Dengan menaiki sepeda nya masing-masing ke dua anak itu tak langsung pulang ke rumah. Mereka pergi ke sebuah pasar malam yang baru buka di samping lapangan bola dekat sekolah. Karena baru buka pasar malam ini menggratiskan pengunjung untuk masuk, hal ini menjadi kesempatan emas untuk kedua anak itu. Walau masih siang tempat ini sudah begitu ramai dengan pengunjung yang masuk. Berjajar pedagang kaki lima di depan pasar malam dengan menawarkan berbagai macam daganganya. Setelah masuk sontak mereka berlari dengan penuh kegembiraan melihat segala macam permainan di tempat itu. Seperti biang lala, kora-kora,ombak banyu, rumah hantu dan masih banyak lagi.
“Damar lihat aku ingin menaiki semua itu!” Ucap Delia sambil menunjuk semua permainan yang ada di sana.
“Kamu ingin naik yang mana Delia yang itu?” Sahut damar menunjuk sebuah permainan biang lala.
“Iya Damar seperti sarang burung yang menggantung,” celetuk Delia tertawa.
Mereka berdua pun langsung bergegas mencoba setiap permainan di pasar malam itu. Seperti sekarang Delia ingin sekali menaiki biang lala bentuknya seperti sangkar burung yang berputar. Ia mulai duduk sambil melihat pemandangan sekitar matanya langsung tercengang begitu takjub melihat pemandangan dari ketinggian. Delia berpikir jika melihat senja pasti akan lebih mengagumkan ia langsung tersenyum membayangkan itu.
“Lihat damar jika melihat senja dari sini pasti indah!” Ucap Delia begitu kagum.
Damar yang melihat delia begitu senang ia pun ikut bahagia. Anak laki-laki itu menunjuk kearah laut dan ia melihat gelombang laut yang begitu indah dari kejauhan.
“Lihat delia gradasi warna laut sangat cantik!” Ucap Damar pada Delia.
“Wah iya.”
Pemandangan dengan pasir putih dan birunya laut membuat sebuah gradasi warna yang cantik. Delia yang melihatnya pun ikut menikamti keindahan itu. Tak berselang lama tiba-tiba biang lala yang mereka tunggangi berhenti di puncak. Gadis kecil itu langsung ketakutan ia memegang erat tangan temannya.
“Damar kenapa kita berhenti!” Ucap Delia penuh ketakutan.
Anak laki-laki itu dengan lembut meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. “Tak apa Delia hanya masalah teknis.!”
Gesekan besi yang naik turun pada biang lala membuat sebuah guncangan kecil. Delia langsung mempererat genggaman tangannya dan memeluk Damar. Sontak anak laki-laki itu berusaha tenang dengan perasaanya yang menggebu.Jantungnya berdegup kencang, keringat di dahi mulai bercucuran entah apa yang ia rasakan begitu gugup.Tangan nya mengelus lembut rambut Delia yang panjang gadis itu langsung menatap lama wajah Damar dan tersenyum.
“Lihat Delia bapak itu akan memperbaikinya dengan cepat!” Ucap Damar berusaha menenangkan.
“Kenapa bapak itu membawa jerigen Damar?” Tanya Delia kebingungan.
“Sepertinya biang lala ini kehabisan bahan bakar jadi berhenti bergerak." Delia pun menganguk dengan penjelasan Damar dan seketika biang lala mulai bergerak kembali.
***
Mereka berdua sangat senang karna biang lala mulai berputar lagi, setelah puas menaiki biang lala damar lantas mengajak delia pergi ke wahana rumah hantu.Delia merasa ragu-ragu karena ia sangat takut kegelapan tapi melihat sahabatnya yang berantusias gadis itu langsung mengiyakan. Mereka berdua melangkah di bibir pintu rumah hantu yang menyeramkan. Di penuhi jaring laba-laba dan lampu yang begitu redup menambah kesan menakutkan. Delia sontak memegang erat tangan damar dan ia berusaha menunduk agar tidak terlalu takut.
