Home / Romansa / De Crepusculum / 6. Buku diary

Share

6. Buku diary

Author: deaarmaya
last update Last Updated: 2021-09-09 18:56:06

Atha menghela nafas pelan, dengan gerak pelan, ia melipat mukenanya dan meletakkannya di atas nakas samping kasur. Tangan kirinya merogoh bawah bantal dan menarik sebuah buku catatan dari sana. 

"Aku tahu segala tentangmu, dan kamu.. ga akan pernah bisa mengelaknya." 

Ucapan Kanzo di suatu hari terputar di ingatannya, membuat senyum kecil di wajah Atha timbul. Sejenak kemudian, ia menggeleng pelan, dan menatap buku catatannya dengan penuh arti.

'Kamu salah, Kak.. Kamu mungkin tahu segalanya tentangku, tapi itu hanya beberapa yang sengaja aku biarkan kamu tahu. Sampai kapan pun, kamu tidak akan tahu dengan apa yang tidak kuizinkan kamu mengetahuinya.' 

Wajah Kanzo yang memasang tampang songong terbayang.

Setelah beberapa saat memandang buku catatannya dengan penuh arti, Atha mengusap cover buku tersebut dengan lembut. Lalu membuka halaman pertama dengan perlahan. 

〝你 正在 思索 什么?〞

"Aku sedang memikirkan, hal yang sebenarnya harus aku lupakan wahai buku. Aku selalu memikirkan suatu hal yang seharusnya aku tinggalkan sejak saat itu, tapi kini aku malah semakin mendekapnya erat. Seolah aku tak bisa hidup tanpanya. Seolah dia adalah tumpuan hidupku, pusat tata suryaku, oksigenku."

Bayangan not nada, kertas usang dengan pena bulu di sampingnya, tergeletak di atas sebuah meja kusam menghinggapi pikirannya. Sebuah ruang musik, dengan piano antik yang terawat, biola tergeletak asal, gitar yang tergantung, harpa yang berdiri gagah, di sebuah bangunan megah merasuki ingatannya. 

Atha menggeleng pelan, berusaha mengenyahkan semua itu dari bayangannya. Baginya, masa lalu adalah bagian yang tak perlu ditengok, diingat cukup seperlunya saja. Namun, wajib dijadikan bahan pelajaran. Atha membaca baris selanjutnya, baris yang selalu membuatnya melontarkan jawaban berbeda. 

〝你 现在 正在 等 一个人 马?〞 

"Ya, aku menunggu seseorang yang selalu membuatku merasa ada, membuatku merasa bahagia. Dan bagaimana denganmu wahai buku? Apakah kau juga menunggu seseorang?" Jawabannya yang begitu spontan keluar tanpa berpikir matang juga membuatnya terkejut. Jawabannya kali ini benar-benar berbeda dari beberapa jawabannya sebelumnya yang biasanya serupa. 

Atha menutup matanya, lalu memejamkan telinganya untuk mendengar detak jantungnya sendiri yang berdetak seirama. Ia masih mencari maksud ucapannya sendiri, terdengar aneh memang, masa ia tak faham dengan arti ucapannya sendiri. Namun, memang begitulah kenyataannya. Ia masih mencari tahu, siapakah sosok yang sedang ditunggunya. Sosok yang dikatakannya mampu membuatnya bahagia, siapa? Atau malah ia tak akan menemukannya? 

Senyum getir tertoreh di wajah putihnya yang kini memerah, cahaya matahari menerobos sela-sela jendela yang tak tertutup rapat. Seandainya saja ia punya kekuatan untuk bangkit, ia pasti akan menutupnya rapat. Serapat mungkin, hingga angin sekencang apapun tak akan bisa membuat jendela itu terbuka sedikit pun. Ia memang menyukai cahaya matahari, tapi takdir tak pernah ingin ia menikmatinya. Melihat cahaya matahari muncul dari sela-sela jendela, membuatnya merasa sedikit... lega, entah kenapa. Sayangnya sekarang..

Ia sedang ingin menikmati kesendiriannya. Bersama gelap. 

Gemerisik daun yang bertabrakan karena tertiup angin terdengar, membuat alunan indah yang terdengar begitu berbeda di pendengaran orang yang mencintai seni. Seperti Atha, yang malah menerbangkan ingatannya ke kenangan beberapa tahun silam.

