Share

5

Penulis: SUNBY
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-28 12:48:48

Pagi yang cerah di ruang makan dengan meja yang berukir rumit menandakan bahwa berharga mahal dan berkualitas rumit, keluarga Dirga sedang menikmati sarapan bersama.

Di meja yang begitu panjang dan ruangan yang luas serta berbagai menu makanan, hanya ada tiga orang di sana. Dirga dan kedua orang tuanya.

"Menurut Mami, mending kamu potong rambut terus copot semua tindik-tindik aneh kamu itu." Ucap Janne, yang sejak tadi tidak berhenti memberikan siraman rohani kepada Dirga

"Cewek zaman sekarang suka sama cowok yang rapi. Kamu walaupun ganteng tapi enggak rapi, mana mungkin Naykilla mau sama kamu." Lanjutnya lagi

Dirga menghentikan kegiatan makannya lalu bersandar pada kursi, "Perlu Mami tahu, di luar sana banyak kok cewek yang mau sama aku walaupun penampilan aku kayak gini."

Rudy tertawa. Dia menutup laptopnya untuk bergabung dengan kedua orang di depannya. "Ya itu karena kamu ber-uang, Dirga. Mereka tahu kamu dari keluarga kaya. Kalau bukan karena alasan itu Papi yakin mereka enggak akan ngelirik kamu."

Dirga kalah telak. Tidak mampu menjawab lagi dan memilih untuk melanjutkan kegiatan makannya.

"Tapi coba lihat Naykilla." Ucap Rudy memancing reaksi Dirga. "Dia tahu kamu ganteng, dia tahu kamu dari keluarga kaya, tapi dia justru menolak perjodohan kemarin. Cewek yang seperti itu yang seharusnya kamu cari."

Dirga berdecih kesal. "Pi, buat apa aku ngejar orang yang enggak suka sama aku? Itu hopeless banget."

"Terus, semua cewek-cewek yang kamu bilang suka sama kamu, ada enggak yang tulus?" Gantian Janne yang bertanya

Dirga diam. Entah bagaimana dia harus menjawab pertanyaan itu karena kemungkinan jawabannya tidak ada. Dirga merasa semua yang mendekatinya karena ada sebab akibat. Dia kayak maka semuanya mendekat. Dia tampan maka semuanya menyukai dia. Dia sulit untuk di gapai maka semuanya penasaran.

"Enggak bisa jawab, kan, kamu? Itu artinya enggak ada." Janne merasa menang dari anaknya sendiri. "Udahlah. Mending kamu cari cara supaya Naykilla suka sama kamu dan mau kamu nikahin."

Dirga mengambil segelas susu hangat. Nafsu makannya mendadak hilang. Kalau tahu akan begini jadinya, lebih baik dia tidur di apartemen saja.

Kadang Dirga heran dengan kedua orang tuanya. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk bepergian dan bekerja, ketika memiliki waktu bersama dengan Dirga malah di gunakan untuk berdebat hal-hal yang tidak perlu.

Seperti Naykilla ini contohnya. Sebelumnya Janne tidak pernah sekesal ini jika perjodohan yang dia rencanakan untuk Dirga batal. Tapi entah kenapa dia tidak terima jika perjodohan antara Dirga dan Naykilla batal.

Itu lah sebabnya Janne selalu mengomel tentang itu kepada Dirga.

"Kayak enggak ada cewek lain aja. Bukannya Mami punya banyak stok cewek yang biasanya mau di jodohin ke aku?"

Janne mendengus kesal. "Anggaplah sebelumnya itu Mami cuma iseng. Tapi Naykilla ini beda. Mami tahu asal usulnya dia, jadi Mami yakin seratus persen kalau dia yang terbaik buat kamu."

Dirga mendesah napas pasrah. "Naykilla yang enggak mau terus kenapa aku yang harus repot segala, sih!?"

Dengan gemas Janne mencubit pipi Dirga. "Kemarin katanya kamu mau di jodohin sama dia. Sebenarnya kamu suka gak sih sama Naykilla?!!"

