Home / Romansa / Dekapan Hangat Sang Pewaris / Bab 11 - Surat Wasiat

Share

Bab 11 - Surat Wasiat

last update Last Updated: 2024-01-24 22:45:17
“Kenapa?” tanya Lucas setelah beberapa saat memperhatikan istrinya dari sudut mata. Suaranya datar, namun tajam. “Gugup?”

Sepanjang perjalanan menuju mansion keluarga Dawson, Davina nyaris tak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya suara napasnya yang terdengar halus, diselingi debar yang mengalun tak menentu.

Pandangannya tertunduk, wajahnya tersembunyi di balik helai rambut panjangnya. Ia tengah menanggung gelisah yang tak bisa ia jelaskan, seolah ada badai yang akan segera datang, tapi ia tak tahu dari arah mana.

Davina menengadah pelan, menatap Lucas sejenak lalu mengangguk kecil. “Se-sedikit takut,” gumamnya.

Lucas mengangkat sebelah alis. “Apa kau berbuat kesalahan?”

Nada itu mengandung sindiran, tapi juga pengujian. Ia tahu betul bahwa wanita di sampingnya kerap kali menyimpan segala sesuatu dalam diam, dan ia ingin tahu sampai sejauh mana ketakutan itu membuat wanita itu rentan.

“Ti-tidak,” jawab Davina cepat, terlalu cepat.

Lucas tak membalas. Ia hanya menghela napas pel
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 12 - Kejutan

    “Apa?!” Maria bangkit dari duduknya. “Tidak mungkin! Itu pasti akal-akalan wanita itu!” Davina terhenyak. Ia menggeleng panik. “A-aku… tidak tahu apa-apa…” Lucas diam. Tatapannya tajam, tapi ia tak menoleh ke arah istrinya. Ia sudah bisa menebak bahwa ini adalah langkah kakeknya untuk mencegahnya menyingkirkan menantu pilihannya setelah mendapat semua warisan. Lucas marah, tapi lebih dari itu—ia merasa dikendalikan… Lagi! “Hentikan, Ma,” potong Lucas akhirnya. Maria masih memandang Davina dengan tatapan penuh amarah. “Kau pasti memanipulasi Papa! Kau pikir dengan saham itu kau bisa bertahan di keluarga ini?” “Cukup.” Lucas berdiri, kini menatap semua orang di ruangan itu. “Tak ada yang salah dengan berbagi saham antara suami dan istri.” Senyumnya dingin. Ia memandang Davina sejenak. Tatapan wanita itu menyiratkan ketakutan, tapi juga kebingungan yang tulus. Lucas tahu wanita itu bukanlah aktris berbakat. Justru karena itulah ia merasa… semakin terjebak. “Apa masih ada yang ha

    Last Updated : 2024-01-25
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 13 - Kunjungan Tak Diinginkan

    “Nyonya, apa Anda ingin camilan sore?” tawar Herman dengan suara lembut yang khas, seperti biasa, penuh hormat namun tetap bersahabat. Tak banyak yang bisa dilakukan Davina di rumah ini. Hanya menghabiskan waktu dengan termenung tanpa tujuan. Ia duduk di tepi sofa ruang tamu yang megah, dengan mata yang sejak tadi terpaku pada jendela besar menghadap taman belakang. Tatapannya kosong, mengembara jauh dari tempatnya kini. Davina menggeleng pelan. “Tidak, Herman. Terima kasih.” Suaranya nyaris tak terdengar, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Namun, saat menatap kembali taman yang rindang dan tertata apik, hatinya tergerak. “Bolehkah aku duduk di taman belakang?” “Tentu saja,” jawab Herman tanpa ragu, senyum kecil menyembul di wajah ramahnya. “Saya akan menyiapkan teh hangat dan camilan ringan untuk menemani Anda. Udara sore hari ini cukup sejuk.” Davina mengangguk kecil. Kali ini, tawaran itu terasa tepat. Ia butuh ketenangan, dan mungkin, segelas teh manis serta udara luar bisa

