia lantas menyodorkan peta harta karun itu dengan wajah masam begitu kesal karena teman-temannya menganggap ia bercanda. Setelah melihat itu Ayuna sontak diam wajahnya berubah pucat pasi. Hal ini membuat Delia penasaran ada apa dengan temannya itu.
"Ada apa Yuna?" Entah apa yang membuat Ayuna takut. Delia begitu penasaran terus saja bertanya.
"Di peta ini kita harus pergi pepohonan lebat di sana.Kamu tau gak? kata Nenek Aku di hutan sana banyak penunggunya. Aku takut ah! nanti kalo terjadi apa-apa gimana?" Pekik Ayuna menunjuk pepohonan yang penuh semak belukar.
Delia yang tak percaya segera memberikan peta itu pada Damar agar bisa melihatnya. Damar yang melihat wajah Delia begitu berantusias ia pun berusaha membantu sahabatnya itu.
“Damar bagaimana?"
“Coba aku lihat dulu ya Del”
Damar menjelaskan bahwa peta itu tergambar sebuah pantai,bukit dan juga pohon besar yang terletak di tengah hutan. Maka mereka harus mencari tempat dari semua gambar yang ada di peta itu. Dan gambar x terletak pada tengah-tengah pohon besar namun damar belum tau letak sebenarnya pohon itu. Delia lantas menatap sekitar dan mencoba mencari letak tempat yang sesuai dengan gambar di peta. Dengan berjalan mereka mengitari pantai melihat pohon-pohon dan tak ada satupun yang sama. Delia mulai tak yakin apakah peta itu menggambar pantai ini atau pantai lain.
“Bagaimana kalau peta ini di buat sudah lama?” Delia mencoba mencocokan setiap gambar pepohonan dan tak satu pun yang sama.
"Karena kita harus masuk ke dalam sana!" Sahut Ayuna lirih matanya menyorot pada pepohonan rindang yang penuh dengan rumput liar. Romi yang sedari tadi diam tak yakin dengan rencana yang akan dilakukan Delia. Lantas mengajak ke semua temannya untuk tidak berjalan terlalu jauh karna takut akan terjadi masalah.
"Udah yuk! emang Kita tau kalo di sana ada penunggunya gimana?" Wajahnya cemas ia tertegun menatap pepohonan yang begitu rindang di hadapannya. Delia mencoba menenangkan Romi dan menjelaskan bahwa jika mereka tak kesana maka akan terus jadi penasaran. Romi lantas tercengang dengan perkataan Delia yang tak ada rasa takut sedikit pun.
Damar mulai berpikir ia berkali-kali melihat ke arah peta dan seperti pernah ke tempat itu sebelumnya. Rasanya tak asing bagi Damar tiba-tiba ada sebuah memori yang terlintas. Damar mulai ingat dulu waktu kecil sang papa sering mengajaknya untuk berjalan-jalan di dalam hutan untuk melihat kera.
“Eh kayanya aku tau tempat ini.” Damar dengan berhati-hati mulai melangkah lalu mengajak ketiga temannya ke sebuah tempat, mereka harus melewati semak belukar dan rumput ialalang yang tinggi. Delia sangat asing dengan suasana tempat yang begitu sunyi karna tak pernah ke sini sebelumnya. Dan semakin melangkah ke dalam mereka di buat penasaran dengan banyaknya kulit buah ketapang yang berceceran dimanapun.
Ayuna yang cemas terus memegang erat tangan Delia dan tak berani melihat sekeliling, karena teringat perkataan Neneknya untuk tidak masuk ke dalam hutan. Delia yang merasa tak enak seperti ada sosok yang terus melihatnya dari jauh lantas bertanya pada Ayuna."Kamu ngerasa gak sih kaya ada yang liatin Kita terus" Mendengar itu Ayuna semakin takut bulu kuduknya merinding dan wajahnya begitu panik.
Tiba-tiba ranting di pohon mulai bergoyang kencang yang membuat daun-daun bertebaran lantas mereka semua berteriak "Arkhh..." Dan ada suara benda jatuh yang begitu jelas mengagetkan mereka semua. Baru ingin berlari namun terhenti dengan seekor kera yang sedang bergelantungan di pohon. Delia dan Ayuna yang panik langsung berlindung di belakang punggung damar. Dengan hati-hati mereka mulai melangkah meninggalkan kera itu.