###

"Maaf Atha, aku telat menolongmu tadi," ucap Gretta sepupu Atha menangis penuh penyesalan disampingnya.

"Aku tak apa-apa Gretta, aku sudah biasa," tandas Atha menatap beberapa lebam di sikunya dan lututnya. "Mommy dan Daddy, ga bakal tahu tentang hal ini, jika saja mereka tahu pun, mungkin mereka juga tak kan peduli." 

"Kamu bicara apa sih, Atha?" sergah Gretta.

"Aku bicara fakta, Gretta, kamu ingat hari pertama kita masuk sekolah? Ketika aku jadi bahan bully, dan aku kembali ke rumah dengan tubuh memar, mereka sama sekali tidak mempermasalahkannya."

"Tapi Tha.."

"Dengan kamu, yang masih menghargai adanya aku disini, aku sudah sangat berterimakasih pada Tuhan," lirih Atha tersenyum manis.

Gretta ikut tersenyum mendengarnya.

"Jadi, apa kamu akan memutuskan ikut audisi menyanyi bulan depan? Miss Thompson sudah menunggu jawabanmu," ungkit Gretta.

Mendengar pertanyaan Gretta, Atha termenung. 

"Aku bisa aja ikut semua audisi Gretta. Entah menyanyi, menari ataupun memasak. Aku bisa, hanya saja.. Aku tak tahu bagaimana reaksi Mommy dan Daddy ketika mengetahuinya." 

Gretta meringis, ia ingat sekali paman dan bibinya sangat ketat pada pendidikan anak bungsunya. "Tapi miss Thompson akan sangat menyayangkan kebatalanmu mengikutinya. Kau tahu, Miss Bennett mengetahui bakat menarimu. Ia tanpa sengaja melihatmu menari balet di atap sekolah saat kau bersamaku kemarin lusa." 

"Aku tahu semua bakatku Gretta, kau tahu sendiri aku berhasil menerbitkan sembilan novel dalam satu tahun dan semuanya best seller. Aku mengarang lagu dan nada, tapi aku tak berani menyanyikannya. Kau mengejekku bodoh karena aku malah menyerahkan CD nya pada Sky, tapi dia lebih membutuhkan itu dariku. Lagi pula, itu semua tak penting untuk masa depanku." 

"Tak penting untuk masa depanku-tak penting untuk masa depanku-tak penting untuk masa depanku-tak penting untuk masa depanku-tak penting untuk masa depanku. Selalu itu yang kau katakan, kau tahu, aku tak suka kamu menggantungkan semua jalanmu pada orang tuamu dan meninggalkan semua mimpimu begitu saja," sahut Gretta berapi-api.

"Sudahlah Gretta, aku sedang tak ingin berdebat. Aku lelah," lirih Atha melirik jarum infusnya kemudian memilih terpejam, menghiraukan raut Gretta yang kecewa padanya.

###

Setetes air mengaliri pipinya, dalam diam ia merindukan Gretta. Merindukan kebersamaan yang dulu selalu Gretta usahakan bersamanya. 

Orang tuanya selalu menganggap, sekolah hanya tempat bersosialisasi, sebagai tempat memperluas kekuasaan, memberi tahu lebih banyak kepada banyak orang sehebat apa nama keluarganya. Tapi Atha tak peduli. Daddy-nya selalu berkata bahwa ia hanya perlu mempertekun les-lesnya, bukan fokus pada audisi atau apapun yang diselenggarakan oleh sekolahnya.

"Sekolahmu memang internasional, tapi tak ada gunanya untuk masa depanmu. Cukup patuhi apa yang daddy katakan, dan para guru les mu perintahkan. Karena lomba-lomba di sekolahmu hanya membuatmu dalam pertarungan dengan orang yang lemah, kamu pasti menang. Dan lomba-lomba seperti itu hanya membuang waktu."

Saat itu Atha hanya bisa menghela nafas sepelan mungkin, berusaha agar sang ayah tak tahu apa saja jenis kelelahan yang ia pendam. Sejak saat itu ia tahu kenapa daddy-nya tak pernah menyanjungnya atau bahkan menatapnya dengan pandangan bangga ketika ia meraih bintang pelajar, murid paling berprestasi, atau juara-juara lainnya. Yang daddy-nya tekankan hanya les-les yang bagi Atha cukup menguras emosinya.

