“Sa-saya mau!"
“Bagus!" Pria pemilik rencana itu tersenyum senang, misi briliannya akan segera terlaksana tanpa hambatan.
Entah apa permasalahan yang sebenarnya terjadi antara ia dengan pria yang terbaring tak berdaya di atas tempat tidur itu, kelihatannya pemuda itu terlihat begitu bahagia atas apa yang telah direncanakannya.
“Ya udah, sekarang kamu tidur di sampingnya!" perintah orang asing tersebut.
Dengan rasa was-was Queen tak langsung beranjak, Ia kembali menyilangkan tangan di depan dada dan dengan ragu menyampaikan keraguan.
“Cuma foto aja, kan ya?"
“Iya!"
“Gak akan disebar juga kan?!"
“Ck, Iya! Bawel banget sih!" Lelaki yang sepertinya kesabarannya sudah habis itu pun meninggikan nada bicaranya.
Namun, bukannya takut Queen malah balik ngegas. Ia tak perduli lagi dengan apa yang bisa dilakukan oleh lelaki ini karena memiliki status sosial yang lebih tinggi darinya.
“Ya santai aja dong Pak, saya kan cuma nanya!" gerutu Queen membela diri.
Membuat laki-laki itu membelalakkan mata, tam menyangka jika seorang pelayan ini beranj melawannya. Tapi ia tak beh emosi, bisa-bisa rencananya gagal.
Setelah melewati perdebatan yang cukup sengit, akhirnya Queen sudah berbaring beralaskan lengan lelaki itu. Terlebih dahulu si pemilik rencana membuka jas yang melekat lalu membuangnya asal ke lantai marmer.
Dalam hati Queen ingin sekali menangis, ini pertama kalinya ia tidur satu ranjang dengan laki-laki. Terlebih lagi dia adalah orang asing dan pengalaman pertamanya ini malah dilakukan karena sebuah rencana picik. Mendadak Queen merasa jadi orang yang paling jahat karena sudah bersekongkol melakukan hal keji.
“Mau apa lagi?" tanya Queen heran saat pria yang tadi sudah memegang ponselnya itu mendekat ke arah ranjang sambil tersenyum.
“Diginiian sepertinya akan makin perfect!"
Mata Queen membola, lelaki itu malah membuka kancing kemeja pria yang tak sadarkan diri ini. Ia ingin protes tapi sudah kepalang tanggung, toh situasi dan posisinya sudah seperti ini. Queen hanya bisa pasrah, selagi Ia tak disuruh melakukan hal yang tidak-tidak, kemudian direkam. Tentu ia akan menolak dan membrontak kabur.
“Peluk dia!" lelaki itu kembali memberi arahan.
“Selimutanya agak sedikit di tarik!"
Dengan berat hati dan ragu Queen mengenyampingkan badan lalu melingkarkan tangan di tubuh pria itu. Matanya langsung menyorot roti sobek di perut pria yang kelihatan kurus tapi tubuhnya ternyata sangat ideal jika dilihat langsung seperti ini. Seketika Queen menelan ludah kasar, tak ingin mengotori pikiran ia segera menutup mata. Entah mengapa jantungnya jadi berdegub kencang seperti ini. Jangan bilang karena yang menjadi pelukan pertamanya adalah lelaki kaya, tampan dan bening. Hmmmnt!
“Coba kamu juga buka kancing baju, sampai bahunya kelihatan!"
“Apa?"
Queen yang sedang menjalankan aksi langsung berteriak nyalang. Namun, segera bungkam saat lelaki itu memberi isyarat untuk tidak ribut.
“Kenapa harus buka baju juga?" protes Queen dengan berbisik.
“Gak sampai buka baju, yang penting bahu kamu kelihatan!"
“Dosa dilihat yang bukan mahram!" Queen mencoba menceramahi. Namun, bukannya didengar, ia malah mendapat serangan balik.
“Gak usah bawa-bawa dosa, yang kamu lakukan sekarang ini juga udah dosa!" tegas lelaki itu dengan wajah menyebalkan.
Glek...
Queen menelan ludah kasar. Ucapan pria itu bagai petir yang menyambar.