Setelah beberapa menit berjalan mereka menemukan pohon besar yang di maksud pada peta. Namun begitu mendekat semua terkejut menatap satu sama lain ada sebuah makam kuno yang tak terawat di tengah-tengah sebuah pohon yang tumbang. Romi yang mulai tak nyaman ingin secepatnya keluar dari tempat ini lantas memaksa temannya untuk pulang. Namun Delia langsung menenangkan romi untuk bersabar sebentar. Suasana tempat yang begitu sunyi di tambah suara hewan bergeming di mana-mana menambah perasaan berkecamuk.
"Apa di sini harta karunnya? Wajah polos Delia menatap penuh penasaran lalu melangkah ingin melihatnya lebih dekat namun di halangi Ayuna.
"Jangan Del! Pasti itu makam keramat penunggu sini" Bisik Ayuna terus memegang erat tangat Delia. Hal ini membuat Delia tersenyum geli dan ia yang penasaran lantas menghampiri makam itu namun ketika memalingkan wajah ke belakang ia sontak terkejut dengan sosok Kakek yang menatapnya.
"Arkhh!" Jeritan keempat anak itu ketakutan mereka semua berlari kocar-kacir keluar dari semak-semak. Hal ini membuat Delia begitu syok dan tak ingin melakukanya lagi. Damar yang tak langsung lari menatap sosok itu dari kejauhan. Kakek itu menatap tampak misterus lalu berjalan menuju arah pepohonan yang rindang.
Di Toko Mama Damar sedang menata berbagai macam tangkai bunga di wadah ia memisahkan setiap bunga dengan jenisnya masing-masing. Raut wajahnya tampak bimbang seperti memikirkan sesuatu. Mama Damar mulai memilah bunga mawar namun tak hati-hati membuat tangannya tergores duli.
“Aw…”
“Kenapa mba!” Melihat Mama Damar yang melamun membuat wanita itu cemas.
“Ngga apa-apa mba saya teledor” Mama Damar berusaha merapihkan satu persatu bunga mawar dan mengikatnya menjadi satu.
“Ngga kaya biasa nya loh mba ini… kaya lagi banyak pikiran ya? cerita aja sama saya ngga apa-apa kok!”
Mama Damar yang masih ragu-ragu untuk bercerita masalah hidupnya, pada seseorang yang tak lama ia kenal karena tidak ingin merepotkan siapaun. Tetapi wanita itu selalu bertanya dengan masalah yang di hadapi Mama Damar. Lantas Mama Damar mulai menceritakan semua kisah hidupnya. Ia bercerita kalau mantan suaminya dulu ingin mengambil kembali rumah yang sekarang ia tempati. Namun anak-anaknya masih sangat kecil dengan meneteskan air mata. Ia sangat bimbang akan pergi ke mana apalagi tak punya uang untuk menyewa rumah baru. Wanita itu sontak terkejut dengan semua cerita itu dan tak menyangka selama ini Mama Damar menyimpan kesulitannya sendiri. Namun ia tak bisa melakukan apapun hanya membantu semampunya saja. Lantas wanita itu mencoba menenangkan Mama Damar semoga saja akan mendapat titik terang dari permasalahannya.
