Share

Haus Harta

Penulis: Juniarth
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
"Masih mau disuapi lagi?" Bisik Pak Akhtara.

Kukira beliau akan mencium pipiku seperti keinginan Mamanya. Ternyata beliau pura-pura seakan menciumku padahal hanya berbisik.

Ah ... syukurlah.

Setidaknya pipiku tidak terkena stempel dari bibirnya.

Kepalaku lantas menggeleng pelan dan melirik keluarganya yang mulai melunak menatap Pak Akhtara. Tidak seterkejut tadi saat beliau membentak Mamanya dan menaruh mangkuk berisi salad dengan kasar di meja.

"Kalau gitu, ayo keluar bentar. Ngurusin Sabrina." Bisiknya lagi kemudian menarik diri.

Aku berpura-pura memasang wajah tersenyum bahagia lalu berkata di hadapan keluarga besar Pak Akhtara.

"Ma, Pa, maaf kalau sikap Mas Tara agak kasar tadi. Soalnya kami nggak pernah mengumbar kemesraan di depan orang lain. Kami lebih suka nunjukin rasa kasih sayang itu kalau di rumah. Tolong maafin Mas Tara ya, Ma?" ucapku dengan menatap Mamanya Pak Akhtara.

Beliau mengangguk lalu menatap Pak Akhtara, "Mama nggak tahu, Tar. Maaf."

"Mama nggak per
Juniarth

enjoy reading ...

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Salah Pernah Jatuh Hati Padamu

    "Kamu merasa kayak di atas awan karena udah jadi istri dan hamil anaknya Akhtara. Iya, kan?!" Tanya Sabrina. "Mari kita bicara sebagai sesama perempuan aja. Tanpa menyangkutpautkan Mas Akhtara dalam hal ini." "Tahu apa kamu tentang hidupku, heh?! Berani nyuruh aku ngomongin semua masalahku ke kamu," ucapnya kembali dengan emosi yang tertahan sambil menunjuk wajahku. Lalu aku menatap Sabrina lekat dengan menumpukan kedua siku tangan di atas meja. Biar saja dia bisa puas menunjuk-nunjuk wajahku. "Di sini aku nawarin jalur damai. Bukan jalur perang terus terusan. Dan sekali lagi aku tegasin, apa yang jadi curahan hatimu siang ini, akan jadi rahasia kami. Poin plusnya, kami akan bantu sebisa kami nyeleseiin masalahmu." "Kurang baik yang gimana lagi kami ke kamu, Sab? Minta kamu mundur tapi masih bantuin kamu." "Kecuali kamu nggak mau nerima niat baik kami lalu tetap berjuang tanpa arah kayak gini. Anakmu itu butuh sosok orang tua yang menyayangi dia bukan yang menelantarkan. Karena

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Duduk Di Sebelah Saya

    "Eh .... mau ngobrol apaan ya, Ma?" Tanyaku dengan perasaan was-was. "Kira-kira nanti waktu istirahat makan siang, Akhtara nyariin kamu nggak, Han?" Nah ini .... ada apa sih? "Ehm .... saya bisa alasan lagi makan sama teman, Ma." Aku beralasan seolah-olah setiap hari selalu makan siang bersama Pak Akhtara saat jam istirahat. Padahal, kami biasa makan siang sendiri-sendiri. Tapi karena aku sadar akan posisi sebagai istri kontrak Pak Akhtara, maka alasan yang kuutarakan juga harus tepat. "Ya udah, nanti Mama jemput di kantor ya? Kita ngobrol sama makan siang bareng." Aduh ... apa yang akan beliau tanyakan? "Ehm ... iya, Ma." "Hati-hati kalau kerja, Han. Kamu lagi hamil soalnya. Tadi pagi udah sarapan kan?" "Udah kok, Ma." Baiklah, mengapa aku merasa sangat paranoid sekarang ketika Mamanya Pak Akhtara bertanya tentang kehamilanku? Kehamilan bohongku maksudnya. Akhirnya sepanjang hari aku berusaha bekerja sefokus mungkin meski ada rasa was-was yang menyerbu hati. Namun aku tid

