Home / Romansa / De Crepusculum / 2. Rasa yang tersembunyi

Share

2. Rasa yang tersembunyi

Author: deaarmaya
last update Last Updated: 2021-09-04 09:08:22

"Oh ya, kalo misalnya kamu ketemu kak Kanzo, lebih baik jangan disapa ya," peringat Kahlil.

Atha merasa aneh, lalu memutuskan untuk bertanya, "Kenapa?"

"Barangkali yang kamu temui itu sebenarnya adalah kak Kenzo. Mereka berdua mirip banget soalnya," terang Kahlil.

"Kembar, ya?" tebak Atha.

"Iya.. Kembar yang terlalu identik. Ga ada perbedaan sama sekali di tubuhnya. Kan biasanya pada anak kembar terdapat perbedaan, entah itu tahi lalat atau tanda lahir, tapi kak Kenzo dan kak Kanzo ga ada. Cuma sifatnya aja yang beda seratus delapan puluh derajat."

"Maksudnya?" Atha berusaha meraba maksud ucapan Kahlil.

"Kak Kanzo itu orangnya lemah lembut, penyayang dan care. Kalo kak Kenzo itu temperamen, keras dan mudah terpancing emosi. Kamu udah lihat mata kak Kanzo kan tadi?"

"Eh?"

Pertanyaan Kahlil membuat pipi Atha bersemu.

"Kalo kamu udah lihat, kamu bakal bisa bedain. Karena sorot mata kak Kanzo itu hangat, sedangkan kak Kenzo itu dingin, tajam gitu. Supaya ga bingung, bedain aja dari penampilannya," saran Kahlil.

"Apa bedanya?" tanya Atha semakin bingung.

"Kalo kak Kanzo itu sering pakai peci dan bersarung. Kak Kenzo lebih sering pakai kaos yang gambarnya norak dan celana jeans," jelas Kahlil, berharap Atha mengerti.

Atha mengangguk, tanda ia faham.

"Kahlil, dicariin Khodijah," lapor seorang anak berumur kurang lebih 9 tahun sembari menarik koko yang dipakai Kahlil.

"Bilangin nanti aku ke kamarnya," sahut Kahlil acuh.

"Siapa itu Khodijah?" tanya Atha penasaran.

"Adikku yang masih kecil, umurnya empat tahun," jawab Kahlil.

"Sebenarnya, kamu berapa bersaudara, sih?" tanya Atha yang ingin tahu.

"Kalo seibu cuma 5. Tapi kalo semuanya ada 18," bisik Kahlil menjawab.

Atha melotot kaget, "Banyak banget."

Kahlil terkekeh, ia terbiasa dengan tanggapan semacam itu yang ia dapat dari banyak orang ketika ia mengatakannya.

"Abi, ayahku punya tiga istri. Ibuku istri kedua. Sedangkan kak Kenzo dan kak Kanzo dari istri pertama. Ibunya jepang. Ibuku asli Arab. Dan istri ketiga dari Korea."

"Seru ya? Banyak keragaman!" seru Atha takjub, ia langsung membayangkan betapa ramai keluarga Kahlil dengan banyak perbedaan yang padu.

"Begitulah. Kadang kalau ada adik yang lahir, semua pada rebutan usul nama. Makanya ujung-ujungnya selalu ngikut nama sesuai daerah asal ibunya. Lucu gitu," ucap Kahlil terkikik.

"Kamu anak ke berapa?" tanya Atha lagi.

"Aku anak ketiga, kakak pertama ku udah nikah, begitupun kakak kedua ku. Adik ku yang pertama masih berumur sembilan tahun. Dan yang terakhir tadi, Khodijah, masih umur empat tahun," jelas Kahlil gamblang.

"Dan Kanzo?"

"Sepuluh bersaudara. Yang delapan kembar."

"Huoh.." sorak Atha, ia terperangah dan kembali membayangkan. 

