“Seharusnya kamu tidak usah pulang,” ucap Emily saat Alaric menyajikan makan siang untuknya.
Alaric hanya tersenyum mendengar ucapan Emily. Dia kemudian meletakkan piring berisi steak ayam di hadapan Emily.
“Kamu bilang kalau akan bosan sendirian di rumah. Jadi aku berpikir jika harus sesekali pulang untuk memastikan kamu tidak bosan, dan tidak keluar tanpa izin,” ujar Alaric lalu menarik kursi yang berhadapan dengan Emily.
Emily tertawa mendengar ucapan suaminya. Alaric dan yang lainnya sangat posesif karena mencemaskan dirinya.
“Aku sekarang tidak bandel kok. Aku nurut semua ucapan kalian,” ucap Emily lantas mengambil sendok yang sudah disediakan Alaric dan bersiap makan.
“Kamu bilang tidak bandel, tapi berapa kali kamu melanggar laranganku dan terjadi hal buruk kepadamu, hm?”
Alaric mengingatkan bagaimana Emily melanggar peringatannya lalu berakhir dengan tragedi tak terduga.
Emily me
Alaric pulang ke rumah setelah berhasil mendapatkan petunjuk. Dia bertemu dengan Ansel yang baru saja keluar dari ruang kerja.“Kebetulan ketemu Papi, ada yang mau aku bahas,” ucap Alaric.“Tentu, masuklah!” Ansel mempersilakan Alaric masuk ruang kerjanya.Mereka berdua masuk ke ruang kerja Ansel. Di sana Alaric mengeluarkan salinan chat yang dilakukan Anya.“Mama berhasil menyelidiki ponsel Anya, meski tak banyak yang didapat, aku rasa ada sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk,” ujar Alaric kemudian memberikan kertas yang dibawa ke Ansel.Ansel menerima kertas pemberian Alaric, melihat beberapa percakapan yang dilakukan Anya dan seseorang.“Aku menduga jika nomor itu yang memberikan informasi soal Emi. Aku sudah menyelidikinya dan cukup terkejut mengetahui kalau pria itu adalah selingkuhan bibiku,” ucap Alaric menjelaskan.“Apa ini ada sangkutpautnya dengan bibimu lagi? Apa dia mas
Ansel memperlihatkan nama yang didapat Alaric ke kakek Emily.“Kenapa kamu memperlihatkan nama ini? Mau apa?” tanya kakek Emily sambil menatap Ansel.“Anaknya ternyata melakukan tes DNA ‘ku dan Emi tanpa sepengetahuan kami. Beberapa hari lalu, informasi soal Emi bukan anak kandungku tersebar dan itu membuat Emi sedih,” jawab Ansel menjelaskan.Alaric diam mendengarkan percakapan antara mertua dan kakek mertuanya itu. Dia melihat kakek Emily yang terkejut mendengar cerita Ansel.“Emi tahu kalau dia bukan anak kandungmu?” tanya Kakek lalu menghela napas kasar.Alaric melihat mertuanya mengangguk menjawab pertanyaan kakek.“Aku hanya mau memastikan, apa benar nama itu kakeknya Emi? Jika benar, berarti pria itu dan maminya Emi saudara?” tanya Ansel memastikan.Alaric masih bingung dengan silsilah keluarga Ansel, apalagi Emily memiliki keluarga yang berbeda.Kakek Emily menghela napas kasar, dia berpikir sambil memegang ujung tongkat dengan erat.Alaric dan Ansel menunggu pria tua itu bicar
“Jangan membahas soal bagaimana silsilah dan kelakuan buruk kakek kandung Emi kepadanya.”Alaric mengingat ucapan sang mertua sebelum mereka turun dari mobil. Dia kini sudah berdiri di depan pintu kamar, menarik napas panjang lalu mengembuskan pelan sebelum akhirnya masuk kamar.“Kamu sudah pulang? Dari mana saja? Mobilmu sudah terparkir di garasi sejak tadi, tapi kamu tidak ada, aku telepon juga ponselmu mati!”Baru saja masuk kamar, Alaric sudah mendapat berondongan pertanyaan dari istrinya.Alaric melihat wajah cemberut istrinya. Dia mendekat untuk menjelaskan.“Tadi Papi ngajak keluar untuk mencari tahu soal nomor yang menghubungi Anya dan disinyalir sebagai orang yang membocorkan statusmu,” ujar Alaric saat sudah berdiri di depan Emily.Emily menurunkan kedua tangan yang tadinya berkacak pinggang ketika mendengar ucapan Alaric.“Sudah dapat pelakunya?” tanya Emily penasaran.Alaric mengangguk-angguk, kemudian mengajak istrinya untuk duduk bersamanya.“Siapa pelakunya?” tanya Emil
Lena sangat terkejut mendengar ucapan Mia, tapi dia berusaha tenang meski agak panik.“Punya bukti apa kamu sampai menuduhku? Kamu pikir dengan hanya berkata kalau aku terlibat lalu benar aku terlibat? Munafik sekali.”Lena langsung mencibir ucapan Mia.Mia tentu saja tetap bersikap tenang mendengar ucapan Lena. Bukankah apa yang dikatakan Lena, sebenarnya bukti kepanikan dari wanita itu.“Bukti, aku memang tidak punya tapi insting seorang ibu takkan pernah salah. Dan satu lagi, mungkin kamu tidak tahu kalau ada saksi di malam kejadian itu.”Setelah mengatakan itu, Mia berdiri untuk pergi. Dia sengaja mengatakan itu untuk memancing reaksi Lena.Benar saja, Lena sangat terkejut saat mendengar Mia mengatakan soal saksi. Meski dia terlihat tenang, tapi gerakan tubuhnya memperlihatkan sebuah kegelisahan.“Coba saja cari bukti dan tunjukkan saksinya kalau kamu memang punya. Yang jelas, kamu takkan pernah mendapatkan bukti kalau aku pelakunya,” tantang Lena.