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Berlutut Untuk Memenangkan Egomu

    Aku batal menurunkan handle pintu lalu berbalik badan menatap Pak Akhtara yang duduk di kursi kebesarannya sebagai manajer di perusahaan ini. Kedua mata kami beradu. Tapi aku menunjukkan sorot setengah kesal sambil menghela nafas panjang menghadapi sikap Pak Akhtara yang selalu seenaknya saja. "Pak, ini jam istirahat. Dan ini adalah hak saya!" Tanpa sengaja aku memprotes sikap Pak Akhtara dengan nada bicara sedikit meninggi. Reflek! Kedua alisnya sedikit dinaikkan begitu mendengar keberatan yang baru saja kulayangkan. "Kamu mulai berani meninggikan suaramu di hadapan saya ya, Han?!" "Eh .... bukan begitu maksud saya, Pak. Maaf," ucapku setengah menyesal dengan menggoyangkan kedua tangan. Astaga, bagaimana bisa aku kelepasan mengontrol emosi di depan Pak Akhtara? Beliau ini adalah atasan atau manajerku di kantor sekaligus suami kontrakku. Firasatku berkata sepertinya setelah ini nasibku tidak akan baik-baik saja. "Setelah kamu bisa lunasi perumahan orang tuamu dari bonus yang s

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Saya Sudah Tidak Tahan, Pak!

    "Bagian gudang selalu nggak cocok kalau nulis jumlah barang yang ada. Seringnya kelebihan terus, Han." Kepalaku mengangguk membenarkan, "Iya, Pak. Makanya setiap mau setor data ke Pak Akhtara, kalau ada jumlah yang selisihnya nggak sama kayak hari-hari sebelumnya, saya nekat datang langsung ke gudang lalu minta tolong sama Pak Hadza untuk audit ulang." Hanya di depan atasan saja aku memanggil Mas Hadza dengan sebutan Pak Hadza. Karena aku merasa dia terlalu muda untuk dipanggil 'Pak' dan terasa kurang akrab. "Dan hasilnya, selalu ada selisih kan?!" tanya Pak Akhtara usai membaca laporan yang kubuat. Kami juga baru saja menyelesaikan catatan yang kubuat saat meeting tadi. "Iya, Pak. Selalu ada selisih." Pak Akhtara menghela nafas panjang nan lelah lalu menyandarkan punggungnya di kursi kerja. Membuat kursi itu terpantul-pantul pelan. "Kinerja orang gudang makin kesini makin buruk. Dan kamu tahu sendiri kan gimana kritikan direktur utama waktu rapat tadi ke saya, Han? Saya kaya

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Kamu Cukup Perhatian

    "Keluarga pasien Akhtara!" Aku yang sedang duduk di kursi panjang depan IGD, langsung menoleh ke sumber suara kemudian menghampiri suster yang memanggil. "Saya, Sus!" "Silahkan masuk. Dokter akan menjelaskan." Aku meninggalkan Bik Wati duduk sendirian di kursi panjang lalu melangkah cepat masuk ke dalam UGD. Lalu suster menyibak tirai hijau dan terlihat Pak Akhtara masih memejamkan mata dengan cairan infus menggantung di tiang. Punggung tangan kirinya juga telah tertusuk jarum infus. "Keluarga pasien Akhtara?" Kemudian aku mengangguk, "Iya, Dokter. Saya." "Maaf, Mbaknya ini keponakan atau anaknya?" Kedua alisku terangkat begitu mendengar pertanyaan sang dokter jaga. "Saya ... ee ... saya istrinya, Dokter." Sebenarnya ada keraguan untuk mengakui status kami, namun bagaimana lagi? Dokter pasti tidak akan memberikan penjelasan detail terkait kesehatan Pak Akhtara dengan alasan bukan keluarga terdekat. Wajah sang dokter sedikit terkejut usai aku mengaku sebagai istri Pak Akht

