Share

Sekali Jalan Sejuta. Mau?

Author: Juniarth
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
"Kamu ---- "

"Intinya gini, Sab. Jangan ganggu su-a-mi-ku! Paham?! Sekali lagi aku tegasin! Jangan ganggu su-a-mi-ku! Bagiku apapun Mas Akhtara adalah segalanya untukku. Aku nggak peduli sama masa lalunya sama sekali. Ngerti kamu?!" Potongku cepat.

Lalu Sabrina menggebrak meja dan kembali menunjukku.

"Harusnya Akhtara itu nikahin aku! Bukan kamu! Kamu itu cuma pelakor! Bisanya ngambil laki-laki milik perempuan lain aja! Apa kamu nggak punya hati?! Kita ini sesama perempuan!"

Teriakan Sabrina menggema di rumah makan dengan air mata yang membasahi pipi. Sedang pengunjung mulai menatap perdebatan tidak tahu malu kami. Lebih tepatnya aku mulai tersudut dan dianggap sebagai perempuan yang seharusnya paling bertanggung jawab atas perpisahannya dengan Pak Akhtara.

Astaga naga!!!!

Aku ini hanya istri kontrak!

Tapi kini harus berperan seperti istri sungguhan untuk mempertahankan suaminya!

Sumpah! Sepulang dari rumah makan ini, jika aku bisa membuat serangan berbalik mengenai Sabrina,
Juniarth

enjoy reading ....

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Juniarth
terima kasih kak miyuk kaslan
goodnovel comment avatar
Miyuk Kaslan
pagi ya thor,selalu rahayu hamemayu dirimu,aamiin
goodnovel comment avatar
Miyuk Kaslan
jihan,jangan mau,posisimu dah disewa,jangan kemaruk. nanti nasibmu malah kayak sabrina lho
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Untuk Malam Ini Saja

    Usai menata baju-bajuku ke dalam lemari setelah disetrika oleh Bik Wati, ponselku kembali berdering. Aku segera memiringkan badan karena kebetulan ponsel berada di atas ranjang yang bersebelahan dengan lemari. "Rara?" gumamku setelah melihat siapa nama penelfonnya. Buru-buru aku segera menggeser tombol hijau ke atas dan menempelkan ponsel ke telinga. "Ya, Ra?" "Gimana, Han? Udah ada jawaban belum?" Aku menepuk jidat karena sedari tadi sibuk dengan urusan kamar dan lemari pakaian. "Sejam lagi gue kasih jawaban, ya?" "Lama bener sih?" Lagipula, aku tidak harus mengatakan pada Rara bukan jika aku dan Pak Akhtara memiliki perjanjian pra nikah yang melarangku untuk kembali menggeluti pekerjaan sampingan sebagai pacar sewaan selama menjadi istri kontraknya. Alasannya sederhana, aku tidak mau mengumbar masalah pribadiku dan Pak Akhtara pada siapapun. Ini privasi kami dan pak Akhtara pasti sependapat denganku. "I ... itu ... dari tadi gue sibuk beres-beres kamar." "Bukannya Pa

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Jangan-Jangan ... Kamu Hamil?

    Belum sempat sarapan dan Pak Akhtara mengemudi layaknya orang kesetanan! Aku melirik jarum speedometer mobil sedannya ini hampir mendekati kecepatan delapan puluh kilometer per jam. Gila! Ini kencang sekali. "Pak, pelan, Pak!"Berkali-kali Pak Akhtara membunyikan klakson agar kendaraan yang berada di depan bersedia menepi dan memberi jalan. Terus seperti itu hingga aku merasa ketakutan saat beliau hampir saja menyenggol pengendara roda dua yang tetap menyebrang padahal Pak Akhtara sudah membunyikan klakson panjang."Astaga, Pak! Jantung saya lepas!" Aku memekik takut sambil mengusap dada berkali-kali.Tapi Pak Akhtara tetap melajukan mobilnya secepat yang beliau mampu tanpa mempedulikan protes yang kulayangkan. "Pak, saya masih pengen hidup! Saya ini anak tunggal dan punya dua orang tua yang masih pengen saya bahagiakan!" Pekikku. Begitu memasuki kluster perumahan super elite dengan satpam yang meminta pass code, beliau mulai mengurangi kecepatan hingga tiba di depan sebuah rumah

