Suara pintu terbuka menghadirkan Nara disana. “Aku pulang,” wanita itu melepas sepatunya sambil duduk, “Selamat datang kak.” Jawab Sana ramah—mama Nara dan Kyohei—. Ibu rumah tangga itu membantu anaknya meraih salah satu tas berisi barang belanjaan untuk dibawa ke dapur. Celemek pink hadiah dari anaknya dulu masih menempel lekat di tubuhnya. “Papa kemana ma?” Tanya Nara kemudian. “Ada apa nyariin papa, udah kangen ya sama papa?” Sahut Yamada muncul dari ruang baca—papa Nara dan Kyohei— Niat meledek, tawanya terhenti karena anak perempuannya menatap sinis tanpa sepatah katapun. Sambil bergerak tangan mereka ini, Nara bercerita tentang pertemuannya dengan Yuuki tadi. Mata Sana dan Yamada melirik Nara seketika. “Jadi maksud kamu, Kyohei sekarang punya pacar?” “Iya, ma..” “Jadi itu, alasan Yuu udah gak pernah main ke rumah kita… Lalu bagaimana menurut kamu, Ra?” Nara terdiam, “mereka saling menjaga jarak, ya?” Sambung Yamada yang sejak tadi terdiam. “Kalau d
“Udah selesai latihannya?” Tanya kak Hikaru berdiri santai menyilangkan tangannya di depan dada. Aku kaget dikit sih, soalnya kukira gak ada orang di rumah. “Wah, kaget ya? Maaf maaf.. Masuk gih bersih-bersih dulu. Nanti kita makan bareng, biar kak Hikaru siapin dulu makanannya ya.” “Hehe iya kaget tapi gapapa kak santai, aku cuma ngira gak ada orang di rumah, jadi kaget.” Terangku seketika. Suara perpaduan air mendidih dan pisau yang mengiris terdengar jelas sampai atas. Aku segera turun setelah selesai, “hai kak,” kataku. Senyum tampan itu merekah, menyuruhku untuk duduk menunggu di meja makan. “Umm, gak butuh bantuan kak?” “Aku?” Tanya kak Hikaru, “iyalah kak, siapa lagi dong kan disini cuma ada kak Hikaru sama a… ekhmm, sama akuu..” “Iya juga ya, emangnya kamu mau masak? Bukannya bocah satu ini gak bisa masak ya, hmmm?” “Auh, ngeledeknya jangan sambil ganteng-ganteng gitu dong kak!” Tertawa tipis aku berniat meledeknya balik. Tapi, kak Hikaru malah diam mematung di
Shima berdiri menunduk dengan dua kaleng jus jeruk di tangannya. Punggungnya yang melekat di tembok putih terlepas setelah melihatku. Kulambaikan tangan ini padanya, “gimana?” Tanyanya. Aku hanya menggelengkan kepalaku sebelum kuangkat dua bahu ini.“Dasar, anak gak jelas emang. Ah ya ini,” salah satu kaleng itu diberikan untukku.Setelah latihan untuk festival budaya selesai, kami istirahat sejenak sebelum lanjut untuk latihan lomba, niatnya sejenak.."Yosshaaaa!! Aku menang lagi huahaha!!" Teriak Hiromi yang mengagetkanku. Baru kali ini aku melihatnya seperti orang yang berbeda.Ia tiba-tiba masuk saat kami masih berkutat dengan kertas musik. Mengintip kami latihan, katanya."Oke, tinggal Kenta sama Shima ya." Tegas kak Masao, Souta terlihat cemberut tanda tak suka. Secara, di permainan sebelumnya ia yang kalah. Kalau sampai Shima kalah, ia dan Shimalah yang akan kami hukum.Terdengar teriakan bahagia dari kak Kenta, Shima benar-benar kalah. Dia berguling-guling di lantai, tanganku