“Damar kamu gak takut?” Tanya Delia penasaran.
“Ngga Delia.!”
“Wah kamu sangat berani!” Seru Delia memberikan dua jempol tangan nya.
Anak laki-laki itu hanya tersenyum dengan perkataan Delia, dia sudah menghadapi segala masalah dan beban maka masuk rumah hantu bukanlah hal menyeramkan untuk Damar. Suasana rumah hantu yang sepi membuat Delia takut. Bulu kuduk merinding dan tangannya gemetar ia berusaha menutupi matanya. Dan rasanya begitu berat untuk melangkah maju ke depan. Ketika gadis itu melihat ke sekeliling tidak ada satu pun pengunjung yang masuk ke rumah hantu ini. “Mungkin mereka lebih suka berkunjung di wahana bermain” batinnya dalam hati.
Namun suasana yang sangat sepi membuat Delia semakin takut. Lampu mulai berkelap kelip berubah jadi warna merah Delia sudah merasa tidak enak. Gadis kecil itu melihat sekeliling ia melihat sosok yang menakutkan lantas terkejut.
“Arkkh...!”
Ke dua anak itu berteriak dengan keras,benar saja ada sosok Kuntilanak yang tiba-tiba muncul, Delia yang ketakutan lantas mengajak Damar untuk pergi. Dan apesnya ketika berlari sepatu Delia terlepas yang membuat ia terjatuh.
“Bruk.!”
Saat Delia berusaha memakai sepatunya tiba-tiba ada sosok yang memegang kaki nya, Delia sontak terkejut gadis itu langsung menjerit.
“Arkhh.!”
Damar yang tak tahan dengan teriakan Delia lantas menarik tangan nya mereka berdua berlari dan masuk ke sebuah lorong begitu gelap, dan lampu yang terpasang mulai meredup lalu mati. Gadis kecil itu yang phobia gelap sontak menangis karena ketakutan.
“Kenapa gelap sekali akau takut damar!” ucap Delia dengan menangis.
Damar yang melihat sahabatnya menangis langsung berusaha menengkan. “Jangan menangis Delia tutup mata kamu! Lalu bayangkan sesuatu hal yang menyenangkan" ucap Damar memegang erat tangan Delia.
Delia pun menuruti apa kata Damar, dengan hati-hati Damar menggandeng Delia agar secepatnya bisa keluar dari rumah hantu itu. Ruangan yang tadinya gelap mulai tersinari oleh cahaya lampu walau redup. Lantas Delia meberanikan diri membuka mata nya perlahan. Ia berusaha untuk tidak panik dan memepercepat langkahnya agar cepat keluar dari rumah hantu ini. Dari kejauhan mereka berdua melihat cahaya yang mulai terang dan delia sangat senang akhirnya bisa keluar dari tempat ini.
Namun tak semudah itu tiba-tiba dari belakang ada Hantu yang berlari kencang kearah mereka. Anak sd itu pun langsung berlari secepat mungkin ke pintu keluar rumah hantu. Setelah sampai di luar mereka melihat langit yang mulai sore. Waktu begitu cepat berlalu karena asyik bermain sampai tak sadar jika hari mulai larut. Sebelum meninggalkan tempat itu delia mengajak Damar untuk berkeliling sebentar menikmati suasana pasar malam.
“Damar kita naik itu yuk?” Ucap Delia sambil menunjuk wahana komedi putar.
“Okay ayo!” Sahut Damar
Mereka berdua mulai bersenang-senang lagi dengan menaiki wahana komedi putar. Delia pun menelentangkan satu tanganya dan merasakan hembusan angin yang menyentuh pada kulit. Damar mengikuti apa yang dilakukan Delia ia mencoba meraih tangan Delia namun sangat sulit. Delia sontak tertawa melihat tingkah Damar. Setelah selesai mecoba berbagai wahana permainan Delia bergegas keluar dari pasar malam itu dan melihat pembagian balon gratis delia pun langsung menghampiri dan meminta 1 balon.
