Home / Romansa / Dear Nala / 5. Rencana Perjodohan

Share

5. Rencana Perjodohan

Author: Amy_Asya
last update Last Updated: 2021-09-21 13:32:49

Seorang wanita paru baya terlihat duduk dengan secangkir teh, yang masih memperlihatkan asap mengepul. Bibirnya bergerak, meniup asap yang mengudara.

“Ma!” sapa seorang pria paru baya, yang datang berjalan menghampirinya.

“Eh, Papa. Sudah pulang?” tanyanya. Wanita itu segera berdiri. Kemudian meraih tangan pria paru baya yang kini sudah berada di hadapannya.

“Aku sangat lelah. Ada David juga di kantor.”

Wanita itu mengangguk perlahan. Tangannya membantu melepaskan jas, dan juga dasi pria paru baya yang berstatus sebagai suaminya.

Adrian Mahardika, pemilik utama perusahaan MA Grup. Perusahaan milik keluarga Mahardika. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan yang dibangun atas kerja kerasnya sendiri.

Pria paru baya berusia 60 tahun itu, masih tetap saja memaksa pergi ke kantor. Dengan berbagai alasan, dia tetap memaksa agar bisa menghabiskan harinya di balik meja kerja, yang sudah hampir 30 tahun menjadi tempat ternyamannya.

“David belum pulang, Pa?” tanya Citra.

Adrian menggeleng pelan. “Anak itu selalu menghabiskan waktu di kantor. Padahal sudah tidak ada pekerjaan lagi,” jawab Adrian.

Citra mengangguk mengerti. David memiliki sifat pekerja keras yang menurun langsung dari suaminya. Bahkan mereka berdua memiliki sifat yang hampir sama.

“Dia sama seperti Papa.” Citra menggeleng seraya tersenyum tipis.

“Iya, tapi setidaknya aku sudah menikah di saat usiaku masih muda. Bahkan belum menginjak kepala tiga sepertinya,” jelas Adrian.

Mereka berdua memang menikah di usia yang masih cukup muda. Di mana usia Adrian kala itu masih 28 tahun, sedangkan Citra baru menginjak angka 24 tahun.

Citra mengangguk. Dia juga tidak tahu, kenapa sampai sekarang David masih menutup hati kepada wanita. Tiba-tiba sekelebat pikiran buruk terlintas.

“Apa jangan-jangan, David ....”

“Mama jangan memikirkan hal yang aneh-aneh.” Adrian menggeleng pelan. “Mungkin kali ini kita harus turun tangan,” usul Adrian.

Citra terdiam untuk sesaat. “Sepertinya begitu.” Wanita paru baya itu langsung tersenyum penuh arti. Dia langsung paham dengan maksud dari perkataan suaminya.

“Mama sudah punya calon?” tanya Adrian penasaran.

Citra mengangguk cepat. “Dia gadis yang sangat manis, Pa. Sangat sopan santun, Mama suka dengan dia. David juga sudah pernah bertemu dengan gadis itu,” ujar Citra.

“Siapa?” tanya Adrian sembari mendudukkan pantatnya di atas sofa.

“Temannya Nita, Pa.”

Adrian tercengang mendengarnya. “Nita adiknya Nathan?” tanya pria baru baya itu memastikan.

“Iyalah siapa lagi. Keponakan Mama, kan cuma dia yang namanya Nita,” jelas Citra.

“Bukankah usianya baru 18 tahun, itu artinya gadis itu juga masih berusia 18 tahun?”

Citra mengangguk antusias. Dia langsung membayangkan Nala yang akan menjadi menantunya. Dari awal bertemu dengan Nala, Citra sudah sangat menyukai gadis tersebut. Sikap lemah lembut, dan sopan santunnya membuat dia begitu kagum dengan Nala. Meski dia sudah tahu, perihal kehidupan Nala dari Nita.

“Mama sudah bertemu dengan dia? Di mana?” tanya Adrian memastikan.

“Kemarin sewaktu acara ulang tahun Nathan.”

“Terserah Mama saja kalau begitu. Tapi ingat jangan memaksakan kehendak kepada siapa pun. Biarkan mereka berdua menjalaninya dengan normal, lagi pula gadis itu masih terlalu muda.”