Les bahasa ini, kemudian les bahasa itu, les piano, kemudian les biola, les balet, kemudian les dance, lalu les-les yang membuat Atha cukup tertekan. Tapi tidak sampai membuat kewarasannya hilang.

Lalu ingatannya berjalan menuju suatu memori baru. Suatu kenangan yang tak akan pernah ia lupakan sampai kapanpun. Karena saat itu adalah suatu awal ia menemukan jalannya sendiri.

###

"Kamu siapa?" Atha terkejut ketika mendapati sosok wanita berhijab lebar di belakangnya.

"Kamu pasti pernah melihatku sebelumnya. Aku Lidya Mahesa, dan akan menjadi teman dekatmu," tutur gadis itu dengan riang.

Atha cengo, "Teman dekat?" 

"Berhubung, orang tua kita adalah sahabat dekat, tak masalah bukan jika anak-anak mereka ikut menjadi sahabat dekat?" tanya Lidya tersenyum manis padanya. 

Detik itu pula Atha mengenal islam lebih jauh, mengenal siapa itu Siti Fathimah, Siti Aisyah, Siti Khodijah dan siapa itu Rasulullah SAW. Perkenalannya dengan Lidya Mahesa menumbuhkan rasa cinta kepada Islam. Dan pada saat kedua orang tuanya ditugaskan keluar negeri, ia meminta - lebih tepatnya memaksa - Lidya untuk menginap di rumahnya.

Malam itu, malam yang disebut Lidya dengan malam 21 Ramadhan, ia menguatkan hatinya untuk memeluk Islam, berlandaskan cinta dan keikhlasan.

"Seharusnya ada dua saksi untukmu, besok kita pergi ke rumahku, dan umi serta abi akan menjadi saksi atas hijrahmu," kata Lidya memeluk erat Atha setelah mengatakannya.

Keesokan harinya Atha menuju rumah Lidya, dan persaksiannya disahkan. Atha tersenyum bahagia setelahnya. Sangat bahagia. 

Orang tua Atha yang kembali sesuai jadwal, terkejut mendapati putri bungsunya berhijab dan berjubah. Atha dengan tenang menjawab bahwa ia telah berbeda keyakinan dengan meraka. Dan reaksi sang ayah sangat tak ia duga. 

Dengan langkah seribu, sang ayah menghampiri Atha dan menarik kuat-kuat ujung hijabnya, memang tidak cukup untuk membuat hijab yang Atha lingkarkan di kepalanya dengan erat terlepas, tapi membuat kepala Atha berdarah tertusuk jarum yang ia sematkan di puncak kepalanya.

Atha menahan tangis, sang ayah tetap tidak peduli dan melemparkannya ke ruang tengah, di mana patung salib berdiri kokoh.

Dengan suara sekeras guntur sang ayah memerintahkannya untuk bersujud pada patung tersebut, dan memohon maaf padanya.

"Atha menolak, Atha ga bodoh buat sujud ke patung mati!" bentak Atha saat itu. Bentakan Atha yang membuat sang ayah memberinya dua pilihan berat. 

"Pilihlah! Pergi dengan pengkhianatanmu pada kami, atau kembali pada kepercayaanmu," putus sang ayah.

Atha melirik ibunya yang terduduk lemah di atas lantai, lalu Atha tersenyum tipis.

"Atha pilih pergi, dan meninggalkan rumah ini," jawab Atha tegas, menimbulkan kekagetan luar biasa pada ibunya. 

"Kamu bukan bagian dari keluarga Dafandra lagi!" bentak sang ayah.

Atha terguncang sejenak sebelum kemudian ia berhasil menguasainya.

"Baik Daddy, Atha Jeremia Stasya Dafandra kalian telah mati!" sorak Atha lantang agar kedua orang tuanya faham bahwa ia sedang tak main-main. 

Atha mematung sejenak ketika mendengar raungan sang ibu, tapi ia memilih tak peduli. Atha membenarkan letak hijabnya lalu berlari keluar, pergi untuk selamanya, meninggalkan rumah yang telah menaunginya selama 14 tahun.

Air mata Atha mengalir tanpa henti ketika mengingatnya, ia mungkin tidak merindukan Daddy-nya, tapi ia sangat merindukan Mommy-nya.

