“Oh, jadi ini sumber masalahnya?"
Biyan memajukan tubuhnya dengan tatapan tanjam, hingga membuat Queen menyurutkan langkah dan terbentur di dinding.
“Disuruh siapa kamu melakukan itu? Sampai ada foto yang katanya memperlihatkan kita seolah-olah sedang tidur bersama?"
“Dibayar berapa sampai berani tidur sama saya?" cecar Biyan dengan wajah datar.
Matanya terus menelisik wajah wanita yang katanya ada dalam foto itu. Walau sebenarnya ia belum pernah melihat foto itu secara langsung. Tapi, entah mengapa kekesalan Biyan semakin menjadi saat melihat wujud asli dari gadis tersebut.
Buluk dan Biasa saja! Itu dua kata yang terlintas dalm pikiran Biyan. Bukannya mau menghina, tapi itulah kenyataannya. Sosok gadis yang fotonya dibuat seolah tidur dengan dirinya benar-benar jauh dari kriterianya. Beda jauh dengan Becca, sang kekasih.
“Jawab!" sentak Biyan saat gadis itu hanya menunduk diam.
Rasanya Queen ingin menghilang saja dari muka bumi ini saat berhadapan langsung dengan Biyan.
Ia sebenarnya belum tahu persis soal foto, tapi melihat amarah yang Biyan pancarkan bisa membuat Queen menebak jika lelaki asing semalam sudah mengancam menggunakan foto tersebut. Tapi sepertinya identitasnya disembunyikan. Sehingga laki-laki ini ingin tahu siapa dalang di balik semua.
“Tuan muda sialan!" gerutu Queen kesal disela rasa takutnya.
“Fotoku gak dia blur sampai laki-laki ini mencariku kesini!" Queen meringis dalam hati.
Sebenarnya bisa saja ia mengungkapkan semua, tapi orang sepertinya sangat takut dengan penjara. Ia taku dipenjarakan kalau sampai membuka mulut pada mereka semua.
“Aku harus bisa bikin alasan!" Queen mencoba memikirkan alasan yang tepat, alasan yang akan membuat laki-laki asing yang menjadi dalangnya itu aman. Tanpa Queen sadari tindakannya akan mengiringnya terjerumus ke dalam masalah ini seorang diri.
Bruak.
Queen terkejut sambil menutup mata saat Biyan memukul lemari pantry yang ada di sampingnya. Sekuat tenaga Queen menahan air matanya agar tak meleleh.
“Jawab pertanyaan gue cewek sialan!" sentak Biyan tak suka.
Namun, Queen yang panik langsung menitihkan air mata. Membuat semua orang melongo melihat aksinya.
“Huhuuu, kejadian yang tadi malam itu ya?" tanya Queen dramatis. Ia juga bingung kenapa dirinya seketika begitu lihai bersandiwara seperti ini. Bahkan sama sekali tak terlihat seperti dibuat-buat. Sebenarnya bukan dibuat-buat, lebih tepatnya dia memang takut, kebingungan harus bagaimana.
Membuat Lili langsung merasa iba, gadis baik yang sudah Queen anggap seperti kakaknya sendiri itu langsung merangkulnya, berusaha menenangkan.
Biyan terlihat semakin frustasi saat Queen malah menangis. Ia mengusap wajahnya kasar, lalu tangannya ia arahkan seperti ingin mencekik dan mencakar Queen. Hanya saja urung saat Shakeel memperingatkan.
“Bi!"
“Argggght!" lelaki mengenakan berkaos hitam dan celana pendek itu berteriak sambil mengusap wajahnya kasar.
“Bilang yang sebenarnya, jangan banyak drama!"
Queen mendongak dengan air mata berlinang.
“Semalam anda mabuk tuan muda, saya menemukan anda tergletak di depan kamar, hikssss!"
Queen mengutuki dirinya yang semakin pandai berbicara. Kemampuan alaminya itu murni muncul karena disebabkan oleh ketakutan. Meksi begitu hati kecilnya seperti berteriak mengutuki perbuatan keji yang ia lakukan.
“Dasar Queen jahat, tak punya nurani menutupi kesalahan orang dan malah memfitnah!" hardik hati kecilnya yang makin membuat air mata Queen makin berderai.
