"Perayaan esok sore?" tanya Zenia. Dia dan nenek Shim berjalan menuju apartemen. Mereka baru saja berkeliling pantai.
"Bergabunglah bersama kami besok. Aku hampir tidak pernah melihat seorang pun datang mengunjungimu. Jadi aku berfikir kau mungkin kesepian."
Zenia miris. Memang benar bahwa dia tidak pernah kedatangan seseorang. Orang tua maupun teman-temanya tidak pernah sekalipun menanyakan kabarnya. Itu membuat hatinya sakit, tapi juga bersyukur.
"Kehamilanmu sudah memasuki sembilan bulan, bukan?"
Zeni mengangguk.
"Datanglah besok dan bergabunglah bersama kami para lansia. Aku jamin kau akan banyak tertawa." Nenek Shim tertawa kecil.
"Tertawa bisa membuat perasaanmu bagus dan itu sangat baik untuk anakmu." kata nenek Shim lagi.
Zenia menyutujui ajakan nenek Shim. Dia mengelus perutnya yang tertutupi jaket tebal berbulu. Udara sore ini sangat dingin.
•••
Matahari mulai terbenam dan bulan dengan pelan menunjukkan wujudnya. Zenia bergegas ke kamar mandi membersihkan diri.
Sementara itu ....
Zein memasuki apartemen Zenia seperti pencuri. Dia berjalan ke arah dapur. Ada tiga buah mangkuk makanan di atas meja makan. Daging sapi dan beberapa jenis sayuran.
Beberapa bulan ini dia selalu kebingungan mengenai makanan Zenia. Awalnya baik-baik saja, namun ketika makanan itu sudah di depan mulut barulah terdapat racun. Untung saja Zein dengan cepat menaruh bubuk penawar di dalam makanan sebelum gadis cantik itu menyantap makanannya.
Dalam kasus ini, Zein sudah punya satu orang yang patut dicurigai. Selanjutnya, dia akan mencoba menyelidiki lebih dalam lagi mengenai orang itu.
Zein dengan terkejut bersembunyi di bawah meja ketika Zenia baru saja keluar dari kamarnya. Gadis dengan balutan sweater rajut itu berjalan ke arah meja makan dan langsung memakan makanannya dengan lahap.
Berharap tidak ketahuan, Zenia justru menyadari kehadiran seseorang di bawah meja ketika kakinya tidak sengaja menyentuh rambut Zein.
Zenia tersentak. Walaupun takut dia tetap memberanikan diri untuk melihat ke bawah.
Zenia berfikir itu adalah pencuri atau mungkin penggemar yang diam-diam datang ke apartemen, tapi nyatanya dia tidak menemukan apa-apa di bawah sana.Udara dingin mengelus lehernya. Zenia berbalik dan mendapati jendela yang sudah terbuka. "Aku rasa aku sudah menutupnya."
Zenia akhirnya terpaksa meninggalkan makanannya sebentar untuk menutupi jendela apartemennya.
Sedangkan Zein yang berlari menuju pantai menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke belakang. Tersenyum kecil ketika melihat Zenia yang sedang menutup jendela sambil menggerutu kesal.
•••09:00
Sejam yang lalu nenek Shim sudah berangkat ke supermarket membeli keperluan untuk sore nanti.
Zenia yang baru saja sarapan memutuskan untuk menyusul nenek Shim. Dia juga ingin membeli beberapa bahan makanan untuk dimasak. Dia tidak enak kepada nenek Shim yang setiap hari membawakannya makanan.
Zenia bergegas mengganti pakaian tidurnya dengan baju kaos sepanjang betis. Karena cuaca yang dingin, dia melapisi bajunya dengan jaket tebal berbulu. Zenia juga memakai sepatu musim dingin yang berbulu beserta masker dan kacamata, tentu saja. Sebelum pergi Zenia mengambil tas kecilnya yang berisi uang dan ponsel.
Kawasan supermarket yang ramai membuat Zenia sedikit gugup. Sebelum turun dari mobil, dia menyempatkan untuk memperbaiki letak masker dan kacamata di wajahnya."Aku tidak yakin apakah ini benar-benar membuat orang-orang tak bisa mengenaliku, tapi aku harap ini membantu."