Atha, dalam keadaan apa pun jika diperintah memilih antara ayah dan ibunya, dengan tanpa berpikir ia pasti memilih sang ibu. 

Sebelum mengenal Maise, Atha menobatkan Mei Han, ibu kandungnya sebagai manusia paling lembut dan penuh kasih sayang. Sang ibu selalu bersedia meluangkan waktunya untuk putri bungsunya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang sang ayah, meski Atha sempat membencinya. Lantaran sang ibu tidak pernah membelanya di depan sang ayah.

Rumah berlantai empat, dengan kemewahan yang melekat di setiap sisinya, tidak selalu menimbulkan rasa lega dan bahagia. Nyatanya, Atha malah merasa dikekang dan dibelenggu. Dan setiap langkah kakinya keluar dari rumah itu, semakin membuatnya merasa bahwa naungannya selama ini adalah Sang Pencipta Alam Semesta, Allah Subhanahu W* Ta'ala.

*你 正在 思索 什么?: Nî zhèngzài sīsuö shènme? 

; Apa yang sedang kamu pikirkan? 

*你 现在 正在 等 一个人 马?: Nî xiánzài zhèngzài děng yī ge rén ma? 

; Apa kamu sedang menunggu seseorang?

Related chapters

  • De Crepusculum   7. Firasat buruk

    Kanzo berlarian kearah tangga ketika melihat Maise membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas teh hangat. Ini adalah kesempatan emasnya untuk menemui Atha, dan kesempatan ini seolah hanya ada satu, ia harus mendapatkannya atau malah kehilangan. "Bibi Maise!" teriak Kanzo sekeras mungkin. Di aula yang kosong dan hampa ini, sudah jelas kalau suara Kanzo menggema, menyebabkan Maise kaget, yang untungnya tidak sampai menjatuhkan nampan yang dibawanya. Maise menoleh kearah Kanzo yang membungkuk, mengatur nafasnya yang tak beraturan. Maise tersenyum kecil, ia tahu apa yang diinginkan Kanzo kali ini. "Ada apa?" Kanzo menatap Maise dengan pandangan memelas semaksimal mungkin, "Biar aku aja yang bawa ya, ke kamar Atha kan?" pinta Kanzo. Maise menatap Kanzo jahil, "Bagaimana kalau aku menolak?" goda Maise. Kanzo mulai merengek

    Last Updated : 2021-10-10
  • De Crepusculum   8. Not okay

    "Aku kira para kakak kesini, tadi pagi aku dengar sayup-sayup suaranya. Ke mana mereka?" Kenzo menatap Aumy heran ketika melihat meja makan kosong melompong. Sama seperti pagi-pagi lainnya, hanya saja yang Kenzo herankan kenapa tidak ada saudaranya disana. "Tadi pada ke panti asuhan, abimu tiba-tiba pengen ketemu sama anak-anaknya," jawab Aumy tenang. "Dan aku ga diajak?" lirih Kenzo kecewa. Ia merasakan perih di hatinya. Apa ia bukan bagian dari keluarga ini? "Negative thinking kan kamu," cetus Aumy sembari meletakkan apel yang telah ia potong-potong didepan Kenzo. "Tadi kakakmu, Akihiro sama Akihiko kesini pagi-pagi sekali. Dan kamu masih tidur, mereka minta izin pada Okaasan, dan tentu saja Okaasan menyetujuinya. Saat mereka menanyakan tentangmu, Okaasan jawab kalau kamu masih tidur. Lalu mereka batal mengajakmu pergi bersama," jelas Aumy pada anaknya yang ia kenal gampang emos

