"Aaaahh!"
Teriakan keras seorang wanita membuat seluruh istana diselimuti kegugupan serta panik luar biasa.
Satu jam berlalu semenjak kontraksi Ratu Elena. Namun, buah hatinya belum juga menghadap dunia. Rambutnya dipenuhi keringat akibat kesakitan yang luar biasa. Ratu Elena meremas seprei di kedua tangannya, juga dengan sebuah kain tebal yang digigitnya sebagai pelampiasan dari rasa sakit yang amat luar biasa. Hembusan-hembusan nafas ia keluarkan dengan kasar, lalu menghirup udara lagi dengan pelan, begitu seterusnya selama satu jam.
Tiba-tiba di tengah kegentingan para tabib pintu besar terbuka. Seorang pria gagah memasuki kamar persalinan bersama seorang nenek tua yang bungkuk. Para tabib sontak berdiri lalu menunduk untuk memberi salam.
"Ratuku ...." Sang Raja menghampiri Ratu Elena yang melemah. Membelai surai hitam yang basah dengan keringat. Kesedihan nampak begitu jelas di matanya.
"Rajaku Theodor ... ini sangat menyakitkan," lirih Elena. Ia menjerit lagi ketika merasakan kontraksi yang begitu hebat. Air matanya kembali mengalir seiring dengan rasa sakit yang semakin menjadi.
Raja Theodor mundur selangkah ketika para tabib menangani istrinya. Dia menghampiri nenek tua yang bungkuk.
"Hunak," panggil raja Theodor, "apakah ramalanmu akan lahir hari ini?"
Hunak, si nenek tua bungkuk mengamati Ratu Elena dalam diam. Kemudian, dia berjalan pelan dengan bantuan tongkatnya menuju jendela besar di ruangan itu.
"Yang mulia. Lihatlah langit hitam itu," kata Hunak.
Raja Theodor pun melihat langit. Namun, bukan langit hitam seperti kata Hunak, melainkan langit biru yang indah. "Aku tidak melihat langit hitam di tengah-tengah langit cerah itu---"
"Arah barat," potong Hunak.
Sang Raja pun mengarahkan matanya ke arah barat, dan ... benar. Perlahan-lahan awan hitam menutup langit indah di kerjaan Axton yang makmur itu. Sinar matahari menjadi redup hingga membuat seluruh kerajaan dilanda kegelapan yang menakutkan. Seiring dengan itu, kesakitan Ratu Elena juga semakin dashyat. Dia berada dalam jurang kematian.
"Kekuatan paling besar akan segera tiba. Tunggu dan saksikanlah, Raja Theodor," ujar Hunak pelan.
Laki-laki berjubah emas itu menghampiri istrinya dengan cemas. Digenggam dan diciumnya tangan istrinya. Tidak peduli lagi dengan tangan yang serasa remuk akibat genggaman Elena. Jika saja ia bisa memindahkan rasa sakit wanita anggun itu ke dalam tubuhnya, ia akan sangat bersedia. Namun, sayangnya kekuatannya tidak berguna untuk situasi seperti ini.
"Aaaahh! Sakit ... sakiiit! Cepat keluar! Ini menyakitkan ..." jerit Elena. Sakit yang dirasakannya membuat orang-orang di dalam ruangan itu meringis seakan ikut merasakan apa yang dia rasakan.
Tubuh Elena gemetar. Dia menggigit bibirnya hingga berdarah. Hunak tahu, bahwa Elena sudah tidak mampu untuk melanjutkan persalinan. Namun, ia masih menunggu sedikit waktu lagi. Langit sudah sepenuhnya menghitam, dan seiring dengan itu jeritan kembali terdengar.
"Oek ... oek ... oek ...."
Tangisan makhluk kecil yang lemah itu mengakhiri teriakan Elena. Semua orang begitu terkejut dan terharu. Raja Theodor yang menyaksikan peristiwa menegangkan itu ikut dibuat terharu bahkan meneteskan air mata. Dia memeluk Elena dan tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. Sedangkan Elena, dia tersenyum dalam deraian air mata bahagia.
"Yang Mulia, dia laki-laki yang tampan dan kuat," kata seorang tabib perempuan, lalu menyerahkan sang bayi yang telah berselimut kain berwarna kuning kepada Elena.