Zenia memasuki supermarket, mencari keberadaan nenek Shim yang katanya sedang memilih sayur-sayuran. Namun, dia tidak menemukan keberadaan wanita paruh baya itu. Sebelum mencari lagi, Zenia memutuskan untuk mengambil keranjang dorong, dia akan membeli beberapa bahan makanan untuk dimasak besok.
"Itu dia, Zenia Mecca. Astaga ... dia benar-benar tidak punya malu. Aku tidak percaya dia seberani ini muncul di keramaian dengan perut besar seperti itu."
"Dia terlihat bangga dengan hasil perzinahannya."
"Dia sangat pintar menghancurkan dirinya sendiri."
"Dia tidak pernah melakukan klarifikasi mengenai kehamilannya hingga membuat semu orang bertanya-tanya. Kalian tahu, aku tidak pernah menyalakan televisiku lagi ketika semua siaran berita memberitakan tentang dia."
"Itu benar. Setiap hari dia selalu diberitakan di berbagai media. Itu membuatku muak. Dan ketika aku melihat dia secara nyata seperti sekarang ini membuatku jijik."
Ejekan beberapa pengunjung membuat langkah Zenia terhenti. Dia sadar kalau mereka sudah mengenali dirinya. Zenia tidak bisa berbuat apa-apa, dia melanjutkan kembali langkahnya.
"Anaknya pasti akan sama buruknya dengan dia, benarkan?" Mereka kemudian tertawa terbahak-bahak.
Kesabaran Zenia sudah habis. Dia mengambil sekaleng susu lalu melemparkannya ke salah satu pengunjung wanita.
"Kau gila-- aaakh!" Wanita itu kembali meringis ketika sebungkus saos tomat membanjiri rambutnya.
"Kau pikir aku tidak tahu siapa dirimu? Dasar jalang penakut!" Nyali wanita itu seketika menciut saat Zenia menarik kerah bajunya dengan kuat.
"Kalian semua punya banyak aib juga seperti aku, hanya belum terbuka saja. Jadi, jangan sombong dengan menghakimi seseorang seolah-olah kalian adalah insan yang mulia."
"Dan kau ...!" Cengkraman Zenia semakin erat. "bagaiamana jika ayahku tahu wanita selingkuhannya ini mempermalukan putrinya di depan umum, dia akan membuangmu ke tempat sampah lagi."
"Lalu dia akan memungutku kembali." Wanita setinggi leher Zenia itu tersenyum licik, memaksakan keberaniannya untuk kembali berbicara, tapi terlambat ketika tubuhnya didorong paksa hingga jatuh menghantam lantai.
"Akan ku pastikan itu hanya mimpimu!"Zenia kembali mendorong keranjangnya yang sudah berisi beberapa bahan makanan ke meja kasir. Membayar beberapa lembar dollar sebelum meninggalkan kawasan supermarket. Dia ingin segera pulang tanpa menunggu nenek Shim, lagipula nenek tua itu tidak terlihat sama sekali, jadi Zenia berfikir kalau dia sudah pulang."Masker dan kacamata ini tidak berguna, aku masih saja bisa dikenali, benar-benar hari yang buruk." Zenia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dalam hati, dia benar-benar akan membalas wanita selingkuhan ayahnya tadi.
"Aku tidak bisa lupa kalau kau adalah salah satu alasan ayah mengusirku dari rumah. Aku akan membuatmu menjadi sampah setelah ini."
Lampu merah pada perempatan jalan membuat Zenia terpaksa menghentikan mobilnya. Dia harus menunggu selama 60 detik baru bisa melanjutkan perjalanan.
3 2 1
Lampu hijau menyala. Zenia segera melajukan kembali mobil merahnya.
Namun ....
Brak!
Kecelakaan tak dapat dihindarkan. Sebuah mobil hitam entah sengaja atau tidak menambrak Zenia begitu keras.