    Last Updated : 2021-11-15
  • De Crepusculum   Opening

    Aku hanya Atha Jeremia Stasya, seorang gadis yang teramat biasa. Tak punya kelebihan selain seorang hafidzah dan penghafal hadist, tak ada yang bisa dibilang mengagumkan. Tapi aku menjalani kehidupan dengan penuh kekaguman, kekaguman pada islam yang tak bisa aku jelaskan. Mualaf, dan tinggal di panti asuhan adalah yang kupilih. Dan Allah menjagaku, memberikan ku kebebasan dan keamanan. Syair adalah kehidupanku, rangkaian aksara yang tersusun melambangkan perjalanan kehidupanku. Lagu adalah nafasku, kehidupan dan kebahagiaan dibingkai kesempurnaan nada yang mengalun. ~Atha Jeremia Stasya Pepatah 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' atau 'air tak akan pernah mengalir keatas' hanya membuatku semakin muak dengan semua ini. Aku anak seorang kyai yang disegani dan dihormati, mereka kira anaknya akan menjadi seperti ayahnya yang kemana-mana memakai sarung dan berpeci, tapi tidak. Aku memilih jalanku sendiri. Islam terlalu mengekang ku, dan tak pernah sejalan dengan pikiranku. Aku pa

    Last Updated : 2022-06-28
  • De Crepusculum   1. Ketenangan

    Atha berdiri dalam diam, ia masih betah menatap perbukitan hijau dibelakang panti. Harum udara setelah hujan membuatnya mampu meresap kedamaian yang dibalut keheningan penuh ketentraman, kesempatan langka yang tak akan ia dapatkan jika ia tidak berada di tempat ini. Panti asuhan, meskipun dipenuhi anak-anak kecil bermata jernih dan menyenangkan, tak akan pernah bisa menawarkan kedamaian semacam ini. Atha memejamkan matanya, berusaha menghirup udara disekitarnya sebanyak-banyaknya. Hari Jum'at selalu menyenangkan baginya, karena hanya pada hari itulah ia bisa menyisihkan waktu untuk dirinya sendiri, menikmati indahnya alam bebas, meski tak seluas yang dipandang banyak orang. Mau bagaimana lagi, ia telah berjanji akan mengabdikan hidupnya untuk panti asuhan yang baru ia tempati 2 tahun terakhir ini. Panti asuhan yang langsung ia cintai ketika ia pertama kali melihatnya, panti asuhan yang terletak di pinggir kota kecil yang damai, Naj

    Last Updated : 2021-09-03
  • De Crepusculum   2. Rasa yang tersembunyi

    "Oh ya, kalo misalnya kamu ketemu kak Kanzo, lebih baik jangan disapa ya," peringat Kahlil. Atha merasa aneh, lalu memutuskan untuk bertanya, "Kenapa?" "Barangkali yang kamu temui itu sebenarnya adalah kak Kenzo. Mereka berdua mirip banget soalnya," terang Kahlil. "Kembar, ya?" tebak Atha. "Iya.. Kembar yang terlalu identik. Ga ada perbedaan sama sekali di tubuhnya. Kan biasanya pada anak kembar terdapat perbedaan, entah itu tahi lalat atau tanda lahir, tapi kak Kenzo dan kak Kanzo ga ada. Cuma sifatnya aja yang beda seratus delapan puluh derajat." "Maksudnya?" Atha berusaha meraba maksud ucapan Kahlil. "Kak Kanzo itu orangnya lemah lembut, penyayang dan care. Kalo kak Kenzo itu temperamen, keras dan mudah terpancing emosi. Kamu udah lihat mata kak Kanzo kan tadi?" "Eh?" Pertanyaan Kahlil membuat pipi

    Last Updated : 2021-09-04
  • De Crepusculum   3. Jatuh

    Atha menghentikan langkahnya ketika seekor merpati yang amat familiar dengannya terbang rendah menghampirinya, Atha menyodorkan tangannya dan mengundang merpati itu untuk bertengger di tangannya. "Mari kembali, kupikir kak Kanzo pasti sudah menaburkan makananmu di lapangan sana!" Atha mendekap merpati itu dan melanjutkan langkahnya yang tertunda. Di tengah desau angin yang menenangkan jiwa, terdengar lantunan ayat Al-Qur'an, begitu merdu, merasuki sanubari. Atha menghirup nafas sedalam mungkin, mendadak udara disekitarnya lebih segar dari pada sebelumnya, Atha melangkahkan kakinya dengan riang, menikmati suasana menyenangkan sore ini. Langkah kakinya melambat ketika di antara desau angin terdengar lantunan Al-Qur'an dengan suara merdu dari jarak dekat. Atha tahu surat ini, surat yang sangat ia sukai setelah Al-Ikhlas dan Al-Mulk. "رب المشرقين و رب المغربين. فباي الاء رب