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Disuapi Lalu Dicium Sayang

    "Masih mual, Han?" tanya Mamanya Pak Akhtara. Kami berempat sedang menikmati sarapan setengah siang di rumah kedua orang tua Pak Akhtara. Sajian menu yang ada di meja makan ini luar biasa enak sekali. Karena mualku tadi hanya karena takut dengan gaya mengemudi Pak Akhtara yang ugal-ugalan, jadi tidak ada penolakan sama sekali dari perutku ketika dihadapkan pada menu makanan super lezat ini. "Enggak kok, Ma," ucapku dengan seulas senyum tipis usai menelah sup bola- bola daging. "Syukurlah." Mama dan Papanya Pak Akhtara saling tersenyum karena menganggap aku tengah hamil anaknya Pak Akhtara. Padahal tidak demikian. "Ma, Pa, kita jalan-jalan yuk? Mumpung akhir pekan?" ucap Pak Akhtara. "Jalan-jalan kemana, Tar? Bukannya hamil muda itu mending istirahat aja ya?" Mamanya berucap. Lalu kaki Pak Akhtara menyenggol kakiku. Sadar dengan kode ini, aku pun berdehem pelan sebelum berkata ... "Aku tadi sebenarnya pengen kita jalan-jalan bareng, Ma, Pa. Bosan di rumah aja. Gimana?" "

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Haus Harta

    "Masih mau disuapi lagi?" Bisik Pak Akhtara. Kukira beliau akan mencium pipiku seperti keinginan Mamanya. Ternyata beliau pura-pura seakan menciumku padahal hanya berbisik. Ah ... syukurlah. Setidaknya pipiku tidak terkena stempel dari bibirnya. Kepalaku lantas menggeleng pelan dan melirik keluarganya yang mulai melunak menatap Pak Akhtara. Tidak seterkejut tadi saat beliau membentak Mamanya dan menaruh mangkuk berisi salad dengan kasar di meja. "Kalau gitu, ayo keluar bentar. Ngurusin Sabrina." Bisiknya lagi kemudian menarik diri. Aku berpura-pura memasang wajah tersenyum bahagia lalu berkata di hadapan keluarga besar Pak Akhtara. "Ma, Pa, maaf kalau sikap Mas Tara agak kasar tadi. Soalnya kami nggak pernah mengumbar kemesraan di depan orang lain. Kami lebih suka nunjukin rasa kasih sayang itu kalau di rumah. Tolong maafin Mas Tara ya, Ma?" ucapku dengan menatap Mamanya Pak Akhtara. Beliau mengangguk lalu menatap Pak Akhtara, "Mama nggak tahu, Tar. Maaf." "Mama nggak per

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Salah Pernah Jatuh Hati Padamu

    "Kamu merasa kayak di atas awan karena udah jadi istri dan hamil anaknya Akhtara. Iya, kan?!" Tanya Sabrina. "Mari kita bicara sebagai sesama perempuan aja. Tanpa menyangkutpautkan Mas Akhtara dalam hal ini." "Tahu apa kamu tentang hidupku, heh?! Berani nyuruh aku ngomongin semua masalahku ke kamu," ucapnya kembali dengan emosi yang tertahan sambil menunjuk wajahku. Lalu aku menatap Sabrina lekat dengan menumpukan kedua siku tangan di atas meja. Biar saja dia bisa puas menunjuk-nunjuk wajahku. "Di sini aku nawarin jalur damai. Bukan jalur perang terus terusan. Dan sekali lagi aku tegasin, apa yang jadi curahan hatimu siang ini, akan jadi rahasia kami. Poin plusnya, kami akan bantu sebisa kami nyeleseiin masalahmu." "Kurang baik yang gimana lagi kami ke kamu, Sab? Minta kamu mundur tapi masih bantuin kamu." "Kecuali kamu nggak mau nerima niat baik kami lalu tetap berjuang tanpa arah kayak gini. Anakmu itu butuh sosok orang tua yang menyayangi dia bukan yang menelantarkan. Karena