Semua pengendera tentu terkejut. Mereka segera menghampiri mobil merah Zenia yang sudah dalam keadaan terbalik.
Entah kemana mobil yang menabrak tadi. Menghilang begitu cepat tanpa jejak sedikitpun.
Segera salah satu pengendara menghubungi ambulans. Mengeluarkan tubuh Zenia yang berlumuran darah di sana.
"Bayiku ...." Mata Zenia berair. Disisa-sisa kesadarannya dia mengelus perut besarnya. Berharap nyawa itu dapat bertahan hingga kelahirannya tiba.
Ambulans tiba dan Zenia segera diangkat dengan tandu. Beberapa mobil polisi juga tiba untuk memasang garis batas polisi.
Zenia kehilangan kesadarannya tepat setelah masker oksigen dipasang.
Dalam perjalanan, sebuah mobil sport kuning mengikuti laju ambulans hingga menciptakan beberapa kendaraan lain hampir saling menabrak.
Amarah begitu terlihat di wajah pria yang menjadi pengendara mobil sport kuning itu. Dia melampiaskan emosinya dengan beberapa kali melemparkan makian.
"Aku tidak akan mengampuni orang-orang yang mencoba membunuh anakku dan ibunya," geram Zein.
Tidak hanya seorang, ternyata Zein juga bersama dengan Naomi.
"Hentikan kendaraan putih itu!"
Zein mengangguk. Dia melajukan mobilnya pada kecepatan tinggi.
Ambulans terhenti secara mendadak ketika mobil Zein berhasil menghentikan mereka tepat di depan.
Seorang perawat lelaki keluar dari mobil ambulans. Pria berseragam putih itu menghampiri Zein sambil melemparkan banyak makian dan omelan. Namun, belum juga menyelesaikan omelannya, dia malah ambruk di atas aspal jalanan. Zein menggunakan kekuatannya lagi.
Sementara itu, Naomi sudah berada di dalam ambulans setelah berhasil membuat kedua perawat yang menemani Zenia pingsan.
"Ayo jalan, aku akan mengikutimu dari belakang," kata Naomi yang sudah siap dengan sabuk pengaman.
Zein mengangguk, lalu menjalankan kembali mobilnya entah kemana. Sedangkan Naomi yang menjadi pengendara ambulans mengikutinya dari belakang.
•••Zenia, Zein, dan Naomi tiba di sebuah kuil Buddha kuno yang berdiri di tengah-tengah hutan lebat Washington. Di dalam kuil berusia 1500 tahun itu telah menunggu 8 orang tabib istana kerajaan Axton. Mereka sengaja di bawa ke masa depan untuk membantu proses kelahiran Zenia.Zenia yang berada dalam gendongan Zein terbangun, tapi tidak sepenuhnya membuka matanya. Dia melihat Zein samar-samar.
"Perutku sakit ..." rintihan Zenia membuat Zein panik. Laki-laki berjaket levis biru itu segera membawa Zenia masuk ke dalam kuil.
Zein meletakkan tubuh lemas Zenia di atas kasur putih yang sudah disiapkan para tabib.
"Sudah pembukaan dua. Kita akan menutup luka wanita ini sambil menunggu pembukaan lengkap," kata pemimpin tabib.
Tabib-tabib yang lain segera membawakan air dan beberapa lembar kain. Mereka membersihkan luka pada kepala dan tangan Zenia terlebih dahulu sebelum menutupnya.
Zein meninggalkan Zenia bersama para tabib. Dia keluar menghampiri Naomi yang tengah duduk di tangga kuil.
"Kau seharusnya ada di dalam." Naomi memetik bunga anggrek di sampingnya.
"Bagaimana hari peringatan kematian adikmu, berjalan lancar?"
"Seperti biasa ... ibuku akan menangis sepanjang malam karena merindukan Felicia. Bagaimana pun juga kami masih tidak bisa menerima kematian Felicia yang tragis. Aku bersumpah akan membunuh Leviathan," desis Naomi. Jiwanya selalu dibalut amarah ketika mengingat bagaimana kejinya Leviathan membunuh Felicia malam itu.