“Setuju dengan rencana saya juga dosa, tidur dengan dia juga dosa! Udah terlanjur, jadi kamu nurut aja! Toh, saya gak suruh kamu nidurin dia beneran!" ketus pria itu panjang lebar. Wajah tampannya terlihat menyebalkan.
Akhirnya Queen pun melakukan sesuai perintah dan arahan dengan berberat hati, mengutuki keputusan yang dipilih . Namun, rasa cemasnya selalu saja dipatahkan setiap kali mengingat kondisi Ibuk.
****
Saat pagi masih gelap, matahari belum nampak sepenuhnya. Laki-laki yang semalam tertidur karena pengaruh minuman itu terlihat mengerjapkan mata. Perlahan kelopak matanya terbuka sempurna.
Sambil memijat pelipis ia terlihat mengamati seantero ruang yang terlihat masih samar dalam penglihatan.
Ruang mewah? Kamar? Bagaimana bisa disini?
Seketika ingatannya langsung tertuju pada birthday party Mela. Rententan kejadian terputar di kepala, mulai dari saat ia berangkat bersama tiga sahabatnya lalu tiba di tempat acara, yang ternyata adalah hotel milik kakak iparnya.
Hingga saat dimana ia minum dan setelahnya tak mengingat apapun lagi.
“Ahkk! shettt!" Lelaki bernama Biyan itu mencoba bangun sambil mendesah. Kepalanya terasa berat.
“Sepertinya di kamar hotel?" Sambil bersandar mata Biyan menatap sekitar.
Pandangannya terarah melihat kancing kemeja yang terbuka, bahkan jasnya tergeletak di lantai.
Ia tak mempermasalahkan kenapa teman-temannya tak membawanya pulang sebab Biyan tahu jika ia pulang dalam keadaan seperti ini, dipastikan keluarganya pasti langsung marah melihat kondisinya.
Tangan Biyan tergerak meraih ponselnya.
“Sial, malah lowbat!" gerutunya sambil mengancing kemeja lalu memunguti jasnya dan segera beranjak dengan kepala pusing.
“Loh Biy, pagi-pagi sudah disini?"
Sapa seorang pria saat Biyan melangkah di area lobby. Ia yang berjalan sempoyongan sambil memegang pangkal hidung pun langsung menoleh ke sumber suara.
Biyan tersenyum saat melihat sahabat kakak iparnya yang ternyata menyapa.
“Eh, Iya Bang Dit, semalam kebetulan ada party disini!" jelasnya yang mana membuat laki-laki bernama Dito itu mengangguk.
“Duluan, bang!"
“Siap! Take care!"
Setelah berpamit Biyan langsung menuju basemen mencari keberadaan mobilnya lalu melaju. Ia hendak pulang ke rumah.
Berhubung pagi masih belum begitu terang sehingga kemacetan ibu kota belum begitu parah membuat Biyan bisa sampai rumah tepat waktu tanpa hambatan macet.
Ia turun dari mobil, di teras terlihat seorang laki-laki tua yang tapi berkharisma terlihat tengah berdiri menunggu sesuatu. Sementara Biyan yang melihat sosok Daddynya berdiri disana seketika menampakkan wajah stabil. Tak ingin mendapat ceramah pagi.
“Morning Daddy!"
Alfin menoleh pada sosok putra bungsunya.
"Pagi, Bi!"
“Baru pulang?" tanya Pak Alfin yang tadi tak melihat Biyan ikut sarapan bersama.
“Iy dad, ketiduran di rumah Gedy!"
Pak Alfin mengangguk samar mendengar jawaban anak bujangnya.
“Aku masuk dulu ya, Dad!"
Biyan lantas masuk ke dalam rumah mewah. Di ruang tengah ia berpapasan dengan Om Sam yang merupakan asisten Pak Alfin sejak masih muda dulu.
“Mau kemana om?" sapa Biyan.
Pak Sam yang buru-buru sambil membawa tablet di tangannya menoleh ramah.
“Ada pertemuan komisaris, Bi. Tab Daddy kamu ketinggalan makanya om balik ke ruang kerja!"
Obrolan mereka terhenti saat Biyan naik ke lantai atas tempat kamarnya berada.
Sedangkan Pak Sam yang berjalan sambil membawa tab nampak melongo saat membaca sebuah berita yang muncul di notifikasi utama saat ia menyalakan tab tersebut.
