"Aku mau kuliah lagi !!!" kata emma dengan nada tegas dan tak terbantahkan.
Kakak laki – lakinya itu hanya mendengarkan sambil menghela nafas lelah. Emma adalah satu – satunya anak perempuan di keluarga mereka. Selain emma, kedua adiknya juga berjenis kelamin sama dengannya. Seorang anak laki – laki.
Wajar jika semua yang emma inginkan selalu dipenuhi. Bahkan sesuatu yang tak biasa sekalipun, hingga membuat orang di sekitarnya pusing. Semua ini memang terjadi karena papa mereka.
Kejadian di masa lalu itu merubah segalanya..
"Dan pria itu yang harus membayar semua biayanya!!" lanjut emma lagi dengan nada kesal.
"Em.. kakak bisa biayain kamu." Wajah cemberut emma semakin menekuk sempurna, karena edward kakaknya memberikan solusi yang paling tidak ingin dia dengar.
Wanita itu hanya ingin papa nya yang membiayai semuanya. Papa adalah panggilan yang sangat sulit emma ucapkan, hingga akhirnya dia selalu menyebut papanya dengan sebutan pria itu.
"Enggak bisa!! Bahkan dia baru saja berlibur bersama wanita dan anak minion itu!!"
"Jadi gua harus dapetin lebih dari itu !!!" lanjutnya lagi dengan wajah marah. Edward memahami hal ini. Dia tau ini sangat melukai adik kesayangannya itu. Bukan... bukan hanya emma tapi dia dan juga maminya juga terluka.
Kejadian seperti ini seperti terulang kembali. Edward sangat mengingat sekali, saat itu adiknya ini juga melakukan hal yang sama.
"Oke.. oke.. kamu pikirin lagi baik – baik ya. Setelah itu kakak akan bilang ke papa" bujuk edward pada akhirnya.
"Janji ya ? Kasih emma waktu berpikir 3 hari." Edward hanya mengangguk setuju.
"Beneran ?"
"Janji ?" dengan manja emma mengulurkan kelingkingnya kepada edward. Kebiasaan mereka selalu begitu sejak masih kecil. Laki – laki itu tersenyum melihat sikap adiknya, bagaimana pun kondisinya hanya edward yang bisa membujuk emma. "Janji."
Setelah perjanjian itu berakhir, emma langsung memilih kembali ke kamarnya. Dia harus memikirkan semuanya sendiri.
Sedangkan, edward masih duduk termenung di kursi mini bar rumahnya.
"Emma kenapa lagi, ed ?" tanya maminya yang memecah lamunannya.
"Eh.. mami.. biasa mam, dia minta aneh – aneh." Membuat wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya, dia sangat paham betul alasan dibalik tingkah anak perempuan satu – satunya itu.
"Gara – gara kejadian kemaren ?" edward hanya mengangguk.
"Kamu tau kan gimana adek kamu. Jadi... mami serahin urusan emma sama kamu, ya ?" pesan maminya sambil melangkah pergi setelah mencium pipi anak laki – lakinya itu.
'Kalo semua bisa diulang, edward pengen keluarga kita tetep utuh kayak sebelumnya mam.' Batinnya miris.
Drrt.. Drrt...
Edward langsung membuka pesan yang masuk di ponselnya. Seketika wajahnya berubah menjadi merah padam. "Kurang ajar, ini nggak bisa dibiarin!!" kata edward geram sambil menggenggam erat ponselnya.
Dia langsung kembali kekamarnya untuk bersiap – siap.
**
Emma masih saja sibuk didepan laptopnya, dia mencari tau semua hal yang bisa dia lakukan selama program sekolah bahasanya nanti. Dia memang sengaja memilih negeri gingseng, karena dia memang sangat tertarik dengan bahas itu. Terlebih lagi dia adalah pecinta drama yang dihasilkan oleh negara itu.
Drrt.. Drrt...
Ponsel emma terus bergetar, tapi hal itu tidak menganggunya sama sekali. Dia masih terus saja sibuk memandangi semua hal yang akan dia lakukan disana. Walaupun kakaknya sudah memberikan waktu untuk berpikir, dia akan tetap pergi kesana apapun yang terjadi.
