Ibu Delia sedang merias diri lantas merapihkan pakaian yang ia kenakan, setelah itu juga bergegas pergi ke Sekolah. Hari ini adalah hari pengambilan rapor oleh para wali murid setiap siswa.
“Bi! Saya ke Sekolah Delia dulu ya? nanti tolong kue yang di oven jangan lupa di angkat ya bi! Pintanya pada Bibi Susi yang sedang memasak di Dapur.
“Baik Mba nanti Bibi angkat kuenya” Sahut Bibi Susi mengagguk, Ibu Delia lalu cepat-cepat pergi mengendrai mobil menuju ke Sekolah, namun di sepanjang jalan lalu lintas begitu ramai, kemacetan di mana-mana membuat Ibu delia cemas. Suara bising klakson mobil saling bersahutan membuat Bu Delia pening mendengarnya. Ia lalu mencoba jalan pintas agar bisa keluar dari kemacetan jalan.
Di sisi lain Delia yang sedang termenung di depan kelas menunggu Ibunya datang. Ia cemas karena semua orang tua dari setiap murid mulai berdatangan, mereka masuk ke dalam
Malam ini bintang terlihat begitu indah memancarkan cahayanya di langit. Di rumah Damar tampak begitu ramai tak seperti biasanya, ternyata keluarga besar sang Mama datang berkunjung. Mamanya lantas memperkenalkan Damar pada saudara sepupunya masing-masing.“Damar sini nak!” ujar Mama memanggil Damar yang sedari tadi berada di kamar, ia masih canggung untuk bertemu dengan keluarga Mamanya karena sudah lama tak pernah bertemu.“Iya ma.” Sahut Damar sambil berjalan menuju mamanya di ruang tamu. Di sana banyak sekali wajah-wajah yang begitu asing bagi Damar yang tersenyum ramah melihatnya.Mamanya lantas memeperkenalkan Damar pada keluarga besar sang Mama seperti budhe,tante dan semua sepupu Damar. Nenek yang mengetahui cucu kesayangnya selalu ranking di kelas sontak begitu senang. Ia memberi banyak hadiah untuk Damar dan tak lupa juga adikkecilnya.“Wah cucu nenek dapat ran
Delia sontak terkejut ia berada pada sebuah Ruangan yang begitu gelap. Matanya tak bisa melihat apapun di sana, ia mencoba berteriak meminta tolong pada siapapun. “Ibu!” Tangis Delia memanggil Ibunya namun tak ada respon apapun lantas ia mencoba memanggil sang Ayah untuk menolongnya. “Ayah!” Delia terus menjerit memanggil Ayahnya entah sebanyak apapun ia sudah memanggil sampai suaranya serak dan tenggorokannya begitu sakit tapi tetap saja tempat itu begitu sepi dan tak ada siapapun di sana. Dalam keheningan gadis kecil itu menangis tersedu-sedu perasaanya berkecamuk ia sangat bingung kenapa bisa berada terkurung di tempat gelap ini. “Delia takut! Delia ada di mana!” Delia terus mencoba dan berharap ada seseorang yang mendengar suaranya. Namun tak ada jawaban dari siapa pun ia terus menangis sendirian dalam tempat yang begitu asing. Delia berusaha lari namun penglihatannya tak jelas karena rua
Tok…tok…tok…!“Delia ayo bangun Nak?” Suara ketukan pintu terdengar keras namun tak ada tanggapan sedikit pun Ibunya merasa heran karena tidak seperti biasanya Delia telat bangun.Segera Ibunya membuka pintu dan terlihat selimut yang membalut seluruh tubuh gadis kecil itu hingga tampak tak terlihat. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepala lantas menarik selimut itu. Namun betapa terkejutnya ternyata Delia sudah tak berada di kamarnya.“Bi… Delia kok gak ada di kamarnya ya? Bibi liat gak Delia pergi ke mana tadi pagi?” Bibinya pun tak paham karena biasanya Delia akan izin terlebih dahulu jika ia ingin pergi ke manapun. Mungkin saja ia memang sedang buru-buru untuk pergi ke suatu tempat.“Mungkim Mba Delia pergi ke Rumah temannya Bu” Ujar Bibi karena bisa saja ada tugas mendadak dari sekolah karena besok merupakan hari pertama masuk sekolah.