    Last Updated : 2024-01-25
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 14 - Di Balik Pintu Keluarga Carter

    Langkah Davina terasa berat saat menyusuri jalan setapak menuju rumah keluarga Carter. Setiap pijakan seperti membawa beban tak kasat mata yang terus menghimpit dadanya. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena amarah sang ayah, melainkan ketakutan—takut akan kenyataan yang bisa saja terbongkar oleh pertemuan tak terencana ini. Di sampingnya, Lucas berjalan tenang. Sementara dirinya tenggelam dalam pusaran pikiran, pria itu tetap gagah, seolah tak tergoyahkan oleh apapun. “Kenapa kamu tidak menekan bel?” tegur Lucas, memecah lamunannya. Davina terkesiap. “Eh?” lirihnya tergagap. Matanya nanar, terombang-ambing antara kenyataan dan kekhawatiran. Baru saat itu ia sadar bahwa mereka telah berdiri di depan pintu kediaman Carter. “Aku akan menghubungi Ayah. Mungkin mereka sedang tidak di rumah,” elaknya sambil menyibak isi tas kecilnya, tangan gemetar mencari ponsel. Lucas menghentikannya. “Tak perlu.” Dengan gerakan pelan namun tegas, telunjuk Lucas menekan bel di sisi dinding

    Last Updated : 2024-01-27
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 15 - Menjadi Kuat

    “Siapa kamu sebenarnya?”Davina bagai bisa mendengar pertanyaan yang terucap tanpa suara, dari balik tatapan Lucas. Namun ia tak berdaya, kuasa keluarga Carter bagai rantai yang mengunci rapat mulutnya.“Nak Lucas, Ayah baru saja mendengar kabar kalau kamu akan segera diangkat menjadi presiden direktur Dawson Group.” Lucas mengalihkan tatapannya dari istrinya. Ia mendengus samar karena pria tua dihadapannya mulai menunjukkan maksud yang sebenarnya. “Ya,” ucapnya sembari menaikkan dagu. “Sejak awal posisi itu dipersiapkan untuk ku, hanya masalah waktu saat aku bisa berada di kursi itu,” lanjutnya dengan kepercayaan diri penuh.Abraham tertawa keras meski hatinya menggeram kesal. Pria muda itu tak sedikitpun menunjukkan rasa hormat. Bahkan Dawson Junior itu tak segan menunjukkan arogansi dihadapannya.“Ayah sungguh bangga memiliki menantu sepertimu,” cetus Abraham. Cecilia mengangguk setuju. “Eleana sungguh beruntung,” imbuhnya.Duo Carter itu telah menetapkan tekad, menyanjung bocah

    Last Updated : 2024-01-27
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 16 - Kala Jauh

    “Nyonya, anda ingin tambahan kue?” Davina menggeleng lemah, menanggapi pertanyaan kepala pelayan yang tengah menatapnya dengan sorot cemas. “Anda baik-baik saja? Saya bisa meminta dokter keluarga Dawson untuk datang.” “Tidak, Herman. Aku baik-baik saja,” cegah Davina. Davina tidak sakit, dia hanya dilema karena Lucas mengabaikannya sejak mereka kembali dari kediaman keluarga Carter. Mungkin akan terdengar lucu, Davina merasa Lucas mengabaikannya padahal dari sejak awal, pria dingin itu tak benar-benar menganggapnya sebagai istri. Tapi kali ini serasa berbeda, Lucas mengabaikannya dalam artian yang sebenarnya. Pria itu bahkan tak menunggunya untuk sarapan bersama seperti yang mereka lakukan sejak kedatangan Davina ke rumah ini. “Nyonya, bisakah anda berhenti mengaduk-aduk sisa makanan? Para pelayan telah menunggu cukup lama hanya untuk memindahkan piring anda,” usik Herman gemas. Davina mendesah dalam lalu mendorong piring yang belepotan krim itu dari hadapannya. “Herman, apa