Dan ia mengambil satu balon lagi untuk Damar agar bisa diberikan pada adik perempuannya. Damar langsung tersenyum menatap Delia dan elia pun membalas senyuman Damar. Mereka mulai melangkah menuju gerbang pintu keluar dan ingin pergi ke tempat parkir sepeda yang melewati berbagai macam lapak penjual aksesoris. Sambil berjalan Delia menatap berbagai macam aksesoris yang ada di sana. Dan matanya langsung tertuju pada liontin kalung berwarna biru yang cantik. Delia tak punya uang cukup ia hanya bisa memandangi liontin itu. Damar pun menyadari keinginan Delia namun ia juga tak punya banyak uang untuk membelinya.
“Damar aku pulang dulu” Ucap Delia melambaikan tangan dan berlari menuju ke sepedanya.
Damar lantas melambaikan tangan, setelah puas melihat-lihat kedua anak itu bergegas pulang. Gadis itu mengikatkan balon nya di sepeda merah muda kesukaanya. Namun ia tak langsung pulang ke rumah tapi ke toko bunga milik Ibunya yang jaraknya tak jauh dari pasar malam.
Suara gemrincing lonceng pintu toko terdengar nyaring,Ibunya yang melihat Delia belum pulang sekolah dari siang hanya geleng-geleng kepala dan lantas memarahinya. Namun Delia langsung memberikan sertifikat kemenangan lomba puisi yang membuat ibu nya tersenyum ia senang dan bangga pada putri kecil nya, Ibunya memangku sang anak sembari memeluk dengan penuh kasih sayang.
Di perjalanan pulang Damar begitu bahagia ia terus tersenyum dan ingin secepatnya sampai ke rumah. Anak itu melihat warna langit yang mulai gelap dan suara hembusan angin yang berderu. Ia mengayuh sepedanya untuk berpacu dengan waktu . Sesekali menelentangkan satu tangan agar bisa meraih rumput di tepi jalan. Dari kejauhan mukanya berseri melihat rumah yang mulai dekat. Dengan berhati-hati damar lantas memarkirkan sepedanya di dekat gerbang.Damar melepas ikatan balon di sepedanya untuk di berikan pada Adik yang paling ia sayang. Baru ingin membuka pintu seketika wajah yang berseri itu hilang, berubah menjadi muram melihat apa yang ada di depannya. Keributan itu tak benar-benar berakhir anak itu menyangka Papanya tak akan pernah pulang ketika terakhir kali ia pergi. Ya itu terakhir kalinya dia melihat sosok Papa yang dulu pernah jadi indolanya.Dengan muka gusar Papa Damar langsung pergi membawa beberapa barang. Damar mencoba menghalan
Mama Damar mulai merapihkan semua dokumen lalu ia pergi untuk mencari pekerjaan, sebenarnya Mama Damar tak tega menitipkan putri kecilnya pada tetangga. Namun karena sebuah tuntutan dan memiliki kewajiban untuk menafkahi ke dua anaknya lantas ia harus mencari pekerjaan. Tetangga nya pun dengan senang hati mau menjaga Gistara. Wanita itu mencari lowongan pekerjaan di manapun tetapi tidak ada satu pun yang mau menerimanya. Apalagi karena Mama Damar yang tak memiliki pengalaman kerja hal ini membuat beberapa tempat tak begitu tertarik. Mama Damar yang begitu letih ia terus berjalan di tepi jalan raya dan akan menyebrang. Namun ia tak begitu fokus ada kendaraan besar yang melaju kencang dari kejauhan, seseorang wanita dari kejauhan mencoba berteriak untuk menyadarkan Mama Damar agar segera menepi. “ Mba awas!” ucap seorang wanita dari kejauhan.Sontak mama Damar langsung tersadar namun kaki nya begitu kaku ia lan