“Kalau saya memang mabuk, bagaimana saya bisa berada di depan kamar? Siapa yang memesankan?" sergah Biyan kesal. Gadis di depannyaa terlalu dramatis dengan menangis seperti itu.
Mata Queen mengerling kesana kemari, otaknya berusaha mencari jawaban yang tepat. Pertanyaan Biyan seperti jebakan, ia tak boleh salah menjawab jika tak ingin masuk penjara.
“Sa-saya----, hikksss!" Queen kembali menangis. Membuat semua yang ada menaruh empati, tak sedikit pula yang kesal karena merasa Queen terlalu beruntung kalau memang benar ia tidur dengan pria setampan Biyan, seperti berita yang beredar.
“Anjir, lu drama banget bangsat!" umpat Biyan emosi.
“Bi, sabar dulu!" sentak Shakeel.
“Sabar apanya hah?" Biyan balik memarahi sepupunya.
“Coba lo yang ada di posisi gue sekarang, Keil! Apa lo masih bisa bilang sabar?" teriak Biyan dengan emosi tak terkendali. Membuat Shakeel manggut-manggut mengerti, tangannya tergerak mengusap punggung Biyan.
“Nama baik gue jadi taruhannya! Semua orang, semua keluarga bahkan mungkin rekan bisnis daddy akan menganggap gue buruk, Keil!"
“Coba kalian semua bayangin bagaimana berada di posisi saya!" sentak Biyan sambil menatap satu persatu orang yang ada disana.
“Masalah ini tidak hanya akan menghancurkan saya, tapi juga keluarga saya dan kerajaan bisnis yang sudah di bangun oleh keluarga!" Seandainya Biyan bisa menangis, mungkin dia bisa menangis. saat itu juga. Tapi jiwa kelakiannya seakan menahan air matanya agar tidak tumpah disana.
Mendengar itu Queen benar-benar merasa bersalah. Membuat air matanya tak mau berhenti mengalir. Seketika ia merasa jadi orang paling berdosa. Hanya saja Queen tidak tahu harus bagaimana, ia pun kebingungan.
"Maafkan saya, maaf!!" lirih Queen yang bisa merasakan bagaimana berada di posisi laki-laki bernama Biyan itu.
“Emmnt, sebelumnya saya mohon maaf karena harus memotong."
Semua menoleh pada Angga yang kelihatan ingin memberikan saran.
“Di hotel ini ada banyak cctv, kita bisa mengecek. Siapa tahu ada titik terang!"
Usulan Angga yang sangat benar disetujui oleh h semua. Shakeel, Biyan, Angga juga Queen dan Lili bergegas menuju ruang keamanan cctv.
Tak hanya Angga, pihak dari bagian HRD juga dipanggil sebagai saksi. Semua nampak serius melihat petugas mencari rekaman sejak kemarin sore. Namun tak ada satupun yang memperlihatkan bagian dimana Queen dan Biyan juga laki-laki tersebut pergi memampah Biyan. Semuanya bersih, membuat mereka heran.
Kini Queen mengerti maksud dari perkataan orang asing itu semalam. Meski begitu tak ada kelegaan sedikitpun yang ia dapat. Malah rasa takutnya semakin menjadi. Selain itu ia juga kasihan melihat sosok Biyan yang langsung menempelkan keningnya di dinding. Ia terlihat sangat frustasi.
Bugh...
Bugh...
Biyan beberapa kali memukuli dinding dengan kepala dan tangannya, membuat Shakeel bergegas menahan dan menenangkan.
Biyan merasa hidupnya benar-benar hancur dalam sekejap. Sebelumnya ia tak pernah merasakan kepahitan seperti ini. Hidup yang dulunya aman, tentram dan damai berubah jadi amburadul.
Biyan terdiam, meratapi skenario ini.
“Kita pulang sekarang, Bi! Om Al dan yang lain menunggu di rumah!" ucap Shakeel setelah menerima panggilan dari papanya.
Biyan yang ditarik hanya menurut tanpa banyak kata, tubuh tegap itu seperti tak memiliki tulang. Langkahnya hanya mengikuti kemana Shakeel menuntun.