"Baik Anak-anak semua. Untuk materi di pagi hari ini adalah Matematika Bu Guru yakin kalian semua sudah mempersiapkan dengan sebaik mungkin?" Bu Guru mulai membagikan lembar soal dan jawaban pada tiap-tiap bangku siswa. Di ruang kelas semua murid mulai bersiap-siap melaksanakan ujian akhir semester. Tak lupa seorang gadis kecil berdoa dan berharap agar di mudahkan dalam mengerjakan ujian. Sudah beberapa hari ujian ini berlangsung, dan di hari ini semua murid tampak tegang mengerjakan soal matematika yang di sajikan. Namun ada satu anak laki-laki yang begitu tenang ia mulai mengerjakan satu per satu soal seperti tak ada kesulitan. Gadis itu tampak gelisah selalu saja memegangi kepalanya, sesekali memutar-mutar pensil yang ia punya. Betapa sulit soal yang di berikan ia hanya melihat sebuah angka-angka saling berputar dalam kepalanya. Satu jam telah berlalu Ibu Guru menjelaskan kalau ujian tinggal 15 menit lagi. Sontak para murid mulai geli
"Ibu kapan kita pulang." Tanya Delia memandang keluar dari jendela Toko Bunga. Suara gemuruh terdengar keras di langit bersamaan rintikan hujan yang deras. Gadis itu nampak bosan melihat ke jendela mata nya tertuju pada lalu lalang kendaraan yang tiada henti. Ia mulai menyandarkan kepalanya di tangan sambil menggambar simbol-simbol pada embun di kaca. Raut wajahnya begitu senang sesekali mengucap kalimat lirih, entah apa yang sedang ia katakan. "Delia jangan dekat jendela Nak!" Perintah Ibunya melarang untuk tidak terlalu dekat pada jendela karena hujan yang deras di tambah petir mengglegar. "Iya Ibu." Gadis itu tampak cuek dan tak menghiraukan apa kata ibunya. "Jgeeer...!" Sampai seketika kilatan cahaya dan suara petir yang keras mengagetkan gadis itu. Kedua kakinya terasa lemas ia lantas menutup telinga menggunakan tangan dan lari. "Ibu...! Delia takut" Teriak gadis itu menunduk di ba
“Hei Delia. Ada apa?” Tanya Damar yang menatap wajah Delia tampak begitu murung tak seperti biasanya.“Gak papa ko!” Jawab Delia begitu lirih, ia masih memikirkan kondisi Ayahnya di Rumah Sakit rasanya ingin sekali menjenguk tapi belum di bolehkan oleh Ibunya. Karena dia masih melaksanakan ujian akhir semester.“Ngga! pasti ada masalah kan? Kamu gak kaya biasanya. Ada apa Del.?” Delia yang melihat sahabatnya begitu perhatian, ia lantas tersenyum.“Ayah aku kecelakaan Damar! Rasanya pengin banget jenguk tapi gak tau gimana caranya.?” Dengan wajah sendu Delia menceritakan kronologi kecelakaan Ayahnya tadi malam, mata gadis kecil itu tampak berkaca-kaca Delia sangat rindu pada Sang Ayah.Delia ingin sekali menemui ayahnya tapi dia bingung tak tau bagaimana caranya. Damar ikut sedih dengan cerita Delia ia pun berusaha menghibur sahabatnya dengan
“Ibu! Damar di mana?.” Tanya Delia melihat ke luar dan tak ada sosok sahabatnya itu.Ibunya menatap hangat seraya mengelus lembut rambut panjang putri kecilnya. “Tadi Damar Ibu antar pulang sayang.” Delia begitu penasaran “mengapa Damar tak berpamitan dulu padanya, atau mungkin ia ada urusan mendadak?.” Batinnya dalam hati. Semua pertanyaan itu terlintas dalam pikirannya, tak seperti biasanya Damar seperti ini.“Ibu. Delia boleh gak menginap satu malam?” Delia merapatkan kedua tangannya mencoba memohon pada sang Ibu. Ia berharap Ibunya memberi izin karna Delia masih ingin bersama sang Ayah.“Gak bisa! Delia nanti istirahat di Rumah ya Nak? sama Bibi Susi dulu.” Ibunya tak ingin jika Delia sakit karena kecapekan menunggu Ayahnya yang di rawat. Delia tampak kecewa karena ia ingin sekali semalaman bersama sang Ayah.“Iya Delia
