Beranda / Romansa / De Crepusculum / 5. Dunia malam Kenzo

Share

5. Dunia malam Kenzo

Penulis: deaarmaya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-07 19:32:51

Atha kembali sendirian lagi. Menatap bulan yang menggantung di langit malam malah membuat dadanya semakin berdenyut perih, perih untuk alasan yang tidak jelas. Sesak yang terlalu abstrak untuk dijabarkan.

Di telinganya, bergema suara-suara yang berasal dari ingatannya. Semua berputar dan terulang secara acak, membuat Atha merasa lelah.

"Kamu sukanya marah-marah terus sih kalo sama aku. Coba sama Kahlil pasti cuma disenyumin terus pergi," protes Kanzo ketika ia mendelik menatap Kanzo yang menarik ujung pasminanya.

Di lain waktu, Kanzo malah berkelakar ketika ia memarahinya di gudang. "Marah aja, aku malah senang kalo kamu marah. Itu artinya aku berhasil melindungimu, dan yang aku lindungi adalah Atha yang asli, bukan samaran jin atau siluman."

"Aku cuma mau bantu, ini tugas lelaki. Kamu kenapa sih semarah ini?" tanya Kanzo tersenyum masam, ketika dirinya melotot pada Kanzo yang menarik meja kayu yang cukup berat dari dorongannya.

"Aku cuma iseng, takutnya kamu jatuh. Apalagi kamu ga punya bakat alami untuk menyeimbangkan tubuh secara spontan. Maaf kalo malah bikin kaget," ceplos Kanzo nyengir, saat ia menanyakan kenapa Kanzo menarik kain jubah bagian punggungnya ketika memberi makan ikan koi di kolam samping gedung putih. 

"Anggap aja aku dewi fortunamu, eh? Tapi dewi fortuna kan cewek, ya?" canda Kanzo terbahak, di suatu hari ketika ia mengatakan padanya kalau ia jengah dengan tingkah konyol Kanzo.

"Ganti nama aja deh, Tha. Atha itu terlalu anggun buat kamu yang cerewet dan mudah terpancing emosi," celetuk Kanzo ketika ia mengomel karena telat menyadari bahwa cairan yang ia bawa adalah sabun cuci piring alih-alih pembersih kaca seperti yang ia kira.

Atha membuyarkan lamunannya yang tak berguna dan bangkit sebelum kemudian tertatih berjalan ke arah kamar mandi untuk mengambil wudhu.

Setelah sholat, Atha meraih mangkuk sup yang telah mendingin. Tapi bagaimana pun keadaan buburnya, di lidah Atha, rasanya tetap enak. Mungkin karena ia sedikit tak enak badan jadi ia merasa tak nikmat saat menelannya.

Atha berusaha menggerakkan kakinya perlahan, namun rasa nyeri semakin terasa, seraya mengucap istighfar berulang kali Atha menepuk kakinya pelan. 

"Cobaan, ga boleh mengeluh. Wajib sabar biar pahalanya ga dikurangi sama Allah."

Ucapan Kanzo sepulang dari klinik terngiang, membuatnya tersenyum tipis dan menebalkan rasa sabarnya.

"Mungkin kamu akan kesulitan berjalan untuk beberapa minggu ke depan. Untung saja kamu segera dibawa kemari, sehingga bisa lebih cepat diurut dan diberi salep. Telat sedikit saja bisa saja terjadi pembengkakan."

Ucapan dokter di klinik terbayang lagi, membuat rasa bersalah Atha semakin mendalam. Ia bertekad untuk meminta maaf pada Kanzo esok hari.

Atha memejamkan matanya perlahan, posisi tubuhnya masih duduk dan bersandar pada bantal-bantal yang disusun oleh Maise, tangannya juga masih memegang mangkuk yang isinya tersisa sedikit. Biasanya ia selalu menghabiskan sup yang dibuat langsung oleh Maise, tapi mungkin karena sakit, nafsu makannya jadi berkurang.