    Last Updated : 2024-01-29
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 17 - Semanis Stroberi

    Davina duduk di sofa ruang tengah sambil menggosok perutnya yang terasa begah—efek dari puluhan stroberi yang bersarang di perutnya. “Harusnya aku mengendalikan diri! Memasukkan semua buah itu ke dalam mulut,” gerutunya. “Karma manusia tamak.” “Kenapa? Perutmu sakit?” “Eh, Lucas?” Davina nyaris menjerit senang begitu melihat sosok tampan yang muncul dihadapannya. “Kamu pulang?” “Bukankah ini rumah ku? Kamu tidak suka aku pulang?” Selidik Lucas sambil memicingkan matanya. Ia memilih duduk di sofa yang sama, disamping sang istri. Davina mengibaskan tangan. “Tidak, tidak! Aku tidak berpikiran seburuk itu,” kilahnya cepat. Ia tak ingin Lucas kembali marah dan mengabaikannya. Dua hari saja, ia tidak melihat wajah tampan itu mengomel, hati Davina gundah. “Apa kamu tidak marah lagi?” Satu alis Lucas naik untuk membentuk pertanyaan tak terucap. “Kamu membuat masalah?” “Aku tidak.” Davina menggeleng lemah dengan wajah tertunduk lesu. Ekspresi itu terlihat menggemaskan bagi Lucas, hin

    Last Updated : 2024-01-29
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 18 - Serbuan Para Mertua

    Davina memejamkan matanya perlahan, menyambut sentuhan lembut di bibirnya. Meski tak menuntut, namun terasa sangat intens. Merengkuhnya dalam kehangatan hingga membuat kunang-kunang berpendar, membawa akal sehatnya hingga melambung tinggi. Ia kembali membuka mata saat gerakan di bibirnya perlahan memudar, pandangannya langsung berhadapan dengan mata yang meredup, seakan dibayangi awan kelabu. Lucas tak berucap apapun, hanya menatapnya lekat seraya mengusap lembut permukaan bibir Davina dengan ibu jari. Lucas bangkit dengan gerakan cepat dan kembali menekan, tanpa memberi celah bagi sang istri untuk mengatur langkah—melarikan diri. Lucas mendorong tubuh ramping itu hingga merapat ke sudut sofa, mengungkung di bawah kuasanya. Pikiran Lucas dibayangi bisikan setan, menyeru seraya memaksanya untuk melepaskan kendali. “Lu-lucas …” desah Davina terbata. Ia panik begitu pria yang mengurung tubuhnya, kembali mendekapnya. “Tunggu, A-aku …” Lucas mengulas senyum tipis lalu merendahkan tubu

    Last Updated : 2024-01-30
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 19 - Hati Yang Rapuh

    “Mengapa dia menciumku?” Davina menyentuh bibirnya yang masih diselimuti kehangatan seraya menatap pantulan wajahnya di cermin. Merah! Bahkan jauh lebih merah daripada pasta tomat. Jantung Davina kembali berdetak kencang kala mengingat lagi sentuhan lembut di bibirnya. Serangan tiba-tiba itu membuatnya nyaris lupa cara bernapas. ‘Lucas menciumku … Apa dia menyukaiku?’ bola liar kembali bergulir dalam pikiran Davina. Menerka-nerka apa yang terjadi pada pria sedingin es kutub yang tiba-tiba mencair. Davina menepuk kedua pipinya yang dihiasi senyum lebar. “Tidak Davina! Apa yang kamu pikirkan,” sergahnya panik. “Kamu tak boleh lupa, Davina! Posisi mu di rumah ini hanya sebagai pengganti Eleana,” tegas Davina pada bayangan dirinya di balik cermin. Ia berbalik, melemparkan tubuhnya ke ranjang. “Lucas tidak mungkin menyukai ku, pria itu hanya peduli pada warisannya,” desahnya sembari menatap langit-langit. ‘Yah, tidak mungkin!’ Davina meraih ponselnya yang kembali berdering. Ia t