    Last Updated : 2021-09-05
  • De Crepusculum   4. Bibi Maise

    "Apa aku terlihat begitu mencolok?" Atha menatap Kanzo meminta jawaban, di negaranya dahulu ia selalu direndahkan, tak punya teman dan selalu sendirian. Alasan kenapa ia lebih suka tempat ini, hangat dan penuh kasih sayang serta kepedulian. Maise terharu ketika Atha bercerita tentang perasaannya. "Ya.. Kulitmu yang putih itu terutama, apalagi aku yang punya darah Jepang saja kalah putih. Padahal disekolah aku juga mencolok." Kanzo terkekeh menjaabatkan fakta. Ia tak bisa membayangkan jika Atha sekolah di tempat yang sama dengannya, ia berpikir bagaimana tatapan semua murid kepada Atha yang tampak begitu unik dan cantik. "Sama dong, di sekolahku dulu, aku juga gitu. Malah lebih parah lagi. Karena dapat sanjungan dari guru yang terkenal killer, aku dijauhi teman sekelas, bahkan jadi bahan bully-an," curhat Atha, ia tersenyum ketika mengingat itu semua. "Mereka cuma iri," ujar Kanzo

    Last Updated : 2021-09-06
  • De Crepusculum   5. Dunia malam Kenzo

    Atha kembali sendirian lagi. Menatap bulan yang menggantung di langit malam malah membuat dadanya semakin berdenyut perih, perih untuk alasan yang tidak jelas. Sesak yang terlalu abstrak untuk dijabarkan. Di telinganya, bergema suara-suara yang berasal dari ingatannya. Semua berputar dan terulang secara acak, membuat Atha merasa lelah. "Kamu sukanya marah-marah terus sih kalo sama aku. Coba sama Kahlil pasti cuma disenyumin terus pergi," protes Kanzo ketika ia mendelik menatap Kanzo yang menarik ujung pasminanya. Di lain waktu, Kanzo malah berkelakar ketika ia memarahinya di gudang. "Marah aja, aku malah senang kalo kamu marah. Itu artinya aku berhasil melindungimu, dan yang aku lindungi adalah Atha yang asli, bukan samaran jin atau siluman." "Aku cuma mau bantu, ini tugas lelaki. Kamu kenapa sih semarah ini?" tanya Kanzo tersenyum masam, ketika dirinya melotot pada Kanzo yang menarik meja ka

    Last Updated : 2021-09-07

Latest chapter

  • De Crepusculum   Opening

    Aku hanya Atha Jeremia Stasya, seorang gadis yang teramat biasa. Tak punya kelebihan selain seorang hafidzah dan penghafal hadist, tak ada yang bisa dibilang mengagumkan. Tapi aku menjalani kehidupan dengan penuh kekaguman, kekaguman pada islam yang tak bisa aku jelaskan. Mualaf, dan tinggal di panti asuhan adalah yang kupilih. Dan Allah menjagaku, memberikan ku kebebasan dan keamanan. Syair adalah kehidupanku, rangkaian aksara yang tersusun melambangkan perjalanan kehidupanku. Lagu adalah nafasku, kehidupan dan kebahagiaan dibingkai kesempurnaan nada yang mengalun. ~Atha Jeremia Stasya Pepatah 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' atau 'air tak akan pernah mengalir keatas' hanya membuatku semakin muak dengan semua ini. Aku anak seorang kyai yang disegani dan dihormati, mereka kira anaknya akan menjadi seperti ayahnya yang kemana-mana memakai sarung dan berpeci, tapi tidak. Aku memilih jalanku sendiri. Islam terlalu mengekang ku, dan tak pernah sejalan dengan pikiranku. Aku pa

  • De Crepusculum   8. Not okay

    "Aku kira para kakak kesini, tadi pagi aku dengar sayup-sayup suaranya. Ke mana mereka?" Kenzo menatap Aumy heran ketika melihat meja makan kosong melompong. Sama seperti pagi-pagi lainnya, hanya saja yang Kenzo herankan kenapa tidak ada saudaranya disana. "Tadi pada ke panti asuhan, abimu tiba-tiba pengen ketemu sama anak-anaknya," jawab Aumy tenang. "Dan aku ga diajak?" lirih Kenzo kecewa. Ia merasakan perih di hatinya. Apa ia bukan bagian dari keluarga ini? "Negative thinking kan kamu," cetus Aumy sembari meletakkan apel yang telah ia potong-potong didepan Kenzo. "Tadi kakakmu, Akihiro sama Akihiko kesini pagi-pagi sekali. Dan kamu masih tidur, mereka minta izin pada Okaasan, dan tentu saja Okaasan menyetujuinya. Saat mereka menanyakan tentangmu, Okaasan jawab kalau kamu masih tidur. Lalu mereka batal mengajakmu pergi bersama," jelas Aumy pada anaknya yang ia kenal gampang emos