Sedangkan beberapa yang masih ada di ruang Cctv langsung menoleh pada Queen.
“Kamu ikut ke ruang HRD!" ujar kepala HRD yang juga ada disana.
Dengan mata sembab Queen menoleh pada Lili, gadis yang menggenggam erat tangannya sejak tadi itu terlihat mengangguk lembut. Seakan memberikan kekuatan pada Queen.
“Ayo, Queen!" ujar Angga yang segera menyusul langkah kepala HRD.
“Li, kamu langsung kembali kerja!" tak lupa Angga memperingatkan Lili.
“Pergilah Qui, Aku cuma doain yang terbaik buat kamu!"
“Jangan takut sama apapun yang terjadi, kita hadapi sama-sama!" ujar Lili seraya mendorong pelan bahu Queen agar segera menyusul.
Queen pun pergi dengan rasa cemas. Apapun yang Lili katakan untuk menyemangati. Sungguh itu tak berarti apapun lagi, saat ini Queen merasa seperti menuju ke penghujung dari hidupnya. Ia tak tahu apa yang bisa orang-orang kaya itu lakukan untuk menyingkirkan dirinya. Queen hanya bisa pasrah.
Setibanya di ruangan HRD, Queen langsung duduk dengan gelisah di hadapan Angga dan kepala HRD.
Baru beberapa minggu yang lalu ia duduk disini saat penerimaan kerja, sekarang ia harus kembali lagi ke ruangan ini.
“Kamu tahukan yang terjadi ini kesalahan besar?" tanya ketua HRD memulai percakapan.
Queen mengangguk. “Iya Pak!" lirihnya mengakui.
“Saya gak tahu betul apa yang terjadi diantara kalian, tapi melihat berita yang sudah beredar dengan ini kami selaku pihak hotel harus memecat kamu, Queen!"
Air mata Queen kembali menetes, tak menyangka pekerjaannya harus berakhir secepat ini. Queen memejamkan mata kuat-kuat.
Uang seratus juta yang ia dapatkan dengan cepat ternyata dalam sekejap menutup karirnya yang baru ia mulai.
Demikianlah hakikatnya, uang yang didapatkan dengan cara tidak benar, maka akan secepat kilat pula lenyap. Tuhan memberikan ujian sebagai bentuk peringatan bagi orang-orang yang tak terbiasa melakukan hal keji. Sebagai tanda Tuhan menyayangi hambanya.
Seperti yang terjadi pada Queen, ia hanya senang sesaat. Tuhan yang tak ingin melihatnya terjerumus pada hal tak benar mencabut nikmatnya secepat kilat. Terkecuali bagi orang yang sudah sering melanggar, mungkin Tuhan akan membiarkan dan mengabaikan, dan akan diberi balasan di kemudian hari.
....
Sedangkan di rumah Biyan, semua keluarga terlihat berkumpul disana. Bahkaan Mommy yang masih terlihat lemas juga ikut duduk menyaksikan dengan mata sembab, Ia duduk sambil merangkul sang putra yang baru datang bersama Shakeel.
“Mom, maafkan Biyan!" lirih Biyan disela para orang tua laki-laki yang terlihat tengah berbincang.
Mommy Jessica menoleh dengan air mata yang kembali menetes. Tangannya terarah merangkul sang putra.
“Mommy hanya akan memaafkanmu kalau kamu bisa meperrtanggung jawabkan apa yang sudah kamu perbuat!"
Glek...
Seketika Biyan menatap Mommy dengan gelengan, tanda tak setuju.
“Kenapa nak? Apa kamu tidak mau bertanggung jawab?" tanya Mommy seraya mengusap air matanya.
Kini semua pandangan yang ada beralih menyaksikan drama antara ibu dan anak tersebut.
Aileen, yang melihat Mommynya seperti itu bergegas mendekati. Ia duduk di sisi Mommy sambil merangkul dan memberi usapan lembut di bahu sang ibu.
“Biyan tidak melakukan apapun, Mom! Ini semua kesalahan!" Biyan menatap penuh iba pada Mommy.
“Aku difitnah!"
Bagaimana mungkin ia disuruh mempertanggung jawabkan sesuatu yang tidak pernah ia lakukan. Ini tentu tidak adil.