Elena tetap menggendong bayinya, padahal tenaganya begitu lemah. Dia membelai wajah putih kemerahan itu dengan tangan dingin yang gemetar.
"Kau adalah pemberian Tuhan untuk ayahmu dan kami semua. Kau adalah kesakitan dan kebahagiaanku. Laki-laki kuat, berani, dan percaya diri adalah anakku, Zein Brylee!" ucap Elena.
Bukan hanya orang-orang dalam istana yang bersorak, tapi juga seluruh rakyat Axton. Mereka bertepuk tangan ketika mendengar nama pangeran mereka. Kekuatan yang dimiliki ratu sangat unik. Dia dapat membuat suaranya didengar oleh siapapun yang ia kehendaki, walau sejauh apa pun orang itu.
Raja Theodor mengambil alih Zein. Mendekap bayi itu dengan penuh cinta.
"Ratu Elena?" Seorang tabib berusia setengah abad segera memeriksa kondisi Elena. Dia tak lagi menemukan adanya kehangatan dalam tubuh wanita dua anak itu ketika memeriksa pergelangan tangannya.
Mata lelah yang sembab itu sudah menutup. Tersenyum kecil sebelum akhirnya meninggalkan dunia dengan rasa sakit yang teramat. Suasana bahagia dengan cepat tergeser, kesedihan menyelimuti hati setiap orang.
Raja Theodor dengan rasa tidak percayanya mengguncang keras tubuh istrinya. Berteriak histeris ketika tak lagi merasakan pergerakan di tubuh kurus itu.
"Istriku ... Ratuku! Kau tidak boleh meninggalkan aku dan anak-anakmu seperti ini!"
•••
Amerika Serikat, Washington, 25 Desember 2020.
Seorang gadis berdiri di depan cermin lebar. Dia berdecak kagum melihat wajahnya yang indah tanpa cacat sedikitpun. wajah kecil, hidung kecil dengan batang tinggi, bibir berbentuk hati, serta mata bulat yang besar. Gadis ini berdarah Amerika China, tapi wajahnya lebih dominan ke ibunya yang berasal dari negeri bambu, China.
"Aku paling suka mataku. Bukankah ini paling indah?" gumamnya.
Ia sedikit merapikan rambut hitam bergelombang miliknya. Konsernya akan dimulai 25 menit lagi. Dia sangat gugup walau ini adalah konser yang ketiga kalinya.
"Zenia Mecca!"
Zenia berbalik dan menemukan seorang gadis seusianya tengah berdiri di pintu.
"Melisa?" Zenia menghampiri gadis berbalut hoodie sepanjang lutut itu.
"Wah! Kau sempurna malam ini!" puji Melisa.
Zenia tersenyum kikuk. Dia selalu salah tingkah ketika dipuji walaupun itu sudah menjadi asupannya setiap waktu
"Aku senang kau menghadiri konserku malam ini," kata Zenia senang.
"Tentu saja aku hadir. Hampir seluruh mahasiswa di kampus kita adalah penggemarmu," ujar Melisa.
Zenia semakin malu dan salah tingkah. Pipinya kian memerah seiring dengan pujian-pujian Melisa yang membabi buta.
Zenia adalah penyanyi berbakat yang sedang naik daun. Usianya yang masih 18 tahun menjadikannya penyanyi termuda yang meraih banyak prestasi di kancah permusikan. Selain itu, Zenia juga memiliki IQ di atas rata-rata yang membuatnya kuliah lebih awal dibanding teman-teman sebayanya.
Setelah perbincangan berakhir, Melisa kemudian pergi ke kursi penonton dan menyisakan Zenia bersama tata riasnya di dalam ruangan.
Sorak-sorakan penonton menggema ketika Zenia berjalan ke atas panggung. Lampu sorot serta dukungan angin semilir membuat rambut indah gadis itu melambai-lambai. Pemandangan itu sukses membuat mata semua orang tak dapat terlepas dari dirinya.
"Zenia! Zenia! Zenia!" Ribuan penonton menyoraki namanya. Itu membuatnya semakin bersemangat.
