Seorang wanita berdress hijau ambruk di atas lantai keramik. Dia tidak lagi memiliki tenaga untuk menopang tubuh lemasnya. Berita putri tunggalnya yang mengalami kecelakaan membuatnya terkejut hingga tak bisa berkata apa-apa, selain mengeluarkan buliran bening.
"Frank!" teriaknya memanggil suaminya yang berada di dapur.
"Kenapa kau berteriak-teriak di malam hari, huh?" Frank yang dari dapur dengan membawa dua gelas kopi.
"Anakku ... anak kita ...." Wanita yang hampir berumur 50 tahun itu tak dapat lagi melanjutkan perkataannya. Dia menangis sesenggukan hingga membuat suaminya kebingungan.
"Bicaralah yang jelas, Maudi, aku tidak bisa mengerti jika kau terus menangis." Frank mendekati Maudi dan mengelus punggungnya.
"Aku baru saja menonton sebuah berita yang memberitakan kalau Zenia mengalami kecelakaan tadi siang." Maudi kembali menangis, tapi masih berusaha melanjutkan kalimatnya, "Zenia juga menghilang bersama ambulans yang seharusnya membawanya ke rumah sakit. Kau tahu bahwa putri kita itu sedang hamil, usianya sudah sembilan bulan. Kerahkan semua anak buahmu untuk mencari keberadaan anakku, jika mereka tidak bisa menemukannya, selamanya aku akan menganggapmu penyebab dari semua penderitaan Zenia."
•••
Zein tidak melangkah selangkah pun dari tempatnya berpijak sejak tadi. Mata hazel pria itu masih memandang seseorang yang baru saja menjadi ibu dari dua anak kembar.
Dia tidak bisa memungkiri kalau dia menaruh rasa pada Zenia. Hampir setahun mengawasi gadis ini, sudah cukup untuk membuat hatinya teralih."Ayo, bawa dia kembali." Tiba-tiba Naomi bersuara. Entah sejak kapan gadis berwajah mungil itu berdiri di sampingnya
"Bagaimana dengan luka-lukanya?"
"Tabib akan segera menutup luka kecelakaannya. Dia juga mengalami pendarahan, tapi tabib akan memberinya ramuan untuk menghentikan pendarahannya."
Zein mengangguk.
"Jangan membawanya ke kerajaan Axton, Zein. Kau ingin membuat hidupnya semakin menyedihkan?"
Zein berdecak kesal. Lagi-lagi dia lupa kalau Naomi dapat mengetahui isi pikiran semua orang, termasuk dirinya.
"Diam!" Langkah pria ini terhenti ketika Naomi mengeluarkan kalimatnya lagi.
"Sudahi saja di sini. Biarkan dia menjalani hidupnya seperti dulu. Setelah ini, aku dan para tabib akan membawa anak-anakmu ke kerajaan Axton, sementara kau membawa Zenia pulang." Naomi pun pergi meninggalkan Zein bersama Zenia.
Zein mendekati Zenia yang masih tertidur beralaskan selimut di atas lantai kayu kuil. Wanita muda ini masih belum membuka matanya setelah melahirkan. Kulit yang letih dan kusam tidak menghilangkan kecantikannya sedikitpun.Zein tidak tahan untuk tidak menyentuh wajah Zenia.
"Kau benar-benar cantik jika sedang tertidur. Maafkan aku ... aku menghancurkan hidupmu yang panjang dan bersinar. Kau gadis yang baik, kuat, dan tulus. Aku ketakutan setiap malam karena memikirkan dirimu yang mungkin membunuh anak-anakku, tapi ternyata kau menyayangi mereka."
•••
Apartemen, pukul 20:00.
Nenek Shim baru saja menghabiskan segelas teh buatannya. Sekarang, dia hanya duduk sambil menonton televisi yang memberitakan hilangnya Zenia secara misterius usai kecelakaan. Sebuah rasa bersalah telah bersarang di hatinya, dan kebingungan juga menyerang kepalanya.
Nenek Shim memutuskan keluar mencari udara segar. Namun, kemunculan seseorang membuatnya ketakutan hingga memasuki kembali apartemennya.
"Pangeran muda Zein ...." Nenek Shim mengintip di sela-sela pintunya yang tidak dia kunci. Dia masih memperhatikan Zein yang menggendong Zenia di punggungnya.