“Apanya yang tidak Bi, foto itu nyata dan bukan editan!" sergah Mommy tidak mau tahu.
“Terlepas kamu difitnah atau tidak, Mommy hanya tidak ingin anak mommy dicap sebagai laki-laki yang tidak bertanggung hawab, nak!".
“Apa setelah kita semua membereskan masalah ini dan melakukan klarifikasi, mommy akan senang melihatmu melanjutkan hidup tanpa bertanggung jawab pada gadis itu?"
Sungguh Biyan tak mengerti cara berpikir Mommy. Menurut Biyan ini jika seperti ini keputusan, tentu ia adalah orang yang paling dirugikan.
Sedangkan bagi Mommy Jessica sendiri. Hal ini bukan soal siapa yang mengatur skenario hingga foto itu ada. Tapi pola pikir wanita yang sudah melahirkan Biyan itu hanya merujuk pada konteks dimana laki-laki dan perempuan yang berada dalam satu selimut sedang mereka tidak memiliki ikatan apapun, merupakan perbuatan yang salah dan harus dipertanggung jawabkan. Karena yang mata kepala Mommy lihat adalah anaknya lah yang tidur dengan wanita itu. Bukan orang lain!
Baginya nama baik bisa saja diperbaiki dengan melakukan konferensi pers. Sedangkan orang yang bertanggung jawab sulit dicari. Ia hanya ingin anaknya menjadi sosok yang bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukan. Apalagi kondisi Biyan saat itu sedang mabuk, tidak ada yang bisa menjamin jika tak terjadi sesuatu. Begitu Mommy Jessica berpikir.
“Tapi itu bukan keinginan Biyan, mom!" rengek Biyan yang mencoba dikasihani.
Namun, Mommy malah menggeleng dan berpaling dari Biyan. Tak sanggup menatap mata sang anak.
“Apa kata gadis itu, Keil?" tanya Alfin membuka obrolan setelah selesai berbincang dengan Sam, Feedy dan Opa Surya.
Biyan beralih menatap Shakeel. Berharap Shakeel mau membantunya dengan tidak mengatakan apapun yang membuatnya kian terpojok.
“Maaf Om, gadis itu tidak sempat mengatakan apapun, dia hanya kebanyakan menangis!" ujar Shakeel. Yang mana membuat Biyan memejamkan mata, merasa terbantu dengan jawaban sepupunya.
“Menangis?" sahut Alfin dengan kening mengkerut heran.
Sedangkan Shakeel hanya menjawab dengan anggukan.
“Biyan tidak mengancamnya yang tidak-tidak kan, sampai dia menangis? tanya Alfin penuh selidik sambil melirik sinis ke arah Biyan dan lagi-lagi Shakeel hanya menggeleng.
“Kalau begitu nanti malam kamu bawa gadis itu kesini!"
To be continued...
Queen, gadis pemilik nama unik yang kehidupannya tak seberuntung pemilik gelar yang tersemat pada namanya itu tengah duduk sambil merenung di teras kost. Tadi, setelah diberi pesangon sebelum resmi dipecat ia langsung pulang tanpa menemui Lili. Queen tak punya muka lagi jika harus berhadapan dengan Lili. Ia merasa telah melemparkan kotoran pada Gadis yang sudah berbaik hati mau menampungnya dan mencarikannya kerja meski mereka belum lama kenal.Perasaannya begitu carut marut. Malu karena baru beberapa minggu bekerja ia malah berbuat kesalahan fatal hingga berujung pada pemecatan secara tidak hormat. Ia juga merasa tak berdaya sebab kondisi ibu di kampung membuat Ia terpaksa melakukan hal tersebut.Tenaga Queen seperti terkuras, sedari Ia masuk di kamar, waktunya Ia habiskan untuk menangis dan meratapi apa semua sambil berkali-kali menatap lembaran cek yang masih dipegang. Terlintas dalam benak apakah pantas ia memakai uang dari hasil menjatuhkan seseorang? Apakaah ini halal?Seketika