Alunan musik mulai terputar. Kata-kata indah penuh makna ditumpahkan Zenia lewat lirik lagunya.
Sungguh, Zenia seperti seorang dewi malam ini.
•••"Aku terkejut kau ada di sini. Apa kau mulai menyukai keramaian dan keributan?" kata seorang perempuan di samping Zein.
Zein, laki-laki itu tersenyum remeh. Dia tidak akan pernah menyukai suasana seperti ini.
"Aku tidak tertarik dengan situasi seperti ini. Lirik dan nada lagu itu sangat membosankan, kecuali ..." Zein menjeda kalimatnya. Dia memperhatikan Zenia yang sedang melambai-lambai kepada penggemarnya. "Gadis itu ... aku tertarik padanya," lanjut Zein.
Naomi sedikit terkejut. Dia ikut memperhatikan Zenia yang tampak anggun dengan gaun biru selutut. Ya, gadis kecil itu memang sangat menarik.
"Astaga, aku terharu." Naomi sedikit tertawa.
Zein melihat Naomi sebentar, lalu pandangannya kembali lagi kepada gadis cantik yang sedang bernyanyi di atas panggung.
"Jadi ... Zenia Mecca akan menjadia awal kekuatan terbesarmu?" tanya Naomi.
Zein mengangguk pelan. "Akan kupastikan dia mengandung anakku. Secepatnya. Nantikan saja."
Zein sama sekali tidak peduli akan sekitar ketika mengatakan itu. Mungkin pria dewasa ini lupa kalau mereka berada di tengah-tengah ribuan penggemar. Beruntung saja, suara-suara penggemar yang mengikuti alunan musik membuat suaranya seakan tertelan.
Kerajaan Axton, 1349.Kerajaan Axton tengah di rundung duka yang mendalam. Kepergian Ratu Elena membuat Raja Theodor dan seluruh rakyatnya merasa kehilangan sosok Ratu yang mengayomi dan selalu berbaur dengan rakyat biasa.Kremasi dilakukan dengan cara membakar jasad sang Ratu di atas tumpukan kayu. Selama proses pemakaman, Zein yang masih berumur sehari terus menangis tak ada hentinya. Bayi malang itu seakan tak rela jika ibunya pergi."Ayah ...." Seorang gadis kecil menghampiri Raja Theodor. "Kenapa aku harus kehilangan ibu?"Raja Theodor memeluk sayang anak sulungnya yang masih berumur 5 tahun itu."Tidak apa-apa. Ibu memberimu adik yang lucu sebagai gantinya," kata Raja Theodor.Emilia, putri raja yang berperawakan elegan itu berlari meninggalkan ayahnya menuju adik laki-lakinya yang tengah berada dalam gendongan pengasuh. Dia menatap tajam Zein. Tatapan ketidaksukaan terlihat jelas di wajah mungil tu."A
Universitas Academy Of Music"Hai, Zenia."Gadis berhoodie ungu itu berbalik. "Hai!""Kau baru ke kampus lagi setelah satu Minggu, Zenia," ucap satu di antara 3 gadis berpakaian minim.Zenia tersenyum. "Ya ... aku cukup lelah, jadi aku memutuskan untuk istirahat sejenak," ujarnya."Kegiatan apa yang kau isi selama istirahat?" tanya Cherly, si gadis dengan lipstik merah merona."Membaca beberapa buku di perpustakaan rumahku," kata Zenia."Itu saja?" Dylan menyinis, si gadis paling cantik di antara Cherly dan Vina. Itu menurut Zenia."Juga beberapa novel ... memangnya kenapa?""Wah ... kau sempurna, tapi seleramu sangat jelek," desis Vina, si gadis dengan belahan dada yang terbuka"Haha ... yah, itu memang jelek, seperti wajah kalian," ketus Zenia. Tidak peduli bagaimana raut kesal ketiga gadis itu, dia berlalu begitu saja. Terkadang, orang-orang seperti mereka harus dibalas. Zenia tidak meny