"Iya," tutur Kahlil sembari mengangguk, "Kak Kenzo anak ke delapan dan kak Kanzo anak ke tujuh. Anak kesembilan anak pertama lahir tanpa saudara. Rasanya aneh gitu. Tapi sekarang dia ada di Jepang, ikut neneknya," lanjut Kahlil dengan pandangan mata menerawang.

"Terus anak yang kesepuluh?" 

"Meninggal sejak lahir. Ga tahu, tapi katanya ada peradangan paru-paru," jawab Kahlil, ia mengangkat bahunya ragu.

"Inna Lillahi W* Inna Ilaihi Roji'un," bisik Atha.

"Dan dari ibu ketiga, ada tiga adik. Semuanya masih kecil. Pertama umur lima tahun, yang kedua umur tiga tahun. Yang ketiga baru lahir beberapa hari lalu. Alhamdulillah.. Semuanya baik-baik aja," tandas Kahlil.

"Kita di mana?" Atha mengedarkan pandangannya ke langit-langit ruangan yang kira-kira setinggi enam meter, ukiran rumit berwarna keperakan dan keemasan menghiasi dinding marmer. Tampak indah, namun jika dibandingkan dengan rumahnya dahulu, ini semua tidak ada nilainya.

"Kita di balai pertemuan, kita ke ruang Bibi Maise dulu. Kita ambil kunci kamarmu," tutur Kahlil.

"Panti ini, satu orang satu kamar ya?" tanya Atha berseru takjub ketika melihat pintu-pintu berjejer rapi, tampak mewah sekaligus elegan.

"Ya, tapi mengingat umurmu yang sudah mulai dewasa mungkin kamu akan jadi pengurus selanjutnya di panti ini," jawab Kahlil dengan langkah kaki yang semakin cepat.

"Pengurus?" ulang Atha dengan dahi mengernyit, sedikit heran membayangkan bahwa ada remaja yang akan menjadi pengurus sebuah panti.

"Apa kamu berniat tinggal dipanti ini untuk sementara? Atau kau akan mengabdikan hidupmu untuk panti ini?" tanya Kahlil setelah memfokuskan tatapannya pada Atha.

"Aku tak tahu. Aku belum berpikir hingga ke situ." Atha menggeleng lemah.

"Aku tahu kamu akan mencintai panti ini. Semoga bahagia disini," ucap Kahlil yang langsung pergi tepat setelah pintu ruang bibi Maise terbuka.

"Kamu Atha bukan? Lidya mengatakan kamu akan sampai jam setengah lima, tapi kenapa telat setengah jam?" sapa Maise memeluk Atha dan merangkul pundaknya.

"Tadi ketemu kak Kanzo, dan ngobrol bentaran tadi di depan," jawab Atha polos.

"Terus kamu kesini diantar siapa? Sendirian?" tanya Maise celingak-celinguk, ke arah kanan dan kirinya.

"Kahlil, tapi dia langsung pergi waktu pintu ruangan bibi Maise terbuka," jawab Atha dengan telunjuk terarah ke lorong di mana ia terakhir kali melihat Kahlil.

Maise tertawa pelan, "Ah, ternyata anak itu. Dia tidak bicara apapun kepada mu kan?" tanya Maise.

"Dia bercerita tentang keluarganya, tidak lebih," sahut Atha dengan gelengan.

"Begitu," ucap Maise manggut-manggut, "Mari kuantar kamu kekamar mu, perjalanan dari Roma pasti melelahkan. Kamu boleh bercerita banyak padaku seusai kamu puas istirahat," ajak Maise.

"Tentu Bibi," balas Atha mengangguk kuat dan semangat.

"Anggap saja aku ibumu sendiri, Nak. Kamu mungkin kehilangan keluargamu, tapi kamu bisa menemukan keluarga baru disini."

Maise memeluk Atha erat.

Atha memejamkan matanya, meresap aura hangat yang penuh kasih sayang yang menguar dari pelukan Maise.