Nenek Shim segera keluar ketika Zein memasuki apartemen Zenia.
"Sudah kuduga kau adalah dalang di balik hilangnya Zenia."
Zein meletakkan tubuh letih Zenia di atas tempat tidur dengan pelan."Setelah ini, aku harap kau memulai hidup baru yang lebih baik." Zein meletakkan telapak tangan kanannya di atas dahi Zenia. Membuang seluruh ingatan tentang proses persalinannya. Dengan begitu, ketika Zenia terbangun, dia hanya menemukan dirinya sendiri tanpa seorang anak.
Sebelum pergi, Zein menghubungi ambulans. Tubuh Zenia membutuhkan penanganan dokter. Tabib-tabib kerajaannya hanya meredakan rasa sakit dari luka-luka Zenia, bukan menyembuhkan.
Sudah satu jam lebih nenek Shim menunggu keluarnya Zein dari dalam sana, tapi pria itu belum juga menampakkan dirinya. Itu membuat nenek Shim berasumsi kalau pria itu mungkin sudah pergi lewat jendela.
Walaupun demikian, nenek Shim tetap harus waspada, bisa saja dugaannya salah.
Nenek Shim pun mengetik kata sandi pintu apartemen Zenia sebelum masuk. Dia melihat keseluruhan ruangan untuk memastikan kalau pria yang dihindarinya itu benar-benar sudah pergi.
"Zenia!" Betapa terkejutnya nenek Shim ketika mendapati Zenia dalam keadaan lemas dan pucat, dan yang paling mengejutkan adalah perut besarnya sudah tidak ada.
"Kau baik-baik saja? Di mana bayimu?"
Zenia yang masih tertidur tidak menjawab. Sedangkan nenek Shim yang panik segera menelfon ambulans.
Namun ....
Bruk!
Ponsel nenek Shim terjatuh ke lantai. Badannya diseret dan dihantam ke dinding. Dia salah, sebenarnya Zein masih belum meninggalkan apartemen Zenia. Sedari tadi dia bersembunyi di dalam toilet.
"Shimes Edgar, ternyata kau. Aku selalu berada disekitar apartemen ini, tapi aku tidak pernah melihat wujudmu ... kau pintar menyembunyikan badanmu, ya."
Nenek Shim yang masih berada dalam cengkaraman tangan hanya bisa menatap tajam Zein tanpa melontarkan kalimat satupun.
"Racun, intimidasi, dan kecelakaan mobil itu ... kau pelakunya, bukan? Kenapa kau mencoba membunuh bayi-bayiku? Untuk balas dendam? Ah, benar juga, pasti untuk itu." Zein semakin memperkencang cengkraman tangannya di leher nenek Shim.
"Jangan membalas dendam untuk orang yang jelas-jelas bersalah. Kalau punya otak, pakailah untuk memikirkan itu." Zein membuang tubuh rentah itu ke lantai.
"Kau, ayahmu, dan kakak perempuanmu itu sama sekali tidak pantas untuk kami hormati. Kalian bodoh! Membuat hukum yang kalian sendiri tidak mengerti. Adakah seseorang yang menyaksikan suamiku membunuh adik sepupumu?" kata nenek Shim dengan marah. Nafasnya naik turun, matanya juga memerah.
"Jangan berkata seperti seorang saksi."
"Kebenarannya memang seperti itu, pangeran Zein Brylee. Mataku adalah saksinya, tapi kalian mengirimku ke pantai Biliosada untuk menjadi perwakilan kerajaan Axton agar menghilangkan pernyataanku. Kalian menjebak dan membunuh hidupku. Aku membenci kalian semua sampai akhir hayatku." Air mata yang awalnya ditahan, kini jatuh juga. Kebencian di mata wanita tua ini begitu terlihat jelas.
Suara ketukan pintu mengakhiri pertengkaran dua orang berbeda jenis kelamin itu.
"Kami adalah petugas kesehatan. Tolong buka pintunya." Suara terdengar dari balik pintu.
"Kau benar-benar diberkahi tuhan, nenek tua. Untuk kedua kalinya aku melepaskan dan membiarkanmu hidup," kata Zein kepada nenek Shim sebelum melompat dari jendela.
Nenek Shim segera membuka pintu apartemen, membiarkan Zenia dibawa para petugas kesehatan ke ambulans menuju rumah sakit. Nenek Shim juga ikut bersama mereka setelah mengambil ponselnya yang sempat jatuh ke lantai.