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Duduk Di Sebelah Saya

    "Eh .... mau ngobrol apaan ya, Ma?" Tanyaku dengan perasaan was-was. "Kira-kira nanti waktu istirahat makan siang, Akhtara nyariin kamu nggak, Han?" Nah ini .... ada apa sih? "Ehm .... saya bisa alasan lagi makan sama teman, Ma." Aku beralasan seolah-olah setiap hari selalu makan siang bersama Pak Akhtara saat jam istirahat. Padahal, kami biasa makan siang sendiri-sendiri. Tapi karena aku sadar akan posisi sebagai istri kontrak Pak Akhtara, maka alasan yang kuutarakan juga harus tepat. "Ya udah, nanti Mama jemput di kantor ya? Kita ngobrol sama makan siang bareng." Aduh ... apa yang akan beliau tanyakan? "Ehm ... iya, Ma." "Hati-hati kalau kerja, Han. Kamu lagi hamil soalnya. Tadi pagi udah sarapan kan?" "Udah kok, Ma." Baiklah, mengapa aku merasa sangat paranoid sekarang ketika Mamanya Pak Akhtara bertanya tentang kehamilanku? Kehamilan bohongku maksudnya. Akhirnya sepanjang hari aku berusaha bekerja sefokus mungkin meski ada rasa was-was yang menyerbu hati. Namun aku tid

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Berlutut Untuk Memenangkan Egomu

    Aku batal menurunkan handle pintu lalu berbalik badan menatap Pak Akhtara yang duduk di kursi kebesarannya sebagai manajer di perusahaan ini. Kedua mata kami beradu. Tapi aku menunjukkan sorot setengah kesal sambil menghela nafas panjang menghadapi sikap Pak Akhtara yang selalu seenaknya saja. "Pak, ini jam istirahat. Dan ini adalah hak saya!" Tanpa sengaja aku memprotes sikap Pak Akhtara dengan nada bicara sedikit meninggi. Reflek! Kedua alisnya sedikit dinaikkan begitu mendengar keberatan yang baru saja kulayangkan. "Kamu mulai berani meninggikan suaramu di hadapan saya ya, Han?!" "Eh .... bukan begitu maksud saya, Pak. Maaf," ucapku setengah menyesal dengan menggoyangkan kedua tangan. Astaga, bagaimana bisa aku kelepasan mengontrol emosi di depan Pak Akhtara? Beliau ini adalah atasan atau manajerku di kantor sekaligus suami kontrakku. Firasatku berkata sepertinya setelah ini nasibku tidak akan baik-baik saja. "Setelah kamu bisa lunasi perumahan orang tuamu dari bonus yang s

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Saya Sudah Tidak Tahan, Pak!

    "Bagian gudang selalu nggak cocok kalau nulis jumlah barang yang ada. Seringnya kelebihan terus, Han." Kepalaku mengangguk membenarkan, "Iya, Pak. Makanya setiap mau setor data ke Pak Akhtara, kalau ada jumlah yang selisihnya nggak sama kayak hari-hari sebelumnya, saya nekat datang langsung ke gudang lalu minta tolong sama Pak Hadza untuk audit ulang." Hanya di depan atasan saja aku memanggil Mas Hadza dengan sebutan Pak Hadza. Karena aku merasa dia terlalu muda untuk dipanggil 'Pak' dan terasa kurang akrab. "Dan hasilnya, selalu ada selisih kan?!" tanya Pak Akhtara usai membaca laporan yang kubuat. Kami juga baru saja menyelesaikan catatan yang kubuat saat meeting tadi. "Iya, Pak. Selalu ada selisih." Pak Akhtara menghela nafas panjang nan lelah lalu menyandarkan punggungnya di kursi kerja. Membuat kursi itu terpantul-pantul pelan. "Kinerja orang gudang makin kesini makin buruk. Dan kamu tahu sendiri kan gimana kritikan direktur utama waktu rapat tadi ke saya, Han? Saya kaya