"Terimakasih banyak, Bibi."

"Sudah tugas ku, Nak.. Kamarmu di lantai tiga, tak masalah kan? Karena anak di bawah dua belas tahun ditempatkan di lantai dua." 

"Tak masalah, Bibi," jawab Atha tersenyum menenangkan.

"Dan disini tak ada lift seperti rumahmu dahulu," ucap Maise tersenyum kecil.

"Aku menyukai tempat ini dibanding rumahku, Bibi," sela Atha.

"Atha!" Panggilan dari Kanzo membuat Maise ikut menoleh.

"Ah, Bibi Maise Assalamu 'Alaikum," sapa Kanzo tersenyum pada Maise yang menatapnya penuh selidik.

"W*'laikum Salam. Sedang apa kau di sini Kanzo?"

Kanzo melebarkan senyumnya. "Tadi aku mencari Atha, karena aku meninggalkannya di lapangan samping, aku hanya takut dia tersesat bibi, mengingat ratusan ruang di panti ini ditata sedemikian rupa menyerupai labirin," cakap Kanzo tertawa.

"Bohong, kak Kanzo bohong, Bibi! Dia hanya ingin bertemu Atha. Dia tadi sudah menyuruhku untuk mengantarkan Atha kemari!" sorak Kahlil di ambang pintu.

"Diamlah Kahlil, ini bukan urusanmu!" balas Kanzo bersungut-sungut.

"Ya, ya, ya.. Terserah," decak Kahlil yang pergi keluar setelah mengedikkan bahunya.

"Jadi Bibi, boleh aku mengantarkan Atha ke kamarnya?" pinta Kanzo, meminta kunci yang dipegang Maise.

Maise tersenyum misterius "Kanzo, entah kenapa, kali ini aku enggan mengabulkan permintaanmu."

"Aku hanya menawarkan, Bibi," kilah Kanzo, tangannya bersendekap.

"Dan aku menolak tawaranmu," tekan Maise dengan senyum kecil.

"Baiklah, aku ikut kalian," ujar Kanzo yang menyerah.

"Sudah hampir Maghrib, Kanzo, kembalilah ke gedung putih. Kudengar Kenzo membuat ulah lagi," perintah Maise.

"Tapi ak-"

"Kak Kanzo pasti ga pernah ketinggalan takbir pertama sholat Maghrib, kan?" sela Atha, membuat wajah Kanzo masam.

"Baiklah aku kembali," lirih Kanzo.

"Kamu tidak menitipkan Atha padaku Kanzo?" tanya Maise tersenyum menggoda.

"Ah Bibi! Sudahlah!" seru Kanzo menahan senyum kemudian berlari keluar.

"Kak Kanzo kenapa sih, Bi?" tanya Atha, menatap Kanzo penuh tanda tanya.

Maise melirik Atha dan tersenyum penuh arti. "Dia tertarik padamu Atha."

"Bibi pasti bercanda, itu mustahil," sangkal Atha. Ia merasa geli dengan apa yang Maise ucapkan.

"Tunggu saja waktunya tiba," lirih Maise.

Atha mengernyit, menatap Maise yang malah melanjutkan langkahnya.

###

Sepoi angin menampar keras wajah Atha, membuatnya kembali ke dunia nyata. Senyum tipis mampir di bibirnya, ia masih ingat setiap detik pertama kali ia menginjakkan kakinya di panti ini. Terdapat rahasia rasa yang masih belum terungkap, dan mungkin, kini tertinggal diantara masa lalu.

Atha bangkit, waktunya kembali.