[{}{}{}]

"Lah, Kak Kanzo belum tidur? Kenapa? Obat nyamuknya habis?" Kahlil heran mendapati kakaknya masih hidup di jam sepuluh malam.

"Kamu sendiri ngapain malam-malam belum tidur? Bocah harus tidur sebelum jam sembilan," celetuk Kanzo malas menjawab.

"Ngomongnya seolah kita beda sepuluh tahun aja," goda Kahlil yang langsung tertawa, lalu duduk di sofa, tepat di depan kakaknya. 

"Aku mikirin Atha," ungkap Kanzo mengaku, pandangannya menerawang. Tanpa diminta ia mengatakan terlebih dahulu alasan ia belum tidur di jam selarut ini. 

"Sudah kudugong," decak Kahlil dengan raut wajah bisa "Jangan terlalu dipikirin, Kak, otak juga butuh refreshing," saran Kahlil.

"Seandainya aja tadi aku ga muroja'ah disana, pasti Atha ga bakal kaya gini sekarang," rutuk Kanzo penuh penyesalan.

"Kak Kanzo ini kenapa, sih? Yang dorong Atha sampe jatuh itu kakak?" tanya Kahlil yang bingung.

"Aku hafal kebiasaan Atha di Jum'at sore, pergi ke belakang gedung putih dan diem di sana sampe beberapa waktu. Aku ngikutin dia ke sana, sampe aku bosan. Dan untungnya aku bawa si Aswid-" 

"Aswid?" potong Kahlil bingung.

"Lupa lagi, merpati hitamku yang gelap itu lho," ucap Kanzo berdecak.

"Oh, ya." Kahlil mengangguk mengerti, 'lagian, merpati aja dikasih nama!' batin Kahlil.

"Aku kirim dia ke Atha, tapi Atha malah meluk dia sama ngoceh-ngoceh sendiri. Akhirnya, aku baca surat Ar-Rahman. Awalnya, aku bisa lihat waktu pertama kali dengar suaraku langkahnya berhenti. Tapi aku tetep baca, sampe kakinya nginjak batu licin, dan apesnya di sana pas di tanah yang ga rata dan banyak akar-akar liar yang tumbuh. Atha ga bisa berdiri, aku angkat sampe sebelah gedung putih dan dia malah minta turun. Awalnya sih kami debat karena dia kekeuh minta langsung ke kamarnya, tapi aku yang takut dia ada apa-apa maksa dia buat periksa di klinik. Untungnya tepat waktu. Bu Kyara bilang kalo telat sedikit aja bisa kena pembengkakan," jelas Kanzo di akhiri helaan nafas. 

"Kak Kanzo pasti lega." Kahlil tersenyum, ia lega mendengar Atha baik-baik saja.

"Aku ga bisa lega buat sementara ini, aku ga tahu sekarang dia baik-baik aja atau malah butuh sesuatu," ketus Kanzo, tangannya mengepal.

"Bibi Maise pasti udah ke kamarnya, Kak Kanzo tenang aja deh. Karena kalo aku jadi bibi Maise, aku buatin sup dan kirim ke kamar Atha," sahut Kahlil dengan nada riang.

Kanzo berdecak sebal. "Kenapa kamu ngomong perihal sup sih?!" 

"Apa masalahnya? Kan aku bilang seandainya aku di posisi bibi Maise?!" ucap Kahlil memasang tampang polos.

"Aku jadi pengen sup nih!" ujar Kanzo berdecak jengkel. 

"Lah, bodo amat," sahut Kahlil terbahak lalu berlalu, meninggalkan Kanzo sendiri bersama tekad akan segera tidur karena besok ia akan mengunjungi Atha dan memastikan keadaannya.

[{}{}{}]

Seorang kawan menepuk pundak Kenzo yang sedari tadi terdiam, entah apa yang memenuhi kepalanya. "Ken? Elo beneran ga jadi lawan Hilary? Bukannya elo kesini buat ngabisin tuh kunyuk?" 

