Share

Bab 15

Penulis: Selene21
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-11 23:47:46

Elia terbangun dini hari karena kandung kemihnya terasa penuh dan mendesak. Dengan mata berat, ia menyibak selimut dan menurunkan kakinya. Udara dingin menusuk yang keluar dari pendingin ruangan membuat tangannya memeluk tubuh. Betapa kagetnya Elia, mendapati ikatan jubah mandinya sudah terlepas.

“Hahh? Kok bisa lepas?” heran Elia seraya mengikat erat kembali jubahnya. Ia melirik ke ranjang, tapi tidak mendapati sosok Wirasena di sana. “Masa’ iya aku yang melepasnya?” gumamnya sambil bergegas ke toilet.

Selesai berkemih, Elia mencuci tangan dan menghadap cermin. Kantuknya seketika lenyap melihat di area leher dan dada atasnya terdapat bentol-bentol merah seperti biduran.

“Astaga … kenapa lagi ini?!” paniknya sambil mencermati merah-merah di kulitnya. “Gak terasa gatal sama sekali, tapi kenapa merah?” Elia mengingat-ingat masakan yang sempat di makannya saat resepsi di hotel tadi.

“Kamu di dalam, El?”

“Ya, Prof. Sebentar,” sahut Elia. “Silakan,” ucap Elia ketika sudah berada di lu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab16-1

    Elia menahan langkahnya ketika melihat Wirasena sedang berbincang di telepon agar tidak mengganggu pria itu. Namun, ia terperanjat mendengar ucapan Wirasena dengan lawan bicaranya.“Berhenti menghubungi Elia. Statusnya sudah berubah. Dia istri saya sekarang!”“Siapa yang telfon, Prof?” celetuk Elia tanpa sadar.Wirasena menoleh sekilas, lalu melanjutkan ucapannya. “Saya sangat menghargai bila Anda menjaga jarak secara profesional dengan Elia. Terima kasih.”Dengan langkah cepat, Elia menghampiri Wirasena dan merebut ponsel di tangan pria itu, yang ternyata adalah miliknya.“Anda menjawab panggilan saya?!” tanya Elia dengan nada tinggi.“Ya. Nada deringnya keras dan berisik. Aku hanya menyelamatkan gendang telingaku,” kilah Wirasena dengan nada datar.“Kenapa harus diangkat? Kenapa gak dimatikan?!” protes Elia kesal.Wirasena menjauhkan kepalanya dengan alis

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14
  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 16-2

    Dering panggilan dari ponsel Wirasena menghentikan romansa yang sedang berlangsung.“Ya.” Dingin dan singkat, begitulah cara Wirasena menjawab setiap dering teleponnya.“Oke. Minta OK siapkan cyto.” Wirasena memutus sambungan lebih dulu. Ia menatap Elia sejenak, lalu meraih tangan gadis itu. “Tukar pakaianmu. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat.”***Dalam perjalanan, mereka tidak saling bicara. Wirasena fokus dengan kemudinya, sedangkan Elia lebih memilih menoleh ke kiri, menatap jalanan dan pengemudi lain. Elia tahu, fokus Wirasena saat ini adalah pasien gawat darurat yang sedang menunggunya di meja operasi, bukan masalah mereka atau perasaannya.Mobil berhenti di area parkir yang disiapkan khusus untuk dokter. Letaknya lebih dekat ke gedung utama rumah sakit.“Saya tunggu di sini saja,” putus Elia tanpa melihat Wirasena.“Ikut aku turun.” Wirasena keluar dari mobi

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14
  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 17-1

    Wirasena bekerja dengan cepat dan akurat di meja operasi seperti biasanya, meskipun hatinya tidak tenang meninggalkan Elia bersama Siwi. Bagaimanapun, Siwi pernah menyatakan perasaan dan ditolaknya. Wirasena khawatir, Siwi mengatakan hal-hal yang tidak seharusnya didengar Elia.“Mima, tutup lemak dan kulitnya. Saya ada keperluan mendesak.” Wirasena memberi instruksi pada asisten operatornya sebelum berbalik badan dan meninggalkan meja operasi.“Tumben diserahkan asisten? Biasanya diselesaikan sendiri sampai bersih,” bisik Indra—perawat instrumen—sambil melirik punggung Wirasena.“Beneran urgent artinya. Sudah, kerjakan saja. Jangan kepo!” tegur Sandi—dokter anastesi.“Iya, Dok. Aneh saja, operator paling pilih-pilih yang pernah ada di sini, tiba-tiba kasih tugas ke Mima, asisten paling gak pernah dipilih.” Cengir Indra sembari mengulurkan pinset.“Tadi di lobi, sempat