Pak Sam tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, dengan wajah tegap dan cepat Ia buru-buru menuju teras.
“Pak Al!"
Pak Alfin menoleh setelah sekilas melirik jam tangan.
“Udah ada?" tanyanya memastikan, namun Pak Alfin langsung menyerngitkan kening ketika melihat wajah panik yang ditunjukkan Sam.
“Why?" tanyanya yang mengerti betul dengan situasi seperti ini.
Tanpa sepatah katapun Sam langsung menunjukkan layar tablet yang mana langsung membuat wajah Alfin melongo dengan mata membola. Dadanya terlihat naik turun.
“Biyan!" lirih Pak Alfin dengan raut wajah marah. Dengan amarah memburu ia berbalik masuk ke dalam rumah.
To be continued....
“Biyan!" sosok lelaki berkharisma itu terlihat begitu marah setelah melihat berita yang baru saja dibacanya.Ia berteriak memanggil nama sang anak yang sedang berada di kamar. Teriakan Alfin membuat seisi rumah datang menghampiri. Bahkan para pelayan yang sedang sibuk melakukan tugas ikut terkejut, majikan mereka sangat jarang marah. Tapi sekali marah begitu menyeramkan. Hanya kepala pelayan saja yang berani berlari ke arah ruang tengah.“Biyan, turun kamu!" guratan urat di leher itu seperti tertarik saking emosinya.“Mohon maaf tuan, Tuan muda Biyan belum pulang." Kepala pelayan mencoba menengahi tanpa tahu orang yang dicari baru saja pulang.“Dia sudah pulang, bi! Tolong panggil ke ruang keluarga, saya mau bicara!" ucap Pak Alfin terlihat menahan emosi agar tak melampiaskan amarah pada orang yang tak bersalah.Kepala pelayan nampak manggangguk lalu segera naik ke lantai dua untuk memanggil Biyan.Sedangkan Wanita tua yang juga masih kelihatan cantik baru saja tiba setelah mendengar t
“Sebuah berita kamu sedang tidur dengan perempuan tersebar!" dengan samar Daddy menunjukkan layar tablet berlogo apel itu pada semua. Mulut Biyan menganga mendengar berita yang Daddynya bacakan. Bahkan itu membuatnya langsung beranjak dari duduk. Pemuda yang mengenakan baju mandi itu dengan tegas menyangkal berita tidak benar tersebut. Berita sampah, hoax yang disebarkan oleh oknum tak bertanggung jawab membuatnya murka. Di sisi lain tetap harus menahan diri dan membela diri di depan keluarga. “Berita macam apa itu, Daddy!" “Aku sama sekali tidak pernah melakukan hal seperti itu!" Bahkan semua yang mendengar langsung bergegas mendekati daddy Al, melihat sebuah berita yang tersebar disertakan dua foto yang memperlihatkan Biyan tengah terlelap dengan seorang gadis, bahkan dada Biyan dan bahu mulus gadis itu nampak terekspos. Semua menggeleng kecewa, kecuali Opa Surya, Ia masih berusaha berpikir jernih jika bisa saja foto itu hanya editan “Astagfirullah, Bi!" Mommy menoleh dengan
“Ini cek buat kamu!" ucap laki-laki tersebut sambil memberi selembar kertas berisi nama dan lambang sebuah bank, tertera jejeran nominal angka berjumlah 3 digit. Saat itu Queen menerima dengan mata terbelalak, mulutnya menganga tak percaya. Untuk pertama kalinya menerima sebuah cek berisi uang berjumlah besar. Ia tak menyangka! Orang kaya seakan tak pernah berpikir panjang untuk mengeluarkan uang. Hanya karena pekerjaan kecil itu ia diberikan upah yang tak main-main. Amazing! Queen membatin. “50 upah naruh obat tidur, 50 upah foto!" “Untuk semua yang sudah terjadi, kamu cukup tutup mulut! Jangan sampai bocor!" Queen manggut-manggut. Nyalinya menciut mendengar peringatan itu. Terdengar menyeramkan. “Apapun yang terjadi nanti, kamu jangan pernah sebut nama saya!" Ucapan pria itu langsung disergah Queen. “Ya, gimana mau sebut nama Tuan muda, kita kan gak saling kenal. Nama tuan muda saja saya gak tahu!" tutur Queen seraya menatap lekat sosok asing di depannya. Pria tersebut menga