“Usianya memang muda, Pa. Tapi pemikirannya sudah dewasa, jauh di atas Nita,” jelas Citra menggebu-gebu. Rasanya dia sudah tidak sabar menjadikan Nala sebagai menantunya.

“Baiklah. Tapi ingat jangan memaksa siapa pun,” pesan Adrian sekali lagi.

Citra mengangguk. “Papa tenang saja.”

***

“Kamu kerja habis ini, La?” tanya Nita di kantin kampus. Gadis itu sedang memakan makanannya.

Nala mengangguk. “Meskipun aku kuliah dengan beasiswa, tetap saja aku butuh biaya hidup,” jelas gadis itu.

“Kamu masih kerja di tempat kerja yang dulu?” tanya Nita memastikan.

Nala menggeleng. “Aku kerja di mini market di depan sana. Rasanya aku begitu lelah kerja di toserba itu. Badanku terasa sakit semua.” Gadis itu menghela napas pelan.

Nita merasa terenyuh mendengarnya. Dia sudah tahu jika Nala sudah terbiasa bekerja, sejak usianya baru menginjak 12 tahun. Di saat anak seusia mereka sibuk bermain, Nala justru sudah sibuk mencari uang untuk biaya hidup.

“Aku nggak tau gimana jadinya kalau aku ada di posisimu, La.”

Nala tersenyum lembut. “Jangan pernah membayangkannya, Nit. Hidupmu sudah sempurna saat ini. Aku hanya berharap suatu saat aku akan memiliki pekerjaan dan hidup yang lebih layak lagi.”

Nita terdiam. Tidak terasa ada bulir bening yang menetes dari sudut matanya. Dia merasa sangat beruntung, karena masih memiliki Nathan yang selalu ada untuknya. Memiliki Nathan, yang masih bisa menjadi tumpuan hidupnya.

Tidak perlu bekerja keras, seperti Nala. Tidak perlu menjalani hidup serba kekurangan seperti Nala.

Nala menggeleng. “Jangan menangis. Kau tau kalau aku benci dikasihani,” ingat gadis itu lagi.

Nita segera mengusap air matanya dengan tergesa-gesa. Dia lupa bahwa Nala, sangat membenci orang yang memandang iba kepadanya.

“Sorry, La,” ucap Nita setelah merasa lebih baik.

“It's okay.” Nala mengangguk beberapa kali. Dia sudah hafal benar bagaimana sifat Nita. Gadis itu memang sangat cengeng, apalagi jika sudah mendengar kisah tentang kehidupan dirinya.

***

Nala segera mengganti seragam kerjanya. Gadis itu kini bekerja di sebuah mini market, tepat di depan kampus tempat dia kuliah.

Sudah hampir tiga bulan dia bekerja di sini. Beruntung dia memiliki rekan kerja yang begitu baik.

“Pulang cepat, La?” tanya Anisa salah satu rekan kerja Nala di sana.

Nala mengangguk. Tangannya dengan terampil mengikat rambut hitam panjang miliknya.

Anisa mengangguk. Dia sudah paham bagaimana sifat Nala. Gadis itu terkenal karena begitu pendiam.

“Aku duluan, Kak.” Nala segera melangkahkan kakinya, keluar dari dalam ruang ganti.

Gadis itu bergegas, membantu para pekerja lain yang sedang menyusun barang. Membersihkan rak-rak barang, dari debu.

Dia tidak peduli ketika mendengar suara bisik-bisik, yang terus menggosipkan dirinya. Dia hanya butuh pekerjaan ini, sebagai penyambung hidup. Dia tidak butuh belas kasihan orang, atau berteman dengan orang-orang seperti mereka.

“La, kamu gantikan aku jaga kasir ya? Hari ini aku izin, ada acara penting,” pinta Anisa. Sebagai senior di sana, Anisa hanya bekerja sebagai kasir saja.

“Aku masih baru loh, Kak. Apa Kakak percaya padaku begitu saja?” tanya Nala seraya melirik sekelilingnya. Melihat melalui sudut mata, bagaimana rekan kerja yang lainnya langsung berbisik, ketika Anisa memintanya untuk menggantikan dia sementara.

“Ya ampun, La.” Anisa terkekeh pelan, seraya terus menggeleng. “Aku percaya kok. Aku percaya kamu anak yang bisa menjaga amanah dariku,” imbuh Anisa lagi.