"Gue ga mood buat balapan, suruh Genta atau Seza buat gantiin, gih," perintah Kenzo sembari menatap area balapan yang tak rapi lalu mendengus.

Sang kawan yang telah pergi membuatnya leluasa menemukan waktunya untuk sendiri. Para gadis dengan baju kekurangan bahan melintas dihadapannya, melontarkan cuitan menggoda dan senyum percaya diri, bahwa dirinya paling cantik sedunia. Kenzo memalingkan tatapnya ke arah lain, arah yang hanya ia lihat sendiri. 

"Kalo kamu emang Muslim, kamu ga boleh minum arak, berjudi, bersetubuh dengan yang bukan mahram. Dunia hanya tempat singgah untuk mencari bekal sebanyak-banyaknya, agar dapat kekenyangan diakhirat!" 

Kenzo merutuk kesal ketika ucapan sang guru terputar di memorinya. Ia benci petuah semacam itu. 

Islam terlalu mengikatnya, membelenggunya dan membuatnya tenggelam dalam lautan kesengsaraan. Kenapa tidak boleh meminum arak? Toh, hanya dengan itu ia bisa merasakan semuanya ringan tanpa beban, hanya dengan itu ia bisa mereguk kebebasan memilih hidup. 

Dan berjudi? Kenapa diharamkan? Baginya judi adalah sebuah permainan seru yang amat menantang. Di permainan itu ia menemukan kegembiraan meski sarat dengan kehilangan. 

Dan free sex? Juga diberi tanda silang hitam? Kenapa? Jika cara menikmati dunia dengan cara itu adalah yang paling nikmat dan menyenangkan, kenapa dilarang? 

Tuhan, ga pengen hamba-hamba-Nya berbahagia didunia. 

"Malem ini lo ngelamun mulu Ken? Kenapa? Masalah rumah jangan dipikirin lah," seloroh Seza yang baru saja turun dari motor besarnya menghampiri Kenzo yang duduk diam.

"Ga papa, lagi ga mood doang," sahut Kenzo lesu.

"Labil amat lo! Mood swing segala," goda Seza terbahak.

"Umur gue masih tujuh belas, Bro, emang elo yang udah tua," cibir Kenzo. 

"Elo ngomongnya seolah gue lahir seratus windu lebih awal dari pada elo," kelit Seza, kemudian terbahak lagi, ia dan kawan-kawannya sudah terbiasa dengan sifat Kenzo. 

"Lahir di keluarga ningrat tak menjanjikan hidup bahagia."

Kata-kata semacam itu sering terlontar dari mulut Kenzo ketika para kawan memuji keberuntungannya yang lahir di keluarga yang terhormat. Dan Genta mengakui bahwa apa yang dikatakan Kanzo benar. 

###

"Gue jadi elo pasti ngerasa beruntung, Ken. Ga seharusnya elo malah makin bejat seolah ga punya didikan ketat. Kita kaya gini karena kita ga punya tempat kembali, sedangkan elo punya. Elo termasuk beruntung." Begitulah tutur Dianne. Gadis yang mengagumi Kenzo itu buka suara ketika suatu hari melihat Kenzo memukul batang pohon berkali-kali hingga tangannya berdarah. 

"Atau elo aja yang jadi anaknya abi?" sarkas Kenzo yang sudah lelah menghadapi tekanan keluarganya. 

"Jangan gara-gara sakit hati elo sama Kanzo, elo ngerusak masa depan elo, Ken," lirih Dianne tersenyum miris.

"Sekali lagi elo nyebut nama dia, jangan pernah berharap bisa ngobrol sama gue lagi," ancam Kanzo. Tatapan tajam Kenzo layangkan pada gadis di sampingnya.

###

Mengingat hal itu, Seza melirik Kenzo yang tatapannya kosong, senyum iba terukir di wajah tampannya.

"Elo mau balik? Atau..."

"Balik, gue balik aja," sahut Kenzo 

"Oke, kalo butuh apa-apa, elo bisa hubungi gue." Seza menepuk pundak Kenzo pelan lalu bangkit dan menghampiri kerumunan kawan-kawannya.