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-15
  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 17-2

    “Aku antar ke tempat Shinta. Masukkan alamatnya,” ucap Wirasena sambil menoleh ke spion kanan.Shinta mengajak Elia bertemu di sebuah pusat perbelanjaan. Shinta berkata ingin melepas stres dengan berbelanja, saat Elia menolak.“Hubungi aku kalau kamu sudah selesai,” pesan Wirasena saat menurunkan Elia di halaman parkir sebuah mal. “Kita bicara lagi nanti.”Elia hanya mengangguk tanpa bermaksud menyetujui rencana Wirasena. Ia hanya ingin pria itu segera berlalu dari hadapannya.Ketika bertemu Shinta, pikirannya yang kacau karena masalahnya sendiri, lenyap tak bersisa. Tanpa banyak bertanya, Elia memeluk erat sahabatnya itu. Wajah sembab Shinta sudah menjawab semua pertanyaan yang sejak tadi ditahannya.“Kita cari tempat ngobrol, yuk,” ajak Elia, tapi segera Shinta tolak.“Gak usah, kita muter-muter aja, ngabisin duit. Ngobrol malah bikin pening, El. Kita jalan-jalan aja sambil belanja.&rdq

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-15
  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 18-1

    Shinta terkejut mendengar Elia mengumpat sambil menutup wajahnya. Pasalnya, sahabatnya itu hampir-hampir tidak pernah mengeluarkan kata kasar dari bibir cantiknya. Dan kalau sampai Elia mengumpat, itu berarti suatu hal yang sudah keterlaluan.“Siapa, sih?!” tanya Shinta.Enggan menjawab, Elia menunjuk objek yang mengganggu matanya dengan telunjuk. “Tuh!”Brak!Shinta berdiri dengan tergesa hingga pahanya menabrak meja plastik dengan keras. “PAPA!”“Papa?” ulang Elia dengan wajah bingung.“Sialan! Masih berani bawa perempuan berkeliaran! Dasar gak punya malu!”Shinta bergegas keluar dari kursinya, tapi tangan Elia mencekalnya. “Eits, mau ngapain?!” pekik Elia panik.“Mau bikin perempuan itu jera!” sahut Shinta geram.Elia segera berdiri. Tangannya semakin erat mencekal tangan Shinta. “Tahan, Shin! Ini tempat umum. Jangan mempermaluka

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-16
  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 18-2

    Wirasena termenung sembari menunggu antrian. Sepanjang perjalanan menjemput Elia tadi, ia banyak berpikir. Ucapan dan tindakannya sepanjang hari ini, bisa jadi memberikan tekanan yang besar bagi Elia hingga gadis itu mengalami kram perut.Terlebih, sikap Tatik yang berusaha keras untuk kuat dan mandiri untuk menyambut cucunya, tapi malah disalahartikan Elia sebagai tindakan penolakan terhadap bantuannya."Ini tidak baik untuk Elia dan bayi dalam kandungannya," gumam Wirasena pada dirinya. "Aku harus menjauhkannya dari segala tekanan, terutama dari dendam masa laluku."Dengan tekad bulat, Wirasena kembali ke IGD dan menemui Elia. “Gimana?” tanya Wirasena begitu masuk ke dalam bilik.“Aku sudah kasih analgesik. Selanjutnya adalah bagianmu.” Elena menusuk perut Wirasena dengan lightpen miliknya. “Aku ingin bicara denganmu, empat mata!”“Nanti, El. Setelah semuanya selesai, aku akan mengaku dosa padamu

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-16
  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 19