“Baiklah.” Nala tersenyum manis. “Kakak bisa percayakan perkerjaan Kakak, kepadaku untuk hari ini”

“Thanks, La,” pungkas Anisa. Gadis itu segera meraih tas miliknya, lalu keluar dari dalam mini market.

.

.

.

.

.

David menyenderkan tubuh pada kursi kerja miliknya. Matanya terlihat terpejam, dengan tangan yang terus saja memijit pangkal hidung.

Hari ini rasanya dia begitu lelah. Entah apa penyebabnya. Ingin segera pulang, tetapi dia enggan beranjak dari kursi kebesarannya.

“Huh, rasanya aku sangat lelah akhir-akhir ini,” desah pria itu.

Dia kembali memejamkan matanya. Menengadahkan kepalanya ke atas. Sampai tiba-tiba sekelebat bayangan wajah manis Nala terlintas begitu saja. Tentu, hal itu membuatnya mengernyit heran. Namun, entah mengapa memikirkan wajah gadis itu, membuat David merasa sedikit tenang dan nyaman.

‘Aku sudah gila!’

To be continue

Related chapters

  • Dear Nala   6. Masa Lalu

    Prang!Bunyi piring-piring yang berhamburan di atas lantai dapur kecil, sebuah rumah.Terlihat dua orang dewasa yang sedang berdebat. Sampai mereka tidak menyadari jika ada seorang anak yang selalu mengintip pertengkaran mereka.“Apa kau tidak bisa sehari saja tidak membuat masalah?” teriak Liana. Wanita berusia 39 tahun, yang terlihat sedang menahan amarahnya.“Aku tidak pernah membuat masalah apa pun. Kau yang selalu membuat masalah, dan menjadi biang masalah dalam hidupku.” Pria di hadapan Liana tersenyum sinis, seolah tidak memiliki dosa apa pun.“Damar!”PlakPria bernama Damar itu menampar Liana. “Kau sudah berani memanggil namaku?” Tangannya mencengkeram kuat dagu wanita yang sekarang meringis kesakitan.“Bajingan! Aku menyesal menikah denganmu!” umpat Liana.Muak. Dia sangat muak dengan semua yang terjadi di kehidupan rumah tangganya.Menikahi seo

    Last Updated : 2021-09-29
  • Dear Nala   7. Kepingan Luka

    Ibu dan anak itu tertidur dengan posisi saling memeluk. Setelah tidak mendapatkan jawaban apa pun dari ibunya, Nala memutuskan untuk menemani ibunya sampai tertidur.Gadis kecil itu tidak benar-benar terlelap. Dia masih bisa mendengar isakan sang ibu. Terbangun ketika ibunya menangis di dalam mimpi. Bahkan dia bisa mendengar jelas ibunya berteriak ketakutan.Nala melihat jam yang menempel di dinding. Sudah jam dua dini hari, tetapi ayahnya belum pulang juga.Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Apa ibu dan ayahnya bertengkar lagi karena dirinya?***Nala bangun di pagi hari. Dia hanya tertidur beberapa jam saja karena ibunya terus saja berteriak ketakutan sepanjang malam.Tubuh gadis kecil itu sedikit lesu. Kepalanya juga terasa sangat sakit, karena kurang tidur. Dilihatnya sang ibu yang masih meringkuk di atas kasur lusuhnya.“Ibu hari ini aku tidak sekolah. Aku akan mencari ayah,” ujar Nala kepada ibunya yang masih setenga

    Last Updated : 2021-10-01
  • Dear Nala   8. Kondisi Nala

    Nala memasukkan buku-buku miliknya ke dalam tas. Jam kuliah hari ini sudah selesai. Hari ini dia juga libur bekerja karena merasa sedikit tidak enak badan. “La, kamu kerja hari ini?” tanya Nita karena gadis itu memang tidak tahu bahwa Nala berencana meliburkan diri. Nala menggeleng. Wajah gadis itu terlihat sedikit pucat dari biasanya. “Kamu sakit?” Nita menghampiri Nala yang duduk di bangku sisi kirinya. Memerhatikan wajah Nala yang terlihat sedikit pucat. “Aku hanya kelelahan.” Nala tersenyum kecil. Jika bukan karena tubuhnya yang tiba-tiba merasa lemas, sudah dipastikan Nala pasti tetap akan bekerja. “Kamu jangan terlalu banyak pikiran.” Nita menyentuh bahu Nala. Dia paham dengan isi pikiran gadis itu. Bahkan, Nita selalu ingat jika Nala tidak pernah tertidur nyenyak di malam hari. “Thanks, Nit,” ujar Nala. Dia merasa senang karena masih ada orang yang peduli akan keadaannya. “Yuk, pulang bareng!” ajak Nita. Kapan lagi merek