Related chapters

  • De Crepusculum   3. Jatuh

    Atha menghentikan langkahnya ketika seekor merpati yang amat familiar dengannya terbang rendah menghampirinya, Atha menyodorkan tangannya dan mengundang merpati itu untuk bertengger di tangannya. "Mari kembali, kupikir kak Kanzo pasti sudah menaburkan makananmu di lapangan sana!" Atha mendekap merpati itu dan melanjutkan langkahnya yang tertunda. Di tengah desau angin yang menenangkan jiwa, terdengar lantunan ayat Al-Qur'an, begitu merdu, merasuki sanubari. Atha menghirup nafas sedalam mungkin, mendadak udara disekitarnya lebih segar dari pada sebelumnya, Atha melangkahkan kakinya dengan riang, menikmati suasana menyenangkan sore ini. Langkah kakinya melambat ketika di antara desau angin terdengar lantunan Al-Qur'an dengan suara merdu dari jarak dekat. Atha tahu surat ini, surat yang sangat ia sukai setelah Al-Ikhlas dan Al-Mulk. "رب المشرقين و رب المغربين. فباي الاء رب

    Last Updated : 2021-09-05
  • De Crepusculum   4. Bibi Maise

    "Apa aku terlihat begitu mencolok?" Atha menatap Kanzo meminta jawaban, di negaranya dahulu ia selalu direndahkan, tak punya teman dan selalu sendirian. Alasan kenapa ia lebih suka tempat ini, hangat dan penuh kasih sayang serta kepedulian. Maise terharu ketika Atha bercerita tentang perasaannya. "Ya.. Kulitmu yang putih itu terutama, apalagi aku yang punya darah Jepang saja kalah putih. Padahal disekolah aku juga mencolok." Kanzo terkekeh menjaabatkan fakta. Ia tak bisa membayangkan jika Atha sekolah di tempat yang sama dengannya, ia berpikir bagaimana tatapan semua murid kepada Atha yang tampak begitu unik dan cantik. "Sama dong, di sekolahku dulu, aku juga gitu. Malah lebih parah lagi. Karena dapat sanjungan dari guru yang terkenal killer, aku dijauhi teman sekelas, bahkan jadi bahan bully-an," curhat Atha, ia tersenyum ketika mengingat itu semua. "Mereka cuma iri," ujar Kanzo

    Last Updated : 2021-09-06
  • De Crepusculum   5. Dunia malam Kenzo

    Atha kembali sendirian lagi. Menatap bulan yang menggantung di langit malam malah membuat dadanya semakin berdenyut perih, perih untuk alasan yang tidak jelas. Sesak yang terlalu abstrak untuk dijabarkan. Di telinganya, bergema suara-suara yang berasal dari ingatannya. Semua berputar dan terulang secara acak, membuat Atha merasa lelah. "Kamu sukanya marah-marah terus sih kalo sama aku. Coba sama Kahlil pasti cuma disenyumin terus pergi," protes Kanzo ketika ia mendelik menatap Kanzo yang menarik ujung pasminanya. Di lain waktu, Kanzo malah berkelakar ketika ia memarahinya di gudang. "Marah aja, aku malah senang kalo kamu marah. Itu artinya aku berhasil melindungimu, dan yang aku lindungi adalah Atha yang asli, bukan samaran jin atau siluman." "Aku cuma mau bantu, ini tugas lelaki. Kamu kenapa sih semarah ini?" tanya Kanzo tersenyum masam, ketika dirinya melotot pada Kanzo yang menarik meja ka

    Last Updated : 2021-09-07
  • De Crepusculum   6. Buku diary

    Atha menghela nafas pelan, dengan gerak pelan, ia melipat mukenanya dan meletakkannya di atas nakas samping kasur. Tangan kirinya merogoh bawah bantal dan menarik sebuah buku catatan dari sana. "Aku tahu segala tentangmu, dan kamu.. ga akan pernah bisa mengelaknya." Ucapan Kanzo di suatu hari terputar di ingatannya, membuat senyum kecil di wajah Atha timbul. Sejenak kemudian, ia menggeleng pelan, dan menatap buku catatannya dengan penuh arti. 'Kamu salah, Kak.. Kamu mungkin tahu segalanya tentangku, tapi itu hanya beberapa yang sengaja aku biarkan kamu tahu. Sampai kapan pun, kamu tidak akan tahu dengan apa yang tidak kuizinkan kamu mengetahuinya.' Wajah Kanzo yang memasang tampang songong terbayang. Setelah beberapa saat memandang buku catatannya dengan penuh arti, Atha mengusap cover buku tersebut dengan lembut. Lalu membuka halaman pertama dengan pe