Sesampainya di depan rumah Delia lantas mengendap-endap ia berjalan berjinjit-jinjit agar tak mengeluarkan suara. Di dalam rumah tampak begitu sepi dan bajunya yang basah membuat tetesan air di lantai. “Bruk! Aduh!” Erangan suara gadis kecil itu terdengar lirih mencoba menahan sakit. Genangan air di lantai membuat ia jatuh terpleset. Delia takut jika Ibu atau Ayahnya tau pasti bisa di marahi. Setelah masuk ke dalam rumah gadis itu menelusuri setiap ruangan namun tak ada siapapun di sana. Dari kejauhan matanya menyorot ke depan terlihat Ibunya yang sedang memasak, sontak ia pun sedikit lega dengan hati-hati delia langsung pergi ke kamar mandi, namun tiba-tiba ada suara yang mengagetkannya. “Delia kenapa bajunya basah?” Dengan memegang pundak Delia yang gemetar, Ibunya sontak marah karena Delia sudah membasahi lantai. Delia berusaha berpikir mencari alasan agar Ibunya mau percaya,dengan m
“Tet tet tet!" Suara bel mulai berbunyi semua murid sekolah dasar berkumpul di Lapangan untuk melaksanakan upacara bendera. “Ayo Anak-anak kumpul di Lapangan!” Teriak seorang guru mengingatkan bahwa upacara bendera segera di mulai. “Delia ayo,!” pekik Ayuna mengajak Delia cepat-cepat menuju ke Lapangan. Kedua gadis itu lantas berlari ke barisan paling belakang. Suasana pagi begitu cerah para murid fokus melaksanakan upacara bendera. “Ayuna” Bisik Delia ingin mengatakan sesuatu pada teman dekatnya. “Ssst!” Delia lantas diam dengan mulut mayun ia ingin sekali bercerita pada Ayuna, sungguh saat ini Delia merasa sangat bosan sekali. Tiba-tiba Pak Kepala Sekolah mulai berpidato di Lapangan dan menjelaskan bahwa sebentar lagi akan di laksanakan ujian akhir semester. Maka para murid di beri amanat untuk belajar guna mempersiapkan ujian akhir semest
"Baik Anak-anak semua. Untuk materi di pagi hari ini adalah Matematika Bu Guru yakin kalian semua sudah mempersiapkan dengan sebaik mungkin?" Bu Guru mulai membagikan lembar soal dan jawaban pada tiap-tiap bangku siswa. Di ruang kelas semua murid mulai bersiap-siap melaksanakan ujian akhir semester. Tak lupa seorang gadis kecil berdoa dan berharap agar di mudahkan dalam mengerjakan ujian. Sudah beberapa hari ujian ini berlangsung, dan di hari ini semua murid tampak tegang mengerjakan soal matematika yang di sajikan. Namun ada satu anak laki-laki yang begitu tenang ia mulai mengerjakan satu per satu soal seperti tak ada kesulitan. Gadis itu tampak gelisah selalu saja memegangi kepalanya, sesekali memutar-mutar pensil yang ia punya. Betapa sulit soal yang di berikan ia hanya melihat sebuah angka-angka saling berputar dalam kepalanya. Satu jam telah berlalu Ibu Guru menjelaskan kalau ujian tinggal 15 menit lagi. Sontak para murid mulai geli
"Ibu kapan kita pulang." Tanya Delia memandang keluar dari jendela Toko Bunga. Suara gemuruh terdengar keras di langit bersamaan rintikan hujan yang deras. Gadis itu nampak bosan melihat ke jendela mata nya tertuju pada lalu lalang kendaraan yang tiada henti. Ia mulai menyandarkan kepalanya di tangan sambil menggambar simbol-simbol pada embun di kaca. Raut wajahnya begitu senang sesekali mengucap kalimat lirih, entah apa yang sedang ia katakan. "Delia jangan dekat jendela Nak!" Perintah Ibunya melarang untuk tidak terlalu dekat pada jendela karena hujan yang deras di tambah petir mengglegar. "Iya Ibu." Gadis itu tampak cuek dan tak menghiraukan apa kata ibunya. "Jgeeer...!" Sampai seketika kilatan cahaya dan suara petir yang keras mengagetkan gadis itu. Kedua kakinya terasa lemas ia lantas menutup telinga menggunakan tangan dan lari. "Ibu...! Delia takut" Teriak gadis itu menunduk di ba