Drrt.. Drrt..
Ponsel emma kembali bergetar. Saat dia lihat layar ponsel menunjukkan sebuah nomer yang tidak dikenalinya, dia kembali membiarkan saja pesan itu. Ini tidak menarik minatnya sama sekali. Emma lebih tertarik dengan semua rencananya.
Jika emma sedang sibuk berkhayal dikamarnya yang nyaman, lain halnya dengan edward yang sedang naik darah. Sekarang ini dia sedang memperhatikan seorang pria yang sangat dia kenali selama hampir 6 tahun. Dan yang membuatnya semakin marah adalah... pria itu bersama seorang wanita lain. "SIALAN!!"
"Begini kelakuan lu selama ini ?" tanya edward penuh sindiran. Dia masih menahan agar tangannya itu tidak kotor hanya kerena pria di depannya itu.
Suara musik yang saling bersautan, disertai hingar bingar dunia malam membuat pria itu pura – pura tidak mendengar sindiran pedas edward.
"HAA?? APA ?? GUA NGGAK DENGER.." teriaknya sambil menunjuk ke arah telinganya. Padahal jarak diantara mereka tidak terlalu jauh. Edward yakin pria itu sedang berpura – pura tidak mendengarnya.
Edward berjalan menuju ke arah pria itu, yang justru berhasil membuat pria itu ketakutan. Tapi edward hanya memilih duduk disebelahnya.
Dia mengeluarkan sebuah cek dari dalam kantong jasnya. Dengan kasar edward menyodorkan ke dada pria bernama yucha itu. Pria yang selama ini menjadi kekasih adiknya.
"Uang ini cukup kan buat bikin lu ninggalin adik gua ?" dengan tatapan tajam edward mengatakan hal itu.
"Ed... tapi gua menyayangi emma. Ini hanya having fun aja." Jawab yucha mengelak.
"Oh ya ? Bukannya lu cuma manfaatin adek gua aja ?" yucha diam saja.
Edward langsung mengulurkan tangannya untuk menarik tangan yucha. "Jam, sepatu, baju ini semua yang emma kasih kan ?" lalu edward memajukan wajahnya untuk mengendus. "Dan ini... parfum yang juga emma kasih kan ?"
"Ed... untuk apa emma memberi kado kalo gua nggak pake ?" kata yucha dengan senyuman yang dibuat – buat.
"Gua kira lu akan pake kalo lagi sama emma aja." Sindir edward.
"Emma aja ngijinin gua pake semua ini semau gua." Yucha membela diri.
"Ah... apa ini juga kelakuan semau lu ke adek gua ? HAH!!!" bentak edward. Membuat yucha diam kaku seperti patung.
Seorang gadis yang duduk disebelah kiri yucha tak henti – hentinya melakukan gerakan striptis untuk menggoda pria itu. Tangan gemualinya itu bahkan juga dia arahkan ke tangan milik edward, membuatnya semakin merasa jijik.
"Ayolah, ed... kita sama – sama pria seharusnya yang seperti ini tidak terhitung selingkuh." Kata yucha santai sambil meneguk minuman laknat itu.
Memang hal seperti ini bukanlah hal yang baru dan tabu bagi edward, hanya saja dia akan pergi untuk menikmati suasananya saja. Tidak dengan hal – hal yang diluar batas kewajaran.
Baginya hanya ada satu wanita dalam hatinya, dan semua dalam dirinya adalah milik wanita itu.
Edward masih mencoba bersabar melihat tingkah yucha, dia paham jika dunia seorang model terkenal seperti kekasih adiknya ini akan sangat dekat dengan dunia malam. Hanya saja itu kembali ke pilihan masing – masing orang. Yucha sendiri juga merupakan salah satu temannya semenjak SMA.
Tapi... tidak ketika wanita dengan dandanan menor dan pakaian kurang bahan itu duduk dipangkuan yucha serta mencium bibir kekasih adiknya itu.