'Akulah yang akan membunuh Leviathan, Naomi. Aku akan membunuhnya dengan cara paling menyedihkan dibanding dia membunuh Felicia. Sedikit lagi ... kekuatanku semakin dekat.' Zein mengepalkan tangannya.
Zein dan Naomi mengakhiri percakapan mereka ketika tabib memanggil mereka.
"Sudah pembukaan lengkap," kata tabib.
Mereka berdua bergegas masuk. Teriakan pilu Zenia menyambut mereka. Mulut dan mata wanita itu sudah tertutup kain putih. Kedua kakinya dilebarkan, masing-masing tangannya ditekan ke lantai oleh tabib. Selimut putih menutupi tubuh Zenia.
"Aaaaaa ...!" Pecahnya teriakan Zenia membuat Zein kegugupan. Dia dan Naomi bediri menyaksikan perjuangan hidup mati Zenia. Mereka berdua hanya terdiam.
"Sedikit lagi ... ayo!"
"Aku tidak bisa," kata Zenia disela-sela kesakitannya.
Zenia rasanya hampir mati. Air matanya membasahi kain yang menutupi matanya.
"Tarik nafas melalui hidung, lalu keluarkan dari mulut, setelah itu berkuat lagi."
Zenia melakukan apa yang diinstruksikan oleh tabib. Dia mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengeluarkan sebuah nyawa, walaupun ini sangat-sangat menyakitkan.
Seorang wanita berdress hijau ambruk di atas lantai keramik. Dia tidak lagi memiliki tenaga untuk menopang tubuh lemasnya. Berita putri tunggalnya yang mengalami kecelakaan membuatnya terkejut hingga tak bisa berkata apa-apa, selain mengeluarkan buliran bening."Frank!" teriaknya memanggil suaminya yang berada di dapur."Kenapa kau berteriak-teriak di malam hari, huh?" Frank yang dari dapur dengan membawa dua gelas kopi."Anakku ... anak kita ...." Wanita yang hampir berumur 50 tahun itu tak dapat lagi melanjutkan perkataannya. Dia menangis sesenggukan hingga membuat suaminya kebingungan."Bicaralah yang jelas, Maudi, aku tidak bisa mengerti jika kau terus menangis." Frank mendekati Maudi dan mengelus punggungnya."Aku baru saja menonton sebuah berita yang memberitakan kalau Zenia mengalami kecelakaan tadi siang." Maudi kembali menangis, tapi masih berusaha melanjutkan kalimatnya, "Zenia juga menghilang bersama ambulans yang seh
Pria tua yang merupakan seorang dokter baru saja keluar dari ruangan Zenia setelah mengatakan kalau kondisi Zenia sudah sepenuhnya pulih dan sudah dibolehkan pulang.Zenia meletakkan pakaian rumah sakitnya di atas kasur putih yang empuk. Dia akhirnya akan meninggalkan ruangan berbau obat itu setelah empat hari menjalani perawatan."Ayo, sayang." Maudi merangkul pundak Zenia."Di mana ayah?""Dia ada di kantor. Rapat mendadak membuatnya tidak bisa menjemputmu.""Benarkah?"Zenia tidak yakin apakah ayahnya benar-benar sibuk dengan rapat atau sibuk dengan selingkuhannya. Zenia menggenggam tangan ibunya lembut, menyandarkan kepalanya di pundak rapuh itu.Zenia dan Maudi memasuki sebuah mobil hitam yang sudah menunggu mereka sejak tadi bersama seorang supir. Mereka berdua duduk berdampingan di kursi belakang.Diperjalanan, Zenia tidak sengaja melihat dirinya di papan reklame gedung besar.