Dirga diam sebentar sebelum akhirnya menoleh ke arah lain untuk menghindari tatapan dari kedua orang tuanya. "Ya.., mau mau aja, sih."

Rudy tersenyum penuh arti. "Kalau kamu berhasil menikahi Naykilla, Papi akan kasih setengah aset perusahaan Papi untuk kamu."

Dirga menoleh dengan cepat. Menatap penuh menyelidik untuk mencari kebohongan di mata Rudy. "Pi, jangan gila. Aku enggak mau Naykilla jadi pertaruhan kayak gini."

Rudy tertawa ringan. "Ini bukan pertaruhan Dirga. Kamu berhasil dapetin Naykilla maka itu hadiahnya. Enggak ada yang salah, kan?"

Dirga memalingkan wajah, merasakan ada sesuatu yang aneh di dadanya. Ini bukan tentang setengah aset perusahaan—itu bahkan bukan sesuatu yang dia inginkan saat ini. Tapi cara Rudy bicara seolah-olah Naykilla adalah piala yang harus dia menangkan. Seolah-olah perasaan Naykilla tidak ada artinya.

"Aku bukan anak kecil yang bisa di sogok dengan hadiah, Pi," gumam Dirga akhirnya, meneguk susu hangatnya dalam satu tarikan napas.

Janne menyandarkan tubuhnya ke kursi dan melipat tangan di dada. "Kalau kamu beneran suka, kamu pasti akan usaha. Aset itu cuma bonus. Asal kami tahu ya, Mami itu baru bisa tenang kalau kamu akhirnya menikah dengan wanita pilihan Mami. Kamu mau buat Mami stress terus cepet meninggal? Iya!?"

Dirga menghela napas panjang. "Mami, serius deh, enggak usah bawa-bawa kesehatan segala. Enggak ada hubungannya pernikahan sama umur panjang."

Janne mendelik tajam. "Jelas ada! Kalau Mami bahagia, hidup Mami lebih lama. Kalau Mami stres gara-gara kamu terus, ya gimana enggak cepat tua!?"

Dirga mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menahan diri. Perdebatan seperti ini selalu terjadi setiap kali mereka sarapan bersama, seolah-olah waktu makan adalah momen wajib untuk membombardirnya dengan tuntutan pernikahan.

"Jadi intinya, kalau aku tetap jomblo, itu salah aku karena bikin Mami stres?"

"Jelas!" Janne menyahut cepat.

Rudy terkekeh, tampak menikmati pertengkaran ibu dan anak ini. "Dirga, ini bukan cuma soal jomblo atau enggak jomblo. Mami kamu itu mau yang terbaik buat kamu. Naykilla itu pilihan yang tepat. Keluarganya punya nama baik, pendidikannya bagus, enggak kayak cewek-cewek yang selama ini kamu pacarin."

Dirga mencibir. "Tapi, sayangnya, Naykilla enggak mau sama aku."

"Itu karena kamu belum usaha!" Janne menepuk meja, membuat peralatan makan sedikit bergetar. "Cewek mana pun kalau dikejar dengan serius pasti luluh."

Dirga menatap ibunya dengan ekspresi frustasi. "Mami tahu enggak kenapa Naykilla enggak mau sama aku? Karena aku bukan tipe dia, Mi. Dia pinter, enggak mudah kesilauan sama tampang dan status aku."

Janne terdiam. Wajahnya sedikit berubah, tapi dia tetap tidak mau kalah. "Justru karena dia pintar, kamu harus lebih pintar buat dapetin dia."

Rudy kembali terkekeh, seolah ini semua hanya hiburan baginya. "Dirga, kalau kamu berhasil nikahin Naykilla tanpa embel-embel perjodohan, itu artinya dia benar-benar milih kamu, bukan karena paksaan. Bukankah itu lebih baik buat kamu juga?"

Dirga mengerjapkan mata, agak terkejut dengan cara berpikir ayahnya. Tapi tetap saja, ada sesuatu yang mengganjal.

"Jadi aku harus ngejar dia dengan usaha aku sendiri?"