  • De Crepusculum   7. Firasat buruk

    Kanzo berlarian kearah tangga ketika melihat Maise membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas teh hangat. Ini adalah kesempatan emasnya untuk menemui Atha, dan kesempatan ini seolah hanya ada satu, ia harus mendapatkannya atau malah kehilangan. "Bibi Maise!" teriak Kanzo sekeras mungkin. Di aula yang kosong dan hampa ini, sudah jelas kalau suara Kanzo menggema, menyebabkan Maise kaget, yang untungnya tidak sampai menjatuhkan nampan yang dibawanya. Maise menoleh kearah Kanzo yang membungkuk, mengatur nafasnya yang tak beraturan. Maise tersenyum kecil, ia tahu apa yang diinginkan Kanzo kali ini. "Ada apa?" Kanzo menatap Maise dengan pandangan memelas semaksimal mungkin, "Biar aku aja yang bawa ya, ke kamar Atha kan?" pinta Kanzo. Maise menatap Kanzo jahil, "Bagaimana kalau aku menolak?" goda Maise. Kanzo mulai merengek

  • De Crepusculum   6. Buku diary

    Atha menghela nafas pelan, dengan gerak pelan, ia melipat mukenanya dan meletakkannya di atas nakas samping kasur. Tangan kirinya merogoh bawah bantal dan menarik sebuah buku catatan dari sana. "Aku tahu segala tentangmu, dan kamu.. ga akan pernah bisa mengelaknya." Ucapan Kanzo di suatu hari terputar di ingatannya, membuat senyum kecil di wajah Atha timbul. Sejenak kemudian, ia menggeleng pelan, dan menatap buku catatannya dengan penuh arti. 'Kamu salah, Kak.. Kamu mungkin tahu segalanya tentangku, tapi itu hanya beberapa yang sengaja aku biarkan kamu tahu. Sampai kapan pun, kamu tidak akan tahu dengan apa yang tidak kuizinkan kamu mengetahuinya.' Wajah Kanzo yang memasang tampang songong terbayang. Setelah beberapa saat memandang buku catatannya dengan penuh arti, Atha mengusap cover buku tersebut dengan lembut. Lalu membuka halaman pertama dengan pe

  • De Crepusculum   5. Dunia malam Kenzo

    Atha kembali sendirian lagi. Menatap bulan yang menggantung di langit malam malah membuat dadanya semakin berdenyut perih, perih untuk alasan yang tidak jelas. Sesak yang terlalu abstrak untuk dijabarkan. Di telinganya, bergema suara-suara yang berasal dari ingatannya. Semua berputar dan terulang secara acak, membuat Atha merasa lelah. "Kamu sukanya marah-marah terus sih kalo sama aku. Coba sama Kahlil pasti cuma disenyumin terus pergi," protes Kanzo ketika ia mendelik menatap Kanzo yang menarik ujung pasminanya. Di lain waktu, Kanzo malah berkelakar ketika ia memarahinya di gudang. "Marah aja, aku malah senang kalo kamu marah. Itu artinya aku berhasil melindungimu, dan yang aku lindungi adalah Atha yang asli, bukan samaran jin atau siluman." "Aku cuma mau bantu, ini tugas lelaki. Kamu kenapa sih semarah ini?" tanya Kanzo tersenyum masam, ketika dirinya melotot pada Kanzo yang menarik meja ka

