Mia berada di mobil yang terparkir di pinggir jalan. Dia membaca pesan yang diterimanya, kemudian menoleh ke bahu jalan yang tampak beberapa toko berjajar di sana. “Benar di sini, kan?” Mia memperhatikan area pertokoan juga kafe di sisi jalan. Dia masih menunggu di sana cukup lama, hingga melihat apa yang diincarnya. Mia pun merapikan pakaian, kemudian turun dari mobil dengan sikap biasa saja. Mia berjalan menuju ke kafe, lantas masuk dan berjalan menuju kasir. Ada satu pelanggan di depannya yang sedang memesan minuman, tentu saja Mia di sana karena tujuan itu. “Terima kasih.” Mia mendengar wanita di depannya berterima kasih, hingga saat wanita itu membalikkan badan, dia dan wanita itu saling tatap. “Bibi.” Anya terkejut melihat Mia di sana. “Kamu ....” Mia terlihat seperti mengingat, padahal sebenarnya sudah tahu siapa wanita yang dilihatnya. “Anya, Bibi.” Anya bicara lembut sambil tersenyum ke Mia. “Oh Tuhan. Iya.” Mia mengangguk-angguk seperti baru ingat. “Bibi dengan siap
“Maaf ya, Emi. Mama harus jelek-jelekin kamu demi menjalankan misi.”Emily terkejut mendengar suara sang mertua saat menghubunginya. Mia terdengar seperti menangis dan menyesal ketika bicara.“Mama kenapa minta maaf. Aku aja ga tahu mama bicara apa, kenapa harus minta maaf?” tanya Emily keheranan.Mia menjelaskan kalau sudah bertemu Anya dan sepertinya berhasil mengambil hati Anya. Dia juga terpaksa berkata tak menyukai Emily yang membuatnya merasa bersalah.Emily malah tertawa kecil karena sang mertua sampai berpikiran seperti itu. Dia pun mencoba memahami posisi dan tindakan sang mertua semuanya karena terpaksa.“Ma, kita sudah sepakat dengan rencana ini. Mama jangan merasa bersalah. Misal memang itu demi lancarnya rencana kita, ya ga papa misal Mama mau menjelekkan atau bagaimana,” ujar Emily menjelaskan.“Mama hanya merasa bersalah,” balas Mia.“Tidak usah merasa bersalah, Ma. Aku terima kasih karena Mama sampai ikut turun tangan membantu menyelesaikan masalah kami,” ucap Emily ba
Siang itu Mia pergi menemui Anya. Mereka sudah membuat janji untuk jalan-jalan bersama. “Bibi sebenarnya mau mencari baju untuk acara lusa. Apa kamu mau nemenin bibi nyari baju?” tanya Mia saat berjalan bersama Anya. “Tentu saja,” balas Anya sambil tersenyum senang. Mia mengangguk mendengar balasan Anya. Mereka pun masuk ke salah satu butik langganan Mia. “Lusa itu ulang tahun Al. Bibi rencana ingin membuat pesta kecil-kecilan, tapi ya tetap saja istrinya pasti akan ikut,” ucap Mia sambil memilih pakaian yang tergantung di butik itu. Anya baru ingat jika memang benar lusa ulang tahun Alaric. Dia berpikir untuk memanfaatkan kesempatan itu. “Anya, apa kamu mau datang ke acara yang bibi buat?” tanya Mia menawari. Anya cukup terkejut mendengar pertanyaan Mia, tapi bukankah itu bagus karena dia bisa menunjukkan ke Alaric dan Emily kalau Mia sekarang ada di pihaknya. “Tapi, apa itu tidak masalah? Aku takutnya akan ada masalah jika datang. Aku tidak mau mengganggu acara kalian
“Seharusnya kamu tidak usah pulang,” ucap Emily saat Alaric menyajikan makan siang untuknya.Alaric hanya tersenyum mendengar ucapan Emily. Dia kemudian meletakkan piring berisi steak ayam di hadapan Emily.“Kamu bilang kalau akan bosan sendirian di rumah. Jadi aku berpikir jika harus sesekali pulang untuk memastikan kamu tidak bosan, dan tidak keluar tanpa izin,” ujar Alaric lalu menarik kursi yang berhadapan dengan Emily.Emily tertawa mendengar ucapan suaminya. Alaric dan yang lainnya sangat posesif karena mencemaskan dirinya.“Aku sekarang tidak bandel kok. Aku nurut semua ucapan kalian,” ucap Emily lantas mengambil sendok yang sudah disediakan Alaric dan bersiap makan.“Kamu bilang tidak bandel, tapi berapa kali kamu melanggar laranganku dan terjadi hal buruk kepadamu, hm?”Alaric mengingatkan bagaimana Emily melanggar peringatannya lalu berakhir dengan tragedi tak terduga.Emily me