Sebuah langkah memasuki gedung Universitas yang terkenal di Amerika, Universitas Of Music namanya.Hoodie panjang selutut berwarna kuning, ditambah dengan sepatu kets bernilai ribuan dollar sangat pas di tubuh wanita cantik itu.Decakan-decakan kagum dari para mahasiswa mahasiswi membanjiri suasana pagi itu seakan telah melupakan skandal heboh Zenia beberapa bulan ini."Dia selalu bisa membuatku tidak bisa berkata apa-apa saat melihat wajahnya.""Cantik seperti dewi."Yah, itulah dua kekaguman di antara banyak pujian yang didengar Zenia.Awalnya perjalanan Zenia menuju ruang kelasnya baik-baik saja dengan pujian-pujian itu, tapi semuanya mulai memburuk ketika sebuah celaan terdengar, padahal tinggal beberapa langkah lagi di akan memasuki kelasnya.Dylan, Cherly, dan Vina menghampiri Zenia dengan tatapan jijik.&nb
Gesekan pedang yang saling beradu dari kakak beradik itu menerima banyak desiran kagum dari para prajurit dan beberapa pelayan yang kebetulan lewat.Teriknya matahari tak melunturkan tekad mereka yang berapi-api. Emilia, si putri mahkota yang arogan dengan lihainya mengayunkan pedang ke arah leher Zein hingga empunya sendiri tak dapat melakukan perlawanan lagi.Zein mengangkat kedua tangan polosnya ke udara, tanda menyerah."Kau selalu kalah olehku yang hanya seorang wanita? Memalukan sekali." Emilia berdecih lalu menurunkan kembali pedangnya."Aku harus kalah, bukan? Aku harus memberimu kekahalanku agar kau tidak malu di depan orang-orang kita." Zein mengambil pedangnya yang sebelumnya terjatuh di atas lapangan berpasir itu."Pembohong! Akui saja kekalahanmu. Sedari dulu kau memang selalu kalah olehku. Kau hanya bisa mengeluarkan kekuatan dari kedua tanganmu, t
Washington, pukul 23:06.Jalan raya malam itu perlahan mulai sepi. Hanya ada 8-10 kendaraan yang masih berlalu lalang, termasuk Zenia.Setelah meninggalkan rumah Melisa, Zenia yang sudah bertekad memecahkan misteri menyedihkan yang di alaminya harus berjalan pada tengah malam untuk menemui nenek Shim.Ada banyak pertanyaan di benaknya. Siapa sebenarnya pria yang bernama Zein ini? Ke mana hilangnya anaknya? Apa alasan nenek Shim membocorkan kehamilannya kepada seluruh media?Apartemen lama Zenia yang terletak di kota kecil Seattle harus menempuh jarak 89 km, dan lama perjalanan sekitar 1 jam lebih menggunakan mobil.Di perjalanan, Zenia sempat mengisi bahan bakar dan membeli beberapa cemilan sebelum kembali memulai perjalanannya.Jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi ketika Zenia telah sampai di depan gedung bernuansa cokelat muda itu. Dia terlebih dahulu memakirkan mobilnya di garasi apartemen sebelum menaiki lift untuk sampai lan
Pagi, 08:00. Zenia yang sudah tiba di rumahnya pada pukul 3 pagi itu masih terdiam di atas tempat tidur sambil memeluk bantal. Dia masih berpikir keras mencari kebohongan dalam cerita yang nenek Shim ceritakan beberapa waktu lalu. Jika dipikir secara logika, mana mungkin itu semua benar, tidak masuk akal. 'Pergilah segera. Anak-anakmu sudah ada dalam bahaya semenjak mereka lahir.' Itulah kata-kata terakhir nenek Shim sebelum Zenia pulang. Dilema. Apakah Zenia harus mempercayai semua cerita nenek Shim? Zenia meraih kantong jaketnya, mengambil selembar kain dari dalam sana. Bibirnya perlahan bergerak membaca tulisan yang tampak amburadul di atas kain. Hatinya berdegup kencang seiring kalimat-kalimat yang dibacanya. Namun, ketika tinggal satu kalimat lagi, sebuah ketukan tiba-tiba terdengar. Zenia dengan cepat menaruh kain itu di bawah bantal. "Hai! Senang melihatmu lagi." Pria bersurai cokelat muncul di balik pintu, itu a