"Zenia Mecca!""Zenia Mecca!""Zenia! Kami mencintaimu!"Sorak-sorakan para Zeirs, sebutan untuk penggemar Zenia, memenuhi seluruh studio ketika pembawa acara mengungumkan jika gadis cantik itu mendapat penghargaan Billboard Chart.Malam ini adalah momen membanggakan yang tidak akan pernah hengkang dari ingatannya. Begitu banyak kesulitan dilewati gadis berusia 18 tahun itu. Wajah cantik bak dewi merupakan salah satu alasan dirinya banyak mendapat kebencian. Mereka berpendapat kalau Zenia hanya mengandalkan parasnya, perihal bakat, dia tidak punya sama sekali.'Paras Menutupi Segalanya'Itulah judul artikel mengenai Zenia ketika awal-awal debut. Stress? Sudah pasti, tapi dia berhasil bertahan dan terus berjalan."Selamat, ya. Aku juga adalah penggemarmu," kata salah satu pembawa acara.Zenia tersenyum. Dia kembali mengenang masa-masa sulitnya. Jika sekarang penggemarnya hampir ada diseluruh dunia, maka dulu berbeda. Dahulu, pen
3 bulan kemudian."Zenia, masuklah. Kenapa kau di luar? Dokter sudah menunggu."Zenia menepis kasar tangan Yoshi. "Tidak! Aku berubah pikiran. Aku mau pergi!""Ini akan membuat hidupmu kembali normal. Kau relakan itu demi karirmu. Semua akan baik-baik saja, Zenia.""Kau salah. Setelah menggugurkan anak ini aku akan lebih menderita. Aku akan hidup sebagai pembunuh nyawa yang tidak berdosa!"Zenia meninggalkan Yoshi yang tampak syok. Dia tidak peduli dengan karirnya. Dalam hati Zenia mengutuk dirinya karena sebelumnya mau saja dibawa Yoshi ke rumah sakit untuk menggugurkan janinnya.Tiga bulan lalu adalah awal dari kehancuran hidupnya. Entah bagaimana dan siapa yang memberitahu media tentang kehamilannya. Semuanya menjadi berantakan saat itu.Perut Zenia kian membesar. Usia kehamilannya sudah memasuki tujuh bulan. Seiring dengan itu namanya semakin hangat diperbincangkan di berbagai stasiun televisi maupun medi
"Perayaan esok sore?" tanya Zenia. Dia dan nenek Shim berjalan menuju apartemen. Mereka baru saja berkeliling pantai."Bergabunglah bersama kami besok. Aku hampir tidak pernah melihat seorang pun datang mengunjungimu. Jadi aku berfikir kau mungkin kesepian."Zenia miris. Memang benar bahwa dia tidak pernah kedatangan seseorang. Orang tua maupun teman-temanya tidak pernah sekalipun menanyakan kabarnya. Itu membuat hatinya sakit, tapi juga bersyukur."Kehamilanmu sudah memasuki sembilan bulan, bukan?"Zeni mengangguk."Datanglah besok dan bergabunglah bersama kami para lansia. Aku jamin kau akan banyak tertawa." Nenek Shim tertawa kecil."Tertawa bisa membuat perasaanmu bagus dan itu sangat baik untuk anakmu." kata nenek Shim lagi.Zenia menyutujui ajakan nenek Shim. Dia mengelus perutnya yang tertutupi jaket tebal berbulu. Udara sore ini sangat dingin.•••Matahari mulai terbenam dan bulan dengan pelan menu
Seorang wanita berdress hijau ambruk di atas lantai keramik. Dia tidak lagi memiliki tenaga untuk menopang tubuh lemasnya. Berita putri tunggalnya yang mengalami kecelakaan membuatnya terkejut hingga tak bisa berkata apa-apa, selain mengeluarkan buliran bening."Frank!" teriaknya memanggil suaminya yang berada di dapur."Kenapa kau berteriak-teriak di malam hari, huh?" Frank yang dari dapur dengan membawa dua gelas kopi."Anakku ... anak kita ...." Wanita yang hampir berumur 50 tahun itu tak dapat lagi melanjutkan perkataannya. Dia menangis sesenggukan hingga membuat suaminya kebingungan."Bicaralah yang jelas, Maudi, aku tidak bisa mengerti jika kau terus menangis." Frank mendekati Maudi dan mengelus punggungnya."Aku baru saja menonton sebuah berita yang memberitakan kalau Zenia mengalami kecelakaan tadi siang." Maudi kembali menangis, tapi masih berusaha melanjutkan kalimatnya, "Zenia juga menghilang bersama ambulans yang seh