Tanpa pikir panjang, edward langsung menarik wanita itu dan melemparnya kasar ke lantai seakan sedang membuang sampah sembarangan. Tangannya langsung mengcengkram kerah baju yucha dan pukulan itu mendarat dengan indah di wajah model terkenal itu secara bertubi – tubi.
Cukup sudah kesabarannya diuji malam ini. Dengan kondisi akhir yucha yang babak belur, berantakan, dan cek yang dilemparkan kasar ke wajahnya.
"Anggep aja itu ganti rugi dari gua. Dan mulai sekarang jauhi emma!!" kata edward sambil melangkah menjauh.
**
Sarapan kali ini hanya di penuhi dengan pertengkaran eric dan ezra. Kedua adik laki – laki edward dan emma ini memang luar biasa berisik di pagi hari.
Tapi berbeda dengan kedua kakak mereka yang sedang menikmati sarapan mereka dalam diam. Ini juga hal yang aneh, karena biasanya mereka berempat sama – sama berisik.
"Em.. Ed.. Kalian baik – baik aja ?" tanya maminya khawatir.
"Hmm.." jawab emma singkat. Membuat edward memperhatikannya.
"Tangan kamu kenapa sayang ?" tanya maminya penuh perhatian.
"Oh.. ini nggak papa ma."
Mendengar jawab yang seperti ini membuat elina paham, wanita berusia 45 tahun ini sudah terlalu hafal dengan sikap anak – anaknya. Memiliki 4 anak dan membesarkan sendirian membuatnya lebih mengenal bagimana watak dan sifat anaknya.
"Eric.. ezra.. yuk buruan berangkat." Ajak elina, karena jarum jam sudah menunjukkan angka 6.
Kedua adik gembulnya langsung secara bergantian berpamitan pada kakaknya. Hal yang selalu mereka lakukan setiap hari.
"Mami berangkat, ya." Pamit elina pada emma. Tapi gadis itu masih saja diam.
"Buruan baikkan sama emma ya, sayang." Bisik elina saat mencium pipi anak sulungnya itu. Membuat edward mengangguk. Dia sudah menduga pasti maminya mengetahui sesuatu.
"Em.. mau kemana ?" tanya edward.
Tapi emma masih terus berjalan menuju kamarnya. Tidak mempedulikan panggilan kakaknya.
Dia masih terlalu kesal, karena harus mendengar suatu kebenaran dari orang lain. Terlebih edward mengetahui akan hal itu dan tidak memberi tahunya. Emma memilih seharian dirumah, rasanya sangat malas harus pergi ke kantor hari ini. Dia ingin menghukum kakaknya itu, dengan tugas – tugas dikantor.
"Biar tau rasa tuh si edward !! Makan tuh kerjaan gua di kantor." Dengusnya kesal.
Emma dan edward memang menjalankan bisnis milik papa dan maminya. Bukan... bukan mereka berdua. Hanya edward saja. Emma lebih memilih melanjutkan perusahaan milik maminya yang bergerak di industri kreatif, bidang yang disukai dan dia kuasai. Sedangkan edward menjalankan kedua bisnis orang tuanya, karena dia memang lebih ahli dalam bidang manajemen. Jadi, bisa dipastikan jika emma tidak masuk maka dirinya lah yang akan bertanggungjawab dengan hal itu.
Tok.. Tok...
"Em.. nggak berangkat ke kantor ?" tanya edward dari depan pintu kamar emma.
"PERGI!!!"
"Maafin kakak, em."
"PERGI!!!"
"Oke, kakak akan lakuin apa aja yang kamu mau." Bujuk edward.
"SURUH PRIA ITU SIAPIN PROGRAM SEKOLAH AKU!!! DAN KAMU YANG SIAPIN SEMUA AKOMODASI AKU SELAMA DISANA!! AKU NGGAK MAU TINGGAL DISINI LAGI!!! PERGI!!!" terdengar teriakan penuh kemarahan emma dari dalam kamarnya. Membuat edward menghembuskan nafasnya kasar.
Jika sudah begini, artinya adiknya itu sudah tidak bisa diganggu gugat.
"Maafin kakak, em." Kata terakhir edward dengan nada penuh penyesalan, sebelum dia pergi meninggalkan kamar adiknya.