Sam sudah mengerahkan orang-orang kepercayaan keluarga Utama untuk segera menemui media mana saja yang sudah menyebarkan berita tersebut dan akan meminta mereka untuk menghapusnya sebelum 1×24 jam jika tidak ingin instansi mereka hancur. Kekuatan orang berduit memang bukan kaleng-kaleng. Mereka bisa melakukan apa saja, uang berbicara dan uang bisa menaklukkan segala. Seperti banyak kasus yang terjadi. “Tolong periksa foto ini, kalau terbukti editan sertakan dengan detail buktinya!" ucap Sam menyerahkan foto tersebut pada ahli IT. “Siap, Pak! Secepatnya akan kami selesaikan!" Sam mengangguk lalu segera pegi untuk menyelesaikan tugas berikutnya. Yaitu mencari dalang penyebar berita tersebut. Dimana, menurut media yang pertama memuat. Berita itu pertama kali disebarkan oleh sebuah akun di beberapa media online. Lalu menggunakan e-mail tak dikenal dikirim ke media tersebut. Sehingga tersebar seperti ini. Ya, yang namanya media. Mendapat berita menarik apa saja sudah pasti akan langsu
“Buat apa nyari orang itu?" tanya Biyan dengan wajah geram.“Kalian juga gak percaya sama aku?" Pemuda itu mendesah, kecewa tak ada satupun yang memercayai.“Bukan gak percaya, Bi!" seru Aileen menengahi percakapan antara suami dan adiknya.“Iya Bi, Kita cari cewek itu biar bisa dengar langsung penjelasan dari dia. Biar tahu apa yang sebenarnya terjadi sama kalian," jelas Virendra mencoba memberi pengertian.“Sama aja.”“Semua keluarga memang gak ada yang percaya sama aku!" desis Biyan kecewa.Virendra menggeleng, Ia tahu bagaimana perasaan adik iparnya. “Bukan gitu, masalahnya berita ini sudah tersebar sampai tv, banyak yang tahu! Kita butuh penjelasan biar bisa menyusun opini apa yang harus diungkapkan saat konferensi pers nanti."“Apalagi katanya semalam kamu mabuk, gak ingat jelas apa yang terjadi," pungkas Virendra.Mendengar kata mabuk membuat Aileen menepuk bahu sang adik.“Makanya, sudah dibilang jangan suka minum alkohol! Gak punya telinga sih kalau dikasih tahu!" Omelan Ailee
“Oh, jadi ini sumber masalahnya?" Biyan memajukan tubuhnya dengan tatapan tanjam, hingga membuat Queen menyurutkan langkah dan terbentur di dinding. “Disuruh siapa kamu melakukan itu? Sampai ada foto yang katanya memperlihatkan kita seolah-olah sedang tidur bersama?" “Dibayar berapa sampai berani tidur sama saya?" cecar Biyan dengan wajah datar. Matanya terus menelisik wajah wanita yang katanya ada dalam foto itu. Walau sebenarnya ia belum pernah melihat foto itu secara langsung. Tapi, entah mengapa kekesalan Biyan semakin menjadi saat melihat wujud asli dari gadis tersebut. Buluk dan Biasa saja! Itu dua kata yang terlintas dalm pikiran Biyan. Bukannya mau menghina, tapi itulah kenyataannya. Sosok gadis yang fotonya dibuat seolah tidur dengan dirinya benar-benar jauh dari kriterianya. Beda jauh dengan Becca, sang kekasih. “Jawab!" sentak Biyan saat gadis itu hanya menunduk diam. Rasanya Queen ingin menghilang saja dari muka bumi ini saat berhadapan langsung dengan Biyan. Ia se