•••Di rumah sakit.
Mauidi dan Frank berjalan dengan tergesa-gesa di lorong rumah sakit. Setelah mendapat informasi tentang keberadaan anak mereka, sepasang suami istri itu langsung bergegas ke rumah sakit.
"Ze-zenia anakku ...." Maudi langsung memeluk Zenia yang sudah sadar diri. Hatinya sakit ketika melihat betapa menyedihkannya kondisi anak satu-satunya itu.
"Maafkan ibu, maafkan ibu, maafkan ibu." Hanya kalimat itu yang mampu Maudi ucapkan sambil memeluk erat Zenia.
Frank tidak dapat menahan dirinya, dia juga ikut memeluk Zenia. Mengelus pipi yang dulu dia tampar dengan keras. Dalam hati, ia benar-benar menyesali perbuatannya.
"Di mana bayimu?" Dengan semangat Maudi bertanya.
"Aku kehilangan anakku." Tangis Zenia pecah. Dia menyentuh perut ratanya dengan gemetar.
Maudi tersentak sesaat. Setetes air matanya jatuh. Hatinya semakin sakit. Dia mengelus rambut Zenia, berusaha menguatkan putrinya.
"Setidaknya neneknya ini ingin melihatnya untuk terakhir kalinya."
Zenia menggeleng keras, deraian air matanya semakin deras.
"Ibu ... aku kehilangan anakku. Aku tidak tahu di mana dia, siapa yang mengambilnya, aku tidak tahu, ibu."
Maudi kembali memeluk tubuh Zenia yang terbalut pakaian rumah sakit. "Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Dia dibawa kesini dalam kondisi sudah melahirkan, tapi ketika kami bertanya dimana anaknya, dia bilang tidak ingat. Bahkan dia juga tidak ingat kapan dan di mana dia melahirkan." Seorang dokter menjelaskan.
"Tolong tinggalkan pasien dulu untuk sementara. Luka-luka akibat kecelakaan yang di alaminya cukup parah. Seseorang hanya menutupi lukanya tanpa membersihkan terlebih dahulu, itu membuatnya terinfeksi. Pasien juga mengalami pendarahan pasca persalinan dan membutuhkan dua kantong darah AB."
"Golongan darahku AB. Kau bisa mengambil darahku, dokter," kata Frank.
"Baiklah. Nyonya, tolong biarkan pasien istirahat," kata salah satu perawat setelah menyuntikkan cairan yang entah apa pada infus Zenia.
Zenia yang tidak rela ditinggalkan menahan tangan ibunya.
"Jangan tinggalkan aku lagi, ibu."
Maudi menggeleng. Dia mengelus rambut halus Zenia dengan sayang. "Kau harus istirahat, sayang. Setelah ini, kami tidak akan meninggalkanmu sendiri lagi."
Pria tua yang merupakan seorang dokter baru saja keluar dari ruangan Zenia setelah mengatakan kalau kondisi Zenia sudah sepenuhnya pulih dan sudah dibolehkan pulang.Zenia meletakkan pakaian rumah sakitnya di atas kasur putih yang empuk. Dia akhirnya akan meninggalkan ruangan berbau obat itu setelah empat hari menjalani perawatan."Ayo, sayang." Maudi merangkul pundak Zenia."Di mana ayah?""Dia ada di kantor. Rapat mendadak membuatnya tidak bisa menjemputmu.""Benarkah?"Zenia tidak yakin apakah ayahnya benar-benar sibuk dengan rapat atau sibuk dengan selingkuhannya. Zenia menggenggam tangan ibunya lembut, menyandarkan kepalanya di pundak rapuh itu.Zenia dan Maudi memasuki sebuah mobil hitam yang sudah menunggu mereka sejak tadi bersama seorang supir. Mereka berdua duduk berdampingan di kursi belakang.Diperjalanan, Zenia tidak sengaja melihat dirinya di papan reklame gedung besar.