“Ini gak salah, kamu kirim uang sebanyak ini?" tanya Agung dari sbeerang telepon. Kaget melihat notifikasi m-banking yang masuk. Tertera nominal yang cukup fantastis membuat Agung terbelalak. Bukan hanya bisa untuk menebus ladang dan biaya operasi ibuk, tapi untuk buka usaha kecil-kecilan pun bisa. Agung terheran-heran dan bertanya-tanya darimana Queen bisa mendapat uang sebanyak itu.“Ini halal 'kan, Qui?" Pertanyaan Agung membuat Queen yang tengah duduk di halaman sebuah Bank itu mendengus kesal. “Halal kok, aman!" Katanya berbohong. Air matanya ingin kembali tumpah. Tapi kondisi dan situasi membuat ia berusaha membendung, ada banyak orang disana, ia tak boleh menangiis!“Alhamdulillah deh kalau halal!" Agung manggut-manggut dari balim telepon. Terharu melihat pengorbanan saudara perempuannya yang satu ini. Rela melakukan apapun demi kesehatan ibu, meski harus merantau ke luar kota.“Jangan lupa tebus ladang yang di bu Hajar. Sertifikatnya kamu simpan aja, bapak jaangan sampai tah
“Heh, kok malah bengong disitu!" “Ayo masuk, itu ada yang nyariin."Bahkan Queen masih saja terpaku, dari jauh matanya menelisik siapa ornag yang datang mencarinya. “Dia?!" lirih Queen, matanya menyioit saat menyadari salah satu laki-laki itu adalah orang yang bersama Biyan siang tadi. Hal itu membuat Queen makin panik. Ia pikir setelah dipecat semuanya akan selesai, nyatanya ia masih dicari, bahkan sampai mendatangi alamatnya.Namun, Queen sama sekali tak bisa menolak ketika Lili menariknya ke halaman rumah. Dengan sorot mata berfokus pada dua laki-laki itu Queen berjalan seperti patung bernyawa yang terus mengikuti langkah Lili.“Kalian cari saya?" tanya Queen memberanikan diri dengan suara tercekat ketika sudah berdiri di hadapan dua lelaki tersebut.Beruntung lelaki berkaos putih dengan dilapisi blezer hitam itu lumayan humble. Ia masih mau menampakkan senyum di balik wajah datarnya.“Iya, benar sekali!" jawabnya seraya memasukkan tangan ke dalam saku celana kain yang digunakan.
Setelah memerintahkan Shakeel untuk pergi menjemput gadis yang berada dalam foto untuk dibawa bertemu keluarga. Tuan Alfin kembali menatap putranya yang terus menunduk setelah mendengar keputusan seperti apa yang Mommnya inginkan. “Dad, Mom. Semuanya tolong percaya, aku yakin tidak ada apa-apa yang terjadi diantara aku dan pelayan itu. Seseorang hanya memerlukan foto itu untuk menjatuhkanku!" Selain dibela oleh Oma yang tak menyetujui keputusan anak dan menantunya untuk menikahkan sang cucu dengan gadis yang menurut info hanyalah seorang pelayan. Hal itu membuat Biyan lebih berani untuk mengemukakan pendapatnya karena mendapat dukungan dari oma.“Sekalipun Kamu dijebak dan meniduri perempuan itu, Oma tidak akan pernah setuju kamu menikahi gadis seperti itu, Biyan!" sergah Oma. Yang mana membuat seluruh anggota keluarga menoleh tak setuju. Karena memang semua sudah sangat setuju dengan keputusan Mommy Jessica untuk menikahkan Biyan sebagai bentuk tanggungjawab dari seorang laki-laki.
