Emily berjalan keluar dari lift. Alaric baru saja mengabarinya jika tak bisa menjemput karena masih di luar melakukan peninjauan proyek.Saat baru saja akan keluar dari lobi. Emily melihat mobil berhenti di depan lobi. Dia memperhatikan hingga melihat Gio turun dari mobil.“Kenapa kamu di sini?” tanya Emily keheranan.“Al masih di luar, kan? Aku datang untuk menjemputmu. Sekalian mau ke rumah untuk bertemu Kakek,” jawab Gio sambil membuka pintu mobil.Emily mengangguk-angguk mendengar jawaban Gio, akhirnya ikut bersama sepupunya itu masuk mobil.Gio mengemudikan mobil meninggalkan perusahaan Emily.“Mau mampir makan es krim?” tanya Gio sambil memperhatikan jalanan yang dilewati.Emily langsung menoleh Gio dengan senyum lebar dan menganggukkan kepala. “Boleh.”Gio terlihat senang karena Emily mau menerima tawarannya. Mereka pergi ke kedai es krim lalu makan di sana.“Rasanya menyenangkan setelah seharian pusing dengan pekerjaan, lalu makan makanan manis seperti ini,” ucap Emily kemudia
“Berhenti melakukan itu, Al!”Gio berteriak kencang karena sedang dianiaya Alaric.“Aku tadi tidak bisa mengamukmu, sekarang rasakan balasanku!”Alaric benar-benar membalas perbuatan Gio yang berani mengerjai dan membuatnya cemburu. Gio berada di sofa dengan posisi telungkup karena punggungnya ditahan Alaric sehingga membuatnya tak bisa berkutik.Alaric sendiri tak memukuli atau melakukan kekerasan fisik, hanya menggelitik bagian belakang telinga Gio karena tahu jika sepupunya itu sensitif di bagian itu.“Baiklah! Aku tidak akan melakukannya lagi!” teriak Gio sudah tidak tahan. Lebih baik dia dihajar, daripada mendapat gelitikan di area belakang telinganya.Mia dan Emily baru saja kembali dari dapur membawa buah dan minuman, dua wanita itu melongo melihat kelakuan dua pria dewasa di hadapan mereka itu.“Kalian ini sedang apa? Ternyata tidak ingat umur juga?” tanya Mia sampai menggeleng kepala.Emily tertawa terpingkal melihat kelakuan absurd suami dan sepupunya itu. Ternyata mereka bi
Christina duduk di ayunan samping kolam renang. Dia mengayunkan pelan sambil memandang ke langit dan senyum-senyum sendiri.“Lihat, apa menurutmu ada yang aneh? Kemarin pulang dari Amerika tidak seperti itu, kenapa sekarang jadi begitu?” tanya Bastian ke istrinya.Nana—ibu Christina memandang putrinya yang memang terlihat aneh karena senyum-senyum sendiri, lalu membalas pertanyaan sang suami.“Mirip denganmu dulu waktu menyukaiku,” jawab Nana lalu menoleh Bastian.Bastian kaget lalu langsung menatap sang istri.“Bukan kebalikannya?” tanya Bastian.“Mengelak, kamu yang dulu kesengsem duluan,” jawab Nana mengelak.“Yang tiap malam minta ditemani tidur siapa?” Bastian malah membahas ke mana-mana.Nana tak bisa menjawab, hingga memukul lengan suaminya itu.“Ish, kenapa malah membahas kita. Bukannya lagi membahas Chris. Kalau memang tebakan kita benar, be
Alaric tak melihat Emily di ruang keluarga, membuatnya menebak jika sang istri pasti bersama Gio. Lama-lama dia benar-benar cemburu karena Gio seperti ingin mengambil alih waktu yang seharusnya dihabiskan Emily bersamanya jadi bersama Gio.Alaric mencari keberadaan Emily dan Gio, hingga melihat sepupunya itu duduk di samping rumah, membuat Alaric langsung menghampiri.“Di mana Emi?” tanya Alaric saat tak melihat istrinya.“Tuh.” Gio menunjuk menggunakan dagu ke arah Emily berdiri.Alaric mengerutkan dahi melihat Emily menerima panggilan sampai harus menjauh. Dia ikut duduk di kursi yang tadi ditempati Emily.“Memangnya dapat panggilan dari siapa sampai menjauh seperti itu?” tanya Alaric penasaran.“Entah,” jawab Gio masih sibuk makan mangga muda.Alaric menoleh Gio, melihat sepupunya itu terus makan hingga membuatnya sampai meringis karena melihat Gio makan seperti tak merasakan asam sam