Tersentak, aku sedikit terjatuh di tangan kak Hikaru saat beberapa siswa berlarian menyenggolku. Mata ini terkedip berkali-kali menatapnya canggung. “Gapapa?” Tanyanya. Aku mengangguk kembali berjalan. Harusnya aku berterima kasih, tapi terlanjur bahaya ini jantung. Setelah selesai mengelilingi kedai, kak Aimi dan lainnya tak kunjung datang. Kini aku duduk bersama kak Hikaru di dekat lorong kelas dua. Di luar dugaan, kami jadi asik mengobrol membahas musik. “Oiiiii!!” Suara kak Aimi terdengar, kutemukan raut wajah cerianya di kejauhan sana. Dan anehnya, aku malah menggeser dudukku untuknya. Lihat, memang hal yang benar untuk pindah. Dua manusia ini memang terlihat serasi. Seusai makan, kuajak mereka berkeliling kelas. Karena kami di dekat deretan kelas dua, aku memberanikan diri untuk menemani mereka ke setiap kelas. Di ruang terakhir, kami disambut oleh kak Kenta dan kak Masao. Waahh.. Aku sampai terpesona melihat mereka karena tak terbiasa dengan penampilan yang sep
“H-halo, kak..”“Eh iya, bagus loh tadi dramanya.”“Makasih kak. Yuuki kayanya udah keluar barusan kak, paling dia-“Belum selesai Kyohei menyelesaikan kalimatnya, Hikaru menyela.“Iya, udah tahu kita.”Aimi tertawa canggung memukul lengan Hikaru. Shin menatap Usa bingung, sedangkan Usa, ia hanya mengangkat dua bahunya.“Oh iya, kenalin ini temennya Yuuki. Dia pernah ke kos kita.” Ujar Aimi mengenalkan Kyohei pada dua teman lainnya.“Hai, aku Shin.”“Aku Usa.”“Halo kak Shin, kak Usa. Namaku Kyohei.”Usa dan Kyohei berpura-pura tak saling tahu rupanya. Padahal mereka pernah debat di depan kos.Setelahnya, Minami menghampiri Kyohei. Gadis licik ini meletakkan tangannya di lengan Kyohei dan menarik Kyohei dari sana sambil tersenyum ceria.Hikaru menatap tajam punggung pasangan itu.“Ngapain liatnya gitu amat, Ru?” Tanya Shin polos. Pertanyaannya hanya dijawab dengan lirikan oleh H
“Maaf Michio, tapi semua tentangmu, aku menyukainya. Aku.. Aku suka sama kamu! Aku mau jadi pacarmu..”“Makasih kak, tapi maaf.. Aku suka or-““Gitu ya, sebenernya aku juga tahu.” Imada terlihat jelas menahan air matanya, “gapapa, makasih udah dengerin ungkapan perasaanku. Aku harap kamu bisa bahagia sama orang itu.”“Kak,” Michio mendekat, ragu tangannya seperti ingin mengusap air mata sahabatnya sejak kecil itu. Imada menyimpulkan senyumnya dan pergi dari sana. Ia bahkan masih bisa melambaikan tangannya untuk orang yang dikasihinya sejak beberapa tahun lalu.Penangung jawab kembang api memulai hitung mundurnya. Siswa dan guru menonton bersama. Berbeda dengan Yuuki yang duduk santai bersama teman-temannya, Hikaru sedang terburu dengan pekerjaannya.Ia sibuk memeriksa not lagu bersama produser baru bandnya. Baru saja gabung di agensi yang sekarang, sudah bekerja dengan giatnya mereka ini. Tidak seperti agensinya yang lama, jelas sekali sekarang kalau dulu mereka diperlakukan seenakn
“Apa kak? Barusan bilang apa??” Tanyaku memastikan ucapan kak Hikaru. Aku tak ingin malu karena salah dengar..Ia jalan menghampiriku, “aku bilang, aku bakal bantu kamu lepasin dia.” Tanganku bergerak menutup mulutku sendiri. Aku tak percaya kalimat seperti itu keluar darinya.“Kyohei. Anak laki-laki itu, kamu menyukainya bukan?”“Gak gak kak, kita cuma temen dari kecil.. Gak gitu kok gak.” Jawabku menyangkalnya.Kuabaikan perkataannya dan lanjut berjalan. Padahal seharian ini mood jelekku sudah terobati oleh penampilan band tadi sore. Apa-apaan ini kenapa aku seperti menahan amarah yang besar??…“Pagi, Yuuki.”“Pagi kak,” tersenyum singkat, aku sedikit malas merespon. Karena terlalu ketara, Kak Shin bertanya ada apa. “Pagi-pagi udah cemberut aja,” katanya.Tak sengaja, mataku langsung melihat ke Kak Hikaru yang duduk manis menyantap makanannya. Ia bahkan tak melihatku.“Gapapa, biasa kak mood cewek.” Ucapku dengan senyum masam. Karena katanya produser sedang ada urusan, mereka ta