Latest chapter

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Beri Saya Maaf

    POV AKHTARA“Maaf katamu?” Tanya Farhan dengan suara sinis.“Waktu Jihan merawat Akhtira sendirian, dihina orang lain perempuan nggak benar karena melahirkan tanpa suami, lalu Akhtira dihina anak haram, siapa yang jadi tameng untuk mereka heh?!”Aku tidak menjawab dan hanya menatap Farhan. Membiarkan dia menyelesaikan ucapannya. “Aku!” Dia menepuk dadanya dengan wajah benar-benar kesal.“Bukan kamu! Yang tiba-tiba datang ngambil semua yang aku usahakan!” ucapnya dengan menunjuk dadaku.“Kamu memang ayah kandung Akhtira, tapi aku yang lebih banyak berjasa ke mereka! Aku menyayangi mereka itu tulus!”“Dan Jihan nggak mungkin berpaling kalau bukan karena kamu pakai acara pura-pura mau mati! Biar apa, heh?! Dapat simpati Jihan dengan cara pintas? Iya?!”Kepalaku menggeleng dengan menatap Farhan yang begitu kecewa dan sakit hati.“Munafik!”“Saya nggak perlu menjelaskannya ke kamu karena saya tahu kamu nggak butuh itu, Far.”Tanpa berkata lagi, Farhan kemudian menaiki motornya dengan eksp

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Lebih Baik Selesai

    POV AKHTARA [Pesan dariku : Han, saya mau ke rumahmu malam ini. Apa boleh?]Aku menunggu jawaban Jihan dengan sangat tidak sabaran. Menit demi menit itu terasa sangat lama sekali. Kemana dia? Mengapa sedang tidak online?Setelah lima menit dan mondar-mandir sendiri di dalam apartemen, aku kembali melihat ponsel yang masih saja belum menunjukkan ada notifikasi dari Jihan.Baru kemarin Jihan bertamu ke apartemenku, dan hari ini aku langsung bergerak cepat. Memangnya mau menunggu apa?Ting …Aku segera meraih ponsel yang ada di meja dengan harap-harap cemas semoga saja itu dari Jihan.Dan ...[Pesan dari Jihan : Maaf, Pak. Mau apa memangnya?]Kemudian aku langsung menekan gambar telfon dan terhubung ke nomer Jihan. Aku merasa berbicara langsung itu lebih jelas dan gamblang dari pada mengatakannya melalui pesan singkat.“Halo?”“Saya mencintai kamu, Han.”Ini mungkin terlihat sangat frontal dan tidak sabaran. Karena aku langsung mengatakan isi hatiku kepada Jihan tanpa ada basa basi sama

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Sisa Cinta

    POV AKHTARAJihan kemudian menoleh dengan mata berkaca-kaca kemudian dia berdiri tanpa membawa paper bag. Lalu dia berjalan ke arahku hingga terlihat jelas ekspresi wajahnya.Kecewa, sedih, dan marah bercampur menjadi satu.“Ketika Bapak mau pergi meninggalkan saya dan Akhtira, setelah nyuruh Faris datang ke rumah dengan memberikan deretan surat berharga beserta rekening berisi uang yang nggak main-main banyaknya, kenapa Bapak nggak angkat telfon saya?”“Kenapa Bapak main pergi aja waktu itu?”Lalu air matanya kembali jatuh setetes membasahi pipi.“Bapak ngasih saya dan Akhtira harta sebanyak itu lalu pergi gitu aja, saya kayak merasa semuanya bisa Bapak hargai pakai uang!”Kemudian air mata Jihan makin deras membasahi pipinya. Bahkan bibirnya ikut bergetar menahan isak tangis.“Saya tahu Bapak itu kaya, tapi kenapa semuanya selalu Bapak putuskan sendiri tanpa dengerin saya dulu! Kenapa Bapak selalu menilainya pakai uang?! Bapak punya hati dan cinta kan?! Kenapa nggak mencoba menggunak