Bab terkait

  • De Crepusculum   6. Buku diary

    Atha menghela nafas pelan, dengan gerak pelan, ia melipat mukenanya dan meletakkannya di atas nakas samping kasur. Tangan kirinya merogoh bawah bantal dan menarik sebuah buku catatan dari sana. "Aku tahu segala tentangmu, dan kamu.. ga akan pernah bisa mengelaknya." Ucapan Kanzo di suatu hari terputar di ingatannya, membuat senyum kecil di wajah Atha timbul. Sejenak kemudian, ia menggeleng pelan, dan menatap buku catatannya dengan penuh arti. 'Kamu salah, Kak.. Kamu mungkin tahu segalanya tentangku, tapi itu hanya beberapa yang sengaja aku biarkan kamu tahu. Sampai kapan pun, kamu tidak akan tahu dengan apa yang tidak kuizinkan kamu mengetahuinya.' Wajah Kanzo yang memasang tampang songong terbayang. Setelah beberapa saat memandang buku catatannya dengan penuh arti, Atha mengusap cover buku tersebut dengan lembut. Lalu membuka halaman pertama dengan pe

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-09
  • De Crepusculum   7. Firasat buruk

    Kanzo berlarian kearah tangga ketika melihat Maise membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas teh hangat. Ini adalah kesempatan emasnya untuk menemui Atha, dan kesempatan ini seolah hanya ada satu, ia harus mendapatkannya atau malah kehilangan. "Bibi Maise!" teriak Kanzo sekeras mungkin. Di aula yang kosong dan hampa ini, sudah jelas kalau suara Kanzo menggema, menyebabkan Maise kaget, yang untungnya tidak sampai menjatuhkan nampan yang dibawanya. Maise menoleh kearah Kanzo yang membungkuk, mengatur nafasnya yang tak beraturan. Maise tersenyum kecil, ia tahu apa yang diinginkan Kanzo kali ini. "Ada apa?" Kanzo menatap Maise dengan pandangan memelas semaksimal mungkin, "Biar aku aja yang bawa ya, ke kamar Atha kan?" pinta Kanzo. Maise menatap Kanzo jahil, "Bagaimana kalau aku menolak?" goda Maise. Kanzo mulai merengek

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10
  • De Crepusculum   8. Not okay

    "Aku kira para kakak kesini, tadi pagi aku dengar sayup-sayup suaranya. Ke mana mereka?" Kenzo menatap Aumy heran ketika melihat meja makan kosong melompong. Sama seperti pagi-pagi lainnya, hanya saja yang Kenzo herankan kenapa tidak ada saudaranya disana. "Tadi pada ke panti asuhan, abimu tiba-tiba pengen ketemu sama anak-anaknya," jawab Aumy tenang. "Dan aku ga diajak?" lirih Kenzo kecewa. Ia merasakan perih di hatinya. Apa ia bukan bagian dari keluarga ini? "Negative thinking kan kamu," cetus Aumy sembari meletakkan apel yang telah ia potong-potong didepan Kenzo. "Tadi kakakmu, Akihiro sama Akihiko kesini pagi-pagi sekali. Dan kamu masih tidur, mereka minta izin pada Okaasan, dan tentu saja Okaasan menyetujuinya. Saat mereka menanyakan tentangmu, Okaasan jawab kalau kamu masih tidur. Lalu mereka batal mengajakmu pergi bersama," jelas Aumy pada anaknya yang ia kenal gampang emos

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-15
  • De Crepusculum   Opening