‘Ibu?’‘Ibu .... Temukan kami dan bawa kami bersamamu!’‘Ibu!’‘Ibu!’‘Ibu!!!’Mata bulat itu terbuka lebar. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit biru yang indah. Zenia menghirup dalam-dalam udara sejuk. Sekujur tubuhnya yang basah membuat dia sedikit menggigil.“Ah?” Selembar kain besar tiba-tiba berada di atas tubuhnya.“Apa kau baik-baik saja?”Zenia yang masih terbaring melihat sekeliling. Di samping kanannya ada seorang gadis berambut merah, dan kirinya seorang gadis dengan rambut yang dikepang dua.“Aku merasakan sakit di sekujur tubuhku,” rintih Zenia.“Perlahan.” Dua gadis itu membangunkan tubuh basah Zenia dan menyandarkannya pada batu besar.“Berikan kulit singa itu. Kita harus menghangatkan tubuhnya dulu,” kata Nancy kepada seorang pria yang m
“Aku datang untuk anakku!” Pernyataan Zenia cukup membuat keempat pemburu itu terkejut. Semua terdiam ketika buliran mulai mengalir di pipi gadis cantik itu. “Sekarang, anakmu ada di mana?” Jack yang kembali memanggang hasil tangkapannya bertanya. “Kerajaan Axton. Aku datang ke sini untuk membawa kembali anakku.” Walaupun Zenia tampak tegar dan berambisi, matanya tak dapat menyembunyikan kesedihan yang teramat. Ya, itu adalah perasaan seorang ibu. “Aku mengerti.” Nancy menarik perhatian semua orang. Dia menatap Zenia dengan takjub. “Dia adalah wadah pangeran Zein! Apakah kalian tidak mengerti? Dia datang dari masa depan, dia adalah wadah itu!” Zenia tersenyum. Akhirnya salah satu di antara mereka mengerti juga. Moana dan Jack sampai meninggalkan panggangan mereka dan menghampiri Zenia. Antusias terlihat jelas di wajah mereka. “Bagaimana caramu sampai di sini?” Jack bertanya dan Moana yang kesal. “Bodoh! Sebelumnya dia s
"Zenia!" "ZENIA!" "BANGUN!" Taurus mengguncang keras tubuh Zenia yang terkapar di lanta dingin. Namun, apa yang dia lakukan bahkan sama sekali tidak membuat mata wanita di depannya terbuka. Kemudian, Taurus mencari-cari sesuatu, melihat sekeliling penjara yang sempit. Ada air atau tidak. Byur! Taurus membuang gelas kayu yang sudah kosong ke arah penjaga yang tidak sadarkan diri. Kemudian, memanggil-manggil Zenia yang akhirnya telah sadarkan diri. Zenia melap air di wajah dan lehernya sebelum berdiri di balik sel menghampiri Taurus. Raut wajahnya terkejut, tapi juga senang ketika melihat Taurus. Dia melihat harapan untuk keluar. "Keluarkan aku dari sini," kata Zenia. Taurus segera meraba kantung bajunya, mengambil kunci yang sudah ia rebut susah paya dari penjaga. "Terima kasih!" Walau tubuh yang masih sedikit linglung, Zenia tetap berlari menuju kamar di mana bayi-bayinya di
