Share

Menepati Janji

last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-05 06:02:26

“Ini terakhir?” tanya Alaric saat memberikan berkas yang baru saja ditandanganinya.

“Iya, Pak. Ini sudah semua,” jawab Niko.

Alaric hanya mengangguk mendengar jawaban Niko. Dia menutup laptopnya, lantas mengambil ponsel di meja.

“Anda mau pulang cepat?” tanya Niko karena Alaric sudah membereskan meja.

“Hm ….” Alaric hanya membalas dengan sebuah dehaman, lantas menatap Niko yang masih berdiri di depan mejanya.

“Aku ada janji dengan Emi,” jawab Alaric lantas berjalan meninggalkan ruangan itu.

Alaric pergi dari perusahaan lebih awal, bahkan dia mampir ke kafe yang disukai Emily untuk membeli es coklat.

Siang tadi mereka tak bertemu karena Alaric datang ke acara lelang.

Mobil Alaric sudah sampai di depan lobi perusahaan Emily. Dia melihat istrinya berjalan agak lesu menuju mobil.

“Coklat.” Alaric memberikan es coklat itu ketika Emily baru saja masuk.

Emily terkejut karena mendapat es coklat. Dia menatap Alaric dengan rasa tak percaya, lantas menerima cup es coklat itu.

“Kamu mampir ke kaf
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (7)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
mobil siapa itu....mencurigakan sekali
goodnovel comment avatar
vieta_novie
waduh...sapa tuh....jgn² ada yg ngawasin emi & al nih....emi kudu cerita ma al ini mah....biar bisa antisipasi....
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
mobil siapa itu ???????
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Meminta Waktu

    “Aku manis sejak kecil, kan?”Pertanyaan itu terlontar saat melihat Alaric yang sedang memandang fotonya saat kecil.Alaric menoleh Emily yang berjalan mendekat, hingga wanita itu duduk di sampingnya.“Luka di keningmu, apa memang sejak kecil?” tanya Alaric tiba-tiba penasaran dengan luka di dahi Emily.“Oh, ini. Masih terlihat jelas kalau dilihat dari jarak dekat, ya?” Emily langsung menyentuh dahi.“Ini karena aku jatuh saat masih TK. Terkena batu tajam, jadi harus mendapat beberapa jahitan. Lukanya memang tidak bisa hilang sempurna, hanya tersamarkan saja. Kalau pakai make up, tidak terlihat,” ujar Emily menjelaskan.Alaric memperhatikan luka itu, hingga kemudian tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?” tanya Emily keheranan.“Aku diam salah, senyum pun sekarang salah?” tanya balik Alaric.Emily memanyunkan bibir mendengar pertanyaan balik suaminya itu.“Ya, tidak begitu juga,” balas Emily.Alaric menarik tangan Emily, meminta istrinya berbaring bersamanya. Dia memeluk erat, tatapan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-05
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Semakin Perhatian

    Emily bekerja seperti biasa setelah lega karena bisa menginap di rumah orang tuanya.Dia ada di ruangannya mengecek berkas seperti biasa, hingga terdengar suara ketukan pintu.“Bu, ada kiriman makanan,” kata sekretaris Emily.Emily mengerutkan alis, hingg melihat kurir masuk membawa kiriman yang dimaksud.“Dari siapa?” tanya Emily sambil memandang kurir.“Dari Pak Alaric,” jawab kurir itu membaca nama pemesan yang ada di nota pembelian.Emily terkejut karena Alaric mengirim makanan tanpa memberinya kabar. Dia pun berterima kasih ke kurir, lantas membuka makanan apa yang dipesan suaminya.Emily tersenyum karena ternyata itu makanan kesukaannya. Dia pun mengambil ponsel lantas menghubungi Alaric.“Halo.” Suara Alaric terdengar dari seberang panggilan.“Al, kamu kirim makan siang?” tanya Emily sambil memperhatikan makanan itu.“Ah … ya, aku lupa memberitahumu. Sudah sampai?” tanya Alaric dari seberang panggilan.Emily mengangguk-angguk sambil menjawab, “Iya, baru saja.”“Aku ada rapat di