    Aku hanya Atha Jeremia Stasya, seorang gadis yang teramat biasa. Tak punya kelebihan selain seorang hafidzah dan penghafal hadist, tak ada yang bisa dibilang mengagumkan. Tapi aku menjalani kehidupan dengan penuh kekaguman, kekaguman pada islam yang tak bisa aku jelaskan. Mualaf, dan tinggal di panti asuhan adalah yang kupilih. Dan Allah menjagaku, memberikan ku kebebasan dan keamanan. Syair adalah kehidupanku, rangkaian aksara yang tersusun melambangkan perjalanan kehidupanku. Lagu adalah nafasku, kehidupan dan kebahagiaan dibingkai kesempurnaan nada yang mengalun. ~Atha Jeremia Stasya Pepatah 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' atau 'air tak akan pernah mengalir keatas' hanya membuatku semakin muak dengan semua ini. Aku anak seorang kyai yang disegani dan dihormati, mereka kira anaknya akan menjadi seperti ayahnya yang kemana-mana memakai sarung dan berpeci, tapi tidak. Aku memilih jalanku sendiri. Islam terlalu mengekang ku, dan tak pernah sejalan dengan pikiranku. Aku pa

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-28
  • De Crepusculum   1. Ketenangan

    Atha berdiri dalam diam, ia masih betah menatap perbukitan hijau dibelakang panti. Harum udara setelah hujan membuatnya mampu meresap kedamaian yang dibalut keheningan penuh ketentraman, kesempatan langka yang tak akan ia dapatkan jika ia tidak berada di tempat ini. Panti asuhan, meskipun dipenuhi anak-anak kecil bermata jernih dan menyenangkan, tak akan pernah bisa menawarkan kedamaian semacam ini. Atha memejamkan matanya, berusaha menghirup udara disekitarnya sebanyak-banyaknya. Hari Jum'at selalu menyenangkan baginya, karena hanya pada hari itulah ia bisa menyisihkan waktu untuk dirinya sendiri, menikmati indahnya alam bebas, meski tak seluas yang dipandang banyak orang. Mau bagaimana lagi, ia telah berjanji akan mengabdikan hidupnya untuk panti asuhan yang baru ia tempati 2 tahun terakhir ini. Panti asuhan yang langsung ia cintai ketika ia pertama kali melihatnya, panti asuhan yang terletak di pinggir kota kecil yang damai, Naj

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03
  • De Crepusculum   2. Rasa yang tersembunyi

    "Oh ya, kalo misalnya kamu ketemu kak Kanzo, lebih baik jangan disapa ya," peringat Kahlil. Atha merasa aneh, lalu memutuskan untuk bertanya, "Kenapa?" "Barangkali yang kamu temui itu sebenarnya adalah kak Kenzo. Mereka berdua mirip banget soalnya," terang Kahlil. "Kembar, ya?" tebak Atha. "Iya.. Kembar yang terlalu identik. Ga ada perbedaan sama sekali di tubuhnya. Kan biasanya pada anak kembar terdapat perbedaan, entah itu tahi lalat atau tanda lahir, tapi kak Kenzo dan kak Kanzo ga ada. Cuma sifatnya aja yang beda seratus delapan puluh derajat." "Maksudnya?" Atha berusaha meraba maksud ucapan Kahlil. "Kak Kanzo itu orangnya lemah lembut, penyayang dan care. Kalo kak Kenzo itu temperamen, keras dan mudah terpancing emosi. Kamu udah lihat mata kak Kanzo kan tadi?" "Eh?" Pertanyaan Kahlil membuat pipi

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-04
  • De Crepusculum   3. Jatuh

    Atha menghentikan langkahnya ketika seekor merpati yang amat familiar dengannya terbang rendah menghampirinya, Atha menyodorkan tangannya dan mengundang merpati itu untuk bertengger di tangannya. "Mari kembali, kupikir kak Kanzo pasti sudah menaburkan makananmu di lapangan sana!" Atha mendekap merpati itu dan melanjutkan langkahnya yang tertunda. Di tengah desau angin yang menenangkan jiwa, terdengar lantunan ayat Al-Qur'an, begitu merdu, merasuki sanubari. Atha menghirup nafas sedalam mungkin, mendadak udara disekitarnya lebih segar dari pada sebelumnya, Atha melangkahkan kakinya dengan riang, menikmati suasana menyenangkan sore ini. Langkah kakinya melambat ketika di antara desau angin terdengar lantunan Al-Qur'an dengan suara merdu dari jarak dekat. Atha tahu surat ini, surat yang sangat ia sukai setelah Al-Ikhlas dan Al-Mulk. "رب المشرقين و رب المغربين. فباي الاء رب