    Menunggu Wirasena mengurus administrasi sembari mendengar Shinta dan Elena berbincang, Elia memikirkan dan menimbang semua yang terjadi hari ini hingga kram yang dialaminya. Deraan emosi dan masalah yang beruntun, sedangkan ia tidak memiliki tempat untuk berkeluh kesah membuatnya merasa tertekan dan sendirian.Elia mendesah tanpa sadar.Setelah Wirasena datang, hingga Elia terbaring di ranjang poli menjalani pemeriksaan USG, ia tidak benar-benar berada di tengah percakapan. Gerakan benda hitam kecil di dalam lingkaran putih yang tampil di layar USG, barulah menyadarkannya.“Owh …!” pekik Elia takjub. “Dia bergerak ….” Elia terisak melihat benda hitam kecil berenang dalam lingkaran.Reaksi Wirasena saat melihat bayi itu bergerak membuat Elia semakin yakin. ‘Dia hanya peduli pada bayimu, El. Tidak padamu,’ putus Elia dalam hati.Pun begitu, saat Wirasena tinggal berdua dengannya dan mengajaknya bicara, Elia sudah menarik sebuah kesimpulan. Meskipun, pria itu sudah meminta maaf padanya d

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-17
  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 20

    Di bawah teriknya sinar matahari, motor matic kesayangan Elia melaju lambat menyusuri jalanan kota. Urusan kelengkapan berkas, sudah diselesaikannya. Sekarang, tinggal menunggu panggilan magang dan dia akan menerima gaji tetap. Dia bisa hidup tanpa bergantung pada kartu hitam pemberian Wirasena yang sengaja ditinggalnya di dalam laci meja riasnya.Elia memutuskan menepi di depan sebuah mobil losbak yang sedang kosong. Ia memarkir motornya merapat pada trotoar dan duduk di pinggiran. Elia hanya ingin menunda kepulangannya dan menghubungi Shinta tanpa kemungkinan ada yang mendengar percakapan mereka.[Halo, perkenalkan saya, Victoria. Silakan menghubungi kembali atau tinggalkan pesan. Nomer yang Anda hubungi sedang sibuk.]Elia terbahak mendengar kekonyolan Shinta.“Astaga … ngapain, sih?! Pasien kambuhan!” ejek Elia masih dengan senyum lebar yang tersisa.[Eh, elu. Gue kira Maswir yang nelpon. ‘Kan ngeri, ya, kalau sampai ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-19

Bab terbaru

  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 48

    Haris duduk bersandar pada kursi plastik tebal yang baru pertama kali dipakainya menemui tamu karena semenjak dirinya mendekam dalam tahanan, belum ada satu orang pun yang menjenguknya, termasuk para perempuannya. Ia mengernyit melihat dua pria yang menjadi tamu pertamanya. Rasanya, ia belum pernah melihat apalagi mengenal mereka berdua. “Kalian siapa?” Pria berdasi menegakkan punggungnya dan mengeluarkan selembar kertas dari dalam tas kulit hitam yang biasanya juga Haris pakai ketika menemui klien atau yang berkaitan dengan kasus yang ditanganinya. “Saya Danar Wiguna, kuasa hukum dari Wirasena. Saya datang untuk menyampaikan ini kepada anda.” Danar memutar kertas menghadap Haris agar pria itu mudah membacanya. Tangan bergelang borgol itu, menerima dengan ragu. Bola matanya bergerak lambat mencermati setiap kata yang tertera dalam kertas. Sejurus kemudian, senyum sinis terbersit di sudut kanan bibirnya. “Pemalsuan surat wasiat? Apa ini?!” Haris meremas kertas di tangannya dan mem

  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 47

    Mata wanita Bali itu lekat menatapnya, membuat Elia was-was.“Secara keseluruhan, kondisi bayinya sehat. Hanya saja ….”“Hanya saja apa, Dok? Bayi saya kenapa?” sambar Elia cepat.Tok tok tok.“Masuk.”Elia sedikit kesal pada pemilik tangan di balik pintu yang mengganggunya. Wajah cemberutnya tidak lepas dari pengamatan Kadek.“Permisi, Dok. Apa suami pasien sudah boleh masuk?” tanya perawat pendamping polos.“Boleh. Persilakan masuk, Sus.” Senyum jenaka terbersit di sudut bibir Kadek.Elia memalingkan wajahnya menanti kemunculan Jonas. Begitu pria itu menampakkan wajah tampannya yang sedang tersenyum canggung, Elia menekuk bibirnya keluar.“Kenapa masuk sekarang, sih?!” ketus Elia disambut ekspresi kebingungan Jonas.“Hah?”“Silakan duduk.” Kadek berdiri dan mengulurkan tangan. “Tidak perlu kaget, pengaruh pregnancy hormone.”Mulut Jonas membulat tanda maklum. “Jadi, bagaimana dengan bayinya, Dok?” Jonas mengambil kursi di samping Elia, mengabaikan wajah cemberut yang masih menatapny

