"Kamu ngomong sama aku?"Souta mengangguk dengan pasti sebagai jawaban atas pertanyaanku. Dia menarik kursi tempat ia duduk di kelas ini, dan menaruh tasnya pada gantungan di samping meja.Karena aku cukup bingung atas ucapannya tiba-tiba, kulirik Takumi sambil berharap ia memberiku kunci jawaban atas sikap Souta, dia kan datang bersama Souta, harusnya ngerti dong..Namun, salah ternyata aku berharap.Takumi hanya mengedikkan bahunya sambil meringis. Seakan ia tahu, tetapi pura-pura tak tahu.Kocak ini anak, pikirku saat itu.Aku jadi terus penasaran apa yang sebenarnya Souta maksud, tetapi dia tak mau menjawab dan akhirnya kulupakan begitu guru yang menjadi wali kelas kami masuk.Bu Yukino, beliau yang akan jadi wali kelas duaku di sekolah ini. Beliau adalah guru yang jarang sekali kulihat semenjak aku masuk sekolah. Pernah kami berpapasan, dan hanya sekedar tegur sapa saja. Bahkan kala itu, aku belum mengerti namanya. Sedikit tak sopan, tetapi terlalu banyak guru yang ada. Daya ing
"Hei cantik!" "Kaget eh! Santai aja dong.. Kamu itu mencolok kok, gak usah sambil ditegaskan gitu kehadiranmu.." Kyohei terkekeh mendengar ucapanku, "kenapa ngelamun? Jangan-jangan, karena gak ada wali yang dateng di upacara tadi ya? Gak masalah lah gak penting begituan. Ada aku juga di sekolah ini,” lanjutnya dengan penuh percaya diri. Siswa berwajah tengil tapi tampan itu adalah sahabatku. Kami sudah berteman sejak kecil dan payahnya, aku menyimpan rasa untuknya. Aku memendam perasaanku karena takut pertemanan kami akan hancur. “Aku, bakal ada di sisi kamu sampai waktu yang tak terhingga. Dimanapun, kapanpun kamu butuh, aku akan melesat seketika hoho~" "Kamu mau aku pura-pura percaya, atau pura-pura gak denger aja nih?" "Jangan diragukan gitu dong." "Aku gak bisa percaya omongan orang. Omongan diri sendiri aja gak bisa kupercaya kok." "Gapapa, kalo aku bisa deh dipercaya. Aku jamin ga akan tinggalin kamu." Kyohei berhenti di depanku. Kali ini, ia menyodorka
"Yuu~ki~~!!" "Uwah!!! -eh maaf aku kaget.” “Hahaha imutnya!!" "Hah?" "Pffttt.. Kamu lagi ngapain sibuk sendirian kaya gitu?" "Milah sampah, kan aku piket hari ini." "Sini aku bantuin deh.." "Nggak usah, kamu juga besok piket kan?" "Heee, kok Yuuki tau sih?" "Gimana gak tau, kamu nulis nama di jadwal segede harapan orang." "Hmm? Kamu ngomong apa? Jangan bisik-bisik gitu dong kan aku jadi gak denger kamu ngomong apa.." "Ahahah iya juga ya. Gapapa kalo gak kedengeran, bukan hal penting juga kok. Jangan dipikirin." "Gitu kah? Mm ya udah deh.. Yamazaki kemana kok kamu sendiri?" "Ah, Yamazaki? Dia tadi masih di kelas, tapi aku emang ngajuin diri buat buang sampah kok, sekalian aja sebelum pergi ke ruang musik." "Kamu mau masuk ekstra musik?" "Engg- eh belum tau maksudnya." "Kalo gitu aku ikutan deh!, hehehe." "Emang yang selama ini anak-anak tanya 'Shima kok kamu belum nentuin mau ikut ekstra apa?', itu bener?" "Iya dong. Tidak pernah ada
Terdiam dengan hati menjerit, sekuat tenaga kucoba menyadarkan otakku. 'Yuuki, aku mohon, alihkan pandanganmu!!'.. Tapi tak berhasil. Aku dalam situasi yang aneh, seperti dua orang yang saling bertolak belakang. Aku ingin menolehkan kepalaku tapi tak bisa melakukannya. Terdiam cukup lama aku berhasil sadar. Yang membantuku sadar adalah detak jantung ini yang berdegup dengan cepatnya. Suhu panas menjalar di kedua pipiku saat kak Hikaru mendekat. Santai ia malah meminta maaf. Tesss.. tesss.. Air jatuh dari rambutnya yang basah mulai kurasa dingin di wajahku. Aku menutup mata dan dengan cepat meraih handukku untuk masuk ke kamar mandi. “Maaf?? Karena membuatku kaget? Tu orang gak salah??” Gerutuku setelah kamar mandi kututup. Padahal kalo dia mau minta maaf bukan karena membuatku kaget bukan?? Ya aku salah juga sih. Kesalahan pertama, aku yang dengan percaya dirinya merasa kalau aku masih sendirian di kos. Kedua, aku tak melihat kamar mandi yang seharusnya tadi tertut