Janne mengangguk penuh semangat. "Ya! Tanpa bantuan Mami dan Papi. Kalau kamu bisa dapetin dia dengan cara kamu sendiri, itu artinya dia memang jodoh kamu."

Dirga bersandar ke kursi, menatap kosong ke langit-langit. Ini gila. Mereka benar-benar serius.

Tapi entah kenapa, tantangan ini justru membangkitkan sesuatu dalam dirinya.

Bukan karena setengah aset perusahaan.

Bukan karena permintaan ibunya.

Tapi karena dia ingin tahu—seberapa besar kemungkinan Naykilla benar-benar bisa menyukai dia?

__

Malam harinya, karena suntuk Dirga pun memutuskan untuk pergi ke klab malam. Seperti malam lainnya, dia dan teman-teman mengunjungi tempat itu untuk mencari kesenangan.

Kedatangan Dirga yang berbeda menarik perhatian semua orang di sana.

"Wih," Rafi berseru heboh menyambut Dirga. "Ada angin apa, nih? Tiba-tiba banget rambut gondrong lo jadi rapi gini. Ngalah-ngalahin nama gue lagi rapinya."

Timo tergelak melihat penampilan Dirga yang tidak biasa.

Dirga itu cuek dengan penampilan. Dia tidak peduli dengan pakaian yang di kenakan, dia tidak peduli rambutnya yang panjang  menjadi kusut. Semuanya tidak dia ambil pusing. Karena memang pada dasarnya dia keren apa pun jadi terlihat bagus saja untuknya.

Penampilan yang sekarang, rambut pendek yang di tata setiap sisinya menambah kadar ketampanan laki-laki tersebut.

Timo menyenggol lengan Dirga sambil menyeringai. "Lagi naksir sama cewek lo? Biasanya cowok tiba-tiba berubah rapi pasti lagi ngincer cewek."

Dirga mendesah, menyesap minumannya sebelum menjawab. "Enggak ada urusan sama cewek."

Rafi tertawa kecil. "Bohong banget. Lo potong rambut, pake parfum mahal, bajunya enggak asal ambil dari lemari, terus lo bilang enggak ada urusan sama cewek? Udah jujur aja ke kita. Siapa target lo, Ga?"

"Enggak usah sok tau kalian semua." Ucap Dirga setengah kesal

Dirga menyandarkan tubuhnya ke sofa di pojok ruangan, memandangi keramaian di klub dengan tatapan kosong. Musik berdentum kencang, lampu-lampu neon berkedip cepat, dan orang-orang di sekelilingnya tenggelam dalam tawa serta dentingan gelas beradu.

Timo dan Rafi masih menatapnya dengan penuh selidik, jelas tidak percaya dengan jawaban Dirga tadi.

"Ayolah, Ga," Timo menyenggol bahunya lagi. "Kita udah temenan lama, lo kira kita enggak bisa baca gerak-gerik lo? Pasti ada sesuatu."

Dirga mendengus pelan. "Gue cuma bosan."

"Bosan?" Rafi menaikkan alis. "Makanya lo tiba-tiba merubah gaya lo kayak gini? Enggak masuk akal."

Dirga melemparkan pandangan malas ke arah mereka. "Terus menurut kalian, siapa cewek yang bikin gue berubah?"

Timo dan Rafi saling berpandangan, lalu hampir bersamaan mereka menyebut satu nama, "Naykilla."

Dirga yang sedang menyesap minumannya hampir tersedak mendengar tebakan mereka yang terlalu tepat. Dia buru-buru meletakkan gelasnya dan berpura-pura tetap santai.

"Kalian berdua kebanyakan baca drama," ujarnya sambil mengusap dagunya.

Timo terkekeh. "Enggak juga. Lo pikir kita enggak tau kalau lo kabur dari bioskop sambil bawa Naykilla. Kita semua tau, Ga. Bahkan kita berusaha keras nih buat tutup mulut dari Rana."

Rafi mengangguk setuju. "Betul banget. Seharian ini kita di bombardir terus sama Rana. Dia penasaran banget sama Naykilla. Beruntung mata dia minus jadi muka Naykilla enggak kelihatan jelas sama dia."