Pria tua yang merupakan seorang dokter baru saja keluar dari ruangan Zenia setelah mengatakan kalau kondisi Zenia sudah sepenuhnya pulih dan sudah dibolehkan pulang.Zenia meletakkan pakaian rumah sakitnya di atas kasur putih yang empuk. Dia akhirnya akan meninggalkan ruangan berbau obat itu setelah empat hari menjalani perawatan."Ayo, sayang." Maudi merangkul pundak Zenia."Di mana ayah?""Dia ada di kantor. Rapat mendadak membuatnya tidak bisa menjemputmu.""Benarkah?"Zenia tidak yakin apakah ayahnya benar-benar sibuk dengan rapat atau sibuk dengan selingkuhannya. Zenia menggenggam tangan ibunya lembut, menyandarkan kepalanya di pundak rapuh itu.Zenia dan Maudi memasuki sebuah mobil hitam yang sudah menunggu mereka sejak tadi bersama seorang supir. Mereka berdua duduk berdampingan di kursi belakang.Diperjalanan, Zenia tidak sengaja melihat dirinya di papan reklame gedung besar.
Sebuah langkah memasuki gedung Universitas yang terkenal di Amerika, Universitas Of Music namanya.Hoodie panjang selutut berwarna kuning, ditambah dengan sepatu kets bernilai ribuan dollar sangat pas di tubuh wanita cantik itu.Decakan-decakan kagum dari para mahasiswa mahasiswi membanjiri suasana pagi itu seakan telah melupakan skandal heboh Zenia beberapa bulan ini."Dia selalu bisa membuatku tidak bisa berkata apa-apa saat melihat wajahnya.""Cantik seperti dewi."Yah, itulah dua kekaguman di antara banyak pujian yang didengar Zenia.Awalnya perjalanan Zenia menuju ruang kelasnya baik-baik saja dengan pujian-pujian itu, tapi semuanya mulai memburuk ketika sebuah celaan terdengar, padahal tinggal beberapa langkah lagi di akan memasuki kelasnya.Dylan, Cherly, dan Vina menghampiri Zenia dengan tatapan jijik.&nb
"Zenia!" "ZENIA!" "BANGUN!" Taurus mengguncang keras tubuh Zenia yang terkapar di lanta dingin. Namun, apa yang dia lakukan bahkan sama sekali tidak membuat mata wanita di depannya terbuka. Kemudian, Taurus mencari-cari sesuatu, melihat sekeliling penjara yang sempit. Ada air atau tidak. Byur! Taurus membuang gelas kayu yang sudah kosong ke arah penjaga yang tidak sadarkan diri. Kemudian, memanggil-manggil Zenia yang akhirnya telah sadarkan diri. Zenia melap air di wajah dan lehernya sebelum berdiri di balik sel menghampiri Taurus. Raut wajahnya terkejut, tapi juga senang ketika melihat Taurus. Dia melihat harapan untuk keluar. "Keluarkan aku dari sini," kata Zenia. Taurus segera meraba kantung bajunya, mengambil kunci yang sudah ia rebut susah paya dari penjaga. "Terima kasih!" Walau tubuh yang masih sedikit linglung, Zenia tetap berlari menuju kamar di mana bayi-bayinya di