Queen, gadis pemilik nama unik yang kehidupannya tak seberuntung pemilik gelar yang tersemat pada namanya itu tengah duduk sambil merenung di teras kost. Tadi, setelah diberi pesangon sebelum resmi dipecat ia langsung pulang tanpa menemui Lili. Queen tak punya muka lagi jika harus berhadapan dengan Lili. Ia merasa telah melemparkan kotoran pada Gadis yang sudah berbaik hati mau menampungnya dan mencarikannya kerja meski mereka belum lama kenal.Perasaannya begitu carut marut. Malu karena baru beberapa minggu bekerja ia malah berbuat kesalahan fatal hingga berujung pada pemecatan secara tidak hormat. Ia juga merasa tak berdaya sebab kondisi ibu di kampung membuat Ia terpaksa melakukan hal tersebut.Tenaga Queen seperti terkuras, sedari Ia masuk di kamar, waktunya Ia habiskan untuk menangis dan meratapi apa semua sambil berkali-kali menatap lembaran cek yang masih dipegang. Terlintas dalam benak apakah pantas ia memakai uang dari hasil menjatuhkan seseorang? Apakaah ini halal?Seketika
“Ini gak salah, kamu kirim uang sebanyak ini?" tanya Agung dari sbeerang telepon. Kaget melihat notifikasi m-banking yang masuk. Tertera nominal yang cukup fantastis membuat Agung terbelalak. Bukan hanya bisa untuk menebus ladang dan biaya operasi ibuk, tapi untuk buka usaha kecil-kecilan pun bisa. Agung terheran-heran dan bertanya-tanya darimana Queen bisa mendapat uang sebanyak itu.“Ini halal 'kan, Qui?" Pertanyaan Agung membuat Queen yang tengah duduk di halaman sebuah Bank itu mendengus kesal. “Halal kok, aman!" Katanya berbohong. Air matanya ingin kembali tumpah. Tapi kondisi dan situasi membuat ia berusaha membendung, ada banyak orang disana, ia tak boleh menangiis!“Alhamdulillah deh kalau halal!" Agung manggut-manggut dari balim telepon. Terharu melihat pengorbanan saudara perempuannya yang satu ini. Rela melakukan apapun demi kesehatan ibu, meski harus merantau ke luar kota.“Jangan lupa tebus ladang yang di bu Hajar. Sertifikatnya kamu simpan aja, bapak jaangan sampai tah
Di dalam mobil menuju jalan pulang, Queen hanya banyak diam. Ia tak menyangka tindakan dan keputusannya tempo hari harus berakhir pada pernikahan dengan orang yang tak diharapkan. Jangankan baginya, bagi Biyan pun jelas ia bukanlah hal yang ingin dituju, sama sekali tak masuk dalam kriteria lelaki itu, Queen sangat sadar akan hal itu. Pernikahan bukanlah akhir yang mereka harapkan, tapi mau dikata apa, nasi benar-benar sudah menjadi bubur dan ini semua karena ulahnya. Queen menoleh mencuri pandang pada Biyan yang nampak diam menahan emosi. Jika tak ada supir dan orang kepercayaan daddy-nya mungkin Queen benar-benar dihabisi sejak tadi. Kilatan emosi nampak terpancar nyata di raut wajah pria muda itu. “Gimana caranya minta maaf sama dia.” Gadis itu menunduk, meremas ujung dressnya. Air matanya menetes saat itu juga. Sungguh ia merasa menjadi orang yang paling jahat, sudah menghancurkan kehidupan seseorang. Tanpa sadar, suara napas Queen yang berusaha menahan tangis agar tak dide
Di bagian bumi yang lain, tepatnya di negara yang kerap dijuluki sebagai Negeri Paman Sam. Seorang wanita tampak syok ketika mendapat kiriman sebuah foto berupa sang kekasih yang tengah tidur bersama wanita lain. Ia yang baru hendak mengistirahatkan tubuh malam itu langsung bergegas meraih benda pipih miliknya yang sedang tercharger. Namun, sayangnya nomor yang dituju malah tidak aktif. “Tega kamu, Bi!” lirihnya sembari menutup mulut tak percaya. Hatinya benar-benar sakit dan merasa dikhianati. Padahal hubungan mereka sudah berjalan setahun, dan selama ini ia begitu percaya pada Biyan. Namun, apa ini sekarang? Dari nomor tak dikenal, ia mendapat foto tersebut. “Aku pikir kamu akan setia sampai aku selesai menyelesaikan pendidikan di sini, tapi apa ini?" lirih wanita itu, ia luruh ke lantai dan bersandar di sisi tempat tidur. Tak kuasa membendung air mata, ia menangis sesenggukan seorang diri sambil mengirim rentetan pesan pada sang kekasih. Belum juga reda, ia kembali mendapat pes