Dirga mengangkat sebelah alisnya lalu bertanya, "Terus kalian mau uang tutup mulut dari gue?"

Tebakan Dirga benar.

"Ya.., enggak ada juga enggak masalah sih, Ga. Cuma kita takut aja nih kalau-kalau keucap apa yang seharusnya enggak boleh. Bisa berabe, kan? Iya enggak, Mo?" Rafi menyenggol Timo

Timo langsung menyambut dengan semangat. "Iya, betul banget! Kita ini kan cuma manusia biasa, Ga. Kadang lidah bisa kepleset. Tapi kalau ada sesuatu yang bisa bikin kita lebih... hati-hati, ya mungkin kita bakal lebih bisa jaga mulut."

Dirga menghela napas panjang, lalu menarik dompetnya dari saku belakang. Dengan gerakan cepat, dia mengeluarkan beberapa lembar uang kertas dan meletakkannya di meja.

"Ini. Cukup buat nutup mulut kalian berdua sampai besok pagi."

Rafi dan Timo langsung menyambar uang itu dengan senyum lebar.

"Wih, makasih, Ga! Lo emang the best!" Rafi menyimpan uang itu dengan cepat.

Timo mengangguk-angguk puas. "Tenang aja, kita bakal jadi tembok. Rana bakal mati penasaran."

Dirga menggeleng, merasa sedikit kesal tapi juga terbiasa dengan kelakuan mereka. "Udah, sekarang enggak usah bahas Naykilla lagi. Gue ke sini buat cari hiburan, bukan buat dikerubungin pertanyaan."

Rafi dan Timo menolak. Tampak keduanya ingin menuntaskan rasa penasaran mereka.

"Coba lo cerita dulu. Gimana awalnya bisa sama Naykilla??" Tanya Rafi dengan terang-terangan

"Maksud kita, Naykilla ini kan beda banget sama cewek-cewek lain yang ngejar lo. Maka dari itu kita penasaran. Kenapa bisa lo tiba-tiba jadi suka sama Naykilla?" Tambah Timo

Dirga menghela napas dalam-dalam, menatap kedua temannya yang tak bisa dia hindari ini. Lampu klub yang berkedip-kedip seolah mempertegas ekspresi penasaran di wajah mereka.

"Gue enggak bilang gue suka sama Naykilla," bantahnya, tapi suaranya terdengar kurang meyakinkan.

Rafi menyeringai. "Ah, elah. Percuma ngelak terus. Gelagat lo nunjukin yang sebaliknya. Mending ngaku aja."

Timo mengangguk setuju sambil menyeruput minumannya. "Orang lain pun kalau tau pasti mereka juga bakal kaget dan shock ngeliat lo tiba-tiba suka sama cewek kayak Naykilla."

Dirga pasrah. Lelah juga untuk berkata tidak. Lalu pilihan terakhirnya adalah mengaku. "Enggak tiba-tiba juga. Sebenarnya nyokap sama bokap ngejodohin gue sama Naykilla. Mereka ngebet banget buat nikahin gue sama itu cewek."

Rafi dan Timo terkejut bukan main seperti mendapat plot twist dari sebuah film. "Lo terima di jodohin sama Naykilla?" Tanya Rafi

Meski ragu pada akhirnya Dirga tetap mengangguk sembari memberitakan hal buruk setelahnya. "Tapi Naykilla nggak mau di jodohin sama gue. Dia nolak gue."

Rafi dan Timo terdiam beberapa menit. Otak mereka sedang mencerna sesuatu yang langka hingga akhirnya tawa kencang mereka pecah.

Rafi bahkan sampai memegangi perutnya karena terlalu keras tertawa. "W-Wait... Lo ditolak Naykilla? Dirgantar Mahardika ditolak cewek?!"

Timo mengangguk-angguk, masih terkekeh. "Ini baru pertama kali gue denger lo ditolak, Ga. Biasanya kan lo yang nolak cewek."

Dirga mengerutkan kening, kesal tapi juga sedikit tersinggung. "Udah cukup, ya? Gue enggak butuh kalian ngejek gue."