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-05
  • De Crepusculum   4. Bibi Maise

    "Apa aku terlihat begitu mencolok?" Atha menatap Kanzo meminta jawaban, di negaranya dahulu ia selalu direndahkan, tak punya teman dan selalu sendirian. Alasan kenapa ia lebih suka tempat ini, hangat dan penuh kasih sayang serta kepedulian. Maise terharu ketika Atha bercerita tentang perasaannya. "Ya.. Kulitmu yang putih itu terutama, apalagi aku yang punya darah Jepang saja kalah putih. Padahal disekolah aku juga mencolok." Kanzo terkekeh menjaabatkan fakta. Ia tak bisa membayangkan jika Atha sekolah di tempat yang sama dengannya, ia berpikir bagaimana tatapan semua murid kepada Atha yang tampak begitu unik dan cantik. "Sama dong, di sekolahku dulu, aku juga gitu. Malah lebih parah lagi. Karena dapat sanjungan dari guru yang terkenal killer, aku dijauhi teman sekelas, bahkan jadi bahan bully-an," curhat Atha, ia tersenyum ketika mengingat itu semua. "Mereka cuma iri," ujar Kanzo

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-06

Bab terbaru

  • De Crepusculum   Opening

    Aku hanya Atha Jeremia Stasya, seorang gadis yang teramat biasa. Tak punya kelebihan selain seorang hafidzah dan penghafal hadist, tak ada yang bisa dibilang mengagumkan. Tapi aku menjalani kehidupan dengan penuh kekaguman, kekaguman pada islam yang tak bisa aku jelaskan. Mualaf, dan tinggal di panti asuhan adalah yang kupilih. Dan Allah menjagaku, memberikan ku kebebasan dan keamanan. Syair adalah kehidupanku, rangkaian aksara yang tersusun melambangkan perjalanan kehidupanku. Lagu adalah nafasku, kehidupan dan kebahagiaan dibingkai kesempurnaan nada yang mengalun. ~Atha Jeremia Stasya Pepatah 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' atau 'air tak akan pernah mengalir keatas' hanya membuatku semakin muak dengan semua ini. Aku anak seorang kyai yang disegani dan dihormati, mereka kira anaknya akan menjadi seperti ayahnya yang kemana-mana memakai sarung dan berpeci, tapi tidak. Aku memilih jalanku sendiri. Islam terlalu mengekang ku, dan tak pernah sejalan dengan pikiranku. Aku pa

  • De Crepusculum   8. Not okay

    "Aku kira para kakak kesini, tadi pagi aku dengar sayup-sayup suaranya. Ke mana mereka?" Kenzo menatap Aumy heran ketika melihat meja makan kosong melompong. Sama seperti pagi-pagi lainnya, hanya saja yang Kenzo herankan kenapa tidak ada saudaranya disana. "Tadi pada ke panti asuhan, abimu tiba-tiba pengen ketemu sama anak-anaknya," jawab Aumy tenang. "Dan aku ga diajak?" lirih Kenzo kecewa. Ia merasakan perih di hatinya. Apa ia bukan bagian dari keluarga ini? "Negative thinking kan kamu," cetus Aumy sembari meletakkan apel yang telah ia potong-potong didepan Kenzo. "Tadi kakakmu, Akihiro sama Akihiko kesini pagi-pagi sekali. Dan kamu masih tidur, mereka minta izin pada Okaasan, dan tentu saja Okaasan menyetujuinya. Saat mereka menanyakan tentangmu, Okaasan jawab kalau kamu masih tidur. Lalu mereka batal mengajakmu pergi bersama," jelas Aumy pada anaknya yang ia kenal gampang emos