Ayah delia begitu syok melihat keadaan Rumahnya sangat berantakan banyak lumpur berceceran di lantai. Apalagi pintu ruang tamu terbuka begitu lebar membuat hembusan angin menyapu dedaunan ke dalam. Dengan berhati-hati Ayah Delia mengecek mengikuti langkah ke mana jejak lumpur itu terhenti. Ia takut jika ada hal buruk yang terjadi pada keluarganya, seraya memegang sapu ijuk di tangannya ia melangkah menuju kamar Delia jejak lumpur itu semakin samar.Ayah Delia hanya dapat menelan ludah melihat sesosok tertutup selimut yang berbaring di kasur. Perlahan-lahan tangannya menarik selimut itu, getaran ranjang semakin kencang membuat ia ragu-ragu. Namun semakin tampak gadis kecil wajahnya pucat pasi, bibirnya bergetar ia lantas memeluk dengan erat.“Delia Kamu kenapa nak?” Ayahnya terkejut badan putri kecilnya sangat basah, ia lantas membersihkan tubuh Delia menggunakan handuk. Gadis kecil itu begitu lemah tak berdaya, air matanya mengal
Sosok wanita muda berpakaian paling mencolok di banding yang lain, ia sedang memamerkan cincin emas yang baru di dapatnya dari suami barunya. Tangan lentiknya ia sodorkan ke depan wajah teman-temannya yang tampak menatap sebal.“Wah cincin baru nih?” Teman di sampingnya menyorot cincin yang wanita itu pakai, yang membuat ia begitu percaya diri.“Bukannya Kamu mau di belikan mobil? Kok jadinya cuma cincin sih?” Ejek seorang wanita di sebelahnya.Ia tampak sebal karena teman-temannya masih mengingat rencananya dulu yang sampai saat ini suaminya pun belum bisa menyanggupi. “Suami Aku sih lagi cari mobil yang paling bagus aja, Dia emang orangnya gitu suka yang mewah.” Pekiknya mencari alasan.“Atau jangan-jangan Kamu gak jadi beli?” Temannya tampak tak percaya ia terus saja bertanya dengan pertanyaan yang menjebak. Hal ini membuat wanita muda itu merasa malu di buatnya. “Kok Kamu gak percaya sih!” Wanita itu merasa gugup karena teman-temannya terus sa
Di dalam kelas suasana tetap sama Anak-anak sd mulai masuk dan duduk di bangkunya masing-masing. Delia melangkah menuju ke kelas, Ayuna yang melihat lantas berlari dan menemui teman sebangkunya itu.“Delia gimana udah sembuh?” Delia hanya menggaguk ia lantas duduk di samping Ayuna yang tersenyum lega mendengarnya.Ayuna tak henti mengusap dahi Delia memastikan jika ia memang benar-benar sembuh, Delia hanya tersenyum menatap wajah temannya yang lucu.Gadis kecil itu menatap sekeliling dan tampak Damar belum terlihat batang hidungnya, ia lantas menunggu Damar di depan kelas. Ayuna begitu sebal karena Delia tak menghiraukannya dan lebih peduli pada Damar.“Ayuna sini.” Panggil Delia agar Ayuna mau duduk di sampingnya.Mereka berdua saling bercanda bersama, Ayuna sangat suka bercerita yang membuat Delia kebingungan untuk mendengarkan semua keluh kesahnya. Tamp