Gadis kecil itu kebingungan ia menatap sekitar begitu sepi tak ada siapapun, kakanya yang tadi izin pergi sebentar, namun tak kunjung datang juga. Gistara begitu asyik bermain bola ia melemparnya hingga terlalu jauh menggeliding ke tengah jalan. Gistara melangkah menatap polos bola merah di depannya, lantas berlari kecil untung mengambil bola itu. Gistara tak menyadari ada truk besar melintas begitu kencang gadis kecil itu sontak terkejut. “Arkhh…!” Ia menutup mata dengan kedua tangannya yang mungil suara bising klakson mobil terdengar keras, orang-orang meneriaki Gistara agar menepi. Namun gadis kecil itu tak bergerak ia terpaku wajahnya tampak ketakutan. Damar yang melihat adiknya di tengah jalan berlari sekencang mungkin. Supir truk berusaha mengerem hingga akhirnya bisa terhenti, Bapak itu tampak kesal ia memarahi Mama Damar yang tak bisa menjaga putrinya dengan baik. “Punya anak kecil di jaga Bu, Kalau ketabra
Beberapa minggu kemudian Delia tak henti-hentinya menatap wajah di kaca seraya memainkan raut wajahnya menggunakan tangan. Ibu Delia hanya tersenyum melihat tingkah lucu anaknya. Ia dengan hati-hati mengikat kedua rambut Delia menggunakan ikatan pita berwarna merah muda, agar sepadan dengan baju yang di pakai. Gadis itu tampak senang karna akan di ajak oleh sang Ayah untuk berjalan-jalan. Sudah beberapa minggu terakhir Ayahnya di izinkan pulang, luka memar di wajah juga mulai memudar dan pulih. Sang Ayah sudah berjanji akan mengajak putri kecilnya untuk jalan-jalan jika ia lekas sembuh. Apalagi saat ini Delia sedang libur akhir semester. Momen yang sangat pas untuk mereka berdua menghabiskan waktu bersama.“Delia udah siap sayang?” Tanya Ayahnya lantas mengambil kunci mobil di atas rak kayu. Ayah Delia lalu berjalan menuju ke depan Rumah.“Udah yah!” Sahut Delia mengikuti langkah Ayahnya dari belakang
Ibu Delia sedang merias diri lantas merapihkan pakaian yang ia kenakan, setelah itu juga bergegas pergi ke Sekolah. Hari ini adalah hari pengambilan rapor oleh para wali murid setiap siswa.“Bi! Saya ke Sekolah Delia dulu ya? nanti tolong kue yang di oven jangan lupa di angkat ya bi! Pintanya pada Bibi Susi yang sedang memasak di Dapur.“Baik Mba nanti Bibi angkat kuenya” Sahut Bibi Susi mengagguk, Ibu Delia lalu cepat-cepat pergi mengendrai mobil menuju ke Sekolah, namun di sepanjang jalan lalu lintas begitu ramai, kemacetan di mana-mana membuat Ibu delia cemas. Suara bising klakson mobil saling bersahutan membuat Bu Delia pening mendengarnya. Ia lalu mencoba jalan pintas agar bisa keluar dari kemacetan jalan.Di sisi lain Delia yang sedang termenung di depan kelas menunggu Ibunya datang. Ia cemas karena semua orang tua dari setiap murid mulai berdatangan, mereka masuk ke dalam
Malam ini bintang terlihat begitu indah memancarkan cahayanya di langit. Di rumah Damar tampak begitu ramai tak seperti biasanya, ternyata keluarga besar sang Mama datang berkunjung. Mamanya lantas memperkenalkan Damar pada saudara sepupunya masing-masing.“Damar sini nak!” ujar Mama memanggil Damar yang sedari tadi berada di kamar, ia masih canggung untuk bertemu dengan keluarga Mamanya karena sudah lama tak pernah bertemu.“Iya ma.” Sahut Damar sambil berjalan menuju mamanya di ruang tamu. Di sana banyak sekali wajah-wajah yang begitu asing bagi Damar yang tersenyum ramah melihatnya.Mamanya lantas memeperkenalkan Damar pada keluarga besar sang Mama seperti budhe,tante dan semua sepupu Damar. Nenek yang mengetahui cucu kesayangnya selalu ranking di kelas sontak begitu senang. Ia memberi banyak hadiah untuk Damar dan tak lupa juga adikkecilnya.“Wah cucu nenek dapat ran