  • De Crepusculum   4. Bibi Maise

    "Apa aku terlihat begitu mencolok?" Atha menatap Kanzo meminta jawaban, di negaranya dahulu ia selalu direndahkan, tak punya teman dan selalu sendirian. Alasan kenapa ia lebih suka tempat ini, hangat dan penuh kasih sayang serta kepedulian. Maise terharu ketika Atha bercerita tentang perasaannya. "Ya.. Kulitmu yang putih itu terutama, apalagi aku yang punya darah Jepang saja kalah putih. Padahal disekolah aku juga mencolok." Kanzo terkekeh menjaabatkan fakta. Ia tak bisa membayangkan jika Atha sekolah di tempat yang sama dengannya, ia berpikir bagaimana tatapan semua murid kepada Atha yang tampak begitu unik dan cantik. "Sama dong, di sekolahku dulu, aku juga gitu. Malah lebih parah lagi. Karena dapat sanjungan dari guru yang terkenal killer, aku dijauhi teman sekelas, bahkan jadi bahan bully-an," curhat Atha, ia tersenyum ketika mengingat itu semua. "Mereka cuma iri," ujar Kanzo

  • De Crepusculum   3. Jatuh

    Atha menghentikan langkahnya ketika seekor merpati yang amat familiar dengannya terbang rendah menghampirinya, Atha menyodorkan tangannya dan mengundang merpati itu untuk bertengger di tangannya. "Mari kembali, kupikir kak Kanzo pasti sudah menaburkan makananmu di lapangan sana!" Atha mendekap merpati itu dan melanjutkan langkahnya yang tertunda. Di tengah desau angin yang menenangkan jiwa, terdengar lantunan ayat Al-Qur'an, begitu merdu, merasuki sanubari. Atha menghirup nafas sedalam mungkin, mendadak udara disekitarnya lebih segar dari pada sebelumnya, Atha melangkahkan kakinya dengan riang, menikmati suasana menyenangkan sore ini. Langkah kakinya melambat ketika di antara desau angin terdengar lantunan Al-Qur'an dengan suara merdu dari jarak dekat. Atha tahu surat ini, surat yang sangat ia sukai setelah Al-Ikhlas dan Al-Mulk. "رب المشرقين و رب المغربين. فباي الاء رب

  • De Crepusculum   2. Rasa yang tersembunyi

    "Oh ya, kalo misalnya kamu ketemu kak Kanzo, lebih baik jangan disapa ya," peringat Kahlil. Atha merasa aneh, lalu memutuskan untuk bertanya, "Kenapa?" "Barangkali yang kamu temui itu sebenarnya adalah kak Kenzo. Mereka berdua mirip banget soalnya," terang Kahlil. "Kembar, ya?" tebak Atha. "Iya.. Kembar yang terlalu identik. Ga ada perbedaan sama sekali di tubuhnya. Kan biasanya pada anak kembar terdapat perbedaan, entah itu tahi lalat atau tanda lahir, tapi kak Kenzo dan kak Kanzo ga ada. Cuma sifatnya aja yang beda seratus delapan puluh derajat." "Maksudnya?" Atha berusaha meraba maksud ucapan Kahlil. "Kak Kanzo itu orangnya lemah lembut, penyayang dan care. Kalo kak Kenzo itu temperamen, keras dan mudah terpancing emosi. Kamu udah lihat mata kak Kanzo kan tadi?" "Eh?" Pertanyaan Kahlil membuat pipi

  • De Crepusculum   1. Ketenangan

    Atha berdiri dalam diam, ia masih betah menatap perbukitan hijau dibelakang panti. Harum udara setelah hujan membuatnya mampu meresap kedamaian yang dibalut keheningan penuh ketentraman, kesempatan langka yang tak akan ia dapatkan jika ia tidak berada di tempat ini. Panti asuhan, meskipun dipenuhi anak-anak kecil bermata jernih dan menyenangkan, tak akan pernah bisa menawarkan kedamaian semacam ini. Atha memejamkan matanya, berusaha menghirup udara disekitarnya sebanyak-banyaknya. Hari Jum'at selalu menyenangkan baginya, karena hanya pada hari itulah ia bisa menyisihkan waktu untuk dirinya sendiri, menikmati indahnya alam bebas, meski tak seluas yang dipandang banyak orang. Mau bagaimana lagi, ia telah berjanji akan mengabdikan hidupnya untuk panti asuhan yang baru ia tempati 2 tahun terakhir ini. Panti asuhan yang langsung ia cintai ketika ia pertama kali melihatnya, panti asuhan yang terletak di pinggir kota kecil yang damai, Naj

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status