“Ibu kenapa?” Ibunya yang cemas lalu menyuruh Delia agar cepat-cepat mengganti pakaian.Delia segera pergi ke kamar ia melihat sekeliling rumah tampak ramai dengan saudara Ibunya yang berkunjung. Wajah mereka begitu sendu gadis kecil itu sangat penasaran dengan situasi saat ini. Namun ia berusaha mengikuti perintah Ibunya lantas bergegas pergi ke kamar untuk mengganti pakaian.Ibunya terlihat begitu cemas ia terus saja mondar-mandir seperti menunggu seseorang. Ponsel di tangan ia genggam begitu erat dan sesekali mengecek pesan masuk entah apa yang di pikirkannya saat ini.Suasana di dalam rumah cukup genting Delia segera di bawa Ibunya untuk masuk ke dalam mobil. Delia berusaha bertanya namun Ibunya tetap saja diam seribu kata gadis kecil itu tak enak hati. “Delia nanti sama Tante ya?” Ujar ibunya yang sedang fokus menyetir.Delia menuruti apa yang di perintahkan oleh Ib
Mentari mulai terbit menampakan sinar cerah berwarna kuning di langit. Namun samar-samar terdengar suara parau keributan di ruang tamu. Terlihat Bibi Susi yang tertunduk lesu duduk di atas lantai yang dingin. Wajahnya menampakan ketakutan bibirnya kelu tak ada kata yang mampu di ucap sedikit pun. Seluruh badannya bergetar Bibi Susi memohon maaf atas kelalaian yang sudah ia lakukan. Dan mengakibatkan guci mahal milik Ibu Delia raib tak tersisa.Bibi Susi duduk bersimpuh dengan kedua tangan memegang erat kaki Ibu Delia yang tampak tak menyangka. “Maaf Mba Saya teledor” Ucap Bibi Susi dengan rasa amat bersalah. Air matanya terus mengalir membasahi pipi hingga membuat wajahnya tampak pucat.“Udah Bi, ayo berdiri! Bibi kok bisa kenal sama orang itu gimana ceritanya?” Ibu Delia lantas menyuruh Bibi Susi untuk berdiri. Ia meminta penjelasan pada asisten rumah tangganya itu karena ibu Delia sudah mengenal Bibi Sus
Sinar rembulan begitu terang menyorot permukaan air laut yang tampak bergelombang, suara tawa terus terdengar bersamaan serangga malam yang ikut bergeming. Wajah dua sosok manusia yang saling menatap seraya tersenyum menikmati hamparan laut yang begitu tenang. Sesekali mereka bersenda gurau untuk memecah keheningan malam yang tak terasa mulai larut. Delia mengecek jam yang pada ponsel genggamnya tampak waktu menunjuk sepuluh malam. Namun suasana laut masih begitu ramai, banyak orang berlalu lalang untuk sekedar bersantai sembari menikmati indahnya bintang-bintang di langit.“Gimana Kamu jadi cari model untuk promosiin baju kamu?” Ucap Romi dengan menatap lama mata Delia yang tampak bersinar terkena cahaya rembulan.Delia terdiam sebentar dia masih asyik sendiri tatkala bola matanya menyorot ke ujung hamparan air laut yang tampak tenang. Bibirnya sedikit tersenyum dengan menggaguk dia berkata “Iya Rom, Tapi…!” D
“Kring….Kring…”Suara lonceng sepeda terdengar begitu nyaring Ibu Delia menoleh,menatap ke luar kaca dan tampak putri cantiknya yang baru sampai mengantar bunga pesanan dari pelanggan. Wanita itu hanya tersenyum kecil, dengan kelakuan putrinya yang membuatnya cemas.“Ibu… Delia pulang!” Ucap gadis itu dengan begitu riang, lalu segera berlari menuju sang ibu yang terdiam seraya menatap tajam.“Ya ampun Delia! Ke mana aja tadi?”“He he.. Maaf Ibu, tadi Delia istirahat sebentar di Taman, suasananya asyik sih! Jadi kelupaan deh!”“Hmm… Kebiasaan deh Kamu!” Seru Ibunya lalu mencubit lembut pipi sang putri yang memerah.“Iya maaf.. Terus pesanan bunganya gimana Bu?”“Udah dianterin sama karyawan Ibu tadi! Kalau nungguin Kamu dulu, nanti pelanggan p