“Dia suka makan siang sendiri di restoran kalau sedang tak menggangguku dan suamiku. Dia suka makan sendiri di sana.”Christina mengingat ucapan Emily. Dia sudah berada di restoran yang Emily maksud untuk bisa bertemu dengan Gio.“Semoga dia ada di sini,” gumam Christina.Christina masuk restoran untuk melihat dulu apakah ada Gio. Dia tahu restoran itu memiliki banyak meja dan ruangan untuk makan, mana mungkin harus mengecek satu persatu.Christina belum melihat Gio di tempat itu, membuatnya putus asa dan merasa Gio tak ada di sana. Saat akan membalikkan badan, Christina malah tanpa sengaja menabrak pelayan yang sedang membawa nampan berisi minuman.“Maaf, Nona.” Pelayan itu sangat panik saat tak sengaja mengotori pakaian Christina.Christina sendiri masih sangat syok karena terkena siraman kopi panas. Meski tak langsung terkena kulitnya, tapi Christina bisa merasakan panas kopi yang mengotori pakaiannya.“Maaf, Nona. Saya benar-benar tidak sengaja,” ucap pelayan itu panik karena taku
Gio pergi ke salah satu rumah sakit. Dia berjalan menuju ke salah satu kamar yang terdapat di sana. Gio melihat sipir penjara berdiri di depan salah satu kamar, hingga dia menghampiri.Dia dihubungi pihak lapas yang mengatakan kalau Lena dilarikan ke rumah sakit karena kondisinya yang mendadak drop. Gio memilih pergi untuk memastikan kondisi Lena.“Bagaimana kondisinya?” tanya Gio saat menemui sipir wanita itu.“Anda putra Bu Lena?” tanya sipir itu memastikan.Gio mengangguk-angguk menjawab pertanyaan sipir itu.“Dia semalam mengalami demam tinggi, lalu pagi ini tiba-tiba tak sadarkan diri. Dokter sudah memeriksanya, tekanan darahnya terlalu rendah, kami masih menunggu hasil pemeriksaan menyeluruhnya,” jawab sipir menjelaskan.Gio diam mendengar jawaban sipir. Dia ingin melihat, tapi langkahnya terasa berat.“Anda bisa menemuinya, tapi tak bisa lama,” kata sipir itu. Gio mengangguk lalu akhirnya masuk ke ruang inap itu. Dia melihat Lena berbaring memejamkan mata, satu tangannya diborg
“Kalian seharian ga ketemu Gio?” tanya Mia saat Alaric dan Emily pulang.“Nggak, Ma. Memangnya ada apa?” tanya Emily.“Oh, tidak ada apa-apa. Hanya saja tadi Gio bilang mau makan sup iga buatan mama, tapi mama telepon kok ga aktif nomornya,” jawab Mia sambil menatap ponsel yang dipegang.Alaric dan Emily saling tatap mendengar jawaban Mia.“Mungkin dia sedang sibuk. Dia baru saja mendapat proyek besar, mungkin mengurus banyak hal sampai ponselnya mati pun tidak sadar,” ujar Alaric agar Mia tidak cemas.“Hm ... iya juga,” balas Mia mengangguk. “Ya sudah, biar mama simpan supnya dulu, siapa tahu nanti dia datang jadi tinggal manasin saja.”Mia tersenyum ke Emily dan Alaric, lalu pergi ke dapur.“Sekarang Mama sangat perhatian ke Gio,” ucap Emily.“Mungkin Mama hanya tak ingin Gio kembali seperti dulu, jadi Mama berusaha memberikan apa yang t
“Kenapa?” tanya Alaric saat melihat Emily memijat betis.“Tiba-tiba pegal, apa karena tadi kebanyakan jalan, ya?” Emily menjawab sambil memijat betisnya.Alaric mendekat ke ranjang. Dia duduk tepat di dekat kaki Emily, lalu meminta istrinya itu menaikkan kaki di pahanya.“Mau apa?” tanya Emily terkejut dengan yang dilakukan Alaric.“Memijat kakimu, katanya pegal,” jawab Alaric lalu memijat pelan.Emily tersenyum mendengar jawaban suaminya, sebenarnya bukan hanya kaki tapi pinggang juga pegal karena efek kehamilan yang terus berkembang.“Kalau kamu mudah lelah, apa tidak sebaiknya kamu berhenti bekerja saja?” tanya Alaric sambil memijat kaki Emily.Emily terkejut mendengar pertanyaan Alaric, tapi mencoba menanggapinya dengan pikiran positif.“Kalau berhenti bekerja, aku suruh apa? Aku masih ingin bekerja dan bertemu banyak orang biar ga jenuh,” jawab Emily m