Sebuah langkah memasuki gedung Universitas yang terkenal di Amerika, Universitas Of Music namanya.Hoodie panjang selutut berwarna kuning, ditambah dengan sepatu kets bernilai ribuan dollar sangat pas di tubuh wanita cantik itu.Decakan-decakan kagum dari para mahasiswa mahasiswi membanjiri suasana pagi itu seakan telah melupakan skandal heboh Zenia beberapa bulan ini."Dia selalu bisa membuatku tidak bisa berkata apa-apa saat melihat wajahnya.""Cantik seperti dewi."Yah, itulah dua kekaguman di antara banyak pujian yang didengar Zenia.Awalnya perjalanan Zenia menuju ruang kelasnya baik-baik saja dengan pujian-pujian itu, tapi semuanya mulai memburuk ketika sebuah celaan terdengar, padahal tinggal beberapa langkah lagi di akan memasuki kelasnya.Dylan, Cherly, dan Vina menghampiri Zenia dengan tatapan jijik.&nb
Gesekan pedang yang saling beradu dari kakak beradik itu menerima banyak desiran kagum dari para prajurit dan beberapa pelayan yang kebetulan lewat.Teriknya matahari tak melunturkan tekad mereka yang berapi-api. Emilia, si putri mahkota yang arogan dengan lihainya mengayunkan pedang ke arah leher Zein hingga empunya sendiri tak dapat melakukan perlawanan lagi.Zein mengangkat kedua tangan polosnya ke udara, tanda menyerah."Kau selalu kalah olehku yang hanya seorang wanita? Memalukan sekali." Emilia berdecih lalu menurunkan kembali pedangnya."Aku harus kalah, bukan? Aku harus memberimu kekahalanku agar kau tidak malu di depan orang-orang kita." Zein mengambil pedangnya yang sebelumnya terjatuh di atas lapangan berpasir itu."Pembohong! Akui saja kekalahanmu. Sedari dulu kau memang selalu kalah olehku. Kau hanya bisa mengeluarkan kekuatan dari kedua tanganmu, t
Washington, pukul 23:06.Jalan raya malam itu perlahan mulai sepi. Hanya ada 8-10 kendaraan yang masih berlalu lalang, termasuk Zenia.Setelah meninggalkan rumah Melisa, Zenia yang sudah bertekad memecahkan misteri menyedihkan yang di alaminya harus berjalan pada tengah malam untuk menemui nenek Shim.Ada banyak pertanyaan di benaknya. Siapa sebenarnya pria yang bernama Zein ini? Ke mana hilangnya anaknya? Apa alasan nenek Shim membocorkan kehamilannya kepada seluruh media?Apartemen lama Zenia yang terletak di kota kecil Seattle harus menempuh jarak 89 km, dan lama perjalanan sekitar 1 jam lebih menggunakan mobil.Di perjalanan, Zenia sempat mengisi bahan bakar dan membeli beberapa cemilan sebelum kembali memulai perjalanannya.Jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi ketika Zenia telah sampai di depan gedung bernuansa cokelat muda itu. Dia terlebih dahulu memakirkan mobilnya di garasi apartemen sebelum menaiki lift untuk sampai lan
Pagi, 08:00. Zenia yang sudah tiba di rumahnya pada pukul 3 pagi itu masih terdiam di atas tempat tidur sambil memeluk bantal. Dia masih berpikir keras mencari kebohongan dalam cerita yang nenek Shim ceritakan beberapa waktu lalu. Jika dipikir secara logika, mana mungkin itu semua benar, tidak masuk akal. 'Pergilah segera. Anak-anakmu sudah ada dalam bahaya semenjak mereka lahir.' Itulah kata-kata terakhir nenek Shim sebelum Zenia pulang. Dilema. Apakah Zenia harus mempercayai semua cerita nenek Shim? Zenia meraih kantong jaketnya, mengambil selembar kain dari dalam sana. Bibirnya perlahan bergerak membaca tulisan yang tampak amburadul di atas kain. Hatinya berdegup kencang seiring kalimat-kalimat yang dibacanya. Namun, ketika tinggal satu kalimat lagi, sebuah ketukan tiba-tiba terdengar. Zenia dengan cepat menaruh kain itu di bawah bantal. "Hai! Senang melihatmu lagi." Pria bersurai cokelat muncul di balik pintu, itu a