Sinar rembulan begitu terang menyorot permukaan air laut yang tampak bergelombang, suara tawa terus terdengar bersamaan serangga malam yang ikut bergeming. Wajah dua sosok manusia yang saling menatap seraya tersenyum menikmati hamparan laut yang begitu tenang. Sesekali mereka bersenda gurau untuk memecah keheningan malam yang tak terasa mulai larut. Delia mengecek jam yang pada ponsel genggamnya tampak waktu menunjuk sepuluh malam. Namun suasana laut masih begitu ramai, banyak orang berlalu lalang untuk sekedar bersantai sembari menikmati indahnya bintang-bintang di langit.“Gimana Kamu jadi cari model untuk promosiin baju kamu?” Ucap Romi dengan menatap lama mata Delia yang tampak bersinar terkena cahaya rembulan.Delia terdiam sebentar dia masih asyik sendiri tatkala bola matanya menyorot ke ujung hamparan air laut yang tampak tenang. Bibirnya sedikit tersenyum dengan menggaguk dia berkata “Iya Rom, Tapi…!” D
“Kring….Kring…”Suara lonceng sepeda terdengar begitu nyaring Ibu Delia menoleh,menatap ke luar kaca dan tampak putri cantiknya yang baru sampai mengantar bunga pesanan dari pelanggan. Wanita itu hanya tersenyum kecil, dengan kelakuan putrinya yang membuatnya cemas.“Ibu… Delia pulang!” Ucap gadis itu dengan begitu riang, lalu segera berlari menuju sang ibu yang terdiam seraya menatap tajam.“Ya ampun Delia! Ke mana aja tadi?”“He he.. Maaf Ibu, tadi Delia istirahat sebentar di Taman, suasananya asyik sih! Jadi kelupaan deh!”“Hmm… Kebiasaan deh Kamu!” Seru Ibunya lalu mencubit lembut pipi sang putri yang memerah.“Iya maaf.. Terus pesanan bunganya gimana Bu?”“Udah dianterin sama karyawan Ibu tadi! Kalau nungguin Kamu dulu, nanti pelanggan p
Keesokan harinya“Ini pesanan bunganya jangan lupa ya? Rumahnya dekat lapangan bola samping taman itu!” Ucap ibunya lalu segera mengemas dengan begitu cantik, sebuah rangkaian bunga mawar merah pesanan seorang pelanggan.“Iya Ibu! Alamatnya sudah di tulis kan ya?”“Sudah sayang! Kamu memangnya gak repot? kalau harus mengantar pesanan sebanyak ini?” Ibunya bertanya pada Delia karena dia tak ingin merepotkan sang putri.“Ngga kok! Delia masih sanggup, nanti kalau susah bawanya Delia kan bisa nganterin satu persatu Bu!” Ucap Delia meyakinkan ibunya, jikalau dia memang tak direpotkan sedikit pun.“Kamu lagi gak sibuk nih? Nanti gimana butik Kamu?”“Ngga Ibu, Delia sengaja mau bantu Ibu! Sudah lama Delia gak ke Toko. Delia senang kok!” Ujar Delia mengagut seraya tersenyum manis pada sang ibu yang t
Delia termenung menatap suasana yang tak asing baginya, suara desiran laut begitu syahdu. Dengan gelombang air yang nampak tenang, Delia menatap lama matanya tertuju pada jernihnya air yang berwarna hijau kebiruan. Perasannya tampak heran dia seperti tak asing dengan tempat ini sebelumnya. Ada rasa rindu yang terpendam begitu dalam, entah mengapa tiba-tiba air matanya jatuh hingga membasahi pipinya yang merah. Dia teringat akan sahabatnya dulu yang telah lama pergi, entah ke mana tak ada kabar sedikit pun darinya. Kepalanya langsung tertunduk Delia mencoba menahan untuk tidak menangis namun air matanya tak bisa dibendung lagi. Tangisnya begitu pilu hingga membuat dadanya sakit karena menahan napas yang tersengal-sengal. Delia ingin berteriak sekencang mungkin namun suaranya tak bisa keluar seperti tertahan.“Delia” Suara panggilan yang begitu jelas membuat gadis itu terkejut, dia langsung menoleh ke arah belakang dan terlihat sosok laki-laki kecil ya
12 tahun kemudian“Tok…tok…tok”Suara ketukan pintu di depan terdengar keras Bibi Susi dengan terburu-buru berlari kecil untuk membukakannya. “Iya tunggu sebentar!”Dari kejauhan sosok laki-laki muda sedang berdiri mematung menghadap ke pintu, senyuman kecil nampak terlihat di bibir Bibi Susi yang merah. “Eh Mas Romi! Cari Mba Delia ya?” Romi tersenyum lebar seraya mengangguk tubuhnya semakin tinggi hingga melampaui Bibi Susi. Anak laki-laki itu sudah beranjak dewasa. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, Bibi Susi tak menyangka pertumbuhan anak-anak itu yang amat cepat. Sejak lulus sd Romi selalu bersama Delia, mereka begitu dekat hingga kedua orang tuanya saling mengenal satu sama lain. Romi selalu bersama Delia sejak smp sampai sma mereka berada di sekolahnya yang sama, hanya saja mereka tak berada di satu kelas.“Delia…Ini a