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Trauma

    Alaric membanting stir ke kiri saat melihat truk yang melaju kencang dari kanan. Dia bahkan menggunakan satu tangan untuk menahan tubuh Emily agar tidak terhuyung ke depan.Emily sangat terkejut melihat apa yang terjadi. Dia memejamkan mata sambil berpegangan saat Alaric menahan tubuhnya.Mobil Alaric bisa menghindari truk meski bagian depan tersenggol hingga membuat mobil itu terdorong ke sisi kiri sampai akhirnya bisa dikendalikan dan berhenti sebelum menabrak mobil lain.Emily sangat syok, dadanya naik-turun tak beraturan karena jantungnya berdegup dengan sangat cepat.Alaric menyentuh kening yang membentur kabin mobil tapi untungnya tak sampai terluka dan hanya memar.“Emi, kamu baik-baik saja?” tanya Alaric saat melihat Emily diam dengan tatapan lurus ke depan.“Emi.” Alaric menangkup kedua pipi Emily agar memandang ke arahnya.Emily langsung menangis karena benar-benar syok dengan yang terjadi barusan. Dia ketakutan sampai membuatnya tak bisa bicara.Alaric melepas sabuk pengama

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Sudah Tidak Bisa Diam

    “Kali ini tindakannya sudah keterlaluan!”Alaric menemui Bobby di ruang kerja setelah bisa menenangkan Emily.Dia langsung meluapkan amarahnya ke sang kakek karena perbuatan sepupu yang keterlaluan.“Aku tak pernah membalas apa yang dilakukannya kepadaku, tapi bagaimana bisa dia berniat mencelakaiku saat bersama Emi!” Alaric geram sampai mengepalkan telapak tangan, hampir saja dia memukul meja jika tak ingat kalau pria yang didepannya adalah kakeknya.Alaric melihat sang kakek menghela napas, lantas menegakkan badan sambil menatapnya.“Kakek tidak pernah melarangmu membalas, tapi kakek selalu menekankan. Jangan jadi seperti dia. Kamu sudah dewasa, seharusnya kamu tahu apa yang harus dan yang tidak harus kamu lakukan,” jawab Bobby.Alaric menatap sang kakek bicara. Dia bicara ke sang kakek karena benar-benar sudah tak bisa membiarkan Gio berbuat seenaknya.“Apa kamu punya bukti kalau dia yang melakukannya?” tanya Bobby memastikan.Alaric menghela napas kasar, lantas duduk sambil mengus

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Demi Istri

    Alaric kembali ke kamar setelah bicara dengan Bobby. Dia melihat Emily yang tidur meringkuk.Alaric mendekat lantas naik ranjang untuk melihat kondisi Emily.“Emi, kamu tidak lapar?” tanya Alaric karena Emily melewatkan makan malam sebab tertidur setelah agak tenang.Alaric melontarkan pertanyaan karena melihat Emily mengucek mata.Emily menggeser posisi berbaring hingga terlentang dan menghadap ke Alaric.“Kamu masih takut?” tanya pria itu penuh perhatian sambil mengusap rambut Emily.“Aku mau mie buatan Papi, tapi ini sudah malam. Papi pasti sudah tidur,” ucap Emily terlihat manja dan menggemaskan.Alaric diam sejenak mendengar keinginan Emily. Hingga dia menatap Emily yang terlihat sedih.“Bagaimana kalau aku yang membuatkan?” tanya Alaric menawari.Emily terkejut sampai mengerjap-ngerjapkan kelopak mata mendengar tawaran Alaric.“Memangnya kamu bisa?” tanya Emily tidak yakin.Alaric pun tak yakin, dia tak pernah memasak.“Hanya mie, kan?” tanya Alaric memastikan.“Iya, Mie. Tapi p

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Temani Makan

    “Bagaimana? Enak?” tanya Alaric sambil memperhatikan Emily makan. Emily masih menyeruput kuah mie, lantas memandang Alaric yang menunggu jawabannya. “Enak,” jawab Emily sambil melebarkan senyum. Alaric memperhatikan Emily dengan lahap. Dia benar-benar penasaran, kenapa Emily bisa sangat bahagia dengan hal-hal sederhana seperti ini. “Kamu bisa makan apa pun yang kamu inginkan, tapi kenapa malah makan mie instan?” tanya Alaric penasaran. Emily mengunyah makanan sambil menatap Alaric, hingga kemudian berkata, “Karena aku bisa memakan apa pun yang kumau, jadi aku memilih mie instan yang sangat jarang aku makan.” Emily mengunyah lagi, lalu kembali berkata, “Mami dan Papi sering bikin mie tengah malam lalu berbincang berdua seperti curhat dan yang lainnya. Aku kalau waktu bangun sering melihat bahkan ikut minta ketika aku masih kecil dulu. Melihat cara Mami dan Papi berinteraksi, aku sangat suka karena keduanya seperti melepas beban masing-masing. Mereka mesra sejak belum menikah.” Al