‘Ibu?’‘Ibu .... Temukan kami dan bawa kami bersamamu!’‘Ibu!’‘Ibu!’‘Ibu!!!’Mata bulat itu terbuka lebar. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit biru yang indah. Zenia menghirup dalam-dalam udara sejuk. Sekujur tubuhnya yang basah membuat dia sedikit menggigil.“Ah?” Selembar kain besar tiba-tiba berada di atas tubuhnya.“Apa kau baik-baik saja?”Zenia yang masih terbaring melihat sekeliling. Di samping kanannya ada seorang gadis berambut merah, dan kirinya seorang gadis dengan rambut yang dikepang dua.“Aku merasakan sakit di sekujur tubuhku,” rintih Zenia.“Perlahan.” Dua gadis itu membangunkan tubuh basah Zenia dan menyandarkannya pada batu besar.“Berikan kulit singa itu. Kita harus menghangatkan tubuhnya dulu,” kata Nancy kepada seorang pria yang m
“Aku datang untuk anakku!” Pernyataan Zenia cukup membuat keempat pemburu itu terkejut. Semua terdiam ketika buliran mulai mengalir di pipi gadis cantik itu. “Sekarang, anakmu ada di mana?” Jack yang kembali memanggang hasil tangkapannya bertanya. “Kerajaan Axton. Aku datang ke sini untuk membawa kembali anakku.” Walaupun Zenia tampak tegar dan berambisi, matanya tak dapat menyembunyikan kesedihan yang teramat. Ya, itu adalah perasaan seorang ibu. “Aku mengerti.” Nancy menarik perhatian semua orang. Dia menatap Zenia dengan takjub. “Dia adalah wadah pangeran Zein! Apakah kalian tidak mengerti? Dia datang dari masa depan, dia adalah wadah itu!” Zenia tersenyum. Akhirnya salah satu di antara mereka mengerti juga. Moana dan Jack sampai meninggalkan panggangan mereka dan menghampiri Zenia. Antusias terlihat jelas di wajah mereka. “Bagaimana caramu sampai di sini?” Jack bertanya dan Moana yang kesal. “Bodoh! Sebelumnya dia s
Mata lentik itu perlahan terbuka. Gadis itu memaksa mengumpulkan kesadaran di tengah rasa kantuknya. Cahaya matahari pagi itu sangat indah, ditambah lagi dengan kicauan burung. Ah, Zenia sangat merindukan suasana seperti ini.Ketika terbangun, Zenia mendapati keempat pemburu itu sudah bangun dan melakukan aktivitas masing-masing, seperti Nancy. Gadis itu tengah mencuci rambut merahnya di sungai. Lalu Taurus yang tengah mengasah pisaunya. Alis Zenia mengerut, pria itu gemar sekali mengasah, pikir Zenia."Jangan paksa aku, Jack!""Kenapa? Aku tidak memaksa, kau tahu. Aku hanya meminta belas kasihanmu!""Tetap tidak mau!""Moana, ayolah! Temani aku ke istana. Aku janji akan mengontrol mulut cerewet ibuku. Jika kau tidak pergi bersamaku, dia tidak akan mau bicara denganku. Tolonglah ...."Lagi-lagi perdebatan kecil antara Jack dan Moana. Zenia tertawa kecil, dua manusia itu sangat lucu. Jack si pria cerewet, dan Moa
"Zenia!" "ZENIA!" "BANGUN!" Taurus mengguncang keras tubuh Zenia yang terkapar di lanta dingin. Namun, apa yang dia lakukan bahkan sama sekali tidak membuat mata wanita di depannya terbuka. Kemudian, Taurus mencari-cari sesuatu, melihat sekeliling penjara yang sempit. Ada air atau tidak. Byur! Taurus membuang gelas kayu yang sudah kosong ke arah penjaga yang tidak sadarkan diri. Kemudian, memanggil-manggil Zenia yang akhirnya telah sadarkan diri. Zenia melap air di wajah dan lehernya sebelum berdiri di balik sel menghampiri Taurus. Raut wajahnya terkejut, tapi juga senang ketika melihat Taurus. Dia melihat harapan untuk keluar. "Keluarkan aku dari sini," kata Zenia. Taurus segera meraba kantung bajunya, mengambil kunci yang sudah ia rebut susah paya dari penjaga. "Terima kasih!" Walau tubuh yang masih sedikit linglung, Zenia tetap berlari menuju kamar di mana bayi-bayinya di