“Hei Delia. Ada apa?” Tanya Damar yang menatap wajah Delia tampak begitu murung tak seperti biasanya.“Gak papa ko!” Jawab Delia begitu lirih, ia masih memikirkan kondisi Ayahnya di Rumah Sakit rasanya ingin sekali menjenguk tapi belum di bolehkan oleh Ibunya. Karena dia masih melaksanakan ujian akhir semester.“Ngga! pasti ada masalah kan? Kamu gak kaya biasanya. Ada apa Del.?” Delia yang melihat sahabatnya begitu perhatian, ia lantas tersenyum.“Ayah aku kecelakaan Damar! Rasanya pengin banget jenguk tapi gak tau gimana caranya.?” Dengan wajah sendu Delia menceritakan kronologi kecelakaan Ayahnya tadi malam, mata gadis kecil itu tampak berkaca-kaca Delia sangat rindu pada Sang Ayah.Delia ingin sekali menemui ayahnya tapi dia bingung tak tau bagaimana caranya. Damar ikut sedih dengan cerita Delia ia pun berusaha menghibur sahabatnya dengan
“Ibu! Damar di mana?.” Tanya Delia melihat ke luar dan tak ada sosok sahabatnya itu.Ibunya menatap hangat seraya mengelus lembut rambut panjang putri kecilnya. “Tadi Damar Ibu antar pulang sayang.” Delia begitu penasaran “mengapa Damar tak berpamitan dulu padanya, atau mungkin ia ada urusan mendadak?.” Batinnya dalam hati. Semua pertanyaan itu terlintas dalam pikirannya, tak seperti biasanya Damar seperti ini.“Ibu. Delia boleh gak menginap satu malam?” Delia merapatkan kedua tangannya mencoba memohon pada sang Ibu. Ia berharap Ibunya memberi izin karna Delia masih ingin bersama sang Ayah.“Gak bisa! Delia nanti istirahat di Rumah ya Nak? sama Bibi Susi dulu.” Ibunya tak ingin jika Delia sakit karena kecapekan menunggu Ayahnya yang di rawat. Delia tampak kecewa karena ia ingin sekali semalaman bersama sang Ayah.“Iya Delia
Sinar rembulan begitu terang menyorot permukaan air laut yang tampak bergelombang, suara tawa terus terdengar bersamaan serangga malam yang ikut bergeming. Wajah dua sosok manusia yang saling menatap seraya tersenyum menikmati hamparan laut yang begitu tenang. Sesekali mereka bersenda gurau untuk memecah keheningan malam yang tak terasa mulai larut. Delia mengecek jam yang pada ponsel genggamnya tampak waktu menunjuk sepuluh malam. Namun suasana laut masih begitu ramai, banyak orang berlalu lalang untuk sekedar bersantai sembari menikmati indahnya bintang-bintang di langit.“Gimana Kamu jadi cari model untuk promosiin baju kamu?” Ucap Romi dengan menatap lama mata Delia yang tampak bersinar terkena cahaya rembulan.Delia terdiam sebentar dia masih asyik sendiri tatkala bola matanya menyorot ke ujung hamparan air laut yang tampak tenang. Bibirnya sedikit tersenyum dengan menggaguk dia berkata “Iya Rom, Tapi…!” D
“Kring….Kring…”Suara lonceng sepeda terdengar begitu nyaring Ibu Delia menoleh,menatap ke luar kaca dan tampak putri cantiknya yang baru sampai mengantar bunga pesanan dari pelanggan. Wanita itu hanya tersenyum kecil, dengan kelakuan putrinya yang membuatnya cemas.“Ibu… Delia pulang!” Ucap gadis itu dengan begitu riang, lalu segera berlari menuju sang ibu yang terdiam seraya menatap tajam.“Ya ampun Delia! Ke mana aja tadi?”“He he.. Maaf Ibu, tadi Delia istirahat sebentar di Taman, suasananya asyik sih! Jadi kelupaan deh!”“Hmm… Kebiasaan deh Kamu!” Seru Ibunya lalu mencubit lembut pipi sang putri yang memerah.“Iya maaf.. Terus pesanan bunganya gimana Bu?”“Udah dianterin sama karyawan Ibu tadi! Kalau nungguin Kamu dulu, nanti pelanggan p