Di dalam kamar, emma masih mengatur nafasnya karena sudah berteriak tadi.
"Kalian semua para pria sama aja!! Sama – sama brengsek!!" makinya.
**
Edward termenung sebentar di ruang tamu. Sikap emma kali ini sungguh membuatnya takut. Takut tentang kebenaran bahwa adiknya itu sudah tidak ingin tinggal. Berat rasanya harus berangkat ke kantor pagi ini. Tapi edward tetap berangkat walaupun dengan berat hati. Dia memasuki mobil mewah berwarna hitam miliknya. Saat mobilnya hampir melewati sebuah gerbang besar tempat keluar masuk komplek perumahannya, edward melihat mobil yang sangat di kenali. "Brengsek!!! Mau ngapain lagi tuh anak!!" Maki edward yang akhirnya memilih untuk memutar balik mobilnya. Dia tidak ingin adik kesayangannya bertemu dengan pria yang semalam sudah dia buat babak belur. Edward sangat mengenal yucha dengan baik, bisa dipastikan bahwa dia pasti akan mengarang cerita pada emma dan memutarbalikkan fakta tentang wajahnya yang babak belur akibat kemarahan edward. Tapi aneh, wajah emma pun tidak terlihat bahagia saat melihat kedatangan yucha. Justru wajah jutek adiknya itu sangat mendominasi. 'Apa semarah itu dia p
"Baiklah, kau ingin makan apa kali ini ?" Tanya edward yang langsung bersikap sangat lembut pada adiknya."Entahlah, bagaimana jika pergi ke mall saja. Nanti akan ku pikirkan saat berjalan - jalan disana."Edward mengacak - acak rambut adiknya itu hingga emma kesal, tapi sungguh walaupun emma hanya beralasan saja untuk mengajaknya makan itu pun tidak masalah. Asalkan berjalan bersama seperti ini saja sudah cukup bagi edward."Kau merusak rambutku, ed!!! Aku menatanya dengan susah payah tadi." Omel emma sepanjang perjalanan mereka menuju ke parkiran."Tenang aja, kau tetap terlihat cantik meskipun berantakan sekalipun. Kita hitung saja berapa banyak cowok yang ingin berkenalan denganmu hari ini. Berani bertaruh ?" Tantang edward membuat tawa emma seketika pecah. Sejak kapan ada pria lain yang berani mendekatinya selama ini ?Wajah jutek dan sikap dingin khas emma itu selalu terpampang nyata jika berada di luar. Tapi meski begitu, tidak sedikit pula pria yang rela menolehkan kepalanya ha
“Kau baik - baik saja, ed ?” tanya emma saat dia sedang menyandarkan kepalanya di dada edward.Dengan wajah yang tegang, bahkan tangan edward kini sudah dingin bagaikan es dia terus mencoba bersikap biasa saja. Tapi emma tidak bisa begitu, dengan jelas dia mendengarkan detak jantung kakaknya yang tidak beraturan.Sesekali emma mengecek suhu tubuh edward dengan menyentuh kening pria itu.“Nggak panas, tapi kenapa mukamu pucat gitu sih ed ?” emma terlihat khawatir saat memperhatikan wajah kakaknya dengan seksama. Terlihat sekali seperti sedang tidak sehat, tapi edward tidak mengeluh tentang apapun.“....” edward hanya diam saja.“Ah…. mungkin karena kau minum kopi di pagi hari saat perut kosong, ed.” kata emma dengan semangat seakan sedang memecahkan sebuah teka - teki.“Nggak em, aku baik - baik saja. Mungkin aku hanya lelah.” jawab edward yang mencari alasan sambil mencoba merebahkan tubuhnya dengan mengubah posisi kursinya yang tadinya duduk menjadi tempat tidur. Tapi tanpa sengaja ta