  • De Crepusculum   7. Firasat buruk

    Kanzo berlarian kearah tangga ketika melihat Maise membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas teh hangat. Ini adalah kesempatan emasnya untuk menemui Atha, dan kesempatan ini seolah hanya ada satu, ia harus mendapatkannya atau malah kehilangan. "Bibi Maise!" teriak Kanzo sekeras mungkin. Di aula yang kosong dan hampa ini, sudah jelas kalau suara Kanzo menggema, menyebabkan Maise kaget, yang untungnya tidak sampai menjatuhkan nampan yang dibawanya. Maise menoleh kearah Kanzo yang membungkuk, mengatur nafasnya yang tak beraturan. Maise tersenyum kecil, ia tahu apa yang diinginkan Kanzo kali ini. "Ada apa?" Kanzo menatap Maise dengan pandangan memelas semaksimal mungkin, "Biar aku aja yang bawa ya, ke kamar Atha kan?" pinta Kanzo. Maise menatap Kanzo jahil, "Bagaimana kalau aku menolak?" goda Maise. Kanzo mulai merengek

  • De Crepusculum   6. Buku diary

    Atha menghela nafas pelan, dengan gerak pelan, ia melipat mukenanya dan meletakkannya di atas nakas samping kasur. Tangan kirinya merogoh bawah bantal dan menarik sebuah buku catatan dari sana. "Aku tahu segala tentangmu, dan kamu.. ga akan pernah bisa mengelaknya." Ucapan Kanzo di suatu hari terputar di ingatannya, membuat senyum kecil di wajah Atha timbul. Sejenak kemudian, ia menggeleng pelan, dan menatap buku catatannya dengan penuh arti. 'Kamu salah, Kak.. Kamu mungkin tahu segalanya tentangku, tapi itu hanya beberapa yang sengaja aku biarkan kamu tahu. Sampai kapan pun, kamu tidak akan tahu dengan apa yang tidak kuizinkan kamu mengetahuinya.' Wajah Kanzo yang memasang tampang songong terbayang. Setelah beberapa saat memandang buku catatannya dengan penuh arti, Atha mengusap cover buku tersebut dengan lembut. Lalu membuka halaman pertama dengan pe

  • De Crepusculum   5. Dunia malam Kenzo

    Atha kembali sendirian lagi. Menatap bulan yang menggantung di langit malam malah membuat dadanya semakin berdenyut perih, perih untuk alasan yang tidak jelas. Sesak yang terlalu abstrak untuk dijabarkan. Di telinganya, bergema suara-suara yang berasal dari ingatannya. Semua berputar dan terulang secara acak, membuat Atha merasa lelah. "Kamu sukanya marah-marah terus sih kalo sama aku. Coba sama Kahlil pasti cuma disenyumin terus pergi," protes Kanzo ketika ia mendelik menatap Kanzo yang menarik ujung pasminanya. Di lain waktu, Kanzo malah berkelakar ketika ia memarahinya di gudang. "Marah aja, aku malah senang kalo kamu marah. Itu artinya aku berhasil melindungimu, dan yang aku lindungi adalah Atha yang asli, bukan samaran jin atau siluman." "Aku cuma mau bantu, ini tugas lelaki. Kamu kenapa sih semarah ini?" tanya Kanzo tersenyum masam, ketika dirinya melotot pada Kanzo yang menarik meja ka

  • De Crepusculum   4. Bibi Maise

    "Apa aku terlihat begitu mencolok?" Atha menatap Kanzo meminta jawaban, di negaranya dahulu ia selalu direndahkan, tak punya teman dan selalu sendirian. Alasan kenapa ia lebih suka tempat ini, hangat dan penuh kasih sayang serta kepedulian. Maise terharu ketika Atha bercerita tentang perasaannya. "Ya.. Kulitmu yang putih itu terutama, apalagi aku yang punya darah Jepang saja kalah putih. Padahal disekolah aku juga mencolok." Kanzo terkekeh menjaabatkan fakta. Ia tak bisa membayangkan jika Atha sekolah di tempat yang sama dengannya, ia berpikir bagaimana tatapan semua murid kepada Atha yang tampak begitu unik dan cantik. "Sama dong, di sekolahku dulu, aku juga gitu. Malah lebih parah lagi. Karena dapat sanjungan dari guru yang terkenal killer, aku dijauhi teman sekelas, bahkan jadi bahan bully-an," curhat Atha, ia tersenyum ketika mengingat itu semua. "Mereka cuma iri," ujar Kanzo