Sementara itu, di sebuah pemukiman padat penduduk. Tepatnya di sebuah bangunan berukuran enam kali lima yang dijadikan kostan oleh pemiliknya itu nampak seorang gadis mengenakan daster dengan rambut dicepol asal terlihat gusar. Ia terus mondar mandir dari ujung teras kost, ke ujungnya lagi.Gadis itu adalah Lili. Jam menunjukkan hampir 10 malam, tapi Queen belum juga pulang. Membuat rasa khawatirnya memuncak memikirkan kondisi gadis si pemilik nama cantik yang hidupnya tak secantik dan seberuntung namanya itu.Ya, gadis lugu berwajah datar, namun menggemaskan itu bahkan bisa membuatnya iba saat pertama kali melihat sorot mata menyedihkan dari Queen yang pada saat itu bertemu dengannya saat di toilet rumah makan."Pasti ini kali pertamanha lo pergi merantau, kan?" Begitu pertanyaan yang Lili layangkan sambil mulai memutar keran air untuk membasuh tangan. Saat itu ia melihat sosok gadis menyedihkan yang sedang membasuh wajah tepat di sampingnya.Bertemu dengan Queen membuat Ia teringat d
“Queen, tolong jawab pertanyaan saya yang tadi!"Suara itu membuat Queen yang tengah menitihkan air mata langsung mendongakkan kepala. Ia kemudian menyusut bulir bening yang masih menetes menggunakan tisu yang disodorkan oleh sosok pria yang duduk di kursi roda.“Saya gak disuruh siapapun Pak, sa-saya, malam itu saya hanya ingin membantu anak Bapak menuju ke kamar. Ta-tapi kejadian itu.. hikss." Queen menghentikan ucapannya. Air mata yang menetes kian deras dan rasa sesak atas kebohongan yang baru saja ia ungkapkan membuatnya tak mampu meneruskan kata-kata.Sementara Biyan yang mendengar ucapan Queen hanya bisa mengusap rambutnya secara kasar. Pemuda itu benar-benar dibuat frustasi oleh semua keterangan yang Queen buat.Sedangkan Pak Alfin, ia hany terlihat menggeleng seraya mengangguk mengerti. Pria paruh baya itu beranjak setelah saling tatap dengan Pak Ferdy dan Papanya, Opa Surya. “Baik, saya paham posisi kamu." ucapan Pak Alfin membuat Queen yang masih menangis hanya bisa menatap
"Azalea Queenara?" ucap Daddy Biyan membuka suara. Tadi sebelum menemui Queen ia sempat menyuruh Sam untuk mencari informasi tentang Queen. Dengan mudah ia mendapatkan semua dari pihak restoran hotel tempat gadis itu bekerja. Mendengar nama lengkapnya disebut membuat jantungnya sekan berhenti berdetak. Ia menoleh pada sosok pria paruh baya yang menatapnya dengan ekspresi datar. Lihatlah kekuasaan orang kaya, Ia bahkan bisa mengetahui nama lengkapku dengan mudah. Ntah apalagi yang berhasil ia dapatkan setelah ini. Lirih Queen sambil mengangguk mengiyakan. “Kamu di Jakarta belum cukup sebulan, kerja sebagai pelayan di salah satu resto yang ada di Angkasa Land Hotel." Queen mengangguk membenarkan, jantungnya berdegub dua kali lebih kencang dari detang jantung normal. “Iya pak, eh, i-iya Tuan." lirih Queen membenarkan sebutannya ketika melirik semua mata itu menatapnya dengan tajam tanpa berkedip. “Langsung ke intinya saja, Al!" ujar seorang pria paruh baya yang kepalanya dipenuhi ub