Dua botol minuman baru saja dibeli Imada. Gadis itu mengajak Yuuki untuk mengobrol di kursi dekat lapangan sekolah mereka. Tempat yang tak jauh dari ruang OSIS. “Nih,” ucapnya memberi minuman tadi untuk Yuuki. Yuuki yang tegang sejak tadi membuat Imada terlihat canggung. Dia duduk disebelah adik kelasnya itu, menggaruk rambutnya lembut sambil berdehem. “Kemaren aku baru aja ngajak Michio pacaran.” Kata Imada. Hal ini membuat Yuuki sedikit tersedak karena ia sedang minum. Wajar sih, orang biasanya basa-basi dulu bukan? Imada menepuk lembut punggung Yuuki yang masih batuk, kemudian ia lanjut bercerita setelah pendengarnya siap kembali. “Dulu aku bukan murid yang seaktif ini. Waktu aku masih di sekolah dasar, aku ini termasuk anak yang pendiam... Juga pemalu. Bahkan hampir jadi bahan bully teman kelas.” Dia terus bercerita tentang pertemuan pertamanya dengan Michio sebagai adik kelas sekaligus tetangganya. Katanya, kesehariannya jadi lebih berwarna setelah Michio hadir di hidup
“Yuu~” panggil Shima dengan sangat lantang. Dia berdiri, tangannya terpaku memegang tepian pintu. Kepala itu melongok ke dalam kelas, tepat lurus guna memandangku.Huft! Ini anak satu emang aneh!!Beberapa murid di kelasku, memang sudah mengerti kalau aku siswi yang sering bersama Shima. Namun, tetap saja mereka masih terheran saking lekatnya jarak di antara kami berdua. Padahal, dulu aku dan Kyohei tak sedekat ini di sekolah ini. Memang, semua tergantung orangnya bukan?“Hei, Yuuki. Bukannya itu, sahabat dekatmu? Samperin gih, keburu berisik!” tegas Hiromi sembarangan sambil cekikikan. Aku meliriknya sinis, kurang tepat candaan itu dilontarkan dengan nada bicara yang tak tanggung-tanggung.Karena sudah dibilang begitu dan memang aku tak ingin bising lebih lanjut, kuhampiri Shima daripada ia yang masuk melesat ke meja. Dia dan Souta kan seperti air dan minyak!“Apa, gimana, kenapa?” tanyaku sangat gemas. Lihat lihat, dia meringis kegirangan kini. Kalau saja dia ini anak kecil, sudah k
"Kamu ngomong sama aku?"Souta mengangguk dengan pasti sebagai jawaban atas pertanyaanku. Dia menarik kursi tempat ia duduk di kelas ini, dan menaruh tasnya pada gantungan di samping meja.Karena aku cukup bingung atas ucapannya tiba-tiba, kulirik Takumi sambil berharap ia memberiku kunci jawaban atas sikap Souta, dia kan datang bersama Souta, harusnya ngerti dong..Namun, salah ternyata aku berharap.Takumi hanya mengedikkan bahunya sambil meringis. Seakan ia tahu, tetapi pura-pura tak tahu.Kocak ini anak, pikirku saat itu.Aku jadi terus penasaran apa yang sebenarnya Souta maksud, tetapi dia tak mau menjawab dan akhirnya kulupakan begitu guru yang menjadi wali kelas kami masuk.Bu Yukino, beliau yang akan jadi wali kelas duaku di sekolah ini. Beliau adalah guru yang jarang sekali kulihat semenjak aku masuk sekolah. Pernah kami berpapasan, dan hanya sekedar tegur sapa saja. Bahkan kala itu, aku belum mengerti namanya. Sedikit tak sopan, tetapi terlalu banyak guru yang ada. Daya ing