Ribuan mata melotot tak percaya sekaligus kagum ketika dengan beraninya singa berbentuk aneh itu menembus dinding neraka hingga membakar tubuhnya sampai hangus. Sesaat mereka cukup bersimpati, tapi ketika melihat dinding neraka itu sudah lenyap, mereka langsung bergegas memasuki hutan tanpa memperdulikan tubuh si singa yang kesakitan.Tinggallah Hunak sendiri bersama singa itu. Nenek tua bungkuk itu menghampiri tubuh sekarat itu secara perlahan dan tertatih."Aku tidak tahu mahkluk apa kau sebenarnya ... dan aku tidak tahu bagaimana caramu menghilangkan dinding itu. Namun, yang jelas, kau adalah pahlawan yang akan selamanya kami ingat," ucap Hunak. Selanjutnya, ia berjalan kembali ke istana meninggalkan singa bertubuh elang yang tengah mengeluarkan sisa-sisa nafasnya. Hewan itu juga mengalami kejang-kejang berulang.Baru juga beberapa langkah, Hunak membalikkan tubuh bungkuknya. Ia menatap singa hangus yang sudah tak bernyawa di atas tanah. Perlaha
Sudah sebulan semenjak kejadian di sungai itu terjadi. Malam itu, Felicia dengan rasa sakit di hatinya memutuskan untuk langsung kembali ke kerajaannya. Namun, Zein malah menghentikannya dan meminta maaf. Cinta mengalahkan segalanya. Hati Felicia yang mudah luluh pada akhirnya kembali menerima Zein, tapi Felicia ingin tetap kembali. Untuk saat itu, dia tidak ingin bertemu kakaknya.Untuk Naomi, gadis itu tetap di Axton. Dia tak juga kembali walau ayah dan ibunya meminta dia pulang ke Maxton."Kenapa anak perempuan jalan di tengah malam, huh?" Seorang lelaki dengan kurang ajarnya mendekati lalu mengelus pipi Felicia.Plak!Felicia yang risih tentu saja menampar lelaki tersebut.Berani sekali. Dia 'tak tahu siapa sebenarnya gadis yang diganggunya."Enyah kau," desis Felicia.Namun, rupanya satu tamparan tak cukup membuatnya jera. Pria itu malah mendekati Felicia lagi."Kau siapa mati?"Nyali pria itu menciut ketika Felicia
Malam hari tiba.Felicia bersama keempat temannya pergi berburu untuk makan malam. Gadis itu tidak ingin ke istana walau Taurus terus memaksanya. Begitulah, Felicia masih sakit hati kepada Naomi, terutama Zein."Wah ... kemampuanmu berburu sudah lebih hebat dari kami. Tanganmu lihai sekali memainkan pedang," kata Nancy kagum.Malam ini, dua ekor rusa sudah ada di tangan mereka. Semua itu adalah hasil tangkapan dari Felicia."Terima kasih.""Aku akan ke sebelah sana," kata Felicia lagi.Felicia pun berjalan ke arah barat dengan obor dan pedang panjang di tangannya. Gadis itu juga sudah mengganti bajunya dengan baju hitam panjangnya yang lain.Felicia terus berjalan, memperhatikan setiap kawasan hutan yang dilewatinya, sampai-sampai dia tidak menyadari kalau kini dia sudah sampai di tempat dia bertemu dengan singa tadi siang.Felicia berhenti sejenak untuk membersihkan sisa darah dari pedangnya di sungai yang tampak tenang.
“Aku Putri Felicia. Biarkan aku masuk.”Kedua prajurit penjaga gerbang itu lalu membuka gerbang besar istana yang terbuat dari besi. Mereka menunduk sebagai tanda hormat ketika Felicia melewati mereka.Pagi-pagi sekali Felicia meninggalkan rumah pohon serta keempat temannya yang masih terlelap. Kemarin malam mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama untuk berkeliling dan membeli banyak makanan di pasar malam, walaupun ia juga sedikit kesal karena dia tidak sempat bertemu dengan Zein.“Zein!”Baru saja memasuki istana, Felicia sudah mendapati Zein yang sedang berbincang bersama ... Naomi kakaknya. Felicia merasa seperti ‘kenapa aku harus bertemu Naomi sekarang?’“Hai! Kenapa kau baru tiba? Sejak malam kemarin aku menunggumu.”Felicia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Karena tidak enak, ia tidak berani menatap mata Zein dan malah menatap sepatu kulitnya yang lusuh. “Itu ...