    Last Updated : 2021-12-07
  • Dear Nala   Prolog

    Di lorong sebuah rumah sakit di Kota Bandung, tampak seorang gadis berusia 14 tahun duduk terdiam di depan ruang gawat darurat. Netranya memancarkan amarah yang mendalam. Bibirnya bergetar menahan tangis yang sudah mencapai kerongkongan. Pikirannya berkelana entah ke mana. Dia mendongak ketika melihat dokter yang ditunggu keluar dari ruangan itu. “Bagaimana keadaan ibu saya, Dok?” tanyanya dengan suara bergetar. Dia terlihat sangat ketakutan. Dokter itu menatap sendu sang gadis. “Maaf kami telah berusaha semaksimal mungkin.” Tubuhnya luruh setelah mendengar pernyataan dari sang dokter. Air mata yang sedari tadi ditahan, pecah. Raungannya terdengar di lorong rumah sakit. Suara pilu nan menyayat hati itu membuat siapa pun yang mendengarnya merasa iba. “Ibu!” teriaknya. Dia beranjak, masuk ke dalam ruangan itu. Ditatapnya tubuh penuh darah dengan wajah pucat pasi milik wanita ringkih di hadapannya. Direngkuhnya tubuh ringkih itu ke dalam pelukan.

    Last Updated : 2021-09-13
  • Dear Nala   1. Hari Kelulusan

    Di tengah kerumunan para siswa SMA Tunas Bangsa, tampak seorang gadis saling berimpitan. Tubuh mungilnya menyelinap begitu saja, berusaha mencari tahu apa yang ada di depan sana, seperti siswa lainnya. Tak peduli aroma tak sedap yang dihirup, rasa penasarannya jauh mengalahkan semua itu. Wajahnya berbinar, ketika mendapatkan sebuah nama tertulis di kertas yang terpajang. Senyum manis terus saja mengambang di bibir berwarna merah muda itu. “La, kita lulus!” sorak temannya kegirangan. Gadis itu mengangguk antusias, sama seperti siswa lainnya. “Hebat kamu, La, ada di posisi pertama lagi,” ucap salah satu siswa yang ada di sana. Nala Anindita, atau orang biasa memanggilnya Nala. Gadis berusia 18 tahun yang terkenal pendiam, adalah siswi yang tak bisa dianggap remeh. Otaknya yang di atas rata-rata tak perlu diragukan lagi. Selain itu, paras wajahnya yang hampir sempurna menjadikan Lala primadona para remaja laki-laki SMA Tunas Bangsa. Setel

    Last Updated : 2021-09-13
  • Dear Nala   2. Awal Dari Sebuah Kisah

    Seorang gadis tampak mengerjapkan matanya berkali-kali. Pantulan sinar matahari yang menerobos masuk lewat jendela, membuat gadis itu memaksa membuka mata, meski kepalanya masih terasa sangat sakit. “Kenapa kepalaku sakit sekali?” gumamnya. Tangannya tampak memijit kepala berkali-kali. Mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Matanya terbuka sempurna ketika melihat isi kamar yang ditempatinya. Kamar yang didominasi warna putih. “Aku di mana?” tanyanya dengan sedikit terkejut. Tempat ini benar-benar terasa begitu asing bagi dirinya. “Anda baik-baik saja?” tanya seorang pria berjas hitam. Pria yang tiba-tiba saja membuka pintu, dan membuat gadis yang tengah berbaring itu, terlonjak kaget. Wajah pria itu terlihat dingin, tidak ada jejak senyum sama sekali di sana. Nala merasa takut melihat pria yang baru saja muncul dari balik pintu. Dari penampilannya saja, dia tahu bahwa pria itu adalah seorang pria dewasa. “Anda s