  • De Crepusculum   3. Jatuh

    Atha menghentikan langkahnya ketika seekor merpati yang amat familiar dengannya terbang rendah menghampirinya, Atha menyodorkan tangannya dan mengundang merpati itu untuk bertengger di tangannya. "Mari kembali, kupikir kak Kanzo pasti sudah menaburkan makananmu di lapangan sana!" Atha mendekap merpati itu dan melanjutkan langkahnya yang tertunda. Di tengah desau angin yang menenangkan jiwa, terdengar lantunan ayat Al-Qur'an, begitu merdu, merasuki sanubari. Atha menghirup nafas sedalam mungkin, mendadak udara disekitarnya lebih segar dari pada sebelumnya, Atha melangkahkan kakinya dengan riang, menikmati suasana menyenangkan sore ini. Langkah kakinya melambat ketika di antara desau angin terdengar lantunan Al-Qur'an dengan suara merdu dari jarak dekat. Atha tahu surat ini, surat yang sangat ia sukai setelah Al-Ikhlas dan Al-Mulk. "رب المشرقين و رب المغربين. فباي الاء رب

  • De Crepusculum   2. Rasa yang tersembunyi

    "Oh ya, kalo misalnya kamu ketemu kak Kanzo, lebih baik jangan disapa ya," peringat Kahlil. Atha merasa aneh, lalu memutuskan untuk bertanya, "Kenapa?" "Barangkali yang kamu temui itu sebenarnya adalah kak Kenzo. Mereka berdua mirip banget soalnya," terang Kahlil. "Kembar, ya?" tebak Atha. "Iya.. Kembar yang terlalu identik. Ga ada perbedaan sama sekali di tubuhnya. Kan biasanya pada anak kembar terdapat perbedaan, entah itu tahi lalat atau tanda lahir, tapi kak Kenzo dan kak Kanzo ga ada. Cuma sifatnya aja yang beda seratus delapan puluh derajat." "Maksudnya?" Atha berusaha meraba maksud ucapan Kahlil. "Kak Kanzo itu orangnya lemah lembut, penyayang dan care. Kalo kak Kenzo itu temperamen, keras dan mudah terpancing emosi. Kamu udah lihat mata kak Kanzo kan tadi?" "Eh?" Pertanyaan Kahlil membuat pipi

  • De Crepusculum   1. Ketenangan

    Atha berdiri dalam diam, ia masih betah menatap perbukitan hijau dibelakang panti. Harum udara setelah hujan membuatnya mampu meresap kedamaian yang dibalut keheningan penuh ketentraman, kesempatan langka yang tak akan ia dapatkan jika ia tidak berada di tempat ini. Panti asuhan, meskipun dipenuhi anak-anak kecil bermata jernih dan menyenangkan, tak akan pernah bisa menawarkan kedamaian semacam ini. Atha memejamkan matanya, berusaha menghirup udara disekitarnya sebanyak-banyaknya. Hari Jum'at selalu menyenangkan baginya, karena hanya pada hari itulah ia bisa menyisihkan waktu untuk dirinya sendiri, menikmati indahnya alam bebas, meski tak seluas yang dipandang banyak orang. Mau bagaimana lagi, ia telah berjanji akan mengabdikan hidupnya untuk panti asuhan yang baru ia tempati 2 tahun terakhir ini. Panti asuhan yang langsung ia cintai ketika ia pertama kali melihatnya, panti asuhan yang terletak di pinggir kota kecil yang damai, Naj

DMCA.com Protection Status