Setelah beristirahat seharian setelah kedatangan mereka, emma dan edward merasa lebih baik. Terutama emma, dia benar - benar menikmati indahnya hidup semenjak menginjakkan kaki di Korea. Dunia yang edward ciptakan sangatlah sempurna, hingga wanita manapun yang mendapatkan perlakuan seperti ini akan bertekuk lutut mungkin. Hanya saja karena yang mendapatkannya adalah seorang emma dan sayangnya mereka memiliki sebuah hubungan persaudaraan, jadi dia mengurungkan niat untuk terlena dan menjatuhkan hatinya untuk edward. Padahal di dalam lubuk hatinya yang terdalam emma ingin sekali memutar waktu dan mengatur takdir mereka. Agar mereka tidak ditakdirkan sebagai saudara, melainkan sebagai sepasang kekasih yang memiliki masa depan indah bersama. “...” diam - diam emma menghembuskan nafasnya berat, setelah otaknya itu memikirkan hal yang tidak mungkin terjadi. “Ada apa ?” tanya edward yang sedang duduk di sebelah emma sambil memperhatikan laptop di pangkuannya. “Enggak. Aku cuma bosan.” kata
“Aku juga menyayangimu, ed.” Walaupun sejujurnya emma terkejut mendengar ungkapan rasa sayang edward padanya yang terdengar berbeda dari biasanya, dia tetap mencoba bertahan dengan menegarkan hatinya. Tapi pada akhirnya semua pertahanan itu runtuh saat edward mendekat dan mendekapnya erat. Sebuah pelukan hangat dan ungkapan rasa sayang yang sangat tulus itu terdengar bukan berasal dari seorang kakak pada adiknya. Justru terdengar lebih dari itu. Begitu tulus hingga menyentuh relung hati emma. Badan emma tiba - tiba gemetar hebat. “Kau baik - baik saja ?” tanya edward yang khawatir. “Aku….mandi dulu ya.” pamit emma, dengan segera dia melepaskan tubuhnya dari pelukan kakaknya. Lalu, dia terburu - buru lari menuju kamar miliknya. Ya, kamarnya. Hanya disana dia bisa bersembunyi untuk sementara waktu. Kejadian barusan terlalu cepat dan tepat sasaran. Bahkan tubuhnya saja gemetar setelah diperlakukan seperti itu, bagaimana dengan hatinya sudah bisa dipastikan meleleh tak karuan. Setela
Hari dimana aktifitas harus segera dimulai sudah tiba. Hari ini adalah hari pertama emma ke kampus barunya. Sedangkan edward tentu saja memulai pekerjaannya, walaupun dia masih belum pergi ke kantor. Tapi bekerja dari rumah saja sudah cukup membuat edward sibuk. “Kau kemana setelah kuliah, em ?” tanya edward di tengah - tengah acara sarapannya bersama emma. “Nggak tau, mungkin jalan - jalan, biar aku segera hafal jalanan disini.” “Padahal kau bisa pergi kemana saja tanpa khawatir, navigasi di mobilmu nggak akan menyesatkan em.” kata edward yang dihadiahi sikap cuek emma. Gadis itu kesal, padahal mereka sedang sarapan bersama dan edward mengajaknya mengobrol tapi lihatlah sikap kakaknya sangat menyebalkan. Sebelah tangannya memegang setangkup sandwich sedangkan tangan lainnya sibuk men scroll ipad miliknya. “Aku sudah selesai.” kata emma yang berdiri dan bersiap untuk beranjak pergi meninggalkan edward. Dengan bingung edward melihat emma pergi tanpa menyentuh sarapannya. “Em, t
Sepanjang perjalanan, senyum emma selalu menghiasi wajah cantiknya. Bagaimana tidak, dia tanpa bersusah payah memikirkan cara untuk bisa mendapatkan edward justru seperti sedang memenangkan undian. Dia malah menerima ajakan menjadi kekasih langsung dari edward. Ya… walaupun mungkin menjadi kekasih yang bukan dalam artian yang sebenarnya. Tapi dengan mengakui edward sebagai kekasihnya jika ada yang bertanya saja sudah cukup membuatnya bahagia, mungkin saja kan suatu saat nanti semua itu menjadi kenyataan. Sejenak emma melupakan hubungan darahnya bersama edward. Dia lupa bahwa didalam tubuh mereka mengalir darah yang sama. Dan seharusnya semua ini tidak terjadi. Tapi perasaannya pada edward juga tidak bisa dipendam lagi. Mungkin ini yang dinamakan cinta buta. Sangat buta, hingga seseorang lupa bagaimana status hubungannya. “Ed…” panggil emma saat edward terlihat sedang fokus menyetir. “Ada apa ?” “Kau ingin berkencan denganku ?” tanya emma dengan sedikit ragu - ragu. “APA ?!” ed
