“Bagaimana? Enak?” tanya Alaric sambil memperhatikan Emily makan. Emily masih menyeruput kuah mie, lantas memandang Alaric yang menunggu jawabannya. “Enak,” jawab Emily sambil melebarkan senyum. Alaric memperhatikan Emily dengan lahap. Dia benar-benar penasaran, kenapa Emily bisa sangat bahagia dengan hal-hal sederhana seperti ini. “Kamu bisa makan apa pun yang kamu inginkan, tapi kenapa malah makan mie instan?” tanya Alaric penasaran. Emily mengunyah makanan sambil menatap Alaric, hingga kemudian berkata, “Karena aku bisa memakan apa pun yang kumau, jadi aku memilih mie instan yang sangat jarang aku makan.” Emily mengunyah lagi, lalu kembali berkata, “Mami dan Papi sering bikin mie tengah malam lalu berbincang berdua seperti curhat dan yang lainnya. Aku kalau waktu bangun sering melihat bahkan ikut minta ketika aku masih kecil dulu. Melihat cara Mami dan Papi berinteraksi, aku sangat suka karena keduanya seperti melepas beban masing-masing. Mereka mesra sejak belum menikah.” Al
“Cari informasi lebih banyak lagi. Kali ini aku benar-benar tak bisa membiarkannya begitu saja,” ucap Alaric saat bicara di telepon dengan seseorang. Emily baru saja keluar dari kamar mandi. Dia melihat Alaric yang sedang menerima panggilan telepon. “Kamu bicara dengan siapa?” tanya Emily saat melihat Alaric sudah selesai bicara. Alaric menoleh Emily, lantas berjalan mendekat ke istrinya itu. “Billy, aku memintanya mencari siapa sopir truk yang menabrak kita,” jawab Alaric. Emily menatap Alaric yang terlihat kesal, hingga kemudian kembali bertanya, “Apa ini ada hubungannya dengan sepupumu?” Alaric terlihat terkejut mendengar pertanyaan Emily, hingga kemudian menjawab, “Hanya dugaan saja, karena itu aku meminta Billy mencari bukti lebih banyak.” Emily diam berpikir saat mendengar jawaban Alaric. “Jika kamu bertemu Gio saat tidak bersamaku, jauhi dia dan abaikan saja. Paham?” Alaric bicara sambil menatap kedua bola mata Emily. Emily menganggukkan kepala menjawab pertany
Emily menatap apa yang dilakukan kedua anak buah Alaric, lantas menoleh suaminya.“Aku ingat kapan pernah ke sini,” ucap Emily.“Kapan?” tanya Alaric dengan santainya.“Saat umur enam tahun, aku diajak ke sini main layangan, lalu terseret layangan, aku kapok main itu,” jawab Emily sambil tersenyum miring lantas menunjuk ke anak buah Alaric yang sedang berusaha menaikkan layangan ke udara.“Aku tahu,” balas Alaric sambil menatap istrinya itu.“Tahu apa?” tanya Emily mengerutkan alis.“Tahu kamu pernah terseret layangan sampai berteriak-teriak tapi tak melepas benangnya. Kamu terseret di rerumputan saat kedua orang tuamu tak mengawasi,” ujar Alaric.Emily sangat terkejut mendengar ucapan Alaric, hingga kemudian berkata, “Oh, pasti Papi atau Mami yang cerita.”“Bukan,” balas Alaric.Emily mengerutkan alis mendengar balasan suaminya itu.“Kamu tahu kenapa aku bertanya sejak kapan kamu mendapatkan luka di keningmu itu?” tanya Alaric.Emily menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Alaric.