Satu bulan kemudian….“Selamat ulang tahun kami ucapkan…Selamat panjang umur Kita kan doakan!” Suara nyanyian ulang tahun menggema hingga ke setiap sudut ruang tamu. Anak-anak itu tampak bahagia penuh senyum sembari mendendangkan sebuah lagu untuk Delia. Namun gadis kecil itu tampak terdiam lesu hanya sesekali tersenyum kecil.“Delia selamat ya?” Ucap Romi lalu memberikan sebuah hadiah yang sudah terbungkus rapih dalam kertas kado berwarna cokelat.Delia tersenyum lalu memanggut menerima hadiah dari Romi, entah hadiah apa yang anak laki-laki itu berikan, Begitu pun dengan Ayuna dan teman-teman lain mereka semua cukup gembira bisa berkumpul bersama kembali. Ada perasaan rindu yang terselip di relung hati terdalamnya, gadis kecil itu mengingkan Damar juga, agar dapat mengucapkan selamat di hari ulang tahunnya saat ini. Namun semua itu tak bisa dia rasakan lagi, karena sejak Damar pergi dia
Di atas ranjang tidur sesosok gadis kecil terbaring lemas, wajahnya pucat pasi bibirnya terus bergetar. Dia berkomat-kamit seperti mengatakan sesuatu, tetapi suaranya yang lirih tak begitu terdengar. Sang Ibu hanya menatap dengan penuh sendu kedua tangannya menggengam erat tangan kecil putinya yang tak berdaya. Sudah beberapa jam sang putri tak sadarkan diri karena demam tinggi akibat kelelahan dan tak mau makan seharian. Sang Dokter menyarankan agar ibunya bisa beristirahat, namun wanita itu tetap bersih kukuh untuk menemani putri kecilnya duduk di samping ranjang.“Ibu…ibu...!” Suara lirih gadis kecil itu membuat Ibunya tersadar, lantas segera mengusap lembut rambut putrinya yang berantakan.“Kenapa sayang?” Ucap Ibunya dengan begitu lembut, hatinya sakit melihat kondisi putrinya yang menyedihkan.“Damar mana? Delia pengin ketemu Damar!” Ucap Delia dengan suara parau, air mata
“Delia ayo ke luar Nak! Makan dulu ya? Nanti Kamu sakit.” Ucap ibunya dengan raut wajah begitu cemas, sejak kemarin sore Delia bertingkah sangat aneh. Dia terus saja terdiam membisu dan tak mau ke luar dari kamar. Ibunya paham pasti Delia baru saja bertemu dengan Damar untuk yang terakhir kalinya. Karena gadis kecil itu masih tak percaya dengan apa yang terjadi kemarin, dia belum siap menghadapi perpisahan yang begitu cepat hingga membuatnya sedih."Iya Mba Delia! Ayok makan dulu Bibi masakin makanan yang enak." Bibi Ikut cemas dengan apa yang di lakukan Delia, gadis kecil itu sangat marah hingga tak menghiraukan siapa pun yang memanggilnya."Sayang! Keluar yuk, nanti Ibu kasih hadiah apa pun yang Delia inginkan!"Ibu Delia terus saja membujuk putrinya untuk keluar, entah berapa kali dia terus memanggil namanya. Hingga membuat tenggorokannya kering dan serak, begitu pun dengan Bibi Susi dan Ayah Delia, mereka m
Beberapa hari kemudian“Damar tumben Kamu ajak akau kesini?” Ucap Delia begitu senang karena sudah beberapa hari ini dia tak pernah bertemu dengan Damar.Kedua kakinya tak memakai alas kaki berlari-lari kecil di antara pasir putih Pantai yang tenang. Delia menggenggam erat tangan Damar seraya mengajaknya untuk bermain. Anak laki-laki itu hanya tertegun menatap wajah manis sahabatnya yang begitu ceriya. Bibirnya tak bisa berkata-kata membungkam rasanya ingin mengatakan semuanya pada Delia namun hatinya sungguh sulit tuk mengatakannya.“Delia memang Kamu belum tahu?” Ucap Damar tertunduk, dia berusaha menarik napas yang berat. Damar lantas melepas genggaman tangannya yang membuat Delia kebingungan. Apa yang sedang terjadi sebenarnya? Kenapa sahabatnya begitu serius saat ini. Pertanyaan tersebut terus berkecamuk di dalam hati.“Memang apa yang sedang terjadi Damar?