Keesokan harinya“Ini pesanan bunganya jangan lupa ya? Rumahnya dekat lapangan bola samping taman itu!” Ucap ibunya lalu segera mengemas dengan begitu cantik, sebuah rangkaian bunga mawar merah pesanan seorang pelanggan.“Iya Ibu! Alamatnya sudah di tulis kan ya?”“Sudah sayang! Kamu memangnya gak repot? kalau harus mengantar pesanan sebanyak ini?” Ibunya bertanya pada Delia karena dia tak ingin merepotkan sang putri.“Ngga kok! Delia masih sanggup, nanti kalau susah bawanya Delia kan bisa nganterin satu persatu Bu!” Ucap Delia meyakinkan ibunya, jikalau dia memang tak direpotkan sedikit pun.“Kamu lagi gak sibuk nih? Nanti gimana butik Kamu?”“Ngga Ibu, Delia sengaja mau bantu Ibu! Sudah lama Delia gak ke Toko. Delia senang kok!” Ujar Delia mengagut seraya tersenyum manis pada sang ibu yang t
Delia termenung menatap suasana yang tak asing baginya, suara desiran laut begitu syahdu. Dengan gelombang air yang nampak tenang, Delia menatap lama matanya tertuju pada jernihnya air yang berwarna hijau kebiruan. Perasannya tampak heran dia seperti tak asing dengan tempat ini sebelumnya. Ada rasa rindu yang terpendam begitu dalam, entah mengapa tiba-tiba air matanya jatuh hingga membasahi pipinya yang merah. Dia teringat akan sahabatnya dulu yang telah lama pergi, entah ke mana tak ada kabar sedikit pun darinya. Kepalanya langsung tertunduk Delia mencoba menahan untuk tidak menangis namun air matanya tak bisa dibendung lagi. Tangisnya begitu pilu hingga membuat dadanya sakit karena menahan napas yang tersengal-sengal. Delia ingin berteriak sekencang mungkin namun suaranya tak bisa keluar seperti tertahan.“Delia” Suara panggilan yang begitu jelas membuat gadis itu terkejut, dia langsung menoleh ke arah belakang dan terlihat sosok laki-laki kecil ya
12 tahun kemudian“Tok…tok…tok”Suara ketukan pintu di depan terdengar keras Bibi Susi dengan terburu-buru berlari kecil untuk membukakannya. “Iya tunggu sebentar!”Dari kejauhan sosok laki-laki muda sedang berdiri mematung menghadap ke pintu, senyuman kecil nampak terlihat di bibir Bibi Susi yang merah. “Eh Mas Romi! Cari Mba Delia ya?” Romi tersenyum lebar seraya mengangguk tubuhnya semakin tinggi hingga melampaui Bibi Susi. Anak laki-laki itu sudah beranjak dewasa. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, Bibi Susi tak menyangka pertumbuhan anak-anak itu yang amat cepat. Sejak lulus sd Romi selalu bersama Delia, mereka begitu dekat hingga kedua orang tuanya saling mengenal satu sama lain. Romi selalu bersama Delia sejak smp sampai sma mereka berada di sekolahnya yang sama, hanya saja mereka tak berada di satu kelas.“Delia…Ini a