“Sampahnya, udah semua kan? Gak ada yang ketinggalan?” tanya Kak Masao memastikan lagi. Puas sudah menikmati piknik bersama ini, akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Tadinya.Ya, tadinya. Niat untuk pulang jadi tertunda saat Kak Kenta melihat ada kedai yang menjual teh sakura. Teh sakura ini, dibuat oleh kelopak bunga sakura yang diseduh dengan air panas. “Wah, enak ya. Manis!” kataku terlalu bersemangat. Sayangnya, yang merasakan minuman itu manis hanya aku dan Souta saja. Karena yang lain lumayan suka manis ternyata. Jadi, bagi mereka teh ini belum terasa manis.Tak lupa juga, kami membeli beberapa permen dan camilan bertema sakura untuk dibawa pulang. “Selamat datang,” ucap Kak Aimi menyambutku dengan senyuman hangat. Aku berikan oleh-oleh yang kubawa dari taman untuk semua orang di kos. Berbicara tentang kos, lagi-lagi keuanganku makin menipis. Aku harus mengumpulkan uang lagi untuk membayar kos. Sepertinya, aku butuh part time demi mengisi dompet unguku yang sudah tipis ini
“Selamat tinggal bukanlah sebuah kata yang menyedihkan Ia menghubungkan kita dengan mimpi kita masing-masing” Menggema, suara Shima disusul Kak Masao mengisi penuh aula ini. Semua siswa kelas tiga terharu mendengar lagu Ikimono Gakari yang berjudul Yell. Bahkan beberapa dari mereka meneteskan air matanya sampai mengalir ke lantai licin itu. Suasana semakin haru, aku semakin membayangkan bagaimana jadinya jika aku di posisi mereka. Perpisahan bisa menjadi hal yang menakutkan, bisa juga jadi hal indah. Semua tergantung bagaimana kita mengatur mindset kita, ya kan? Namun, bagaimana aku di masa nanti saat datangnya perpisahan itu? Apa aku mampu untuk berpikir positif? Atau …. Entahlah, biar diriku di tahun-tahun berikutnya yang menjalaninya. Aku percayakan saja, padanya. Usai acara perpisahan, semua siswa berfoto dengan teman dan keluarga mereka. Beberapa masih sibuk menyatakan perasaannya. Lihat, bahkan baru saja kami melewati salah satu kakak kelas yang sedang menyatakan perasaann
“Sini, duduk.” Aku ditawari mama, ingin dibuatkan teh atau kopi untuk kuminum. Tanpa sungkan, kukatakan saja apa yang kumau. Itu bukan permintaan yang sulit, kan? “Jadi, ada apa Mama memanggilku?” tanyaku terus terang. Aku pikir, Mama hanya merindukanku setelah dirinya dan Papa telah resmi bercerai.Aku kira, Mama akan kesepian dan merindukan anak satu-satunya ini dengan tulus dan penuh rasa haru. Tetapi aku salah. Tujuannya memanggilku kesini hanya untuk dijadikan tong sampah atas segala unek-uneknya akan Papa. Seakan melepas beban, Mama terus bercerita tentang bagaimana ia tersakiti oleh mantan suaminya. Padahal, aku sudah mengetahui cerita-cerita itu. Entah Mama yang lupa, atau segala ingatan menyakitkan itu yang terlalu membekas padanya. Aku hanya diam, duduk, mendengarkan semua keluhnya. Sampai-sampai, aku seperti kurang darah dibuatnya. Kepala ini mulai berputar, dan aku ingin pergi dari sini. Srakk! Suara dari seragamku berpadu dengan tempat yang sejak tadi aku duduki be
Michio muncul dari belakang, ia bertanya sedang apa aku duduk sendirian di sini. Katanya, dia baru saja pulang dari rumah temannya. Kami mengobrol banyak hal setelahnya.Michio bercerita tentang temannya yang sedang sakit karena cedera saat bermain bola voli. Dia benar-benar menggambarkan bagaimana perasaan sedihnya akan temannya itu, seolah-olah dia sendiri yang merasakan.Karena terus menangapi ceritanya, Michio dengan sengaja mengganti topik pada pembahasan mengenai band sekolah kami. Dia khawatir, bagaimana perasaan setiap anggota setelah dicurangi oleh keadaan. Aku tersenyum pahit mendengar pertanyaannya. “Bisa ditebak mungkin, gimana suasana band saat ini,” jawabku lirih.Michio menyemangatiku dan terus membuatku yakin bahwa semua ini akan berlalu, “Kalian pasti akan kembali bangkit dan bahagia seperti semula,” katanya. Dia tak memberi banyak motivasi atau solusi, tetapi setiap ucapan yang ia beri itu membuatku lebih tenang di pikiran. Michio benar-benar fokus pada apa yang seda