Mobil yang Queen tumpangi bersama dua orang laki-laki yang menjemputnya itu terus melaju memecah jalan ibu kota di bawah langit sore yang kian kemerahan. Sepanjang jalan Pikiran gadis biasa, pemilik bulu mata lentik yang tak terlalu panjang itu terus dipenuhi dengan berbagai tanya dan kekhawatiran tentang hal apa saja yang akan ia hadapi setelah ini. "Huhh.” Ia mendesah pelan sambil melempar pandangan ke arah luar kaca mobil. Menatap kendaraan yang berlalu lalang dan jejeran gedung yang ada. “Seandainya malam itu aku gak menerima tawaran dari tuan muda itu, mungkin sekarang hidupku akan tetap normal dan bisa bekerja dengan tenang," lirih Queen dalam hati. “Tapi ....” Ia mendesah kesal meratapi ketidak berdayaan. Bahkan uang dari hasil pekerjaan yang ia sesali itu sudah ia berikan pada Agung untuk biaya pengobatan ibu. Jika sudah begini, rasanya segala perandaian yang ia sebutkan tadi tak lagi berguna. Ia bagaikan orang munafik yang menyesal tapi tetap menggunakan uang hasil me
Setelah memerintahkan Shakeel untuk pergi menjemput gadis yang berada dalam foto untuk dibawa bertemu keluarga. Tuan Alfin kembali menatap putranya yang terus menunduk setelah mendengar keputusan seperti apa yang Mommnya inginkan. “Dad, Mom. Semuanya tolong percaya, aku yakin tidak ada apa-apa yang terjadi diantara aku dan pelayan itu. Seseorang hanya memerlukan foto itu untuk menjatuhkanku!" Selain dibela oleh Oma yang tak menyetujui keputusan anak dan menantunya untuk menikahkan sang cucu dengan gadis yang menurut info hanyalah seorang pelayan. Hal itu membuat Biyan lebih berani untuk mengemukakan pendapatnya karena mendapat dukungan dari oma.“Sekalipun Kamu dijebak dan meniduri perempuan itu, Oma tidak akan pernah setuju kamu menikahi gadis seperti itu, Biyan!" sergah Oma. Yang mana membuat seluruh anggota keluarga menoleh tak setuju. Karena memang semua sudah sangat setuju dengan keputusan Mommy Jessica untuk menikahkan Biyan sebagai bentuk tanggungjawab dari seorang laki-laki.
“Heh, kok malah bengong disitu!" “Ayo masuk, itu ada yang nyariin."Bahkan Queen masih saja terpaku, dari jauh matanya menelisik siapa ornag yang datang mencarinya. “Dia?!" lirih Queen, matanya menyioit saat menyadari salah satu laki-laki itu adalah orang yang bersama Biyan siang tadi. Hal itu membuat Queen makin panik. Ia pikir setelah dipecat semuanya akan selesai, nyatanya ia masih dicari, bahkan sampai mendatangi alamatnya.Namun, Queen sama sekali tak bisa menolak ketika Lili menariknya ke halaman rumah. Dengan sorot mata berfokus pada dua laki-laki itu Queen berjalan seperti patung bernyawa yang terus mengikuti langkah Lili.“Kalian cari saya?" tanya Queen memberanikan diri dengan suara tercekat ketika sudah berdiri di hadapan dua lelaki tersebut.Beruntung lelaki berkaos putih dengan dilapisi blezer hitam itu lumayan humble. Ia masih mau menampakkan senyum di balik wajah datarnya.“Iya, benar sekali!" jawabnya seraya memasukkan tangan ke dalam saku celana kain yang digunakan.
“Ini gak salah, kamu kirim uang sebanyak ini?" tanya Agung dari sbeerang telepon. Kaget melihat notifikasi m-banking yang masuk. Tertera nominal yang cukup fantastis membuat Agung terbelalak. Bukan hanya bisa untuk menebus ladang dan biaya operasi ibuk, tapi untuk buka usaha kecil-kecilan pun bisa. Agung terheran-heran dan bertanya-tanya darimana Queen bisa mendapat uang sebanyak itu.“Ini halal 'kan, Qui?" Pertanyaan Agung membuat Queen yang tengah duduk di halaman sebuah Bank itu mendengus kesal. “Halal kok, aman!" Katanya berbohong. Air matanya ingin kembali tumpah. Tapi kondisi dan situasi membuat ia berusaha membendung, ada banyak orang disana, ia tak boleh menangiis!“Alhamdulillah deh kalau halal!" Agung manggut-manggut dari balim telepon. Terharu melihat pengorbanan saudara perempuannya yang satu ini. Rela melakukan apapun demi kesehatan ibu, meski harus merantau ke luar kota.“Jangan lupa tebus ladang yang di bu Hajar. Sertifikatnya kamu simpan aja, bapak jaangan sampai tah