‘Sayang ?’Kata itu terus terngiang di telinga emma. Dia tidak salah dengar kan ?Edward yang sedang menyetir langsung menolehkan kepalanya saat mereka berhenti di lampu merah.“Kau baik - baik saja, em?” tanya edward yang khawatir saat melihat wajah adiknya bersemu merah.“...”“Apa kau mabuk ?” tanya edward lagi karena dia tak mendapatkan jawaban dari sang adik yang kini sedang senyum - senyum sendiri.“...”“Em…. emma…” kali ini edward menyentuh lengan adiknya.“Apa?” jawab emma dengan wajah terkejutnya, seakan dia baru saja kembali dari dunianya yang lain.“Kau baik - baik saja ?” edward mengulang pertanyaannya.“Aku baik - baik saja, ed.”“Tapi wajahmu merah, em. Apa kau sangat mabuk sekarang ?” terlihat wajah emma merengut saat edward melemparkan pertanyaan itu sambil meraba pipinya.Ingatannya melayang ke kejadian di restoran tadi. Emma yang awalnya menolak ayam goreng yang edward belikan ternyata bisa menghabiskan sampai lima potong paha ayam. Benar - benar memalukan.Jelas - j
Pada akhirnya meja makan adalah tempat yang kembali mempertemukan edward dan emma. Sekarang ini mereka berdua sedang duduk sambil menikmati hidangan makan malam dengan saling diam. Entah kenapa, emma merasa canggung melihat sikap edward yang juga diam saja seperti ini saat didekatnya. Padahal biasanya edward selalu menunjukkan perhatian dengan bertanya tentang hal - hal sepele, seperti kegiatan apa saja yang dilakukan emma selama seharian, bahkan terkadang dia juga bertanya pada emma tentang buku yang dibaca hari ini.Suasana hening ini bertahan cukup lama hingga keduanya hampir menyelesaikan makan mereka. Lalu, emma yang merasa tidak suka terjebak dalam situasi seperti ini langsung mengangkat kepalanya yang sejak tadi menunduk untuk melihat ke arah edward. Dan ternyata edward sendiri juga sedang memperhatikannya.“Ada apa?’ tanya emma to the point.“Haa? Nggak papa.” edward terlihat terkejut ketika emma yang ternyata sedang memperhatikannya. Tapi seperti biasa, pria itu tidak akan bi
Edward terus diam membeku saat emma berusaha menciumnya. Ciuman itu semakin lama semakin dalam dan menuntut balasan edward. Pada awalnya dia berusaha menahan diri untuk tidak membalas ciuman emma, tapi ketika emma menjauhkan wajahnya hingga bibir mereka terpisah edward merasakan kehilangan.“Kau tidak ingin melakukannya?” tanya emma dengan mata sayunya. “...” edward hanya diam sambil terus memperhatikan emma dengan kedua tangannya yang terkepal kuat. Akhirnya, emma ingin kembali menarik diri untuk duduk seperti biasa walaupun nafasnya masih terengah - engah. Dia tidak tahu hormon apa yang sedang menyerangnya sekarang. Pokoknya yang jelas emma ingin sekali melewati batas untuk menyentuh edward lebih jauh. Dia juga ingin menghapus jejak gadis yang berusaha menyentuh edward.Namun, sebelum emma berhasil kembali menarik diri ternyata saat itu pula pertahan yang dibuat edward runtuh seketika. Satu tangannya menahan lengan emma sedangkan satu tangannya lagi langsung meraih tengkuknya hingg