Mobil yang Queen tumpangi bersama dua orang laki-laki yang menjemputnya itu terus melaju memecah jalan ibu kota di bawah langit sore yang kian kemerahan. Sepanjang jalan Pikiran gadis biasa, pemilik bulu mata lentik yang tak terlalu panjang itu terus dipenuhi dengan berbagai tanya dan kekhawatiran tentang hal apa saja yang akan ia hadapi setelah ini. "Huhh.” Ia mendesah pelan sambil melempar pandangan ke arah luar kaca mobil. Menatap kendaraan yang berlalu lalang dan jejeran gedung yang ada. “Seandainya malam itu aku gak menerima tawaran dari tuan muda itu, mungkin sekarang hidupku akan tetap normal dan bisa bekerja dengan tenang," lirih Queen dalam hati. “Tapi ....” Ia mendesah kesal meratapi ketidak berdayaan. Bahkan uang dari hasil pekerjaan yang ia sesali itu sudah ia berikan pada Agung untuk biaya pengobatan ibu. Jika sudah begini, rasanya segala perandaian yang ia sebutkan tadi tak lagi berguna. Ia bagaikan orang munafik yang menyesal tapi tetap menggunakan uang hasil me
"Azalea Queenara?" ucap Daddy Biyan membuka suara. Tadi sebelum menemui Queen ia sempat menyuruh Sam untuk mencari informasi tentang Queen. Dengan mudah ia mendapatkan semua dari pihak restoran hotel tempat gadis itu bekerja. Mendengar nama lengkapnya disebut membuat jantungnya sekan berhenti berdetak. Ia menoleh pada sosok pria paruh baya yang menatapnya dengan ekspresi datar. Lihatlah kekuasaan orang kaya, Ia bahkan bisa mengetahui nama lengkapku dengan mudah. Ntah apalagi yang berhasil ia dapatkan setelah ini. Lirih Queen sambil mengangguk mengiyakan. “Kamu di Jakarta belum cukup sebulan, kerja sebagai pelayan di salah satu resto yang ada di Angkasa Land Hotel." Queen mengangguk membenarkan, jantungnya berdegub dua kali lebih kencang dari detang jantung normal. “Iya pak, eh, i-iya Tuan." lirih Queen membenarkan sebutannya ketika melirik semua mata itu menatapnya dengan tajam tanpa berkedip. “Langsung ke intinya saja, Al!" ujar seorang pria paruh baya yang kepalanya dipenuhi ub
“Queen, tolong jawab pertanyaan saya yang tadi!"Suara itu membuat Queen yang tengah menitihkan air mata langsung mendongakkan kepala. Ia kemudian menyusut bulir bening yang masih menetes menggunakan tisu yang disodorkan oleh sosok pria yang duduk di kursi roda.“Saya gak disuruh siapapun Pak, sa-saya, malam itu saya hanya ingin membantu anak Bapak menuju ke kamar. Ta-tapi kejadian itu.. hikss." Queen menghentikan ucapannya. Air mata yang menetes kian deras dan rasa sesak atas kebohongan yang baru saja ia ungkapkan membuatnya tak mampu meneruskan kata-kata.Sementara Biyan yang mendengar ucapan Queen hanya bisa mengusap rambutnya secara kasar. Pemuda itu benar-benar dibuat frustasi oleh semua keterangan yang Queen buat.Sedangkan Pak Alfin, ia hany terlihat menggeleng seraya mengangguk mengerti. Pria paruh baya itu beranjak setelah saling tatap dengan Pak Ferdy dan Papanya, Opa Surya. “Baik, saya paham posisi kamu." ucapan Pak Alfin membuat Queen yang masih menangis hanya bisa menatap
Sementara itu, di sebuah pemukiman padat penduduk. Tepatnya di sebuah bangunan berukuran enam kali lima yang dijadikan kostan oleh pemiliknya itu nampak seorang gadis mengenakan daster dengan rambut dicepol asal terlihat gusar. Ia terus mondar mandir dari ujung teras kost, ke ujungnya lagi.Gadis itu adalah Lili. Jam menunjukkan hampir 10 malam, tapi Queen belum juga pulang. Membuat rasa khawatirnya memuncak memikirkan kondisi gadis si pemilik nama cantik yang hidupnya tak secantik dan seberuntung namanya itu.Ya, gadis lugu berwajah datar, namun menggemaskan itu bahkan bisa membuatnya iba saat pertama kali melihat sorot mata menyedihkan dari Queen yang pada saat itu bertemu dengannya saat di toilet rumah makan."Pasti ini kali pertamanha lo pergi merantau, kan?" Begitu pertanyaan yang Lili layangkan sambil mulai memutar keran air untuk membasuh tangan. Saat itu ia melihat sosok gadis menyedihkan yang sedang membasuh wajah tepat di sampingnya.Bertemu dengan Queen membuat Ia teringat d