  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 46

    “Mana Elia, Bang?” Jonas heran melihat hanya ada Barata di meja makan sedang termenung.“Ha? Eh, dia baru saja berangkat.”Jonas makin heran, kala melihat piring dengan nasi dan sendok masih utuh di meja. “Ada apa, Bang? Elia gak jadi sarapan?”Barata mendesah. “Sepertinya aku membuat napsu makannya hilang,” akunya lemah.“Ish, dia ‘kan lagi hamil. Butuh banyak nutrisi. Emangnya, bahas apaan, sih?!” Jonas bergegas menuju pintu rumah. Dilihatnya, Elia sudah mencapai lobi puskesmas. “Marah dia?” tanyanya seraya berbalik menatap Barata.“Hhh, entahlah. Kenapa jadi aku yang susah, ya? Padahal niatnya cuma pengen bantuin.” Barata menengadah menatap langit rumah.“Udah, biarin aja.” Jonas menghampiri Barata. “Kita semua sudah dewasa. Bisa selesaikan masalah masing-masing. Jangan ikut campur, Bang.”Barata melirik iparnya sambil

  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 45

    “Masuk, Bang!” Jonas mengiring Barata masuk. “Kok gak kabar-kabar dulu? Kakak gaka ikut?”Elia hanya terbengong melihat Jonas begitu akrab dengan dosen walinya. Kalau hanya kenal, dirinya juga mengenal Barata dengan baik. Tapi ini, lebih dari sekedar saling kenal.“Halo, Elia. Apa kabar?” sapa Barata ramah. “Mau ikut wisuda periode berapa?” Barata duduk di sofa panjang satu-satunya yang ada di ruangan itu. “Duduk, El.”Jonas kasihan melihat Elia yang terkejut. “El.” Jonas menyentuh lengan Elia dan mengajaknya duduk. “Aku kenalkan, meskipun kamu pasti sudah kenal baik.”Rasa gugup menghampiri Jonas ketika mata Elia menuntutnya. Ia menggosok kedua tangannya ke celana menutupi rasa gugupnya.“Engh, ini kakak iparku. Suami kakakku Elena. Di kampus, biasanya kita panggil Prof. Bara.”Tawa Barata menggelegar. “Bisa gugup juga kamu, Nas?” god

  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 44

    “Mau apa?” Mata Elia melebar karena panik.Alih-alih menjawab pertanyaan Elia, Jonas menarik turun kedua kaki Elia dan meletakkannya di dalam ember berisi larutan garam hangat.“Rendam kakimu sebentar.” Jonas merasa Elia menarik kakinya dengan tatapan curiga. “Larutan garam,” imbuhnya sambil tersenyum.“Owh.”Jonas tergelitik ingin menggoda Elia karena sikap panik dan tatapan curiga gadis itu. “Kamu mikir apa tadi, sampai panik begitu?”“Eh, enggak. Kaget aja. Aku ketiduran tadi.”Tidak ingin membuat suasana semakin canggung, Jonas mengalihkan pembicaraan. “Gimana, pengalaman rujuk pertama kali?”Senyum Elia lemah. “Hmm, jauh ternyata,” desahnya. “Untung kondisi pasien stabil selama perjalanan. Kalau sampai anfal di tengah jalan, bisa panik aku.”“Oh ya.” Saking semangatnya, Elia menumpukan tangannya di atas t