“Felicia?” “Ibu, aku ingin ke istana Axton bersama kakak Naomi, tapi dia tidak mau membawaku. Aku ingin bertemu Zein.” Wanita bermata sipit dan bergaun putih itu mengelus lembut surai hitam anak keduanya. “Tidak apa-apa. Jangan khawatir. Kau bisa pergi tanpa Naomi. Para prajurit ada untuk membawamu ke sana, bukan?” Seketika senyum lebar yang manis itu terbit. Memperlihatkan gigi seputih susu yang rapi. “Sebenarnya ibu ... aku bisa pergi sendiri tanpa kawalan prajurit istana. Aku sering melakukan itu diam-diam, sebab aku tidak pernah diperbolehkan Naomi untuk bertemu Zein, jadi aku melakukan perjalanan diam-diam. Aku harap ibu tidak marah sampai menghukumku.” Terdengar tawa lembut dari mulut wanita itu. Walaupun hampir memasuki kepala lima, Ratu Nalinks masih terlihat seperti kakak kedua anak gadisnya. “Tidak apa-apa, sayang. Santai saja, asal tidak terluka. Tapi, kenapa kakakmu selalu melarangmu pergi ke istana Axton? Apa karena empat
Gelap.Ketika membuka mata bulatnya, Zenia hanya melihat kegelapan. Tidak ada cahaya sama sekali, udara di ruangan itu juga panas.“Halo? Ada seseorang di sini?” Zenia memaksakan kakinya yang terasa sakit untuk berdiri, lalu berjalan pelan mencari pintu keluar.Setelah menaiki tangga yang cukup panjang, barulah ia menemukan cahaya. Zenia menengok ke belakang, ternyata tadi dia berada di ruangan bawa tanah, pantas saja gelap dan pengap.“Ramalan itu ternyata benar.” Seorang wanita bergaun merah datang dan mendorong tubuh Zenia hingga tersungkur.Zenia meringis, rasa sakit di sekujur tubuhnya kian menambah karena ulah wanita yang tidak dia ketahui siapa.“Siapa kau?” Kekesalan Zenia begitu terasa.“Ratu Emilia.”Dengan susah payah Zenia berdiri. “Di mana anakku?” geramnya.“Anakmu?” Emilia menghampiri Zenia. Mencengkam dagu gadis lemah itu dengan kuat.
Tubuh Zenia menegang. Nafasnya memburu. Keringat pun mulai membasahi telapak tangannya. Perlahan dia berbalik, tapi seseorang yang berdiri di depannya itu membuatnya dapat bernapas lega."Ayo, kita harus cepat. Pangeran Taurus ada di sekitar sini. Dia mungkin mulai menyadari siapa dirimu." Taurus mengambil tangan Zenia lalu menariknya keluar dari ruangan yang berisi alat-alat perang.Setelah berjalan dalam kewaspadaan, Zenia dan Taurus pun sampai di depan pintu sebuah kamar. Dalam satu hembusan nafas, Zenia dengan gemetar membuka pintu tersebut. Hal pertama yang dilihatnya adalah tiga pengasuh wanita yang tergeletak di lantai. Dia dan Taurus berjalan masuk lebih dalam lagi."Zenia?"Zenia menoleh ke sudut ruangan. Di sana berdiri Nancy bersama Moana, serta ... seorang bayi laki-laki. Zenia segera menghampiri mereka."Bayiku?" tanya Zenia tak percaya. Air mata gadis itu sudah mengalir membasahi kedua pipinya.Nancy dan Moana
"Aku akan masuk setelah kau berada di dalam istana. Beri aku sebuah kode perintah saat kau selesai menari. Mengerti?"Zenia mengangguk pelan. "Kodeku adalah 'Z'," kata Zenia.Taurus mengangguk, lalu berlari menuju belakang istana.Zenia menatap bangunan besar istana di depannya. Dia merasa sedikit gugup."Jumlah kita sudah lengkap, ayo kita masuk!"Suara Ibu Moana membuat kegugupan Zenia semakin besar, begitu juga dengan tekadnya. Apa pun bahaya yang nanti menimpanya di dalam sana, Zenia percaya itu tidak akan cukup membuatnya terbunuh, karena dia adalah seorang ibu.Suasana yang awalnya riuh mendadak hening ketika Zenia dan sembilan penari lainnya memasuki aula pesta."Hei, kenapa kalian menutup separuh wajah kalian dengan kain hitam?" Seorang pangeran yang entah dari kerajaan mana bersuara. Tampaknya dia sedang kesal karena tak bisa menikmati wajah cantik para penari seutuhnya.Ibu Moana yang merup