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-07
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Piknik

    “Cari informasi lebih banyak lagi. Kali ini aku benar-benar tak bisa membiarkannya begitu saja,” ucap Alaric saat bicara di telepon dengan seseorang. Emily baru saja keluar dari kamar mandi. Dia melihat Alaric yang sedang menerima panggilan telepon. “Kamu bicara dengan siapa?” tanya Emily saat melihat Alaric sudah selesai bicara. Alaric menoleh Emily, lantas berjalan mendekat ke istrinya itu. “Billy, aku memintanya mencari siapa sopir truk yang menabrak kita,” jawab Alaric. Emily menatap Alaric yang terlihat kesal, hingga kemudian kembali bertanya, “Apa ini ada hubungannya dengan sepupumu?” Alaric terlihat terkejut mendengar pertanyaan Emily, hingga kemudian menjawab, “Hanya dugaan saja, karena itu aku meminta Billy mencari bukti lebih banyak.” Emily diam berpikir saat mendengar jawaban Alaric. “Jika kamu bertemu Gio saat tidak bersamaku, jauhi dia dan abaikan saja. Paham?” Alaric bicara sambil menatap kedua bola mata Emily. Emily menganggukkan kepala menjawab pertany

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-07
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Ingat

    Emily menatap apa yang dilakukan kedua anak buah Alaric, lantas menoleh suaminya.“Aku ingat kapan pernah ke sini,” ucap Emily.“Kapan?” tanya Alaric dengan santainya.“Saat umur enam tahun, aku diajak ke sini main layangan, lalu terseret layangan, aku kapok main itu,” jawab Emily sambil tersenyum miring lantas menunjuk ke anak buah Alaric yang sedang berusaha menaikkan layangan ke udara.“Aku tahu,” balas Alaric sambil menatap istrinya itu.“Tahu apa?” tanya Emily mengerutkan alis.“Tahu kamu pernah terseret layangan sampai berteriak-teriak tapi tak melepas benangnya. Kamu terseret di rerumputan saat kedua orang tuamu tak mengawasi,” ujar Alaric.Emily sangat terkejut mendengar ucapan Alaric, hingga kemudian berkata, “Oh, pasti Papi atau Mami yang cerita.”“Bukan,” balas Alaric.Emily mengerutkan alis mendengar balasan suaminya itu.“Kamu tahu kenapa aku bertanya sejak kapan kamu mendapatkan luka di keningmu itu?” tanya Alaric.Emily menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Alaric.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-07

Bab terbaru

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Ekstra Part 2

    Vano baru saja selesai rapat saat membaca pesan dari Sabrina. Dia sangat terkejut membaca pesan dari Sabrina hingga terburu-buru meninggalkan tempat rapat begitu selesai, membuat semua orang sampai keheranan.Vano pergi ke rumah sakit. Dia mencari Sabrina di poliklinik, hingga bertemu dengan sang bibi.“Bi, Sabrina dan Mami ke sini?” tanya Vano.“Dia di ruang inap, tadi sudah diperiksa dan karena tekanan darahnya rendah serta dia pusing dan mual, jadi aku menyarankan untuk rawat inap,” jawab sang bibi.Vano sangat panik mendengar jawaban sang bibi.“Dia dirawat di ruang mana?” tanya Vano dengan wajah panik.Sang bibi tersenyum melihat kepanikan Vano, lalu memberitahu di mana Sabrina sekarang.Vano pergi ke ruang inap dengan terburu-buru, hingga akhirnya bertemu Sabrina yang berbaring lemas dengan selang infus terpasang di tangan.“Bagaimana kondisinya, Mi?” tanya Vano saat menghampiri Sabrina.“Dia baik, kamu jangan cemas,” jawab Oma Aruna.“Baik apanya, dia sampai dirawat seperti ini,