    Last Updated : 2021-09-09
  • De Crepusculum   7. Firasat buruk

    Kanzo berlarian kearah tangga ketika melihat Maise membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas teh hangat. Ini adalah kesempatan emasnya untuk menemui Atha, dan kesempatan ini seolah hanya ada satu, ia harus mendapatkannya atau malah kehilangan. "Bibi Maise!" teriak Kanzo sekeras mungkin. Di aula yang kosong dan hampa ini, sudah jelas kalau suara Kanzo menggema, menyebabkan Maise kaget, yang untungnya tidak sampai menjatuhkan nampan yang dibawanya. Maise menoleh kearah Kanzo yang membungkuk, mengatur nafasnya yang tak beraturan. Maise tersenyum kecil, ia tahu apa yang diinginkan Kanzo kali ini. "Ada apa?" Kanzo menatap Maise dengan pandangan memelas semaksimal mungkin, "Biar aku aja yang bawa ya, ke kamar Atha kan?" pinta Kanzo. Maise menatap Kanzo jahil, "Bagaimana kalau aku menolak?" goda Maise. Kanzo mulai merengek

    Last Updated : 2021-10-10
  • De Crepusculum   8. Not okay

    "Aku kira para kakak kesini, tadi pagi aku dengar sayup-sayup suaranya. Ke mana mereka?" Kenzo menatap Aumy heran ketika melihat meja makan kosong melompong. Sama seperti pagi-pagi lainnya, hanya saja yang Kenzo herankan kenapa tidak ada saudaranya disana. "Tadi pada ke panti asuhan, abimu tiba-tiba pengen ketemu sama anak-anaknya," jawab Aumy tenang. "Dan aku ga diajak?" lirih Kenzo kecewa. Ia merasakan perih di hatinya. Apa ia bukan bagian dari keluarga ini? "Negative thinking kan kamu," cetus Aumy sembari meletakkan apel yang telah ia potong-potong didepan Kenzo. "Tadi kakakmu, Akihiro sama Akihiko kesini pagi-pagi sekali. Dan kamu masih tidur, mereka minta izin pada Okaasan, dan tentu saja Okaasan menyetujuinya. Saat mereka menanyakan tentangmu, Okaasan jawab kalau kamu masih tidur. Lalu mereka batal mengajakmu pergi bersama," jelas Aumy pada anaknya yang ia kenal gampang emos

    Last Updated : 2021-11-15
  • De Crepusculum   Opening

    Aku hanya Atha Jeremia Stasya, seorang gadis yang teramat biasa. Tak punya kelebihan selain seorang hafidzah dan penghafal hadist, tak ada yang bisa dibilang mengagumkan. Tapi aku menjalani kehidupan dengan penuh kekaguman, kekaguman pada islam yang tak bisa aku jelaskan. Mualaf, dan tinggal di panti asuhan adalah yang kupilih. Dan Allah menjagaku, memberikan ku kebebasan dan keamanan. Syair adalah kehidupanku, rangkaian aksara yang tersusun melambangkan perjalanan kehidupanku. Lagu adalah nafasku, kehidupan dan kebahagiaan dibingkai kesempurnaan nada yang mengalun. ~Atha Jeremia Stasya Pepatah 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' atau 'air tak akan pernah mengalir keatas' hanya membuatku semakin muak dengan semua ini. Aku anak seorang kyai yang disegani dan dihormati, mereka kira anaknya akan menjadi seperti ayahnya yang kemana-mana memakai sarung dan berpeci, tapi tidak. Aku memilih jalanku sendiri. Islam terlalu mengekang ku, dan tak pernah sejalan dengan pikiranku. Aku pa