Keesokan harinya“Ini pesanan bunganya jangan lupa ya? Rumahnya dekat lapangan bola samping taman itu!” Ucap ibunya lalu segera mengemas dengan begitu cantik, sebuah rangkaian bunga mawar merah pesanan seorang pelanggan.“Iya Ibu! Alamatnya sudah di tulis kan ya?”“Sudah sayang! Kamu memangnya gak repot? kalau harus mengantar pesanan sebanyak ini?” Ibunya bertanya pada Delia karena dia tak ingin merepotkan sang putri.“Ngga kok! Delia masih sanggup, nanti kalau susah bawanya Delia kan bisa nganterin satu persatu Bu!” Ucap Delia meyakinkan ibunya, jikalau dia memang tak direpotkan sedikit pun.“Kamu lagi gak sibuk nih? Nanti gimana butik Kamu?”“Ngga Ibu, Delia sengaja mau bantu Ibu! Sudah lama Delia gak ke Toko. Delia senang kok!” Ujar Delia mengagut seraya tersenyum manis pada sang ibu yang t
Delia termenung menatap suasana yang tak asing baginya, suara desiran laut begitu syahdu. Dengan gelombang air yang nampak tenang, Delia menatap lama matanya tertuju pada jernihnya air yang berwarna hijau kebiruan. Perasannya tampak heran dia seperti tak asing dengan tempat ini sebelumnya. Ada rasa rindu yang terpendam begitu dalam, entah mengapa tiba-tiba air matanya jatuh hingga membasahi pipinya yang merah. Dia teringat akan sahabatnya dulu yang telah lama pergi, entah ke mana tak ada kabar sedikit pun darinya. Kepalanya langsung tertunduk Delia mencoba menahan untuk tidak menangis namun air matanya tak bisa dibendung lagi. Tangisnya begitu pilu hingga membuat dadanya sakit karena menahan napas yang tersengal-sengal. Delia ingin berteriak sekencang mungkin namun suaranya tak bisa keluar seperti tertahan.“Delia” Suara panggilan yang begitu jelas membuat gadis itu terkejut, dia langsung menoleh ke arah belakang dan terlihat sosok laki-laki kecil ya
12 tahun kemudian“Tok…tok…tok”Suara ketukan pintu di depan terdengar keras Bibi Susi dengan terburu-buru berlari kecil untuk membukakannya. “Iya tunggu sebentar!”Dari kejauhan sosok laki-laki muda sedang berdiri mematung menghadap ke pintu, senyuman kecil nampak terlihat di bibir Bibi Susi yang merah. “Eh Mas Romi! Cari Mba Delia ya?” Romi tersenyum lebar seraya mengangguk tubuhnya semakin tinggi hingga melampaui Bibi Susi. Anak laki-laki itu sudah beranjak dewasa. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, Bibi Susi tak menyangka pertumbuhan anak-anak itu yang amat cepat. Sejak lulus sd Romi selalu bersama Delia, mereka begitu dekat hingga kedua orang tuanya saling mengenal satu sama lain. Romi selalu bersama Delia sejak smp sampai sma mereka berada di sekolahnya yang sama, hanya saja mereka tak berada di satu kelas.“Delia…Ini a
Satu bulan kemudian….“Selamat ulang tahun kami ucapkan…Selamat panjang umur Kita kan doakan!” Suara nyanyian ulang tahun menggema hingga ke setiap sudut ruang tamu. Anak-anak itu tampak bahagia penuh senyum sembari mendendangkan sebuah lagu untuk Delia. Namun gadis kecil itu tampak terdiam lesu hanya sesekali tersenyum kecil.“Delia selamat ya?” Ucap Romi lalu memberikan sebuah hadiah yang sudah terbungkus rapih dalam kertas kado berwarna cokelat.Delia tersenyum lalu memanggut menerima hadiah dari Romi, entah hadiah apa yang anak laki-laki itu berikan, Begitu pun dengan Ayuna dan teman-teman lain mereka semua cukup gembira bisa berkumpul bersama kembali. Ada perasaan rindu yang terselip di relung hati terdalamnya, gadis kecil itu mengingkan Damar juga, agar dapat mengucapkan selamat di hari ulang tahunnya saat ini. Namun semua itu tak bisa dia rasakan lagi, karena sejak Damar pergi dia