Malam ini, aku mempersiapkan diri untuk lomba besok pagi.Akhirnya, tiba juga saat band kami akan berhadapan dengan band dari sekolah-sekolah lain. Ada rasa bersemangat, ada juga rasa takut. Belum sempat bisa membayangkan bagaimana penampilan kami, hati ini sudah berdegup tak berirama.Membuatku sulit untuk tidur pasti nanti.Entah terlelap di pukul berapa, mata ini akhirnya terbuka karena suara alarm berbunyi dengan nyaring di telinga. Bangun dari tidur, aku duduk terdiam cukup lama sambil mengumpulkan seluruh nyawa.Rasa malas untuk keluar dari zona nyaman, bercampur dengan perasaan yang menggebu-gebu. Waktu juga terus berlalu, membuatku terpaksa untuk keluar dari kamar dan pergi mandi.Karena ini pertama kalinya bermain band di hadapan banyak orang dan dari luar sekolah, tentu saja aku berpakaian serapi mungkin. Tak lupa juga rambut yang kuhiasi dengan beberapa jepit rambut, sedikit aku mengepangnya.Memakai jaket dan syal yang melingkar di leher, kubuka pintu dengan semangat. “Ak
[“Ashita koso wa" tteKyou mo shimyureeshonKimi to no koi waAmai musuku no kaori ga shitanda~]Menahan malu, akhirnya kami sudah memulai latihan untuk lagu Suki Dakara di mana aku turut bernyanyi di dalamnya. Sungguh, mood yang sangat dipaksakan.“Bagus bukan? Kalau dinyanyikan bersama Yuuki??” tanya Kak Kenta dengan muka sombongnya seakan ia minta dipuji.“Iya, iya. Ide bagus Ken!” balas Kak Masao menanggapi sahabatnya dengan ekspresi datar. Walaupun dia tahu temannya tak begitu menanggapi, Kak Kenta tetap cengengesan dengan bangga. Dia keluar dari zona drumnya, lalu merangkul Kak Masao. “Kalau gitu, kita istirahat dulu lima belas menit. Setelah itu, kita latihan lagu yang kemarin dan pastinya kita mainkan Suki Dakara lagi, fufufu~”Biarpun mereka ini cukup menyebalkan dan tak jarang aku kewalahan mengikutinya, aku sangat senang dengan keseharianku ini. Meskipun Kyohei tak ada lagi di dalam hari-hariku, aku rasa, tak apa. Ya, aku tak apa.***“Mau ngapain?”“Ah, mau balik ke
Pagi yang ramai, adalah pagi di mana Shima berjalan bersamaku dari depan sampai masuk ke kelas. Tak ada henti-hentinya, dia terus berbicara dan terkadang memberiku pertanyaan yang membuatku kewalahan. Sepertinya sekarang aku sudah terbiasa dengan tatapan tak suka dari anak-anak lain yang jelas iri saat Shima mendekatiku.Entahlah, mungkin saja aku sudah mulai bodoamat terhadap mereka.“Pagi,” sapaku cepat pada beberapa temanku saat mata kami bertatapan.Baru juga masuk kelas, sudah ada catatan tugas saja di papan tulis. Karena guru sedang mengadakan rapat hari ini, semua murid diberi tugas untuk beberapa jam kedepan. Untung saja bukan tugas kelompok, karena sejujurnya aku malas untuk kegiatan seperti itu.Mengeluarkan headset berkabel saat jam istirahat tiba, aku berniat mendengarkan musik yang akan Kaze band bawakan untuk lomba. Sepertinya moodku hari ini sedang aneh, atau ini karena perceraian papa dan mama ya?Kunaikkan volume musik mendekati full volume, kulihat beberapa anak y