  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 43

    Wirasena berjalan cepat ke ruang Elena, istri Barata. Wanita itu sedang menonton sesuatu di laptopnya. Melihat Wirasena masuk, ia hanya melirik sekilas, lalu melanjutkan kegiatannya.“El, tolong aku.”“Ogah!” sahut Elena ketus.“Elia mengirimkan gugatan cerai. Aku harus bagaimana?”Tanpa mengalihkan matanya dari layar, Elena mengacungkan kedua jempolnya dan menjungkirnya ke bawah dengan cepat. “Bagus, lah! Kalau aku jadi dia, aku sudah menceraikanmu sejak hari pertama menikah.”“El, please, help!” rengek Wirasena.Brak.Elena menutup laptopnya kasar. “Profesor Wirasena yang terhormat, percuma kamu merengek di sini. Aku sudah janji, gak akan bantu kamu lagi. Jengkel aku, Wir!”Seolah tidak puas melampiaskan marahnya dari jarak jauh, Elena keluar dari balik mejanya dan duduk di samping Wirasena.“Coba kamu pikir, berapa kali dia masuk IG

  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 42

    “Kamu cukup diam di tempat, El. Biar aku yang mengambil langkah menghampirimu. Hmm?”Terbalut rasa lelah dan putus asa, Elia berusaha berdiri dan menunggu apa yang akan Jonas lakukan selanjutnya. Akankah pria itu sungguh mengambil langkah awal untuk mendapatkannya?“Aku menunggu,” ucap Elia saat Jonas hanya berdiri terpaku.“Serius, El?” tanya Jonas tidak percaya. “Aku tidak akan mengecewakanmu,” sambungnya seraya berjalan cepat menghampiri Elia begitu gadis itu menganggukkan kepala.Mereka berdiri berhadapan dengan canggung. Lama mereka bertatapan tanpa kata, hanya mata yang bicara.“Elia,” ucap Jonas akhirnya. “Aku tidak akan memaksamu. Aku hanya ingin menjagamu dan, ehm, bayimu.”“Menjaga jodoh orang, maksudmu?” goda Elia.“Berlebihan rasanya, memintamu membalas perasaanku di saat kamu sedang mengandung bayi pria lain. Aku hanya minta, jangan

  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 41

    “Jonas! Apa benar yang dikatakan nenek Aminah?!” tanya Andika tak sabar.Mulut Jonas setengah terbuka hendak menjawab pertanyaan Andika, tapi urung karena kepala-kepala lain menyusul di belakang Andika. Tatapan penasaran menghujani Elia dan Jonas yang masih bingung mencerna kondisi yang sedang terjadi.“Jonas, jawab! Malah bengong.” Andika melangkah masuk dengan kesal.“Dok, saya akan jelaskan situasinya. Tapi, tidak di sini. Hanya kita bertiga. Bisa?” pinta Jonas lirih.Prok prok prok.Andika segera membalik tubuhnya dan bertepuk tangan membubarkan barisan anak buah yang menunggu kejelasan cerita cinta mengejutkan antara dokter ganteng yang ramah dan dokter pendatang baru yang luar biasa cantik dan anggun.“Yok … bubar dulu, yok! Nanti akan ada pers release, oke?” Andika menutup pintu perlahan.“Hhhuuuu …!” sorak semuanya kompak. “Gak asik, Dok!” protes mereka teredam daun pintu.“Oke, sebelum kalian mulai menjelaskan, saya awali dulu.” Andika menarik kursi dan duduk. “Bukan bermaksu

  • Dari Pegawai Jadi Mempelai   Bab 40

    “Aku sedang hamil.”Jonas tampak terkejut, tapi berusaha untuk menahannya agar tidak menyinggung Elia. “Oh, ya. Oke.” Senyum kikuk terulas di bibir Jonas.“Itu saja? Gak ada yang mau kamu tanyakan?” heran Elia.“Gak ada. Kalau kamu tidak keberatan dan ingin bercerita, aku akan dengarkan. Aku menghargai privasimu, El.” Jonas hendak berbalik, namun urung. “Perlu aku buatkan sesuatu?” tawarnya tulus.“Bisa kita duduk sebentar?” tanya Elia ragu.“Oke.” Jonas mendahului Elia menarik sebuah kursi dari bawah meja makan. “El, sungguh. Kalau kamu keberatan menceritakannya.” Jonas tidak melanjutkan ucapannnya dan hanya mengangkat kedua tangannya senada dengan endikkan bahunya.Jonas semakin tidak enak hati menyadari raut wajah Elia berubah sendu ketika gadis itu duduk berhadapan dengannya.“Aku hanya tidak ingin kamu salah sangka atau hubungan

DMCA.com Protection Status