Ribuan mata melotot tak percaya sekaligus kagum ketika dengan beraninya singa berbentuk aneh itu menembus dinding neraka hingga membakar tubuhnya sampai hangus. Sesaat mereka cukup bersimpati, tapi ketika melihat dinding neraka itu sudah lenyap, mereka langsung bergegas memasuki hutan tanpa memperdulikan tubuh si singa yang kesakitan.Tinggallah Hunak sendiri bersama singa itu. Nenek tua bungkuk itu menghampiri tubuh sekarat itu secara perlahan dan tertatih."Aku tidak tahu mahkluk apa kau sebenarnya ... dan aku tidak tahu bagaimana caramu menghilangkan dinding itu. Namun, yang jelas, kau adalah pahlawan yang akan selamanya kami ingat," ucap Hunak. Selanjutnya, ia berjalan kembali ke istana meninggalkan singa bertubuh elang yang tengah mengeluarkan sisa-sisa nafasnya. Hewan itu juga mengalami kejang-kejang berulang.Baru juga beberapa langkah, Hunak membalikkan tubuh bungkuknya. Ia menatap singa hangus yang sudah tak bernyawa di atas tanah. Perlaha
Sudah sebulan semenjak kejadian di sungai itu terjadi. Malam itu, Felicia dengan rasa sakit di hatinya memutuskan untuk langsung kembali ke kerajaannya. Namun, Zein malah menghentikannya dan meminta maaf. Cinta mengalahkan segalanya. Hati Felicia yang mudah luluh pada akhirnya kembali menerima Zein, tapi Felicia ingin tetap kembali. Untuk saat itu, dia tidak ingin bertemu kakaknya.Untuk Naomi, gadis itu tetap di Axton. Dia tak juga kembali walau ayah dan ibunya meminta dia pulang ke Maxton."Kenapa anak perempuan jalan di tengah malam, huh?" Seorang lelaki dengan kurang ajarnya mendekati lalu mengelus pipi Felicia.Plak!Felicia yang risih tentu saja menampar lelaki tersebut.Berani sekali. Dia 'tak tahu siapa sebenarnya gadis yang diganggunya."Enyah kau," desis Felicia.Namun, rupanya satu tamparan tak cukup membuatnya jera. Pria itu malah mendekati Felicia lagi."Kau siapa mati?"Nyali pria itu menciut ketika Felicia
Malam hari tiba.Felicia bersama keempat temannya pergi berburu untuk makan malam. Gadis itu tidak ingin ke istana walau Taurus terus memaksanya. Begitulah, Felicia masih sakit hati kepada Naomi, terutama Zein."Wah ... kemampuanmu berburu sudah lebih hebat dari kami. Tanganmu lihai sekali memainkan pedang," kata Nancy kagum.Malam ini, dua ekor rusa sudah ada di tangan mereka. Semua itu adalah hasil tangkapan dari Felicia."Terima kasih.""Aku akan ke sebelah sana," kata Felicia lagi.Felicia pun berjalan ke arah barat dengan obor dan pedang panjang di tangannya. Gadis itu juga sudah mengganti bajunya dengan baju hitam panjangnya yang lain.Felicia terus berjalan, memperhatikan setiap kawasan hutan yang dilewatinya, sampai-sampai dia tidak menyadari kalau kini dia sudah sampai di tempat dia bertemu dengan singa tadi siang.Felicia berhenti sejenak untuk membersihkan sisa darah dari pedangnya di sungai yang tampak tenang.
“Aku Putri Felicia. Biarkan aku masuk.”Kedua prajurit penjaga gerbang itu lalu membuka gerbang besar istana yang terbuat dari besi. Mereka menunduk sebagai tanda hormat ketika Felicia melewati mereka.Pagi-pagi sekali Felicia meninggalkan rumah pohon serta keempat temannya yang masih terlelap. Kemarin malam mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama untuk berkeliling dan membeli banyak makanan di pasar malam, walaupun ia juga sedikit kesal karena dia tidak sempat bertemu dengan Zein.“Zein!”Baru saja memasuki istana, Felicia sudah mendapati Zein yang sedang berbincang bersama ... Naomi kakaknya. Felicia merasa seperti ‘kenapa aku harus bertemu Naomi sekarang?’“Hai! Kenapa kau baru tiba? Sejak malam kemarin aku menunggumu.”Felicia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Karena tidak enak, ia tidak berani menatap mata Zein dan malah menatap sepatu kulitnya yang lusuh. “Itu ...