    Last Updated : 2024-01-31

Latest chapter

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 47 - Jujur

    Langit sore tampak sendu, memantulkan warna abu yang samar pada kaca jendela besar di café milik Baron. Suasana di dalam cukup lengang, hanya beberapa pelanggan yang tengah sibuk dengan laptop dan secangkir kopi mereka. Di sudut dekat rak buku, Davina duduk gelisah. Jemarinya saling menggenggam erat, berkali-kali ia mencuri pandang ke arah pintu, menunggu sosok yang tadi pagi mengirimkan pesan singkat. ‘Kita perlu bicara. Temui aku di tempat Baron. Jangan menunda lagi, Eleana.’ Saat pintu terbuka dan lonceng kecil di atasnya berdenting, jantung Davina berdetak lebih cepat. Megan masuk dengan langkah mantap, tanpa senyum, tanpa basa-basi. Ia berjalan lurus ke arah meja tempat Davina duduk, lalu menarik kursi dan duduk dengan anggun tapi penuh tekanan. Saat tatapan mereka bertemu, Megan tak membuang waktu. “Aku ingin penjelasan. Kali ini, tanpa kebohongan,” ucapnya tajam. Davina menelan ludah. Suara Megan terdengar datar, tapi menyimpan bara. Ia tahu, hari ini tak bisa lagi bersembu

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 46 - Ancaman

    Lucas bersandar santai di kursinya, tak menunjukkan sedikit pun rasa terganggu. Ia menyuap sesendok terakhir sarapannya, lalu mengusap bibir dengan serbet linen. Matanya menatap Maria dan Eleana satu per satu, sebelum akhirnya berhenti pada Davina yang kini terlihat tegang. “Kalian datang membawa kabar menyedihkan, rupanya.” Suaranya tenang. “Davina kehilangan ibunya. Rumahnya pun hilang. Sungguh... kisah yang menyayat hati.” Maria tersenyum kecil, mencoba membaca sikap Lucas yang terlihat terlalu santai untuk situasi seperti ini. “Jadi,” lanjut Lucas pelan, “kalian ingin... Davina tinggal di rumah ini?” “Kalau diizinkan,” jawab Maria cepat. “Itu akan sangat membantu Davina melewati masa-masa sulitnya dan Eleana akan berkumpul lagi dengan sepupu terdekatnya.” Lucas diam sejenak, mengaduk cangkir kopinya dengan pelan. Denting logam melawan keramik mengisi ruang hening itu, menciptakan ketegangan yang tak kasat mata. Lalu ia tersenyum. “Sayangnya, aku tidak terbiasa menerima

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 45 - Strategi Licik

    Minggu pagi di rumah besar milik Lucas berlangsung tenang dan hangat.Cahaya matahari merambat masuk melalui tirai tipis, membentuk garis-garis cahaya lembut yang menari di atas meja makan. Aroma kopi dan nasi goreng hangat memenuhi udara, menyatu dengan keheningan damai yang mengisi ruangan.Davina duduk tenang di kursinya, menikmati sarapan spesial yang sengaja dipersiapkannya. Di depannya, Lucas menatap dengan sorot mata hangat, seperti sedang menghafal tiap lekuk wajah istrinya.Percakapan mereka ringan, mengalir seperti aliran sungai yang jernih. Tak ada ketegangan seperti hari-hari sebelumnya. Seolah pertengkaran dan keraguan itu tak pernah ada.“Ini enak.” Lucas menunjuk isi piringnya.“Aku tidak tahu kamu bisa masak.”Davina tersenyum, malu-malu. “Ah… aku cuma bisa membuat menu simpel. Kamu suka?”Lucas mengangguk, kembali menyendok sarapannya tanpa banyak kata. Tak perlu banyak bicara—suasana nyaman itu sudah cukup bicara banyak.Namun, ketenangan itu terputus tiba-tiba oleh