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Arti Tatapan Matamu

    "Mas Hadza?" Gumamku. Aku memejamkan mata sekilas lalu kembali membukanya lebar-lebar untuk memastikan pandangan jika yang sedang menaiki motor sekuter matic warna biru itu ada lelaki idamanku. Ia memakai helm standar warna hitam dengan menaikkan kacanya. Kedua mataku terus menatapnya tanpa melirik manapun, khawatir akan berpindah tempat lalu hilang dari pandangan. Maklum, Mas Hadza begitu memikat hati dan segala yang berhubungan dengan dirinya adalah magnet untukku. Hingga akhirnya dia menoleh ke kiri dan aku reflek melambaikan tangan padanya tanpa tahu malu.Dia menatapku sama terkejutnya lalu menunjukku. Tapi aku hanya mengangguk dan tersenyum karena jarak kami sedikit berjauhan. Kemudian aku melirik boncengannya yang kosong. 'Ya elah, andai Mas Hadza bilang mau bareng, nggak pakai lama langsung gue tinggalin nih ojek. Mayan kan bisa pedekate tipis-tipis ke dia.' Tapi sayang, setelah lampu hijau menyala tetap saja aku menaiki ojek hingga tiba di kantor. Lucunya dia menaiki mot

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Manis dan Hangatnya Terasa Pas

    Perlahan aku merapikan rambut dan memperhatikan penampilanku yang tidak masalah sama sekali. Tapi mengapa Pak Akhtara terus menatapku. "Ehem ... Pak, karena data bulan lalu tidak bisa diaudit karena barang telah terjual, apa nilainya tetap ditulis di sini?" "Lewati aja, Han," ucapnya pelan dengan tetap menatapku sambil merebahkan diri di sofa. "Tapi kolomnya kosong banyak, Pak." "Itu yang dimau Pak Direktur. Kita nurut aja." Aku mengangguk dan melanjutkan lembur. Mengabaikan tatapan Pak Akhtara yang terus mengarah padaku. Ada apa sih memandangku terus?Hingga ponselku berdering nyaring. Abang go food telah tiba di depan perusahaan."Saya ambil makanan dulu, Pak." "Pakai uang saya aja, Han." Lalu Pak Akhtara berusaha duduk di tengah sakit kepala yang menyerang setelah mengambil dompetnya dari saku belakang celana. Aku hampir tidak percaya ketika beliau meletakkan dompetnya di meja begitu saja. Kemarin aku begitu lancang membuka dompetnya saat beliau dirawat di UGD. Sekarang, aku

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Tergantung Kamu Bisa Memuaskan Saya

    "Eh ... saya tadi ... keluar bentar, Pak. Nyari angin habis buang air kecil." Kilahku. Jangan sampai! Jangan sampai Pak Akhtara mengetahui jika aku tadi berada di gudang bersama Mas Hadza. Persoalannya bisa panjang karena selain itu menyalahi kontrak perjanjian pra nikah kami, juga seperti menelantarkan beliau di situasi genting seperti ini. Salah satu pasal dalam perjanjian pra nikah kami menyebutkan jika tidak boleh memiliki pasangan baru selama menjalani pernikahan kontrak ini. Alasannya sederhana, agar kami bisa memerankan tugas masing-masing dengan optimal jika keluarga Pak Akhtara datang ke rumah. Tapi demi cintaku pada Mas Hadza, terpaksa aku hanya bisa mendekatinya tanpa berani terang-terangan mengatakan rasa terpendam ini. "Kamu sibuk nyari angin? Apa kamu nggak lihat gimana buntunya otak saya, Han?!" Aku segera mengambil duduk di depan Pak Akhtara lalu meraih dokumen yang ada di samping laptopnya. "Maaf, Pak. Mari kita kerjakan secepatnya dari pada memarahi saya. M