Rafi berusaha menahan tawa, tapi matanya masih berbinar kegirangan. "Sorry, sorry. Cuma lucu aja gengsi lo kayak diinjek-injek gini. Tapi serius, lo emang beneran suka sama Naykilla?"

Dirga menghela napas, menatap gelasnya yang hampir kosong. "Gue enggak tahu. Cuma... gue penasaran aja kenapa dia bisa nolak gue."

Timo menyeringai. "Ah, typical Dirga. Ditolak malah penasaran. Lo emang nggak pernah kenyang sama cewek yang ngejar lo, jadi pas nemu yang nggak mau, lo malah kepo."

Dirga mengangkat bahu. "Mungkin."

Rafi menggeleng-geleng kepala. "Naykilla tuh beda, Ga. Dia bukan tipe cewek yang bakal luluh cuma karena lo kaya atau ganteng. Kalo lo emang beneran mau, lo harus usaha lebih keras."

Dirga menatap Rafi dengan tatapan skeptis. "Lo kenal Naykilla?"

Rafi tertawa kecil. "Enggak, tapi dari cerita lo aja udah keliatan. Cewek yang nolak perjodohan sama Dirgantar Mahardika pasti punya standar tinggi."

Timo ikut nimbrung. "Atau mungkin dia emang nggak suka sama lo. Bisa aja kan?"

Dirga memicingkan mata. "Thanks buat support-nya, teman."

Timo hanya tertawa. "Sok santai lo. Gue cuma ngasih realistis aja. Tapi kalo lo emang niat, ya gas aja. Siapa tau dia emang cocok buat lo."

Dirga memandang ke sekeliling klub, memikirkan kata-kata temannya. Mungkin mereka benar. Selama ini, hidupnya terlalu mudah—terlalu banyak cewek yang datang tanpa dia minta. Tapi Naykilla? Dia berbeda.

Dan entah kenapa, itu justru membuat Dirga semakin penasaran.

Rafi tiba-tiba nyengir. "Jadi, lo potong rambut dan dandan rapi buat Naykilla?"

Dirga mengerutkan hidung. "Bukan."

Timo menyeringai. "Lah, terus buat apa?"

Dirga menghela napas. "Biar nyokap gue berhenti ngomel."

Rafi dan Timo tertawa lagi. "Loh, jadi ini cuma buat nyenengin nyokap lo? Bukan buat Naykilla?"

Dirga mengangkat bahu. "Mungkin keduanya."

Timo menggeleng. "Kalo gitu, lo harus lebih serius, Ga. Kalo cuma setengah-setengah, Naykilla bakal nolak lo lagi."

Dirga memandang kosong ke depan. "Gue enggak tahu harus mulai dari mana."

Rafi menepuk punggungnya. "Ya dari hal kecil dulu. Coba deketin dia sebagai teman, tunjukin kalo lo emang niat beneran, bukan cuma iseng."

Dirga mengangguk pelan. Mungkin itu ide yang bagus.

"Tapi, Ga.." suara Rafi mengalihkan perhatian Dirga. "Lo terima perjodohan itu, emangnya lo udah siap buat menikah? Kita masih muda loh. Masih banyak hal yang belum di coba."

Dirga terdiam mendengar pertanyaan Rafi. Pernikahan. Kata itu terasa berat, terlalu jauh dari dunianya yang penuh kebebasan.

"Siap-siap aja sih. Soal uang gue enggak kekurangan, soal mental... ya bisa gue persiapin lah." Dirga diam sebentar sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya. "Asal ceweknya Naykilla pasti gue siapin semuanya."

Rafi dan Timo saling pandang, lalu tertawa lepas.

"Wih, serius lo, Ga? Lo beneran mikirin Naykilla buat dinikahin?" Timo mengangkat alisnya, masih tak percaya.

Dirga menghela napas. "Gue enggak bilang gue mau nikah sekarang. Tapi kalau Naykilla yang jadi calonnya, gue nggak bakal nolak."