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 44 - Iri Hati

    “Ma.”Eleana menghampiri sang ibu yang tengah santai di taman belakang, sibuk membolak-balik halaman majalah.Wanita paruh baya itu menurunkan majalah di tangannya, lalu melirik sang putri. “Ada apa, Sayang?”Eleana duduk dengan malas di kursi yang kosong. “Aku ingin bicara tentang Davina.”Wajah sang ibu langsung berubah. Keningnya berkerut. Ketidaksukaannya pada anak sambungnya itu terlalu besar untuk bisa disembunyikan.“Kenapa kamu harus membahas wanita pembawa sial itu?” dengusnya tak senang.“Aku tahu Mama muak mendengar namanya, aku juga. Tapi kali ini aku butuh bantuan Mama.”“Katakan’lah, Sayang. Berhenti bertele-tele karena kamu mulai membuat ku pusing.”“Aku ingin posisiku kembali,” ucap Eleana tegas.Alis sang ibu bertaut bingung. “Apa maksudmu?”“Aku ingin Davina keluar dari rumah Dawson dan mengembalikan posisi itu padaku.”Raut wajah sang ibu menegang. “Apa kamu menyukai Lucas?” tebaknya. “Bukankah sebelumnya kamu bilang tidak ingin menikah dengan pria mengerikan itu?”

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 43 - Sisi Lain

    Davina memekik kaget saat tubuhnya terangkat ke udara dan mendarat dalam dekapan Lucas. “Kalau begitu, lebih baik kita menunggu waktu makan malam di kamar saja,” kata Lucas ceria, seolah tak ada kemarahan di wajahnya beberapa menit lalu. “Eh! Lucas, turunkan aku!” Davina berusaha menggeliat, tetapi pria itu justru mempererat pelukannya, mengangkatnya seperti seorang pengantin baru. “Tenang saja. Kamu butuh istirahat setelah semua drama hari ini.” Davina mendengus pelan, namun tak lagi melawan. Kepalanya bersandar di bahu Lucas, mencoba menyembunyikan rona merah yang belum juga surut dari wajahnya. Langkah kaki Lucas mantap menaiki anak tangga menuju lantai dua. Aroma maskulin dari tubuhnya begitu dekat, membuat napas Davina nyaris tercekat. Ia tak bisa menyangkal bahwa hatinya berdetak lebih cepat setiap kali pria itu menunjukkan sisi lembutnya, meski dalam waktu yang tak terduga. Pintu kamar terbuka tanpa suara. Lucas menurunkan tubuh Davina dengan lembut di atas ranjang king s

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 42 - Posesif Berlebih

    Tubuh Davina terdorong ke belakang hingga merapat ke tembok saat Lucas berbalik dan mengurungnya dengan kedua tangan yang terentang. Pria itu mengerang kasar seolah tengah melepaskan amarah yang tertahan. “Kenapa? Kamu masih ingin tinggal disana dan menarik perhatian Sebastian?” Lucas mendesis kasar. "Begitu inginnya kamu bersama pria itu?" “A-apa? Aku tidak—” Davina tergagap, ia kaget akan tuduhan dan kemarahan yang ditunjukkan Lucas hanya karena sepupunya datang untuk menyapa. “Aku tidak berniat untuk bertemu dengan Sebastian," elaknya tak terima. "Jangan pernah berpikir untuk melakukannya!" tegas Lucas. Davina bergidik ngeri kala wajah itu melempar sorot mata mengancam. "Mu-mulai sekarang, aku tak akan bicara bahkan bertemu Sebastian tanpa izin mu," janjinya demi menenangkan macan yang tengah mengamuk. Lucas melengos malas, tak percaya akan janji yang diucapkan oleh istrinya. "Lalu, kenapa kamu tampak kecewa karena meninggalkan pesta itu lebih cepat?" "I-itu ..." Davina kehabi