Alaric pulang ke rumah setelah berhasil mendapatkan petunjuk. Dia bertemu dengan Ansel yang baru saja keluar dari ruang kerja.“Kebetulan ketemu Papi, ada yang mau aku bahas,” ucap Alaric.“Tentu, masuklah!” Ansel mempersilakan Alaric masuk ruang kerjanya.Mereka berdua masuk ke ruang kerja Ansel. Di sana Alaric mengeluarkan salinan chat yang dilakukan Anya.“Mama berhasil menyelidiki ponsel Anya, meski tak banyak yang didapat, aku rasa ada sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk,” ujar Alaric kemudian memberikan kertas yang dibawa ke Ansel.Ansel menerima kertas pemberian Alaric, melihat beberapa percakapan yang dilakukan Anya dan seseorang.“Aku menduga jika nomor itu yang memberikan informasi soal Emi. Aku sudah menyelidikinya dan cukup terkejut mengetahui kalau pria itu adalah selingkuhan bibiku,” ucap Alaric menjelaskan.“Apa ini ada sangkutpautnya dengan bibimu lagi? Apa dia mas
Ansel memperlihatkan nama yang didapat Alaric ke kakek Emily.“Kenapa kamu memperlihatkan nama ini? Mau apa?” tanya kakek Emily sambil menatap Ansel.“Anaknya ternyata melakukan tes DNA ‘ku dan Emi tanpa sepengetahuan kami. Beberapa hari lalu, informasi soal Emi bukan anak kandungku tersebar dan itu membuat Emi sedih,” jawab Ansel menjelaskan.Alaric diam mendengarkan percakapan antara mertua dan kakek mertuanya itu. Dia melihat kakek Emily yang terkejut mendengar cerita Ansel.“Emi tahu kalau dia bukan anak kandungmu?” tanya Kakek lalu menghela napas kasar.Alaric melihat mertuanya mengangguk menjawab pertanyaan kakek.“Aku hanya mau memastikan, apa benar nama itu kakeknya Emi? Jika benar, berarti pria itu dan maminya Emi saudara?” tanya Ansel memastikan.Alaric masih bingung dengan silsilah keluarga Ansel, apalagi Emily memiliki keluarga yang berbeda.Kakek Emily menghela napas kasar, dia berpikir sambil memegang ujung tongkat dengan erat.Alaric dan Ansel menunggu pria tua itu bicar
“Jangan membahas soal bagaimana silsilah dan kelakuan buruk kakek kandung Emi kepadanya.”Alaric mengingat ucapan sang mertua sebelum mereka turun dari mobil. Dia kini sudah berdiri di depan pintu kamar, menarik napas panjang lalu mengembuskan pelan sebelum akhirnya masuk kamar.“Kamu sudah pulang? Dari mana saja? Mobilmu sudah terparkir di garasi sejak tadi, tapi kamu tidak ada, aku telepon juga ponselmu mati!”Baru saja masuk kamar, Alaric sudah mendapat berondongan pertanyaan dari istrinya.Alaric melihat wajah cemberut istrinya. Dia mendekat untuk menjelaskan.“Tadi Papi ngajak keluar untuk mencari tahu soal nomor yang menghubungi Anya dan disinyalir sebagai orang yang membocorkan statusmu,” ujar Alaric saat sudah berdiri di depan Emily.Emily menurunkan kedua tangan yang tadinya berkacak pinggang ketika mendengar ucapan Alaric.“Sudah dapat pelakunya?” tanya Emily penasaran.Alaric mengangguk-angguk, kemudian mengajak istrinya untuk duduk bersamanya.“Siapa pelakunya?” tanya Emil
Lena sangat terkejut mendengar ucapan Mia, tapi dia berusaha tenang meski agak panik.“Punya bukti apa kamu sampai menuduhku? Kamu pikir dengan hanya berkata kalau aku terlibat lalu benar aku terlibat? Munafik sekali.”Lena langsung mencibir ucapan Mia.Mia tentu saja tetap bersikap tenang mendengar ucapan Lena. Bukankah apa yang dikatakan Lena, sebenarnya bukti kepanikan dari wanita itu.“Bukti, aku memang tidak punya tapi insting seorang ibu takkan pernah salah. Dan satu lagi, mungkin kamu tidak tahu kalau ada saksi di malam kejadian itu.”Setelah mengatakan itu, Mia berdiri untuk pergi. Dia sengaja mengatakan itu untuk memancing reaksi Lena.Benar saja, Lena sangat terkejut saat mendengar Mia mengatakan soal saksi. Meski dia terlihat tenang, tapi gerakan tubuhnya memperlihatkan sebuah kegelisahan.“Coba saja cari bukti dan tunjukkan saksinya kalau kamu memang punya. Yang jelas, kamu takkan pernah mendapatkan bukti kalau aku pelakunya,” tantang Lena.