Ribuan mata melotot tak percaya sekaligus kagum ketika dengan beraninya singa berbentuk aneh itu menembus dinding neraka hingga membakar tubuhnya sampai hangus. Sesaat mereka cukup bersimpati, tapi ketika melihat dinding neraka itu sudah lenyap, mereka langsung bergegas memasuki hutan tanpa memperdulikan tubuh si singa yang kesakitan.Tinggallah Hunak sendiri bersama singa itu. Nenek tua bungkuk itu menghampiri tubuh sekarat itu secara perlahan dan tertatih."Aku tidak tahu mahkluk apa kau sebenarnya ... dan aku tidak tahu bagaimana caramu menghilangkan dinding itu. Namun, yang jelas, kau adalah pahlawan yang akan selamanya kami ingat," ucap Hunak. Selanjutnya, ia berjalan kembali ke istana meninggalkan singa bertubuh elang yang tengah mengeluarkan sisa-sisa nafasnya. Hewan itu juga mengalami kejang-kejang berulang.Baru juga beberapa langkah, Hunak membalikkan tubuh bungkuknya. Ia menatap singa hangus yang sudah tak bernyawa di atas tanah. Perlaha
Sudah sebulan semenjak kejadian di sungai itu terjadi. Malam itu, Felicia dengan rasa sakit di hatinya memutuskan untuk langsung kembali ke kerajaannya. Namun, Zein malah menghentikannya dan meminta maaf. Cinta mengalahkan segalanya. Hati Felicia yang mudah luluh pada akhirnya kembali menerima Zein, tapi Felicia ingin tetap kembali. Untuk saat itu, dia tidak ingin bertemu kakaknya.Untuk Naomi, gadis itu tetap di Axton. Dia tak juga kembali walau ayah dan ibunya meminta dia pulang ke Maxton."Kenapa anak perempuan jalan di tengah malam, huh?" Seorang lelaki dengan kurang ajarnya mendekati lalu mengelus pipi Felicia.Plak!Felicia yang risih tentu saja menampar lelaki tersebut.Berani sekali. Dia 'tak tahu siapa sebenarnya gadis yang diganggunya."Enyah kau," desis Felicia.Namun, rupanya satu tamparan tak cukup membuatnya jera. Pria itu malah mendekati Felicia lagi."Kau siapa mati?"Nyali pria itu menciut ketika Felicia
Malam hari tiba.Felicia bersama keempat temannya pergi berburu untuk makan malam. Gadis itu tidak ingin ke istana walau Taurus terus memaksanya. Begitulah, Felicia masih sakit hati kepada Naomi, terutama Zein."Wah ... kemampuanmu berburu sudah lebih hebat dari kami. Tanganmu lihai sekali memainkan pedang," kata Nancy kagum.Malam ini, dua ekor rusa sudah ada di tangan mereka. Semua itu adalah hasil tangkapan dari Felicia."Terima kasih.""Aku akan ke sebelah sana," kata Felicia lagi.Felicia pun berjalan ke arah barat dengan obor dan pedang panjang di tangannya. Gadis itu juga sudah mengganti bajunya dengan baju hitam panjangnya yang lain.Felicia terus berjalan, memperhatikan setiap kawasan hutan yang dilewatinya, sampai-sampai dia tidak menyadari kalau kini dia sudah sampai di tempat dia bertemu dengan singa tadi siang.Felicia berhenti sejenak untuk membersihkan sisa darah dari pedangnya di sungai yang tampak tenang.
“Aku Putri Felicia. Biarkan aku masuk.”Kedua prajurit penjaga gerbang itu lalu membuka gerbang besar istana yang terbuat dari besi. Mereka menunduk sebagai tanda hormat ketika Felicia melewati mereka.Pagi-pagi sekali Felicia meninggalkan rumah pohon serta keempat temannya yang masih terlelap. Kemarin malam mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama untuk berkeliling dan membeli banyak makanan di pasar malam, walaupun ia juga sedikit kesal karena dia tidak sempat bertemu dengan Zein.“Zein!”Baru saja memasuki istana, Felicia sudah mendapati Zein yang sedang berbincang bersama ... Naomi kakaknya. Felicia merasa seperti ‘kenapa aku harus bertemu Naomi sekarang?’“Hai! Kenapa kau baru tiba? Sejak malam kemarin aku menunggumu.”Felicia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Karena tidak enak, ia tidak berani menatap mata Zein dan malah menatap sepatu kulitnya yang lusuh. “Itu ...