Satu bulan kemudian….“Selamat ulang tahun kami ucapkan…Selamat panjang umur Kita kan doakan!” Suara nyanyian ulang tahun menggema hingga ke setiap sudut ruang tamu. Anak-anak itu tampak bahagia penuh senyum sembari mendendangkan sebuah lagu untuk Delia. Namun gadis kecil itu tampak terdiam lesu hanya sesekali tersenyum kecil.“Delia selamat ya?” Ucap Romi lalu memberikan sebuah hadiah yang sudah terbungkus rapih dalam kertas kado berwarna cokelat.Delia tersenyum lalu memanggut menerima hadiah dari Romi, entah hadiah apa yang anak laki-laki itu berikan, Begitu pun dengan Ayuna dan teman-teman lain mereka semua cukup gembira bisa berkumpul bersama kembali. Ada perasaan rindu yang terselip di relung hati terdalamnya, gadis kecil itu mengingkan Damar juga, agar dapat mengucapkan selamat di hari ulang tahunnya saat ini. Namun semua itu tak bisa dia rasakan lagi, karena sejak Damar pergi dia
Di atas ranjang tidur sesosok gadis kecil terbaring lemas, wajahnya pucat pasi bibirnya terus bergetar. Dia berkomat-kamit seperti mengatakan sesuatu, tetapi suaranya yang lirih tak begitu terdengar. Sang Ibu hanya menatap dengan penuh sendu kedua tangannya menggengam erat tangan kecil putinya yang tak berdaya. Sudah beberapa jam sang putri tak sadarkan diri karena demam tinggi akibat kelelahan dan tak mau makan seharian. Sang Dokter menyarankan agar ibunya bisa beristirahat, namun wanita itu tetap bersih kukuh untuk menemani putri kecilnya duduk di samping ranjang.“Ibu…ibu...!” Suara lirih gadis kecil itu membuat Ibunya tersadar, lantas segera mengusap lembut rambut putrinya yang berantakan.“Kenapa sayang?” Ucap Ibunya dengan begitu lembut, hatinya sakit melihat kondisi putrinya yang menyedihkan.“Damar mana? Delia pengin ketemu Damar!” Ucap Delia dengan suara parau, air mata
“Delia ayo ke luar Nak! Makan dulu ya? Nanti Kamu sakit.” Ucap ibunya dengan raut wajah begitu cemas, sejak kemarin sore Delia bertingkah sangat aneh. Dia terus saja terdiam membisu dan tak mau ke luar dari kamar. Ibunya paham pasti Delia baru saja bertemu dengan Damar untuk yang terakhir kalinya. Karena gadis kecil itu masih tak percaya dengan apa yang terjadi kemarin, dia belum siap menghadapi perpisahan yang begitu cepat hingga membuatnya sedih."Iya Mba Delia! Ayok makan dulu Bibi masakin makanan yang enak." Bibi Ikut cemas dengan apa yang di lakukan Delia, gadis kecil itu sangat marah hingga tak menghiraukan siapa pun yang memanggilnya."Sayang! Keluar yuk, nanti Ibu kasih hadiah apa pun yang Delia inginkan!"Ibu Delia terus saja membujuk putrinya untuk keluar, entah berapa kali dia terus memanggil namanya. Hingga membuat tenggorokannya kering dan serak, begitu pun dengan Bibi Susi dan Ayah Delia, mereka m
Beberapa hari kemudian“Damar tumben Kamu ajak akau kesini?” Ucap Delia begitu senang karena sudah beberapa hari ini dia tak pernah bertemu dengan Damar.Kedua kakinya tak memakai alas kaki berlari-lari kecil di antara pasir putih Pantai yang tenang. Delia menggenggam erat tangan Damar seraya mengajaknya untuk bermain. Anak laki-laki itu hanya tertegun menatap wajah manis sahabatnya yang begitu ceriya. Bibirnya tak bisa berkata-kata membungkam rasanya ingin mengatakan semuanya pada Delia namun hatinya sungguh sulit tuk mengatakannya.“Delia memang Kamu belum tahu?” Ucap Damar tertunduk, dia berusaha menarik napas yang berat. Damar lantas melepas genggaman tangannya yang membuat Delia kebingungan. Apa yang sedang terjadi sebenarnya? Kenapa sahabatnya begitu serius saat ini. Pertanyaan tersebut terus berkecamuk di dalam hati.“Memang apa yang sedang terjadi Damar?