Bab terbaru

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Mari Berdamai

    POV AKHTARA Satu unit motor untuk kaum lelaki baru saja kubayar lunas. Dan kini motor itu tengah dinaikkan ke mobil pick up menuju alamat Farhan. "Apa Farhan mau menerimanya, Pak?" Tanya Faris yang duduk di sebelahku."Saya nggak peduli dia mau menerima hadiah dari saya atau nggak, Ris. Karena saya berniat memberikan hadiah itu sebagai ucapan terima kasih ia pernah berjasa dalam kehidupan Jihan dan Akhtira. Saya nggak mau jadi orang yang nggak tahu terima kasih."Kami duduk bersebelahan dengan menatap proses motor seharga lima puluh juta itu akhirnya berhasil dinaikkan ke atas bak mobil. Segala kelengkapannya kuserahkan pada pihak penjual motor. "Kamu urus sisanya ya, Ris. Saya mau ketemu Tira."Kemudian aku menyetir mobil dan sengaja singgah sebentar ke salah satu mall untuk mengunjungi salah satu gerai yang menjual mainan. Apalagi jika bukan untuk membelikan Tira mainan baru. Putraku itu ternyata tidak mudah untuk didekati. Dan sepertinya aku harus membelikan mainan yang sangat

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Kesempatan Terakhir

    POV AKHTARA Sepasang tiket VIP dari biro perjalanan ke tanah suci sudah siap di tangan. "Apa kamu yakin ini adalah cara terbaik bikin kedua orang tua Jihan mau merestui hubungan saya sama Jihan, Ris?" Tanyaku."Kita coba saja dulu, Pak. Kalau Bapak ngasih harta atau rumah baru, belum tentu orang tua Bu Jihan luluh. Justru marah yang iya. Tapi kalau hadiah sepaket perjalanan ke tanah suci, saya rasa itu adalah hadiah terbaik sepanjang masa."Apa yang dikatakan Faris ada benarnya. "Oke. Saya akan hubungi Jihan kalau nanti malam mau bertamu ke rumahnya.""Semoga semuanya lancar, Pak."Hampir satu minggu ini aku dan Faris berpikir tentang hadiah terbaik untuk kedua orang tua Jihan agar sudi menerimaku lagi. Dan pilihan kami jatuh pada tanah suci. Dan selama satu minggu itu pula, aku selalu memikirkan Jihan dan Akhtira. Apakah Jihan mendapat omongan yang tidak mengenakkan dari kedua orang tuanya karena memilihku?Ataukah semuanya baik-baik saja tidak seperti dugaanku?Sebab, satu minggu

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Beri Saya Maaf

    POV AKHTARA“Maaf katamu?” Tanya Farhan dengan suara sinis.“Waktu Jihan merawat Akhtira sendirian, dihina orang lain perempuan nggak benar karena melahirkan tanpa suami, lalu Akhtira dihina anak haram, siapa yang jadi tameng untuk mereka heh?!”Aku tidak menjawab dan hanya menatap Farhan. Membiarkan dia menyelesaikan ucapannya. “Aku!” Dia menepuk dadanya dengan wajah benar-benar kesal.“Bukan kamu! Yang tiba-tiba datang ngambil semua yang aku usahakan!” ucapnya dengan menunjuk dadaku.“Kamu memang ayah kandung Akhtira, tapi aku yang lebih banyak berjasa ke mereka! Aku menyayangi mereka itu tulus!”“Dan Jihan nggak mungkin berpaling kalau bukan karena kamu pakai acara pura-pura mau mati! Biar apa, heh?! Dapat simpati Jihan dengan cara pintas? Iya?!”Kepalaku menggeleng dengan menatap Farhan yang begitu kecewa dan sakit hati.“Munafik!”“Saya nggak perlu menjelaskannya ke kamu karena saya tahu kamu nggak butuh itu, Far.”Tanpa berkata lagi, Farhan kemudian menaiki motornya dengan ekspr