Rafi menyeringai. "Duh, baru kali ini gue liat lo ngomongin cewek kayak gini. Biasanya lo cuma bilang, 'Ah, buat apa terikat sama satu cewek? Gue masih mau nikmatin hidup.'"

Dirga mengangkat bahu. "Setiap orang ada masanya buat berubah kali. Dan ini mungkin udah waktunya buat gue berubah."

Timo mengangguk-angguk, tiba-tiba terlihat serius. "Nah, itu baru Dirga yang kita kenal. Selama ini lo terlalu santai, Ga. Mungkin Naykilla emang beneran bisa bikin lo lebih baik."

Dirga tersenyum kecil. "Atau malah bikin gue stres."

Rafi tertawa. "Tapi lo tetep penasaran, kan?"

Dirga tidak menjawab, tapi senyumnya cukup menjelaskan segalanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dear Dirga   1

    “Lo tau nggak apa yang menarik di semester ini?” Naykilla mengkerutkan alisnya, tampak sedang berpikir untuk pertanyaan sepel itu. Lalu menjawab, “Buk Muria pensiun?” Silla terkikik mendengar jawaban polos Naykilla. Memang berita pensiun Ibu Muria si dosen galak itu menjadi kabar bahagia bagi semua orang, tapi berita kali ini lebih menarik lagi dari itu. Silla menggelengkan kepalanya, “Salah.” Dia menyilangkan tangannya di depan Naykilla berpikir lagi. Memang apa yang menarik selain berita itu? “Apa, ya? Oh, kantin FISIP udah di renov. Itu kan yang menarik?” Silla menggelengkan kepala lagi. Baik Naykilla ataupun Audrey tidak ada yang bisa menebak dengan benar. Seperti ini lah jika mempunyai teman yang tidak begitu update dengan semua yang terjadi di lingkungan sekitar. Silla pun merangkul kedua sahabatnya itu agar lebih mendekat. Mereka membentuk lingkaran kecil yang rapat, lalu dia setengah berbisik. “Dirga ngulang mata kuliah dan bakal sekelas sama kita.” Nay

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Dear Dirga   2

    Naykilla memandang kagum pada pemandangan di depannya saat ini. Tidak menyangka bahwa dia akan mendapatkan kesempatan untuk menikmati makanan di restoran bintang lima yang sudah terkenal akan kemewahannya. “Ini seriusan kita makan malamnya di sini, Yah?” Tanya Naykilla untuk memastikan bahwa mereka tidak salah tempat Irwan, ayah Naykilla, mengangguk mantap. “Bener kok.” “Kenapa, kaget ya? Sama, Bunda juga kaget karena tempatnya mewah banget.” Jawab Lina, sang bunda Naykilla mengeluarkan ponselnya. Karena ini termasuk moment yang langka maka dia mengabadikan beberapa moment. Setiap sudut restoran dia foto. Kemudian beberapa foto dia gabung menjadi satu dan mengupload di story sosial medianya. “Temen Ayah pasti kaya, ya?” tanyanya dengan asal Irwan mengangguk lagi. “Iya, udah kaya dari nenek buyutnya. Kalau Ayah sih makan di restoran kayak gini bakalan mikir beberapa kali meskipun duitnya ada.” Lina cekikikan. Dia pun sama. Meskipun suka mendatangi tempat yang bagus dan me

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Dear Dirga   3

    “Eh, ada film baru nih. Mau nonton nggak entar sore?”“Genrenya apa?”“Romance, sih. Tapi film ini lagi viral tau, jadi penasaran gue. Kita nonton yuk? Sesekali kan.”Timo menunjukkan video tentang review film tersebut kepada Rafi. Sepertinya Rafi tertarik karena kebetulan pemeran wanita dalam film tersebut adalah idolanya. “Ya udah, pesen aja tiketnya sekarang. Biar bisa kebagian tempat duduk paling atas."Timo langsung membuka aplikasi untuk pembelian tiket nonton di bioskop. Lalu dia melirik ke arah Dirga di sebelahnya. “Dirga, lo mau ikut nggak?”Tidak ada sahutan dari Dirga. Laki-laki itu sejak tadi sibuk dengan ponselnya.“Kalau mau, gue pesenin tiketnya sekalian.” Ucap Timo lagi“Kayaknya nggak mau dia. Mana mungkin cowok semetal Dirga nonton film romance melow beginian.” Ujar RafiKarena seperti Dirga tidak mendengarkan mereka, dengan hati-hati Timo menepuk pelan pundak Dirga.Kepala Dirga terangkat dan dia menatap tajam ke arah Timo.“Apa?” tanya Dirga dengan ketusDirga kesa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Dear Dirga   4