    Last Updated : 2022-06-28
  • De Crepusculum   1. Ketenangan

    Atha berdiri dalam diam, ia masih betah menatap perbukitan hijau dibelakang panti. Harum udara setelah hujan membuatnya mampu meresap kedamaian yang dibalut keheningan penuh ketentraman, kesempatan langka yang tak akan ia dapatkan jika ia tidak berada di tempat ini. Panti asuhan, meskipun dipenuhi anak-anak kecil bermata jernih dan menyenangkan, tak akan pernah bisa menawarkan kedamaian semacam ini. Atha memejamkan matanya, berusaha menghirup udara disekitarnya sebanyak-banyaknya. Hari Jum'at selalu menyenangkan baginya, karena hanya pada hari itulah ia bisa menyisihkan waktu untuk dirinya sendiri, menikmati indahnya alam bebas, meski tak seluas yang dipandang banyak orang. Mau bagaimana lagi, ia telah berjanji akan mengabdikan hidupnya untuk panti asuhan yang baru ia tempati 2 tahun terakhir ini. Panti asuhan yang langsung ia cintai ketika ia pertama kali melihatnya, panti asuhan yang terletak di pinggir kota kecil yang damai, Naj

    Last Updated : 2021-09-03

Latest chapter

  • De Crepusculum   Opening

    Aku hanya Atha Jeremia Stasya, seorang gadis yang teramat biasa. Tak punya kelebihan selain seorang hafidzah dan penghafal hadist, tak ada yang bisa dibilang mengagumkan. Tapi aku menjalani kehidupan dengan penuh kekaguman, kekaguman pada islam yang tak bisa aku jelaskan. Mualaf, dan tinggal di panti asuhan adalah yang kupilih. Dan Allah menjagaku, memberikan ku kebebasan dan keamanan. Syair adalah kehidupanku, rangkaian aksara yang tersusun melambangkan perjalanan kehidupanku. Lagu adalah nafasku, kehidupan dan kebahagiaan dibingkai kesempurnaan nada yang mengalun. ~Atha Jeremia Stasya Pepatah 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' atau 'air tak akan pernah mengalir keatas' hanya membuatku semakin muak dengan semua ini. Aku anak seorang kyai yang disegani dan dihormati, mereka kira anaknya akan menjadi seperti ayahnya yang kemana-mana memakai sarung dan berpeci, tapi tidak. Aku memilih jalanku sendiri. Islam terlalu mengekang ku, dan tak pernah sejalan dengan pikiranku. Aku pa

  • De Crepusculum   8. Not okay

    "Aku kira para kakak kesini, tadi pagi aku dengar sayup-sayup suaranya. Ke mana mereka?" Kenzo menatap Aumy heran ketika melihat meja makan kosong melompong. Sama seperti pagi-pagi lainnya, hanya saja yang Kenzo herankan kenapa tidak ada saudaranya disana. "Tadi pada ke panti asuhan, abimu tiba-tiba pengen ketemu sama anak-anaknya," jawab Aumy tenang. "Dan aku ga diajak?" lirih Kenzo kecewa. Ia merasakan perih di hatinya. Apa ia bukan bagian dari keluarga ini? "Negative thinking kan kamu," cetus Aumy sembari meletakkan apel yang telah ia potong-potong didepan Kenzo. "Tadi kakakmu, Akihiro sama Akihiko kesini pagi-pagi sekali. Dan kamu masih tidur, mereka minta izin pada Okaasan, dan tentu saja Okaasan menyetujuinya. Saat mereka menanyakan tentangmu, Okaasan jawab kalau kamu masih tidur. Lalu mereka batal mengajakmu pergi bersama," jelas Aumy pada anaknya yang ia kenal gampang emos