“Felicia?” “Ibu, aku ingin ke istana Axton bersama kakak Naomi, tapi dia tidak mau membawaku. Aku ingin bertemu Zein.” Wanita bermata sipit dan bergaun putih itu mengelus lembut surai hitam anak keduanya. “Tidak apa-apa. Jangan khawatir. Kau bisa pergi tanpa Naomi. Para prajurit ada untuk membawamu ke sana, bukan?” Seketika senyum lebar yang manis itu terbit. Memperlihatkan gigi seputih susu yang rapi. “Sebenarnya ibu ... aku bisa pergi sendiri tanpa kawalan prajurit istana. Aku sering melakukan itu diam-diam, sebab aku tidak pernah diperbolehkan Naomi untuk bertemu Zein, jadi aku melakukan perjalanan diam-diam. Aku harap ibu tidak marah sampai menghukumku.” Terdengar tawa lembut dari mulut wanita itu. Walaupun hampir memasuki kepala lima, Ratu Nalinks masih terlihat seperti kakak kedua anak gadisnya. “Tidak apa-apa, sayang. Santai saja, asal tidak terluka. Tapi, kenapa kakakmu selalu melarangmu pergi ke istana Axton? Apa karena empat
Gelap.Ketika membuka mata bulatnya, Zenia hanya melihat kegelapan. Tidak ada cahaya sama sekali, udara di ruangan itu juga panas.“Halo? Ada seseorang di sini?” Zenia memaksakan kakinya yang terasa sakit untuk berdiri, lalu berjalan pelan mencari pintu keluar.Setelah menaiki tangga yang cukup panjang, barulah ia menemukan cahaya. Zenia menengok ke belakang, ternyata tadi dia berada di ruangan bawa tanah, pantas saja gelap dan pengap.“Ramalan itu ternyata benar.” Seorang wanita bergaun merah datang dan mendorong tubuh Zenia hingga tersungkur.Zenia meringis, rasa sakit di sekujur tubuhnya kian menambah karena ulah wanita yang tidak dia ketahui siapa.“Siapa kau?” Kekesalan Zenia begitu terasa.“Ratu Emilia.”Dengan susah payah Zenia berdiri. “Di mana anakku?” geramnya.“Anakmu?” Emilia menghampiri Zenia. Mencengkam dagu gadis lemah itu dengan kuat.
Tubuh Zenia menegang. Nafasnya memburu. Keringat pun mulai membasahi telapak tangannya. Perlahan dia berbalik, tapi seseorang yang berdiri di depannya itu membuatnya dapat bernapas lega."Ayo, kita harus cepat. Pangeran Taurus ada di sekitar sini. Dia mungkin mulai menyadari siapa dirimu." Taurus mengambil tangan Zenia lalu menariknya keluar dari ruangan yang berisi alat-alat perang.Setelah berjalan dalam kewaspadaan, Zenia dan Taurus pun sampai di depan pintu sebuah kamar. Dalam satu hembusan nafas, Zenia dengan gemetar membuka pintu tersebut. Hal pertama yang dilihatnya adalah tiga pengasuh wanita yang tergeletak di lantai. Dia dan Taurus berjalan masuk lebih dalam lagi."Zenia?"Zenia menoleh ke sudut ruangan. Di sana berdiri Nancy bersama Moana, serta ... seorang bayi laki-laki. Zenia segera menghampiri mereka."Bayiku?" tanya Zenia tak percaya. Air mata gadis itu sudah mengalir membasahi kedua pipinya.Nancy dan Moana
"Aku akan masuk setelah kau berada di dalam istana. Beri aku sebuah kode perintah saat kau selesai menari. Mengerti?"Zenia mengangguk pelan. "Kodeku adalah 'Z'," kata Zenia.Taurus mengangguk, lalu berlari menuju belakang istana.Zenia menatap bangunan besar istana di depannya. Dia merasa sedikit gugup."Jumlah kita sudah lengkap, ayo kita masuk!"Suara Ibu Moana membuat kegugupan Zenia semakin besar, begitu juga dengan tekadnya. Apa pun bahaya yang nanti menimpanya di dalam sana, Zenia percaya itu tidak akan cukup membuatnya terbunuh, karena dia adalah seorang ibu.Suasana yang awalnya riuh mendadak hening ketika Zenia dan sembilan penari lainnya memasuki aula pesta."Hei, kenapa kalian menutup separuh wajah kalian dengan kain hitam?" Seorang pangeran yang entah dari kerajaan mana bersuara. Tampaknya dia sedang kesal karena tak bisa menikmati wajah cantik para penari seutuhnya.Ibu Moana yang merup