“Felicia?” “Ibu, aku ingin ke istana Axton bersama kakak Naomi, tapi dia tidak mau membawaku. Aku ingin bertemu Zein.” Wanita bermata sipit dan bergaun putih itu mengelus lembut surai hitam anak keduanya. “Tidak apa-apa. Jangan khawatir. Kau bisa pergi tanpa Naomi. Para prajurit ada untuk membawamu ke sana, bukan?” Seketika senyum lebar yang manis itu terbit. Memperlihatkan gigi seputih susu yang rapi. “Sebenarnya ibu ... aku bisa pergi sendiri tanpa kawalan prajurit istana. Aku sering melakukan itu diam-diam, sebab aku tidak pernah diperbolehkan Naomi untuk bertemu Zein, jadi aku melakukan perjalanan diam-diam. Aku harap ibu tidak marah sampai menghukumku.” Terdengar tawa lembut dari mulut wanita itu. Walaupun hampir memasuki kepala lima, Ratu Nalinks masih terlihat seperti kakak kedua anak gadisnya. “Tidak apa-apa, sayang. Santai saja, asal tidak terluka. Tapi, kenapa kakakmu selalu melarangmu pergi ke istana Axton? Apa karena empat
Gelap.Ketika membuka mata bulatnya, Zenia hanya melihat kegelapan. Tidak ada cahaya sama sekali, udara di ruangan itu juga panas.“Halo? Ada seseorang di sini?” Zenia memaksakan kakinya yang terasa sakit untuk berdiri, lalu berjalan pelan mencari pintu keluar.Setelah menaiki tangga yang cukup panjang, barulah ia menemukan cahaya. Zenia menengok ke belakang, ternyata tadi dia berada di ruangan bawa tanah, pantas saja gelap dan pengap.“Ramalan itu ternyata benar.” Seorang wanita bergaun merah datang dan mendorong tubuh Zenia hingga tersungkur.Zenia meringis, rasa sakit di sekujur tubuhnya kian menambah karena ulah wanita yang tidak dia ketahui siapa.“Siapa kau?” Kekesalan Zenia begitu terasa.“Ratu Emilia.”Dengan susah payah Zenia berdiri. “Di mana anakku?” geramnya.“Anakmu?” Emilia menghampiri Zenia. Mencengkam dagu gadis lemah itu dengan kuat.
Tubuh Zenia menegang. Nafasnya memburu. Keringat pun mulai membasahi telapak tangannya. Perlahan dia berbalik, tapi seseorang yang berdiri di depannya itu membuatnya dapat bernapas lega."Ayo, kita harus cepat. Pangeran Taurus ada di sekitar sini. Dia mungkin mulai menyadari siapa dirimu." Taurus mengambil tangan Zenia lalu menariknya keluar dari ruangan yang berisi alat-alat perang.Setelah berjalan dalam kewaspadaan, Zenia dan Taurus pun sampai di depan pintu sebuah kamar. Dalam satu hembusan nafas, Zenia dengan gemetar membuka pintu tersebut. Hal pertama yang dilihatnya adalah tiga pengasuh wanita yang tergeletak di lantai. Dia dan Taurus berjalan masuk lebih dalam lagi."Zenia?"Zenia menoleh ke sudut ruangan. Di sana berdiri Nancy bersama Moana, serta ... seorang bayi laki-laki. Zenia segera menghampiri mereka."Bayiku?" tanya Zenia tak percaya. Air mata gadis itu sudah mengalir membasahi kedua pipinya.Nancy dan Moana
"Aku akan masuk setelah kau berada di dalam istana. Beri aku sebuah kode perintah saat kau selesai menari. Mengerti?"Zenia mengangguk pelan. "Kodeku adalah 'Z'," kata Zenia.Taurus mengangguk, lalu berlari menuju belakang istana.Zenia menatap bangunan besar istana di depannya. Dia merasa sedikit gugup."Jumlah kita sudah lengkap, ayo kita masuk!"Suara Ibu Moana membuat kegugupan Zenia semakin besar, begitu juga dengan tekadnya. Apa pun bahaya yang nanti menimpanya di dalam sana, Zenia percaya itu tidak akan cukup membuatnya terbunuh, karena dia adalah seorang ibu.Suasana yang awalnya riuh mendadak hening ketika Zenia dan sembilan penari lainnya memasuki aula pesta."Hei, kenapa kalian menutup separuh wajah kalian dengan kain hitam?" Seorang pangeran yang entah dari kerajaan mana bersuara. Tampaknya dia sedang kesal karena tak bisa menikmati wajah cantik para penari seutuhnya.Ibu Moana yang merup