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Ekstra Part 1

    Sabrina duduk sambil menikmati cokelat hangat pagi itu, hingga satu tangannya yang bebas dari cangkir, digenggam sampai jemarinya bertautan dengan tangan lain. Sabrina menoleh Vano, melihat suaminya itu tersenyum sambil menggenggam erat tangannya. Vano duduk di samping Sabrina yang duduk di bangku panjang. Mereka berlibur di pantai, menikmati kebersamaan mereka setelah sah menjadi suami-istri. “Kamu tidak pesan kopi?” tanya Sabrina sambil menyandarkan kepala di pundak Vano. “Sudah, tinggal menunggu datang saja,” jawab Vano lalu memiringkan kepala hingga menyentuh kepala Sabrina. Keduanya saling bersandar satu sama lain, menatap hamparan pasir putih bersamaan dengan deburan ombak yang menghantam pantai. “Kamu yakin tidak masalah tinggal sama mami?” tanya Vano memastikan. Sabrina mengerutkan alis mendengar pertanyaan Vano. “Kenapa masih tanya lagi?” tanya Sabrina keheranan. Dia mengangkat kepala dari pundak Vano, lalu memandang suaminya itu. “Ya, aku hanya memastikan saja, takut

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Akhir

    “Nggak mau pulang. Mau bobok sama Om Vano!” Athalia merengek menolak pulang saat kedua orang tuanya mengajak selepas pulang setelah pesta. Vano hanya mengusap tengkuk melihat kelakuan absurd keponakan satunya itu. Alaric sampai pusing, kenapa anaknya sampai bandelnya seperti itu. “Pulang beli es krim, ya.” Emily membujuk agar Athalia mau pulang. “Nggak mau!” Athalia menolak sampai memeluk kaki Vano. Sabrina menahan tawa dengan kelakuan Athalia, lalu dia ikut membujuk. “Papa mau beli bunga sama balon, Thalia nggak mau ikut?” tanya Sabrina ke Athalia. Athalia langsung menoleh ke sang papa, hingga melihat ayah dan ibunya terkejut mendengar ucapan Sabrina. “Ah, benar. Papa dan mama mau beli bunga, kamu nggak mau ikut?” tanya Emily mengiakan ucapan Sabrina. Athalia tiba-tiba bangun dan melepas kaki Vano, kemudian menggandeng tangan ibunya. “Ayo! Nanti kamarku harus dikasih bunga-bunga,” celoteh Athalia. Alaric dan Emily lega karena Athalia mau dibujuk, akhirnya mereka mengajak p

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Hari Pernikahan

    Mereka masih menautkan bibir, sampai terlena hingga sejenak lupa akan status mereka sekarang.Sabrina melepas pagutan bibir mereka, lalu sedikit mendorong dada Vano agar menjauh darinya.“Airnya sudah panas,” ucap Sabrina sambil masih menunduk karena malu.Vano mematikan mesin pemanas air, lantas kembali memandang Sabrina.Sabrina menatap Vano, melihat wajah pria itu yang merah mungkin dia juga.“Sekadar ciuman boleh, tapi jangan melebihi batas,” ujar Sabrina mengingatkan.Vano langsung mengulum bibir sambil memulas senyum.“Aku tidak mau kita berhubungan sebelum menikah. Kamu paham maksudku, kan?” tanya Sabrina kemudian agar Vano tak salah paham dengan ucapannya.“Hm … ya, tentu,” balas Vano sedikit canggung karena dia terlalu impulsif. Dia tentunya takkan marah dengan keinginan Sabrina yang mencoba menjaga diri sampai mereka benar-benar sah menjadi suami istri.Van

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Jangan Khilaf

    Setelah bertunangan, Vano dan Sabrina sering menghabiskan waktu bersama di akhir pekan. Mereka jarang jalan di tempat umum karena Raditya melarang, pria tua itu takut kalau terjadi sesuatu lagi dengan Sabrina, padahal ada Vano yang menjaganya. Seperti hari ini, mereka berada di apartemen menonton film seolah berada di bioskop. Vano duduk sambil melingkarkan tangan di belakang pundak Sabrina, sehingga gadis itu bisa bersandar di dadanya. “Besok Mami mengajak fitting gaun untuk pernikahan kita,” ucap Vano sambil melihat ke film yang sedang mereka tonton. Sabrina sedang mengunyah snack, lalu menoleh ke kalender yang ada di meja hias. Tak terasa sudah dua bulan semenjak mereka bertunangan, pantas saja Oma Aruna sudah ingin melakukan fitting baju. “Iya,” balas Sabrina menoleh sekilas ke Vano. Mereka kembali fokus ke film, hingga ponsel Sabrina yang ada di meja berdering. Sabrina menegakkan badan, lalu mengambil benda pipih itu dan melihat sang papa yang menghubungi. “Papa telepon, aku