    Dirga nenahan senyumnya sepanjang jalan. Mereka setengah berlari keluar dari mall tersebut sambil bergandengan tangan, lebih tepatnya Dirga yang menahan tangan Naykilla untuk mengikutinya. “Kak Dirga!! Lepasin! Cewek lo ngikutin kita tuh.” Dirga menoleh ke belakang sekilas, di belakang ada Rana yang mencoba mengejar mereka. Ini semakin menarik untuk Dirga. Dia melebarkan langkah kakinya sehingga Naykilla harus berlari kecil untuk menyesuaikan agar dia tidak terjatuh. “Kak Dirga jangan macem-macem, ya. Gue enggak akan segan buat teriak nih.” Dirga menyunggingkan senyum tipisnya. Dia tahu kalau Naykilla hanya menggertaknya. “Gue teriak beneran nih, ya.” Ucap Naykilla lagi namun tak di respon sama sekali oleh Dirga Naykilla pun kesal. Sementara di belakang mereka Rana sudah semakin dekat. Dia juga kasihan melihat Rana uang kesusahan berlari kena sepatu tingginya itu. Saat mereka tiba di sebuah mobil hitam, Naykilla jadi panik. “Tol...” Blam!! Dirga menutup teriakan Naykilla de

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-26

Bab terbaru

  • Dear Dirga   5

    Pagi yang cerah di ruang makan dengan meja yang berukir rumit menandakan bahwa berharga mahal dan berkualitas rumit, keluarga Dirga sedang menikmati sarapan bersama.Di meja yang begitu panjang dan ruangan yang luas serta berbagai menu makanan, hanya ada tiga orang di sana. Dirga dan kedua orang tuanya."Menurut Mami, mending kamu potong rambut terus copot semua tindik-tindik aneh kamu itu." Ucap Janne, yang sejak tadi tidak berhenti memberikan siraman rohani kepada Dirga"Cewek zaman sekarang suka sama cowok yang rapi. Kamu walaupun ganteng tapi enggak rapi, mana mungkin Naykilla mau sama kamu." Lanjutnya lagiDirga menghentikan kegiatan makannya lalu bersandar pada kursi, "Perlu Mami tahu, di luar sana banyak kok cewek yang mau sama aku walaupun penampilan aku kayak gini."Rudy tertawa. Dia menutup laptopnya untuk bergabung dengan kedua orang di depannya. "Ya itu karena kamu ber-uang, Dirga. Mereka tahu kamu dari keluarga kaya. Kalau bukan karena alasan itu Papi yakin mereka enggak

  • Dear Dirga   4

    Dirga nenahan senyumnya sepanjang jalan. Mereka setengah berlari keluar dari mall tersebut sambil bergandengan tangan, lebih tepatnya Dirga yang menahan tangan Naykilla untuk mengikutinya. “Kak Dirga!! Lepasin! Cewek lo ngikutin kita tuh.” Dirga menoleh ke belakang sekilas, di belakang ada Rana yang mencoba mengejar mereka. Ini semakin menarik untuk Dirga. Dia melebarkan langkah kakinya sehingga Naykilla harus berlari kecil untuk menyesuaikan agar dia tidak terjatuh. “Kak Dirga jangan macem-macem, ya. Gue enggak akan segan buat teriak nih.” Dirga menyunggingkan senyum tipisnya. Dia tahu kalau Naykilla hanya menggertaknya. “Gue teriak beneran nih, ya.” Ucap Naykilla lagi namun tak di respon sama sekali oleh Dirga Naykilla pun kesal. Sementara di belakang mereka Rana sudah semakin dekat. Dia juga kasihan melihat Rana uang kesusahan berlari kena sepatu tingginya itu. Saat mereka tiba di sebuah mobil hitam, Naykilla jadi panik. “Tol...” Blam!! Dirga menutup teriakan Naykilla de