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Lebih Baik Selesai

    POV AKHTARA [Pesan dariku : Han, saya mau ke rumahmu malam ini. Apa boleh?]Aku menunggu jawaban Jihan dengan sangat tidak sabaran. Menit demi menit itu terasa sangat lama sekali. Kemana dia? Mengapa sedang tidak online?Setelah lima menit dan mondar-mandir sendiri di dalam apartemen, aku kembali melihat ponsel yang masih saja belum menunjukkan ada notifikasi dari Jihan.Baru kemarin Jihan bertamu ke apartemenku, dan hari ini aku langsung bergerak cepat. Memangnya mau menunggu apa?Ting …Aku segera meraih ponsel yang ada di meja dengan harap-harap cemas semoga saja itu dari Jihan.Dan ...[Pesan dari Jihan : Maaf, Pak. Mau apa memangnya?]Kemudian aku langsung menekan gambar telfon dan terhubung ke nomer Jihan. Aku merasa berbicara langsung itu lebih jelas dan gamblang dari pada mengatakannya melalui pesan singkat.“Halo?”“Saya mencintai kamu, Han.”Ini mungkin terlihat sangat frontal dan tidak sabaran. Karena aku langsung mengatakan isi hatiku kepada Jihan tanpa ada basa basi sama

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Sisa Cinta

    POV AKHTARAJihan kemudian menoleh dengan mata berkaca-kaca kemudian dia berdiri tanpa membawa paper bag. Lalu dia berjalan ke arahku hingga terlihat jelas ekspresi wajahnya.Kecewa, sedih, dan marah bercampur menjadi satu.“Ketika Bapak mau pergi meninggalkan saya dan Akhtira, setelah nyuruh Faris datang ke rumah dengan memberikan deretan surat berharga beserta rekening berisi uang yang nggak main-main banyaknya, kenapa Bapak nggak angkat telfon saya?”“Kenapa Bapak main pergi aja waktu itu?”Lalu air matanya kembali jatuh setetes membasahi pipi.“Bapak ngasih saya dan Akhtira harta sebanyak itu lalu pergi gitu aja, saya kayak merasa semuanya bisa Bapak hargai pakai uang!”Kemudian air mata Jihan makin deras membasahi pipinya. Bahkan bibirnya ikut bergetar menahan isak tangis.“Saya tahu Bapak itu kaya, tapi kenapa semuanya selalu Bapak putuskan sendiri tanpa dengerin saya dulu! Kenapa Bapak selalu menilainya pakai uang?! Bapak punya hati dan cinta kan?! Kenapa nggak mencoba menggunak

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Kalian Tetap Bahagia Tanpa Saya

    POV AKHTARATujuh hari aku berada di tanah suci untuk benar-benar menghambakan diri pada Tuhan. Segala urusan duniawi kukesampingkan.Aku benar-benar mengharap ampunan turun bersama dengan kesungguhanku saat bersujud, menengadahkan tangan, dan tetesan air mata penyesalan.Kugunakan waktu itu sebaik mungkin dengan memperbanyak ibadah. Aku hanya pulang ke hotel jika benar-benar mengantuk.Aku tidak tahu apakah pemeriksaan keseluruhan terhadap kesehatanku itu lolos ataukah tidak. Bila lolos dan dinyatakan cocok, setidaknya aku telah membasuh jiwaku di tanah suci sebelum kembali pada sang Khaliq.Tapi bila tidak lolos, aku harap Tuhan memberi jalan kehidupan yang lebih baik. Karena aku sudah tidak lagi muda dan waktunya lebih fokus pada ibadah serta keluarga.Faris melambaikan tangannya begitu aku keluar dari pintu kedatangan penerbangan luar negeri. Dengan menggeret koper, aku menghampirinya yang menatapku dengan pandangan berkaca-kaca.Dia sudah kuanggap seperti adik dan langsung merangk