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 41 - Kehadiran Yang Tak Disangka

    “Apa yang kalian bicarakan?” Buru Baron begitu melihat dua wanita itu masuk ke dalam ruangan. Megan menggelengkan kepalanya, mencegah Baron untuk banyak bertanya. “Apa semua persiapannya sudah selesai?” “Ya,” sahut Baron. Pandangannya menajam, meminta penjelasan tak terucap dari kedua wanita yang sebelumnya tampak bersitegang. “Semua sudah selesai.” “Terima kasih, Baron.” Megan berpaling pada wanita disampingnya. “Sampai nanti, Eleana,” pamitnya. Davina menatap punggung yang perlahan meninggalkannya. Meski untuk saat ini, Megan bersedia untuk menjaga rahasianya tapi itu bukanlah jaminan kuat karena pada suatu hari, rahasia ini akan terbongkar juga, cepat ataupun lambat. “Kenapa Megan memanggilmu dengan nama Eleana?” tanya Baron. Davina mengulas senyum tipis. “Dia hanya salah mengenaliku sebagai Eleana,” ucapnya sembari mengutuk diri karena kembali harus merangkai kebohongan. “Hmm,” gumam Baron samar. Ia tak lagi memburu Davina dengan pertanyaan karena ia yakin, wanita itu tak ak

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 40 - Kebohongan Yang Terungkap

    “Apa kamu menyembunyikan sesuatu dari kami, Eleana?”“A-aku …” Davina terbata seraya menundukkan pandangannya dalam-dalam. Ia terlalu takut untuk membalas sorot mata tajam yang diarahkan padanya. “A-ada hal yang tak bisa ku ceritakan padamu.”Megan melemparkan tubuhnya ke atas sofa lalu menghela napas panjang. “Baron adalah sahabat sekaligus saudara bagiku. Hubungan kami sangat dekat hingga tak ada satupun rahasia diantara kami.”“Aku sering mendengarnya memuji salah satu karyawan terbaik yang bernama Davina tapi, aku tidak menyangka bila wanita yang dimaksud Baron adalah kamu, Eleana,” lanjut Megan. Mengurai kisah sekaligus mengkonfirmasi kecurigaan yang terlintas di benaknya. “Jadi, siapa kamu sebenarnya? Davina atau’kah Eleana?”Davina mendapati adanya tuntutan dari balik kalimat panjang yang diutarakan Megan. Membuatnya seketika tak bisa berkutik. “A-aku …”“Jangan coba berbohong lagi, Eleana!” Sergah Megan tegas. Raut wajahnya mengeras saat menekan emosi yang bergejolak dalam ba

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 39 - Pertemuan Tak Terduga

    “Ke mana kita akan membawanya?” Tanya Davina setelah berhasil mengeluarkan puluhan paperbag dari bagasi mobil.“Tinggalkan saja disana, Davina. Aku akan membawanya masuk,” sahut Allan, teman dekat pemilik cafe.“Tidak perlu sungkan, Allan,” kekeh Davina. “Asal kau tahu, aku disini untuk bekerja,” ujarnya seraya memainkan alisnya untuk membuat mimik wajah lucu yang mengundang tawa.Allan terkikik geli. “Kau dan bos mu itu sama saja, keras kepala,” ejeknya.“Siapa yang sedang mengejekku?” sindir Baron yang datang membawa dua pria muda. “Bawa masuk dan susun di meja.” Perintahnya yang disambut anggukan kompak oleh dua pemuda.“Kalian berdua, mulailah bekerja. Apa kalian akan bercanda sepanjang hari?” Baron beralih pada Davina dan Allan yang terpaku di depan tumpukan paperbag.Allan memasang wajah cengengesan sedangkan Davina bergegas untuk mengangkut jumlah paperbag yang mampu ia bawa.“Ayolah, Baron. Jangan bersikap terlalu keras pada Davina,” keluh Allan. Ia harus memperingatkan sang pe

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status