Suara keras dari luar masih terdengar sampai ke dalam ruangan mewah yang sudah dipesan untuk pertemuan bisnis yang diadakan oleh salah satu klien edward. Bisa dibilang pertemuan ini dilakukan di sebuah klub malam yang eksklusif, hanya orang - orang tertentu atau memiliki keanggotaan disana saja yang bisa masuk. Tadi saja tanpa sepengetahuan edward ternyata dia sudah menjadi salah satu anggota di klub itu. Tidak hanya keanggotaan di klub malam eksklusif itu saja, edward bahkan bisa mengakses semua fasilitas mewah disana. Mulai dari kamar hotel yang berada di satu gedung besar dengan klub malam, fasilitas golf, pusat kebugaran, sauna, jacuzzi, dan fasilitas mewah lainnya.Klien edward ini adalah beberapa pria muda yang mungkin umurnya tidak jauh berbeda dengannya. Wajah mereka yang terlihat sangat terawat dan rupawan ditambah dengan penampilan setelan jas mewah membuat semua gadis ingin datang mendekat. Tidak terkecuali dengan edward. Saat tiba disana saja beberapa gadis sudah tertarik d
‘Sayang ?’Kata itu terus terngiang di telinga emma. Dia tidak salah dengar kan ?Edward yang sedang menyetir langsung menolehkan kepalanya saat mereka berhenti di lampu merah.“Kau baik - baik saja, em?” tanya edward yang khawatir saat melihat wajah adiknya bersemu merah.“...”“Apa kau mabuk ?” tanya edward lagi karena dia tak mendapatkan jawaban dari sang adik yang kini sedang senyum - senyum sendiri.“...”“Em…. emma…” kali ini edward menyentuh lengan adiknya.“Apa?” jawab emma dengan wajah terkejutnya, seakan dia baru saja kembali dari dunianya yang lain.“Kau baik - baik saja ?” edward mengulang pertanyaannya.“Aku baik - baik saja, ed.”“Tapi wajahmu merah, em. Apa kau sangat mabuk sekarang ?” terlihat wajah emma merengut saat edward melemparkan pertanyaan itu sambil meraba pipinya.Ingatannya melayang ke kejadian di restoran tadi. Emma yang awalnya menolak ayam goreng yang edward belikan ternyata bisa menghabiskan sampai lima potong paha ayam. Benar - benar memalukan.Jelas - j
Sepanjang perjalanan, senyum emma selalu menghiasi wajah cantiknya. Bagaimana tidak, dia tanpa bersusah payah memikirkan cara untuk bisa mendapatkan edward justru seperti sedang memenangkan undian. Dia malah menerima ajakan menjadi kekasih langsung dari edward. Ya… walaupun mungkin menjadi kekasih yang bukan dalam artian yang sebenarnya. Tapi dengan mengakui edward sebagai kekasihnya jika ada yang bertanya saja sudah cukup membuatnya bahagia, mungkin saja kan suatu saat nanti semua itu menjadi kenyataan. Sejenak emma melupakan hubungan darahnya bersama edward. Dia lupa bahwa didalam tubuh mereka mengalir darah yang sama. Dan seharusnya semua ini tidak terjadi. Tapi perasaannya pada edward juga tidak bisa dipendam lagi. Mungkin ini yang dinamakan cinta buta. Sangat buta, hingga seseorang lupa bagaimana status hubungannya. “Ed…” panggil emma saat edward terlihat sedang fokus menyetir. “Ada apa ?” “Kau ingin berkencan denganku ?” tanya emma dengan sedikit ragu - ragu. “APA ?!” ed
Hari dimana aktifitas harus segera dimulai sudah tiba. Hari ini adalah hari pertama emma ke kampus barunya. Sedangkan edward tentu saja memulai pekerjaannya, walaupun dia masih belum pergi ke kantor. Tapi bekerja dari rumah saja sudah cukup membuat edward sibuk. “Kau kemana setelah kuliah, em ?” tanya edward di tengah - tengah acara sarapannya bersama emma. “Nggak tau, mungkin jalan - jalan, biar aku segera hafal jalanan disini.” “Padahal kau bisa pergi kemana saja tanpa khawatir, navigasi di mobilmu nggak akan menyesatkan em.” kata edward yang dihadiahi sikap cuek emma. Gadis itu kesal, padahal mereka sedang sarapan bersama dan edward mengajaknya mengobrol tapi lihatlah sikap kakaknya sangat menyebalkan. Sebelah tangannya memegang setangkup sandwich sedangkan tangan lainnya sibuk men scroll ipad miliknya. “Aku sudah selesai.” kata emma yang berdiri dan bersiap untuk beranjak pergi meninggalkan edward. Dengan bingung edward melihat emma pergi tanpa menyentuh sarapannya. “Em, t