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Kalian Tetap Bahagia Tanpa Saya

    POV AKHTARATujuh hari aku berada di tanah suci untuk benar-benar menghambakan diri pada Tuhan. Segala urusan duniawi kukesampingkan.Aku benar-benar mengharap ampunan turun bersama dengan kesungguhanku saat bersujud, menengadahkan tangan, dan tetesan air mata penyesalan.Kugunakan waktu itu sebaik mungkin dengan memperbanyak ibadah. Aku hanya pulang ke hotel jika benar-benar mengantuk.Aku tidak tahu apakah pemeriksaan keseluruhan terhadap kesehatanku itu lolos ataukah tidak. Bila lolos dan dinyatakan cocok, setidaknya aku telah membasuh jiwaku di tanah suci sebelum kembali pada sang Khaliq.Tapi bila tidak lolos, aku harap Tuhan memberi jalan kehidupan yang lebih baik. Karena aku sudah tidak lagi muda dan waktunya lebih fokus pada ibadah serta keluarga.Faris melambaikan tangannya begitu aku keluar dari pintu kedatangan penerbangan luar negeri. Dengan menggeret koper, aku menghampirinya yang menatapku dengan pandangan berkaca-kaca.Dia sudah kuanggap seperti adik dan langsung merangk

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Kehilangan Kamu Yang Pernah Sangat Mencintaiku

    POV AKHTARA Faris yang berdiri di samping itu kemudian menatapku penuh keterkejutan. Pun dengan dokter yang kuajak berbicara dan masih memegang hasil laboratorium pasien yang menderita sakit keras itu. "Pak, apa ... maksudnya?" Tanya dokter itu. "Maksud saya seperti yang dokter pikirkan."Dokter itu kemudian menatap Faris dengan penuh keterkejutan. Pasalnya mana ada orang yang sudi mendonorkan hatinya dengan terang-terangan seperti aku?Mungkin mereka pikir aku sedang main-main dengan hal ini. Padahal aku benar-benar merasa bahwa ini adalah titik balik untuk memperbaiki diri dan mendapatkan ampunan dari Tuhan atas semua kesalahanku. "Pak Akhtara, maaf. Ini bukan perkara sederhana, Pak. Mendonorkan hati itu tidak sama dengan mendonorkan ginjal. Manusia punya dua ginjal dan masih bisa bertahan hidup dengan satu ginjal. Tapi kalau hati ... manusia hanya punya satu, Pak. Kalau itu diambil, maka --- ""Saya mati. Begitu kan alurnya?" Jawabku tenang. Dokter dan Faris saling bertatapan d

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Terima Kasih Untuk Segalanya

    POV AKHTARA“Mas, mau gendong Tira nggak?” Tanya Abid dengan suara sangat lirih.Aku yang tengah duduk di bangku belakang sambil menatap keluar jendela mobil pun beralih atensi pada adikku itu.Dia tengah memangku putraku, Akhtira, yang sudah tertidur dengan lelap. Sedang kedua anaknya masing-masing dipangku istrinya dan Papa. Hanya aku saja yang tidak memangku anak kecil.Kemudian aku melongok ke arah putraku itu. Dia benar-benar damai terlelap di atas pangkuan adikku. Dan selalu enggan untuk berdekatan denganku.“Apa dia nanti nggak kebangun, Bid?” Tanyaku dengan suara sama lirihnya.“Pelan-pelan aja, Mas.”Lalu aku mengusap pipi halusnya itu dengan ibu jari untuk memastikan apakah Akhtira benar-benar sangat terlelap. Ternyata putraku itu tetap tidur dengan sangat pulas.“Kayaknya dia kecapekan habis main air terus perutnya kenyang. Jadi deh ngorok.”Aku menahan tawa karena guyonan Abid lalu mengangguk dengan mengulurkan kedua tangan untuk menerima putraku.Galau di hati yang sedari

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Apa Kamu Tidak Ada Waktu?