  • De Crepusculum   7. Firasat buruk

    Kanzo berlarian kearah tangga ketika melihat Maise membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas teh hangat. Ini adalah kesempatan emasnya untuk menemui Atha, dan kesempatan ini seolah hanya ada satu, ia harus mendapatkannya atau malah kehilangan. "Bibi Maise!" teriak Kanzo sekeras mungkin. Di aula yang kosong dan hampa ini, sudah jelas kalau suara Kanzo menggema, menyebabkan Maise kaget, yang untungnya tidak sampai menjatuhkan nampan yang dibawanya. Maise menoleh kearah Kanzo yang membungkuk, mengatur nafasnya yang tak beraturan. Maise tersenyum kecil, ia tahu apa yang diinginkan Kanzo kali ini. "Ada apa?" Kanzo menatap Maise dengan pandangan memelas semaksimal mungkin, "Biar aku aja yang bawa ya, ke kamar Atha kan?" pinta Kanzo. Maise menatap Kanzo jahil, "Bagaimana kalau aku menolak?" goda Maise. Kanzo mulai merengek

  • De Crepusculum   6. Buku diary

    Atha menghela nafas pelan, dengan gerak pelan, ia melipat mukenanya dan meletakkannya di atas nakas samping kasur. Tangan kirinya merogoh bawah bantal dan menarik sebuah buku catatan dari sana. "Aku tahu segala tentangmu, dan kamu.. ga akan pernah bisa mengelaknya." Ucapan Kanzo di suatu hari terputar di ingatannya, membuat senyum kecil di wajah Atha timbul. Sejenak kemudian, ia menggeleng pelan, dan menatap buku catatannya dengan penuh arti. 'Kamu salah, Kak.. Kamu mungkin tahu segalanya tentangku, tapi itu hanya beberapa yang sengaja aku biarkan kamu tahu. Sampai kapan pun, kamu tidak akan tahu dengan apa yang tidak kuizinkan kamu mengetahuinya.' Wajah Kanzo yang memasang tampang songong terbayang. Setelah beberapa saat memandang buku catatannya dengan penuh arti, Atha mengusap cover buku tersebut dengan lembut. Lalu membuka halaman pertama dengan pe

  • De Crepusculum   5. Dunia malam Kenzo

    Atha kembali sendirian lagi. Menatap bulan yang menggantung di langit malam malah membuat dadanya semakin berdenyut perih, perih untuk alasan yang tidak jelas. Sesak yang terlalu abstrak untuk dijabarkan. Di telinganya, bergema suara-suara yang berasal dari ingatannya. Semua berputar dan terulang secara acak, membuat Atha merasa lelah. "Kamu sukanya marah-marah terus sih kalo sama aku. Coba sama Kahlil pasti cuma disenyumin terus pergi," protes Kanzo ketika ia mendelik menatap Kanzo yang menarik ujung pasminanya. Di lain waktu, Kanzo malah berkelakar ketika ia memarahinya di gudang. "Marah aja, aku malah senang kalo kamu marah. Itu artinya aku berhasil melindungimu, dan yang aku lindungi adalah Atha yang asli, bukan samaran jin atau siluman." "Aku cuma mau bantu, ini tugas lelaki. Kamu kenapa sih semarah ini?" tanya Kanzo tersenyum masam, ketika dirinya melotot pada Kanzo yang menarik meja ka

  • De Crepusculum   4. Bibi Maise

    "Apa aku terlihat begitu mencolok?" Atha menatap Kanzo meminta jawaban, di negaranya dahulu ia selalu direndahkan, tak punya teman dan selalu sendirian. Alasan kenapa ia lebih suka tempat ini, hangat dan penuh kasih sayang serta kepedulian. Maise terharu ketika Atha bercerita tentang perasaannya. "Ya.. Kulitmu yang putih itu terutama, apalagi aku yang punya darah Jepang saja kalah putih. Padahal disekolah aku juga mencolok." Kanzo terkekeh menjaabatkan fakta. Ia tak bisa membayangkan jika Atha sekolah di tempat yang sama dengannya, ia berpikir bagaimana tatapan semua murid kepada Atha yang tampak begitu unik dan cantik. "Sama dong, di sekolahku dulu, aku juga gitu. Malah lebih parah lagi. Karena dapat sanjungan dari guru yang terkenal killer, aku dijauhi teman sekelas, bahkan jadi bahan bully-an," curhat Atha, ia tersenyum ketika mengingat itu semua. "Mereka cuma iri," ujar Kanzo