Di atas ranjang tidur sesosok gadis kecil terbaring lemas, wajahnya pucat pasi bibirnya terus bergetar. Dia berkomat-kamit seperti mengatakan sesuatu, tetapi suaranya yang lirih tak begitu terdengar. Sang Ibu hanya menatap dengan penuh sendu kedua tangannya menggengam erat tangan kecil putinya yang tak berdaya. Sudah beberapa jam sang putri tak sadarkan diri karena demam tinggi akibat kelelahan dan tak mau makan seharian. Sang Dokter menyarankan agar ibunya bisa beristirahat, namun wanita itu tetap bersih kukuh untuk menemani putri kecilnya duduk di samping ranjang.“Ibu…ibu...!” Suara lirih gadis kecil itu membuat Ibunya tersadar, lantas segera mengusap lembut rambut putrinya yang berantakan.“Kenapa sayang?” Ucap Ibunya dengan begitu lembut, hatinya sakit melihat kondisi putrinya yang menyedihkan.“Damar mana? Delia pengin ketemu Damar!” Ucap Delia dengan suara parau, air mata
“Delia ayo ke luar Nak! Makan dulu ya? Nanti Kamu sakit.” Ucap ibunya dengan raut wajah begitu cemas, sejak kemarin sore Delia bertingkah sangat aneh. Dia terus saja terdiam membisu dan tak mau ke luar dari kamar. Ibunya paham pasti Delia baru saja bertemu dengan Damar untuk yang terakhir kalinya. Karena gadis kecil itu masih tak percaya dengan apa yang terjadi kemarin, dia belum siap menghadapi perpisahan yang begitu cepat hingga membuatnya sedih."Iya Mba Delia! Ayok makan dulu Bibi masakin makanan yang enak." Bibi Ikut cemas dengan apa yang di lakukan Delia, gadis kecil itu sangat marah hingga tak menghiraukan siapa pun yang memanggilnya."Sayang! Keluar yuk, nanti Ibu kasih hadiah apa pun yang Delia inginkan!"Ibu Delia terus saja membujuk putrinya untuk keluar, entah berapa kali dia terus memanggil namanya. Hingga membuat tenggorokannya kering dan serak, begitu pun dengan Bibi Susi dan Ayah Delia, mereka m
Beberapa hari kemudian“Damar tumben Kamu ajak akau kesini?” Ucap Delia begitu senang karena sudah beberapa hari ini dia tak pernah bertemu dengan Damar.Kedua kakinya tak memakai alas kaki berlari-lari kecil di antara pasir putih Pantai yang tenang. Delia menggenggam erat tangan Damar seraya mengajaknya untuk bermain. Anak laki-laki itu hanya tertegun menatap wajah manis sahabatnya yang begitu ceriya. Bibirnya tak bisa berkata-kata membungkam rasanya ingin mengatakan semuanya pada Delia namun hatinya sungguh sulit tuk mengatakannya.“Delia memang Kamu belum tahu?” Ucap Damar tertunduk, dia berusaha menarik napas yang berat. Damar lantas melepas genggaman tangannya yang membuat Delia kebingungan. Apa yang sedang terjadi sebenarnya? Kenapa sahabatnya begitu serius saat ini. Pertanyaan tersebut terus berkecamuk di dalam hati.“Memang apa yang sedang terjadi Damar?