    Last Updated : 2021-09-13
  • Dear Nala   3. Pesta Kelulusan Sekolah

    Semburat senja sudah mulai terlihat di ufuk barat. Angin semilir menyapu wajah dan rambut seorang gadis, yang masih berdiam diri di bangku taman. Tubuhnya bersender di bangku taman, seolah sedang mencari ketenangan diri. Wajah ayunya menengadah, menatap langit kuning kemerahan. Ada sesuatu yang membuatnya ingin duduk dan menghabiskan waktu yang lebih lama di sini. “Ibu ... aku rindu ibu,” gumamnya diiringi dengan helaan napas. Lama dia duduk terdiam berpangku tangan, sampai langit perlahan berubah menjadi gelap. Merasa jengah, dia berdiri bermaksud meninggalkan tempat tersebut. *** Irama dari berbagai alat musik tampak menggema di aula sekolah. Para siswa-siswi tampak sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Setelah acara inti selesai, kini tinggallah acara hiburan semata, sebelum mereka pergi meninggalkan sekolah untuk selamanya. Nala duduk di sudut ruangan, dengan gaun hitam yang membuat penampilannya terlihat sangat berbeda malam

    Last Updated : 2021-09-15
  • Dear Nala   4. Ulang Tahun

    Cinta adalah misteri. Entah di mana dan kapan cinta itu datang, tidak ada yang dapat mengetahuinya. Kepada siapa cinta kita berlabuh, bahkan kita juga tidak mampu untuk mengendalikannya. David duduk berpangku tangan di tepi pantai. Deburan ombak terasa menenangkan jiwa. Senja di ufuk barat juga sudah mulai terlihat. Sejak kejadian beberapa hari lalu, perasaannya kian tak menentu. Ada keinginan untuk bisa bertemu dengan gadis itu lagi. Namun, ada satu sisi dalam dirinya yang mengatakan untuk pergi menjauh dari gadis itu. Setelah memastikan bahwa dia tidak mungkin salah orang. “Bukankah dunia ini terlalu sempit?” ucap pria itu diiringi dengan napas yang berat. “Bagaimana kalau dia tahu atau mengingat kejadian yang sebenarnya?” Angannya melayang jauh, menerawang kejadian di masa silam. Kesalahan yang dia lakukan di masa silam, yang membuat hidupnya terasa begitu menyedihkan hingga saat ini. “Ah, bahkan aku belum mengetahui namanya sampai sekarang

    Last Updated : 2021-09-15

Latest chapter

  • Dear Nala   8. Kondisi Nala

    Nala memasukkan buku-buku miliknya ke dalam tas. Jam kuliah hari ini sudah selesai. Hari ini dia juga libur bekerja karena merasa sedikit tidak enak badan. “La, kamu kerja hari ini?” tanya Nita karena gadis itu memang tidak tahu bahwa Nala berencana meliburkan diri. Nala menggeleng. Wajah gadis itu terlihat sedikit pucat dari biasanya. “Kamu sakit?” Nita menghampiri Nala yang duduk di bangku sisi kirinya. Memerhatikan wajah Nala yang terlihat sedikit pucat. “Aku hanya kelelahan.” Nala tersenyum kecil. Jika bukan karena tubuhnya yang tiba-tiba merasa lemas, sudah dipastikan Nala pasti tetap akan bekerja. “Kamu jangan terlalu banyak pikiran.” Nita menyentuh bahu Nala. Dia paham dengan isi pikiran gadis itu. Bahkan, Nita selalu ingat jika Nala tidak pernah tertidur nyenyak di malam hari. “Thanks, Nit,” ujar Nala. Dia merasa senang karena masih ada orang yang peduli akan keadaannya. “Yuk, pulang bareng!” ajak Nita. Kapan lagi merek

  • Dear Nala   7. Kepingan Luka

    Ibu dan anak itu tertidur dengan posisi saling memeluk. Setelah tidak mendapatkan jawaban apa pun dari ibunya, Nala memutuskan untuk menemani ibunya sampai tertidur.Gadis kecil itu tidak benar-benar terlelap. Dia masih bisa mendengar isakan sang ibu. Terbangun ketika ibunya menangis di dalam mimpi. Bahkan dia bisa mendengar jelas ibunya berteriak ketakutan.Nala melihat jam yang menempel di dinding. Sudah jam dua dini hari, tetapi ayahnya belum pulang juga.Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Apa ibu dan ayahnya bertengkar lagi karena dirinya?***Nala bangun di pagi hari. Dia hanya tertidur beberapa jam saja karena ibunya terus saja berteriak ketakutan sepanjang malam.Tubuh gadis kecil itu sedikit lesu. Kepalanya juga terasa sangat sakit, karena kurang tidur. Dilihatnya sang ibu yang masih meringkuk di atas kasur lusuhnya.“Ibu hari ini aku tidak sekolah. Aku akan mencari ayah,” ujar Nala kepada ibunya yang masih setenga