  • De Crepusculum   3. Jatuh

    Atha menghentikan langkahnya ketika seekor merpati yang amat familiar dengannya terbang rendah menghampirinya, Atha menyodorkan tangannya dan mengundang merpati itu untuk bertengger di tangannya. "Mari kembali, kupikir kak Kanzo pasti sudah menaburkan makananmu di lapangan sana!" Atha mendekap merpati itu dan melanjutkan langkahnya yang tertunda. Di tengah desau angin yang menenangkan jiwa, terdengar lantunan ayat Al-Qur'an, begitu merdu, merasuki sanubari. Atha menghirup nafas sedalam mungkin, mendadak udara disekitarnya lebih segar dari pada sebelumnya, Atha melangkahkan kakinya dengan riang, menikmati suasana menyenangkan sore ini. Langkah kakinya melambat ketika di antara desau angin terdengar lantunan Al-Qur'an dengan suara merdu dari jarak dekat. Atha tahu surat ini, surat yang sangat ia sukai setelah Al-Ikhlas dan Al-Mulk. "رب المشرقين و رب المغربين. فباي الاء رب

  • De Crepusculum   2. Rasa yang tersembunyi

    "Oh ya, kalo misalnya kamu ketemu kak Kanzo, lebih baik jangan disapa ya," peringat Kahlil. Atha merasa aneh, lalu memutuskan untuk bertanya, "Kenapa?" "Barangkali yang kamu temui itu sebenarnya adalah kak Kenzo. Mereka berdua mirip banget soalnya," terang Kahlil. "Kembar, ya?" tebak Atha. "Iya.. Kembar yang terlalu identik. Ga ada perbedaan sama sekali di tubuhnya. Kan biasanya pada anak kembar terdapat perbedaan, entah itu tahi lalat atau tanda lahir, tapi kak Kenzo dan kak Kanzo ga ada. Cuma sifatnya aja yang beda seratus delapan puluh derajat." "Maksudnya?" Atha berusaha meraba maksud ucapan Kahlil. "Kak Kanzo itu orangnya lemah lembut, penyayang dan care. Kalo kak Kenzo itu temperamen, keras dan mudah terpancing emosi. Kamu udah lihat mata kak Kanzo kan tadi?" "Eh?" Pertanyaan Kahlil membuat pipi

  • De Crepusculum   1. Ketenangan

    Atha berdiri dalam diam, ia masih betah menatap perbukitan hijau dibelakang panti. Harum udara setelah hujan membuatnya mampu meresap kedamaian yang dibalut keheningan penuh ketentraman, kesempatan langka yang tak akan ia dapatkan jika ia tidak berada di tempat ini. Panti asuhan, meskipun dipenuhi anak-anak kecil bermata jernih dan menyenangkan, tak akan pernah bisa menawarkan kedamaian semacam ini. Atha memejamkan matanya, berusaha menghirup udara disekitarnya sebanyak-banyaknya. Hari Jum'at selalu menyenangkan baginya, karena hanya pada hari itulah ia bisa menyisihkan waktu untuk dirinya sendiri, menikmati indahnya alam bebas, meski tak seluas yang dipandang banyak orang. Mau bagaimana lagi, ia telah berjanji akan mengabdikan hidupnya untuk panti asuhan yang baru ia tempati 2 tahun terakhir ini. Panti asuhan yang langsung ia cintai ketika ia pertama kali melihatnya, panti asuhan yang terletak di pinggir kota kecil yang damai, Naj

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status