“Kita benar-benar akan menginap?” tanya Emily saat sedang makan malam dengan Alaric.“Kalau tidak, untuk apa aku memesan semua fasilitas di sini?” Alaric membalas dengan gaya angkuh seperti biasa.Emily hanya menahan senyum, lantas menikmati hidangan yang tersedia di meja.“Anak buahmu juga akan menginap?” tanya Emily lagi.Alaric menoleh ke arah dua anak buahnya yang sedang makan malam juga, lantas membalas, “Tenang saja, mereka akan tidur di kamar lain.”Emily tergelak mendengar balasan Alaric, hingga kemudian kembali bicara.“Iya tahu, bukan berarti aku mengatakan mereka akan sekamar dengan kita,” ucap Emily tak bisa menahan tawanya.Alaric hanya tersenyum kecil melihat Emily tertawa, mereka pun kembali menikmati hidangan yang tersedia.Setelah makan malam. Alaric dan Emily berjalan di sekitar tempat menginap.“Tempat ini sangat nyaman untuk dijadikan tempat beristirahat,” ucap Emily sambil mengamati sekitar dan menikmati udara malam yang menenangkan di sana.“Aku tidak salah tempa
Emily masih menautkan bibir mereka, hingga akhirnya dia melepas sambil menurunkan pandangan. Wajahnya memerah mungkin malu karena dia yang memulainya.Emily memberanikan diri memandang Alaric yang ternyata sudah menatapnya. Dia pun mengulum bibirnya saat tatapan pria itu begitu intens kepadanya.“Kamu boleh melakukannya sekarang jika mau,” ucap Emily lantas mengulum bibir sambil menurunkan pandangan.Alaric terlihat terkejut mendengar ucapan Emily. Dia menangkup kedua pipi istrinya lantas menatap dalam ke mata Emily.Tanpa pikir panjang, Alaric kembali menautkan bibir mereka dalam-dalam, dia benar-benar menikmati setiap ciuman yang dilakukan.Alaric mengajak Emily masuk kamar. Dia merebahkan tubuh istrinya lantas mengukung di bawahnya.Emily menatap Alaric yang ada di atasnya. Wajahnya benar-benar bersemu merah, jantungnya pun berdegup sangat cepat membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini.“Kamu benar-benar yakin?” tanya Alaric memastikan. Dia menatap Emily yang ada di bawah tub
Emily tersenyum saat melihat wajah suaminya saat pertama kali membuka mata. Dia mengulurkan telunjuk lantas menyentuh hidung mancung suaminya itu.Alaric menggeliat pelan karena terganggu dengan yang dilakukan Emily.Emily hanya mengulum senyum melihat suaminya bangun karena ulahnya. Hingga dia menatap Alaric yang baru saja membuka mata.“Pagi,” sapa Emily saat melihat suaminya sudah memandang dirinya.“Pagi,” balas Alaric yang tampak masih sangat mengantuk.“Kamu masih mengantuk, kalau begitu tidurlah lagi,” ucap Emily sambil mengusap rambut Alaric dengan lembut.Alaric merangsek ke arah Emily, lantas memeluk istrinya itu di bawah selimut yang menutupi tubuh mereka.Emily mengulum bibir karena Alaric memeluk posesif. Dia menatap wajah suaminya yang masih sangat mengantuk.“Aku masih mengantuk, tapi punya janji mengajakmu jalan-jalan,” ucap Alaric lantas mendaratkan kecupan di kening Emily.“Kalau begitu tidak usah pergi,” balas Emily karena tak tega melihat suaminya dipaksa bangun.A
“Sepertinya kamu tak tahu apa-apa,” ucap Gio ketika melihat Emily penasaran.Emily melihat Gio yang melirik ke sekretaris dan staffnya, seolah memberi kode agar dua orang itu pergi dulu.“Maaf, tahu atau tidak. Ini bukan urusanmu, aku juga tidak peduli dengan apa yang kamu maksud,” ucap Emily yang paham maksud Gio ingin bicara berdua dengannya, tapi Emily tak terpancing ucapan sepupu suaminya itu.Apalagi Alaric sudah memperingatkan agar Emily menghindar jika bertemu dengan Gio.Emily pun pergi meninggalkan pria itu begitu saja, tak mau berurusan apalagi Gio seolah ingin bicara dengannya saja.Gio menatap Emily yang pergi mengabaikan dirinya. Dia tersenyum sambil mengusap dagu melihat iparnya itu pergi begitu saja.“Dia sangat menarik, pantas saja Alaric menjadikannya istri. Tapi lihat saja, sampai mana dia bertahan di samping sepupuku itu.”**Emily kembali ke perusahaan, saat baru saja sampai lobi, staff resepsionis berjalan menghampirinya.“Bu Emi, tadi ada kiriman untuk Anda. Saya
Emily menginjak kaki Farrel karena kesal mendengar ucapan pria itu.“Emi!” pekik Farrel terkejut.“Mau memanfaatkan atau tidak, itu bukan urusanmu. Jangan campuri urusan kami lagi!” bentak Emily yang kesal.Emily berusaha kabur, tapi Farrel kembali menahan lengannya.“Jangan bodoh kamu! Aku berusaha menyadarkanmu. Dia tak sebaik yang kamu pikirkan!” Farrel memaksa agar Emily mau mendengar ucapannya.“Kamu bisa menilai orang, tapi bagaimana denganmu, hah?”Farrel hendak bicara, tapi dari samping ada yang menarik pundaknya lantas melayangkan sebuah pukulan ke Farrel.“Anda baik-baik saja?” tanya anak buah Alaric yang datang terlambat.“Aku baik,” ucap Emily agak syok karena salah satu anak buah Alaric memukul Farrel.Di saat bersamaan, mobil Alaric berhenti di sana. Pria itu langsung turun dari mobil lantas menghampiri Emily.Melihat Farrel di sana, membuat Alaric murka hingga ikut memberi bogem mentah ke pipi Farrel.“Berani mengganggunya, kupatahkan tanganmu!” ancam Alaric begitu murk