“Aku juga menyayangimu, ed.” Walaupun sejujurnya emma terkejut mendengar ungkapan rasa sayang edward padanya yang terdengar berbeda dari biasanya, dia tetap mencoba bertahan dengan menegarkan hatinya. Tapi pada akhirnya semua pertahanan itu runtuh saat edward mendekat dan mendekapnya erat. Sebuah pelukan hangat dan ungkapan rasa sayang yang sangat tulus itu terdengar bukan berasal dari seorang kakak pada adiknya. Justru terdengar lebih dari itu. Begitu tulus hingga menyentuh relung hati emma. Badan emma tiba - tiba gemetar hebat. “Kau baik - baik saja ?” tanya edward yang khawatir. “Aku….mandi dulu ya.” pamit emma, dengan segera dia melepaskan tubuhnya dari pelukan kakaknya. Lalu, dia terburu - buru lari menuju kamar miliknya. Ya, kamarnya. Hanya disana dia bisa bersembunyi untuk sementara waktu. Kejadian barusan terlalu cepat dan tepat sasaran. Bahkan tubuhnya saja gemetar setelah diperlakukan seperti itu, bagaimana dengan hatinya sudah bisa dipastikan meleleh tak karuan. Setela
Setelah beristirahat seharian setelah kedatangan mereka, emma dan edward merasa lebih baik. Terutama emma, dia benar - benar menikmati indahnya hidup semenjak menginjakkan kaki di Korea. Dunia yang edward ciptakan sangatlah sempurna, hingga wanita manapun yang mendapatkan perlakuan seperti ini akan bertekuk lutut mungkin. Hanya saja karena yang mendapatkannya adalah seorang emma dan sayangnya mereka memiliki sebuah hubungan persaudaraan, jadi dia mengurungkan niat untuk terlena dan menjatuhkan hatinya untuk edward. Padahal di dalam lubuk hatinya yang terdalam emma ingin sekali memutar waktu dan mengatur takdir mereka. Agar mereka tidak ditakdirkan sebagai saudara, melainkan sebagai sepasang kekasih yang memiliki masa depan indah bersama. “...” diam - diam emma menghembuskan nafasnya berat, setelah otaknya itu memikirkan hal yang tidak mungkin terjadi. “Ada apa ?” tanya edward yang sedang duduk di sebelah emma sambil memperhatikan laptop di pangkuannya. “Enggak. Aku cuma bosan.” kata
“Kau baik - baik saja, ed ?” tanya emma saat dia sedang menyandarkan kepalanya di dada edward.Dengan wajah yang tegang, bahkan tangan edward kini sudah dingin bagaikan es dia terus mencoba bersikap biasa saja. Tapi emma tidak bisa begitu, dengan jelas dia mendengarkan detak jantung kakaknya yang tidak beraturan.Sesekali emma mengecek suhu tubuh edward dengan menyentuh kening pria itu.“Nggak panas, tapi kenapa mukamu pucat gitu sih ed ?” emma terlihat khawatir saat memperhatikan wajah kakaknya dengan seksama. Terlihat sekali seperti sedang tidak sehat, tapi edward tidak mengeluh tentang apapun.“....” edward hanya diam saja.“Ah…. mungkin karena kau minum kopi di pagi hari saat perut kosong, ed.” kata emma dengan semangat seakan sedang memecahkan sebuah teka - teki.“Nggak em, aku baik - baik saja. Mungkin aku hanya lelah.” jawab edward yang mencari alasan sambil mencoba merebahkan tubuhnya dengan mengubah posisi kursinya yang tadinya duduk menjadi tempat tidur. Tapi tanpa sengaja ta