  • Dear Dirga   3

    “Eh, ada film baru nih. Mau nonton nggak entar sore?”“Genrenya apa?”“Romance, sih. Tapi film ini lagi viral tau, jadi penasaran gue. Kita nonton yuk? Sesekali kan.”Timo menunjukkan video tentang review film tersebut kepada Rafi. Sepertinya Rafi tertarik karena kebetulan pemeran wanita dalam film tersebut adalah idolanya. “Ya udah, pesen aja tiketnya sekarang. Biar bisa kebagian tempat duduk paling atas."Timo langsung membuka aplikasi untuk pembelian tiket nonton di bioskop. Lalu dia melirik ke arah Dirga di sebelahnya. “Dirga, lo mau ikut nggak?”Tidak ada sahutan dari Dirga. Laki-laki itu sejak tadi sibuk dengan ponselnya.“Kalau mau, gue pesenin tiketnya sekalian.” Ucap Timo lagi“Kayaknya nggak mau dia. Mana mungkin cowok semetal Dirga nonton film romance melow beginian.” Ujar RafiKarena seperti Dirga tidak mendengarkan mereka, dengan hati-hati Timo menepuk pelan pundak Dirga.Kepala Dirga terangkat dan dia menatap tajam ke arah Timo.“Apa?” tanya Dirga dengan ketusDirga kesa

  • Dear Dirga   2

    Naykilla memandang kagum pada pemandangan di depannya saat ini. Tidak menyangka bahwa dia akan mendapatkan kesempatan untuk menikmati makanan di restoran bintang lima yang sudah terkenal akan kemewahannya. “Ini seriusan kita makan malamnya di sini, Yah?” Tanya Naykilla untuk memastikan bahwa mereka tidak salah tempat Irwan, ayah Naykilla, mengangguk mantap. “Bener kok.” “Kenapa, kaget ya? Sama, Bunda juga kaget karena tempatnya mewah banget.” Jawab Lina, sang bunda Naykilla mengeluarkan ponselnya. Karena ini termasuk moment yang langka maka dia mengabadikan beberapa moment. Setiap sudut restoran dia foto. Kemudian beberapa foto dia gabung menjadi satu dan mengupload di story sosial medianya. “Temen Ayah pasti kaya, ya?” tanyanya dengan asal Irwan mengangguk lagi. “Iya, udah kaya dari nenek buyutnya. Kalau Ayah sih makan di restoran kayak gini bakalan mikir beberapa kali meskipun duitnya ada.” Lina cekikikan. Dia pun sama. Meskipun suka mendatangi tempat yang bagus dan me

  • Dear Dirga   1

    “Lo tau nggak apa yang menarik di semester ini?” Naykilla mengkerutkan alisnya, tampak sedang berpikir untuk pertanyaan sepel itu. Lalu menjawab, “Buk Muria pensiun?” Silla terkikik mendengar jawaban polos Naykilla. Memang berita pensiun Ibu Muria si dosen galak itu menjadi kabar bahagia bagi semua orang, tapi berita kali ini lebih menarik lagi dari itu. Silla menggelengkan kepalanya, “Salah.” Dia menyilangkan tangannya di depan Naykilla berpikir lagi. Memang apa yang menarik selain berita itu? “Apa, ya? Oh, kantin FISIP udah di renov. Itu kan yang menarik?” Silla menggelengkan kepala lagi. Baik Naykilla ataupun Audrey tidak ada yang bisa menebak dengan benar. Seperti ini lah jika mempunyai teman yang tidak begitu update dengan semua yang terjadi di lingkungan sekitar. Silla pun merangkul kedua sahabatnya itu agar lebih mendekat. Mereka membentuk lingkaran kecil yang rapat, lalu dia setengah berbisik. “Dirga ngulang mata kuliah dan bakal sekelas sama kita.” Nay

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status