Di salah satu restoran bintang lima. Mia sudah menyiapkan tempat khusus untuk merayakan ulang tahun Alaric. Mia sengaja memilih outdor agar memberi celah orang yang bersekongkol dengan Anya agar menunjukkan batang hidungnya.Pesta itu hanya dihadiri oleh keluarga ditambah Anya. Keluarga Emily juga ikut serta, tentu saja untuk melindungi Emily.Alaric sampai di restoran itu bersama Emily. Dia menoleh Emily yang menarik napas panjang lalu mengembuskan kasar beberapa kali.“Tidak apa-apa, kan?” tanya Alaric memastikan. Dia bahkan sampai menggenggam telapak tangan Emily.Emily menoleh ke Alaric, lalu menganggukkan kepala.Mereka turun dari mobil. Ansel dan Aruna sudah menunggu keduanya untuk masuk bersama.“Jangan jauh-jauh dari mami,” bisik Aruna karena mencemaskan Emily.Emily mengangguk kecil sambil tersenyum. Mereka tidak tahu apakah ada yang memantau atau tidak, sehingga mulai dari turun mobil sampai masuk, mereka harus berpura biasa saja.Saat sampai di tempat pesta. Emily melihat M
Billy dan yang lain berjaga di restoran itu, tapi tentu saja mereka tak berpakaian biasa atau memantau secara terang-terangan karena tak tahu apakah benar ada atau tidak yang memanfaatkan pesta itu untuk menyerang Emily dan Alaric. Bukan hanya Billy dan anak buahnya, bahkan Susi dan Ira juga ambil bagian dari rencana Alaric untuk membantu. Mereka disiapkan untuk jadi pelayan yang khusus membawakan makanan dan minuman Emily. “Bentar.” Susi meminta Ira untuk berhenti saat mereka baru mau masuk dapur untuk mengambil makanan yang siap disajikan. Ira bingung karena Susi menghentikan langkah, hingga melihat isyarat yang diberikan Susi. Mereka melihat pria berseragam restoran tampak memasukkan sesuatu ke makanan yang ada di piring. “Hm ... bener, ternyata memang ada yang jahat,” bisik Susi. “Tapi itu jatah makanan siapa?” tanya Ira. “Coba nanti kita dengar instruksi, kalau itu buat Emi, maka kita tinggal menukar dengan makanan lain yang sudah disiapkan dan aman,” jawab Susi. I
Semua orang berdiri mendengar ucapan Alaric, untung saja yang datang hanya anggota keluarga, sehingga tak harus melihat kepanikan banyak orang.“Kenapa wajahmu pucat? Apa benar kalau makanan ini ada racunnya?” tanya Alaric dengan tatapan mengintimidasi.Anya begitu panik sampai-sampai ketakutannya bisa terlihat jelas oleh semua orang.“Bagaimana aku tahu itu ada racunnya? Aku hanya tak suka kalau harus memakan sesuatu yang bukan jatahku,” elak Anya.“Benarkah?” Alaric tersenyum miring.Emily memandang Anya yang ketakutan, benar kalau pesta itu digunakan untuk mencelakainya. Dia berdiri merapat ke orang tuanya agar aman.“Kalau memang tak beracun, kenapa tidak kamu coba untuk memakannya?” tanya Alaric masih menyodorkan piring itu.“Benar Anya, kalau makanan itu baik-baik saja, kenapa kamu harus takut?” Mia ikut memprovokasi.Anya semakin panik, bahkan sampai mundur karena takut. Dia tak mungkin makan makanan yang sudah terkontaminasi racun.Semua orang menatap ke Anya, tentunya mereka
“Kalian pulang. Kalian baik-baik saja, kan?” tanya Vano saat melihat sang kakak dan orang tuanya pulang. Vano memang tidak diajak karena takut jika menjadi sasaran. Dia sekarang menatap cemas ke Emily yang berjalan bersama sang mami. “Kami baik-baik saja, kamu jangan cemas,” jawab Emily. Vano bernapas lega mendengar jawaban Emily. Dia mengangguk sopan ke Mia dan Bobby, bahkan dengan sigap mempersilakan semua orang masuk. “Di mana Kak Alaric?” tanya Vano karena tak melihat kakak iparnya itu. “Dia dan yang lain mengejar pelaku yang ingin mencelakai. Berdoa saja semoga pelakunya tertangkap agar bisa diadili,” jawab Aruna. Vano mengangguk mendengar ucapan sang mama, sedangkan Emily terlihat sangat cemas. “Kakak jangan cemas, Kak Alaric pasti baik-baik saja. Sekarang duduk dan minumlah dulu,” ucap Vano penuh perhatian. Emily mengangguk kemudian duduk bersama yang lain sambil menunggu kabar dari Alaric. ** Alaric dan Billy masih mengejar Anya. Mereka takkan menyerah sampai mendapat