"A-ah gak, gak gitu. Kenal kok, aku kenal dia." Mereka terlihat bingung. Daripada harus menjelaskan banyak hal yang memalukan, aku memutuskan untuk berpamitan pada mereka dan menghampiri kak Hikaru dengan cepat. POV AUTHOR.. Mari kita mundur ke beberapa jam sebelumnya sebentar.. Empat orang makan dengan keheningan yang menjalar kesetiap sudut ruang. Hanya suara sumpit yang mengiringi, menyentuh mangkok dengan halusnya. Aimi berdecak, "Bisa berhenti gak diem-diemannya! Apaan sih kalian, tanya tinggal tanya," ia menunjuk Hikaru kemudian, "kamu juga! Kalo ada apa-apa tuh ngomong jangan sok kalem gitu!" Dengan polosnya Hikaru meminta maaf, ia hanya bercerita tentang kejadian kemarin sore. Tiga orang temannya menganga penuh heran. "Kamu lupa dia masih anak SMA?" "Maksudnya?" “Kamu tu tinggal bareng dua cewek, Ru. Aku sih gak masalah, karena kiita udah bareng dari kecil. Yuuki itu orang baru loh di hidup kita, apalagi dia masih anak-anak.” Terang Aimi dengan bijakn
“Saya akan bekerja keras sebaik mungkin!!” “Hehe, mohon bantuannya ya, Yuuki..” Setelah kemarin datang dan mengajukan diri untuk bekerja di sebuah toko buku, hari ini aku berangkat full dua shift. Toko buku ini bukan toko yang besar, tapi banyak hal yang berharga ada disini. Kalau bukan demi uang, aku beli buku-buku ini. Barusan saja, aku berkenalan dengan karyawan yang akan kugantikan selama libur. Aku diajari berbagai hal dari sebelum toko buka sampai solusi-solusi dalam menghadapi pelanggan yang ada. “Pekerjaan apapun itu bagian dari kehidupan. Tak akan lepas dari masalah. Jadi, siapkan mental dan percaya saja bahwa nantinya, semua masalah yang kamu hadapi akan berlalu.” Imbuhnya. Aku terus berkeringat karena gugup, tapi untunglah aku bisa mengaturnya dengan baik. Sekuat tenaga mengontrol suara dan kalimat bicaraku dengan pelanggan. Pintu toko terbuka, kuucapkan sapaan selamat datang namun terhenti. Karena orang itu adalah Michio, ia juga kaget saat melihatku. Biar
"Owalah, kamu nunggu?" Tanyanya, "padahal bisa loh di taroh sini aja." "Gapapa, lagian ini bukan wilayah kami jadi tak sopan jika kami bertindak seenaknya seperti itu." Aku mengangguk menyapanya saat kami bertatapan, tapi dia alihkan pandangan matanya itu dengan cepat. Diam, aku mendengarkan saja dua orang ini mengobrol. Untungnya Michio memahami posisiku, ia menutup obrolan lebih dulu dan pamit untuk kembali ke kelas. "Kalian udah kenal dari lama ya?" "Ah, ya.. Kami tetanggaan, dan satu SMP juga sih." Aku hanya memberinya anggukkan karna kurasa tidak sopan jika bertanya lagi, tapi orang ini malah dengan sukarelanya memberitahu, "Emm sejak kapan ya, akhir sekolah dasar sepertinya, dia mulai menunjukkan rasa yang lebih dari teman. Tapi sampai sekarang, ia tak pernah mengatakannya. Aku sendiri juga gak berani untuk membuka pintu yang ia tutup rapat." "Bagi orang lain mungkin ia tak terlihat menutupi. Tapi sebenarnya ia sudah dengan sekuat tenaga menahan perasaannya."
“Yuuki? Yuuki Yuukiii?? Kenapa kamarnya dikunci dah ni anak..” Aku tak menjawabnya karena takut. Bisa-bisanya aku tertidur begitu saja setelah lelah menangis. Sambil menutup rapat mulut dengan dua tangan, aku mendengar samar suara kak Usa yang berkata pada kak Aimi kalau kemungkinan aku sudah tidur dengan lelapnya. Setelahnya langkah kaki mereka terdengar mulai menjauh. Penuh hati-hati, aku melangkah ke lemari pakaian dimana cermin besar menempel di pintunya. Tentu saja mataku terlihat dengan jelas kalau bengkak, aku tertidur setelah menangis. Memilih untuk duduk di lantai dengan lutut yang kupeluk erat, aku menunggu beberapa waktu sebelum kembali tidur agar mata ini tak semakin membengkak. Dingin dan gelap, tapi aku seperti menikmati dengan perasaan tenggelam di dalamnya. Mungkin memang benar kalau aku tenggelam, tapi aku bisa bernafas disana. Jadi aku merasa nyaman tanpa perasaan ingin keluar dari kegelapan ini. Cukup lama aku hanya terdiam dengan posisi yang sama, bayang