  • Dear Nala   6. Masa Lalu

    Prang!Bunyi piring-piring yang berhamburan di atas lantai dapur kecil, sebuah rumah.Terlihat dua orang dewasa yang sedang berdebat. Sampai mereka tidak menyadari jika ada seorang anak yang selalu mengintip pertengkaran mereka.“Apa kau tidak bisa sehari saja tidak membuat masalah?” teriak Liana. Wanita berusia 39 tahun, yang terlihat sedang menahan amarahnya.“Aku tidak pernah membuat masalah apa pun. Kau yang selalu membuat masalah, dan menjadi biang masalah dalam hidupku.” Pria di hadapan Liana tersenyum sinis, seolah tidak memiliki dosa apa pun.“Damar!”PlakPria bernama Damar itu menampar Liana. “Kau sudah berani memanggil namaku?” Tangannya mencengkeram kuat dagu wanita yang sekarang meringis kesakitan.“Bajingan! Aku menyesal menikah denganmu!” umpat Liana.Muak. Dia sangat muak dengan semua yang terjadi di kehidupan rumah tangganya.Menikahi seo

  • Dear Nala   5. Rencana Perjodohan

    Seorang wanita paru baya terlihat duduk dengan secangkir teh, yang masih memperlihatkan asap mengepul. Bibirnya bergerak, meniup asap yang mengudara. “Ma!” sapa seorang pria paru baya, yang datang berjalan menghampirinya. “Eh, Papa. Sudah pulang?” tanyanya. Wanita itu segera berdiri. Kemudian meraih tangan pria paru baya yang kini sudah berada di hadapannya. “Aku sangat lelah. Ada David juga di kantor.” Wanita itu mengangguk perlahan. Tangannya membantu melepaskan jas, dan juga dasi pria paru baya yang berstatus sebagai suaminya. Adrian Mahardika, pemilik utama perusahaan MA Grup. Perusahaan milik keluarga Mahardika. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan yang dibangun atas kerja kerasnya sendiri. Pria paru baya berusia 60 tahun itu, masih tetap saja memaksa pergi ke kantor. Dengan berbagai alasan, dia tetap memaksa agar bisa menghabiskan harinya di balik meja kerja, yang sudah hampir 30 tahun menjadi tempat ter

  • Dear Nala   4. Ulang Tahun

    Cinta adalah misteri. Entah di mana dan kapan cinta itu datang, tidak ada yang dapat mengetahuinya. Kepada siapa cinta kita berlabuh, bahkan kita juga tidak mampu untuk mengendalikannya. David duduk berpangku tangan di tepi pantai. Deburan ombak terasa menenangkan jiwa. Senja di ufuk barat juga sudah mulai terlihat. Sejak kejadian beberapa hari lalu, perasaannya kian tak menentu. Ada keinginan untuk bisa bertemu dengan gadis itu lagi. Namun, ada satu sisi dalam dirinya yang mengatakan untuk pergi menjauh dari gadis itu. Setelah memastikan bahwa dia tidak mungkin salah orang. “Bukankah dunia ini terlalu sempit?” ucap pria itu diiringi dengan napas yang berat. “Bagaimana kalau dia tahu atau mengingat kejadian yang sebenarnya?” Angannya melayang jauh, menerawang kejadian di masa silam. Kesalahan yang dia lakukan di masa silam, yang membuat hidupnya terasa begitu menyedihkan hingga saat ini. “Ah, bahkan aku belum mengetahui namanya sampai sekarang