    POV AKHTARAAku harus tetap professional dengan tidak mencampuradukkan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan. Meski terasa sulit dengan tidak memikirkan penolakan Jihan saat aku sedang bekerja seperti ini.Permintaan Jihan yang tidak bersedia rujuk adalah sebuah keputusan yang tidak boleh kupaksa. Dia memiliki hak yang harus kuhormati sekalipun itu melukai hatiku.Cintaku pada sesama manusia telah habis di Jihan.Meski Humaira begitu baik secara sifat dan iman, tetap saja aku selalu terbayang Jihan. Bukankah akan makin menyakiti Humaira jika dia mengerti jika hatiku masih tertambat pada Jihan?“Mungkin jika Bu Jihan sudah menikah lagi, Bapak akan benar-benar bisa melepas dan melupakannya. Karena pintu untuk mendapatkannya benar-benar telah tertutup,” ucap Faris.Aku menghela nafas panjang dengan menatap gelas minumku yang mengembun. Kami sedang makan malam bersama karena aku tidak mau makan malam sendirian. Kebetulan tempat tinggal Faris tidak jauh dari apartemen tempatku berteduh.“M

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Tetap Memilih Dia

    POV AKHTARAKarena putraku, Akhtira, sedang duduk di pangkuan seorang lelaki dengan menghadap wajah orang itu. Bahkan senyum putraku terlihat mengembang penuh tawa apalagi saat lelaki itu menyerukkan kepalanya ke arah dada putraku.Tira kembali tertawa terpingkal karena geli dan mencengkeram rambut lelaki itu. Semakin Tira terpingkal, dia semakin menyerukkan kepalanya ke dada putraku hingga tawa keduanya menguar bebas dan membuatku … iri.Lelaki yang masih memakai kemeja putih dan celana kain hitam khas pakaian ASN itu, apakah dia yang bernama Farhan?Seorang aparatur sipil negara yang berstatus duda dan sedang mendekati Jihan.Karena lelaki itu sibuk menyerukkan kepalanya di dada putraku, dia tidak menyadari kehadiranku yang menatap ke arahnya dengan penuh rasa iri dan sedih.Iri karena putraku bisa seakrab itu dengannya. Padahal aku ini ayah biologisnya.Dan sedih karena aku belum pernah sekalipun menggendong putraku sama sekali.Sudah berapa lama mereka bersama? Sudah berapa lama le

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Seperti Lupa Cara Bernafas

    POV AKHTARA“Saya panggilin Papa biar Tira dipangku Papa. Jadi Bapak bisa menyentuh Tira.”Aku sedikit mengerutkan kening mendapati jawaban Jihan.“Kenapa harus sama Papamu?”“Kita ini udah bukan suami istri secara agama, Pak. Kalau kita berdekatan, nanti jadi dosa.”Mulutku terkunci ketika Jihan berkata seperti itu. Satu kenyataan yang hampir kulupakan bahwa wanita yang sangat kucintai ini sebenarnya telah terlepas dari genggamanku secara agama.Statusnya hanya istri secara hukum negara.Tapi aku ingat perkataan Papa bahwa masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan Jihan kembali dengan rajin mengunjungi Tira.Ketika Jihan hendak berdiri, aku berkata …“Tolong kamu dudukkan aja Tira di kursi. Nggak usah panggil Papamu.”Karena aku yakin jika Papanya Jihan akan membuat pembatas antara aku dan Tira. Apalagi jika putraku itu menangis karena baru pertama kali bertemu denganku.Jihan mengangguk lalu membujuk Tira untuk duduk di kursi. Putraku itu nampak tidak kooperatif namun Jihan terus m

DMCA.com Protection Status