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Hari Pertunangan

    Hari pertunangan Sabrina dan Vano pun tiba. Pertunangan mereka diadakan di rumah Vano sesuai dengan kesepakatan Raditya dan Opa Ansel.Malam itu halaman samping rumah disulap menjadi tempat pesta untuk pertunangan yang terlihat romantis. Acara itu didatangi keluarga terdekat dan rekan kerja Sabrina di divisinya.“Rumah Pak Vano ternyata sangat besar,” celetuk salah satu staff yang datang.“Pastilah, perusahaannya saja besar. Lupa kalau dia anak pemilik perusahaan,” timpal yang lain.“Iya, lupa,” balas staff itu sampai membuat yang lain tertawa.Sabrina keluar bersama ayahnya memakai gaun elegan hingga membuatnya tampak begitu cantik.Vano sudah menatap tanpa berkedip saat melihat Sabrina. Dia tak menyangka kalau hari ini tiba lalu tinggal menunggu hari lain yang luar biasa tiba.Sabrina tersenyum saat melihat Vano menatapnya, hingga akhirnya mereka berdiri berhadapan untuk melakukan prosesi pertunan

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Mau Jadi Istri Kedua?

    Hari berikutnya, Vano masih menemani Sabrina di apartemen. Pagi itu bersama Sabrina di sofa untuk mengganti perban gadis itu.“Tahan bentar,” ucap Vano saat membersihkan luka Sabrina sebelum diperban lagi.Sabrina melirik ke lengannya. Dia agak meringis karena terasa sedikit perih.Vano membungkus luka itu lagi dengan perlahan setelah selesai dibersihkan.Sabrina menatap Vano yang serius mengganti perban, hingga dia bertanya, “Apa kamu yakin kalau keputusanmu ingin menikah tidak terburu-buru?”Sabrina merasa Vano mengatakan itu hanya spontan saja.Vano melirik Sabrina, lalu menjawab, “Kamu juga setuju, kan? Lalu kenapa sekarang tanya?”“Ya, aku hanya syok saja. Tidak menyangka kamu akan semudah itu bilang mau menikahiku,” balas Sabrina.“Aku serius mengatakan itu,” ucap Vano sambil merapikan perban yang baru saja selesai dipasang.Vano kini menatap Sabrina, memb

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Mau Diajak Pulang

    Sabrina mengajak Raditya duduk agar bisa mengobrol dengan nyaman. Vano juga ikut bersama keduanya tapi hanya menjadi pendengar saja.“Bagaimana kejadiannya sampai kamu diserang seperti itu?” tanya Raditya penasaran.Sabrina menceritakan dari awal dan akhir apa yang terjadi sampai membuatnya terluka.“Aku hanya masih nggak nyangka kalau dia masih dendam karena dulu aku kabur, Pa. Dia bilang dihajar habis-habisan dan ganti rugi, makanya begitu melihatku dia mau membawaku,” ujar Sabrina menjelaskan.“Dia sudah salah karena menjualmu, lalu dengan enaknya bilang dendam. Dia benar-benar harus diberi pelajaran!” geram Raditya karena pria itu sangat jahat.“Tapi Papa tidak usah terlalu cemas, sekarang pelakunya juga sudah ditangkap,” kata Sabrina menenangkan sang papa.Saat mereka masih mengobrol, terdengar suara bel yang membuat mereka menoleh ke pintu.“Biar aku lihat siapa yang datang,” kata Vano.Vano berdiri menuju pintu, lalu mel

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Perhatiannya Vano

    Sabrina terbangun karena lapar. Dia melihat Vano yang baru saja masuk kamar. “Kamu sudah bangun.” Vano langsung mendekat ke ranjang. Sabrina hendak bangun tapi kesusahan karena lengannya sakit. Vano dengan sigap membantu, lalu memastikan Sabrina duduk dengan nyaman. “Aku lapar,” ucap Sabrina karena siang tadi belum makan dan sudah ada tragedi yang membuatnya terluka. “Untung saja aku pesan makanan. Baru saja sampai dan kamu bangun. Biar aku ambilkan ke sini,” kata Vano hendak berdiri. “Aku makan di luar saja, tidak nyaman makan di sini,” kata Sabrina bersiap turun dari ranjang. Vano langsung membantu Sabrina turun dari ranjang karena lengan Sabrina yang terluka tidak bisa dibuat banyak gerak. Vano benar-benar perhatian ke Sabrina. Dia berjalan sambil memperhatikan Sabrina agar tak jatuh, padahal Sabrina bisa berjalan dengan baik karena lengannya saja yang sakit bukan seluruh tubuh. Sabrina sudah duduk di kursi meja makan. Vano membuka pembungkus makanan, lalu mengambil

DMCA.com Protection Status