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Kehilangan Kamu Yang Pernah Sangat Mencintaiku

    POV AKHTARA Faris yang berdiri di samping itu kemudian menatapku penuh keterkejutan. Pun dengan dokter yang kuajak berbicara dan masih memegang hasil laboratorium pasien yang menderita sakit keras itu. "Pak, apa ... maksudnya?" Tanya dokter itu. "Maksud saya seperti yang dokter pikirkan."Dokter itu kemudian menatap Faris dengan penuh keterkejutan. Pasalnya mana ada orang yang sudi mendonorkan hatinya dengan terang-terangan seperti aku?Mungkin mereka pikir aku sedang main-main dengan hal ini. Padahal aku benar-benar merasa bahwa ini adalah titik balik untuk memperbaiki diri dan mendapatkan ampunan dari Tuhan atas semua kesalahanku. "Pak Akhtara, maaf. Ini bukan perkara sederhana, Pak. Mendonorkan hati itu tidak sama dengan mendonorkan ginjal. Manusia punya dua ginjal dan masih bisa bertahan hidup dengan satu ginjal. Tapi kalau hati ... manusia hanya punya satu, Pak. Kalau itu diambil, maka --- ""Saya mati. Begitu kan alurnya?" Jawabku tenang. Dokter dan Faris saling bertatapan d

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Terima Kasih Untuk Segalanya

    POV AKHTARA“Mas, mau gendong Tira nggak?” Tanya Abid dengan suara sangat lirih.Aku yang tengah duduk di bangku belakang sambil menatap keluar jendela mobil pun beralih atensi pada adikku itu.Dia tengah memangku putraku, Akhtira, yang sudah tertidur dengan lelap. Sedang kedua anaknya masing-masing dipangku istrinya dan Papa. Hanya aku saja yang tidak memangku anak kecil.Kemudian aku melongok ke arah putraku itu. Dia benar-benar damai terlelap di atas pangkuan adikku. Dan selalu enggan untuk berdekatan denganku.“Apa dia nanti nggak kebangun, Bid?” Tanyaku dengan suara sama lirihnya.“Pelan-pelan aja, Mas.”Lalu aku mengusap pipi halusnya itu dengan ibu jari untuk memastikan apakah Akhtira benar-benar sangat terlelap. Ternyata putraku itu tetap tidur dengan sangat pulas.“Kayaknya dia kecapekan habis main air terus perutnya kenyang. Jadi deh ngorok.”Aku menahan tawa karena guyonan Abid lalu mengangguk dengan mengulurkan kedua tangan untuk menerima putraku.Galau di hati yang sedari

  • Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan   Apa Kamu Tidak Ada Waktu?

    POV AKHTARAAku harus tetap professional dengan tidak mencampuradukkan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan. Meski terasa sulit dengan tidak memikirkan penolakan Jihan saat aku sedang bekerja seperti ini.Permintaan Jihan yang tidak bersedia rujuk adalah sebuah keputusan yang tidak boleh kupaksa. Dia memiliki hak yang harus kuhormati sekalipun itu melukai hatiku.Cintaku pada sesama manusia telah habis di Jihan.Meski Humaira begitu baik secara sifat dan iman, tetap saja aku selalu terbayang Jihan. Bukankah akan makin menyakiti Humaira jika dia mengerti jika hatiku masih tertambat pada Jihan?“Mungkin jika Bu Jihan sudah menikah lagi, Bapak akan benar-benar bisa melepas dan melupakannya. Karena pintu untuk mendapatkannya benar-benar telah tertutup,” ucap Faris.Aku menghela nafas panjang dengan menatap gelas minumku yang mengembun. Kami sedang makan malam bersama karena aku tidak mau makan malam sendirian. Kebetulan tempat tinggal Faris tidak jauh dari apartemen tempatku berteduh.“M

DMCA.com Protection Status