  • Dear Nala   3. Pesta Kelulusan Sekolah

    Semburat senja sudah mulai terlihat di ufuk barat. Angin semilir menyapu wajah dan rambut seorang gadis, yang masih berdiam diri di bangku taman. Tubuhnya bersender di bangku taman, seolah sedang mencari ketenangan diri. Wajah ayunya menengadah, menatap langit kuning kemerahan. Ada sesuatu yang membuatnya ingin duduk dan menghabiskan waktu yang lebih lama di sini. “Ibu ... aku rindu ibu,” gumamnya diiringi dengan helaan napas. Lama dia duduk terdiam berpangku tangan, sampai langit perlahan berubah menjadi gelap. Merasa jengah, dia berdiri bermaksud meninggalkan tempat tersebut. *** Irama dari berbagai alat musik tampak menggema di aula sekolah. Para siswa-siswi tampak sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Setelah acara inti selesai, kini tinggallah acara hiburan semata, sebelum mereka pergi meninggalkan sekolah untuk selamanya. Nala duduk di sudut ruangan, dengan gaun hitam yang membuat penampilannya terlihat sangat berbeda malam

  • Dear Nala   2. Awal Dari Sebuah Kisah

    Seorang gadis tampak mengerjapkan matanya berkali-kali. Pantulan sinar matahari yang menerobos masuk lewat jendela, membuat gadis itu memaksa membuka mata, meski kepalanya masih terasa sangat sakit. “Kenapa kepalaku sakit sekali?” gumamnya. Tangannya tampak memijit kepala berkali-kali. Mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Matanya terbuka sempurna ketika melihat isi kamar yang ditempatinya. Kamar yang didominasi warna putih. “Aku di mana?” tanyanya dengan sedikit terkejut. Tempat ini benar-benar terasa begitu asing bagi dirinya. “Anda baik-baik saja?” tanya seorang pria berjas hitam. Pria yang tiba-tiba saja membuka pintu, dan membuat gadis yang tengah berbaring itu, terlonjak kaget. Wajah pria itu terlihat dingin, tidak ada jejak senyum sama sekali di sana. Nala merasa takut melihat pria yang baru saja muncul dari balik pintu. Dari penampilannya saja, dia tahu bahwa pria itu adalah seorang pria dewasa. “Anda s

  • Dear Nala   1. Hari Kelulusan

    Di tengah kerumunan para siswa SMA Tunas Bangsa, tampak seorang gadis saling berimpitan. Tubuh mungilnya menyelinap begitu saja, berusaha mencari tahu apa yang ada di depan sana, seperti siswa lainnya. Tak peduli aroma tak sedap yang dihirup, rasa penasarannya jauh mengalahkan semua itu. Wajahnya berbinar, ketika mendapatkan sebuah nama tertulis di kertas yang terpajang. Senyum manis terus saja mengambang di bibir berwarna merah muda itu. “La, kita lulus!” sorak temannya kegirangan. Gadis itu mengangguk antusias, sama seperti siswa lainnya. “Hebat kamu, La, ada di posisi pertama lagi,” ucap salah satu siswa yang ada di sana. Nala Anindita, atau orang biasa memanggilnya Nala. Gadis berusia 18 tahun yang terkenal pendiam, adalah siswi yang tak bisa dianggap remeh. Otaknya yang di atas rata-rata tak perlu diragukan lagi. Selain itu, paras wajahnya yang hampir sempurna menjadikan Lala primadona para remaja laki-laki SMA Tunas Bangsa. Setel

  • Dear Nala   Prolog

    Di lorong sebuah rumah sakit di Kota Bandung, tampak seorang gadis berusia 14 tahun duduk terdiam di depan ruang gawat darurat. Netranya memancarkan amarah yang mendalam. Bibirnya bergetar menahan tangis yang sudah mencapai kerongkongan. Pikirannya berkelana entah ke mana. Dia mendongak ketika melihat dokter yang ditunggu keluar dari ruangan itu. “Bagaimana keadaan ibu saya, Dok?” tanyanya dengan suara bergetar. Dia terlihat sangat ketakutan. Dokter itu menatap sendu sang gadis. “Maaf kami telah berusaha semaksimal mungkin.” Tubuhnya luruh setelah mendengar pernyataan dari sang dokter. Air mata yang sedari tadi ditahan, pecah. Raungannya terdengar di lorong rumah sakit. Suara pilu nan menyayat hati itu membuat siapa pun yang mendengarnya merasa iba. “Ibu!” teriaknya. Dia beranjak, masuk ke dalam ruangan itu. Ditatapnya tubuh penuh darah dengan wajah pucat pasi milik wanita ringkih di hadapannya. Direngkuhnya tubuh ringkih itu ke dalam pelukan.

DMCA.com Protection Status