“Buat apa nyari orang itu?" tanya Biyan dengan wajah geram.
“Kalian juga gak percaya sama aku?" Pemuda itu mendesah, kecewa tak ada satupun yang memercayai.
“Bukan gak percaya, Bi!" seru Aileen menengahi percakapan antara suami dan adiknya.
“Iya Bi, Kita cari cewek itu biar bisa dengar langsung penjelasan dari dia. Biar tahu apa yang sebenarnya terjadi sama kalian," jelas Virendra mencoba memberi pengertian.
“Sama aja.”
“Semua keluarga memang gak ada yang percaya sama aku!" desis Biyan kecewa.
Virendra menggeleng, Ia tahu bagaimana perasaan adik iparnya. “Bukan gitu, masalahnya berita ini sudah tersebar sampai tv, banyak yang tahu! Kita butuh penjelasan biar bisa menyusun opini apa yang harus diungkapkan saat konferensi pers nanti."
“Apalagi katanya semalam kamu mabuk, gak ingat jelas apa yang terjadi," pungkas Virendra.
Mendengar kata mabuk membuat Aileen menepuk bahu sang adik.
“Makanya, sudah dibilang jangan suka minum alkohol! Gak punya telinga sih kalau dikasih tahu!" Omelan Aileen membuat telinga Biyan panas.
“Argggght!"
ditambah berita dirinya sudah tersebar luas, Biyan mengusap rambutnya frustasi. Sedari tadi ia memang sengaja tak memegang ponsel, tak sanggup melihat berita murahan tentang dirinya.
Puk, puk, Aileen yang tadi marah menepuk bahu sang adik. Sebenarnya ia prihatin dengan apa yang terjadi pada Biyan.
“Apalagi foto yang beredar ity bukan editan!"
“Apa?!" Biyan makin tak percaya mendengar penuturan Virendra.
“Iya, tadi om Sam mengabari Daddy, katanya foto kamu dengan gadis situ bukan editan. Itu asli.”
Biyan menggeleng hampir menangis, dunianya terasa runtuh berada dimasalah ini. Entah siapa dalang di balik masalah ini dan apa tujuannya. Biyan masih tak mengerti. Selama ini ia sama sekali tak merasa punya musuh, tapi kenapa kini namanya dicoreng habis-habisan oleh orang tak bertanggung jawab.
“Sumpah demi Tuhan, aku gak pernah tidur dengan perempuan mana pun,” lirih Biyan.
“Kalau kalian gak percaya, kalian bisa tanya teman-temanku!"
“Semalam kami datang bersama me party, aaku memang minum tapi gak tahu kenapa foto itu bisa sampai ada!"
Virendra menghelaa napas, “Coba hubungi teman-teman kamu. Siapa tahu mereka bisa cari solusinya," ujarnya memberi saran.
Namun, Biyan yang enggan mengecek ponsel malah menggeleng. Ia tidak tahu sudah sebanyak apa notifikasi yang masuk di ponselnya, mungkin saja sudah banyak panggilan tak terjawab dari ketiga sahabatnya. Biyan tak sanggup untuk mengecek, ia takut kalau berita ini sampai ke telinga sang kekasih. Hubungannya dengan Rebecca yang baru berjalan sejak 6 bulan yang lalu itu bisa dipastikan akan kandas kalau sampai berita ini sampai diketahui Becca.
“Aku berjanji akan membalas siapapun kalian di balik semua ini. Salahku apa sampai tega memfitnah seperti ini!" lirih Biyan dalam hati.
Ia sadar betul apa saja masalah yang ditimbulkan oleh fitnah murahan ini.
“Semalam aku masih mengadakan party, sekarang hidupku jadi berantakan seperti ini?" Biyan kembali meremas rambutnya sambil membatin, masalah ini membuatnya tertekan.
Drggggt..
Aileen dan Biyan secara bersamaan menatap ke arah Virendra. Ponsel pria itu berdering. Dengan cepat ia lalu mengangkatnya.
“Ada apa, Dit?" jawab Virendra menyebut sahabatnya yang kini menjadi GM di hotel milik mereka, menempati sementara posisinya yang masih dalam masa pemulihan.
“Aku kaget dengar berita tentang Biyan yang beredar."
“Hmmmnt, ya begitulah Dit." Virendra terlihat tak ingin membahas detail, ia tak ingin membuat Biyan makin kepikiran.
Kakak ipar dan Adik ipar yang dulu sempat jadi musuh bebuyutan itu kini sudah akur, bahkan Vir terlihat begitu perhatian pada Biyan. Ia bahkan turut merasakan bagaimana rasanya berada di posisi Biyan saat ini.
“Padahal baru saja tadi pagi kami berpapasan, eh sekarang malah ada berita begini, hmmmnt!"
Virendra mengkerutkan kening mendengar ucapan Dito. Membuat Aileen dan Biyan yang memerhatikan, ikut penasaran.
“Hah? Maksudmu apa, Dit?" tanya Virendra penasaran.
“Tadi pagi Aku berpapasan dengan Biyan di Lobby, dia kayaknya nginap di hotel!"
Tut.
Mendengar itu, Vir langsung memutus panggilan secara sepihak. Lalu bersiap menanyakan kebenaran ucapan Dito barusan.
“Semalam kamu nginap di Angkasa Land Hotel?"
Biyan hanya mengangguk, rasanya sudah tak ada energi untuk bicara. Semua membuatnya lelah.
“Partynya disana?" tanya Virendra lagi memastikan dan Biyan hanya mengangguk.
Tanpa basa-basi kakak iparnya itu kembali meraih ponsel dan melakukan panggilan. Tentu membuat kening Biyan mengkerut.
“Coba cari cewek itu di Angkasa Land Hotel!"
“Kenapa, memangnya ada disana?" tanya Shakeel dari balik telepon.
“Tidak ada salahnya mencoba, Keil! Karena Biyan bilang tadi malam dia party disana!"
Setelah itu Virendra kembali memutus panggilan dengan Shakeel.
“Kita bisa menemukan data diri perempuan itu kalau memang dia menginap di botel."
“Jangan berhenti berdo'a, Bi. Semoga setelah ini ada titit terang, agar nama baikmu bisa kembali!"
Biyan manggut-manggut di tengah rasa semangatnya yang kian hilang. Ia merasa lelah dengan semua.
“Tapi bagaimana kalau ternyata cewek itu disuruh seseorang buat menjatuhkanku?" tanya Biyan dengan lemas.
“Kita akan bikin dia mengaku!" sahut Virendra.
Biyan menghela napas gusar mendengar jawaban Kakak iparnya. Pemuda yang biasanya penuh semangat dan kuat itu seketika mmengalami hari yang mengenaskan. Satu malam membuat hidupnya porak-poranda dalam sekejab.
“Kalau memang begitu, aku juga mau pergi cari dia ke hotel." Biyan beranjak dari duduknya. Lelaki yang hanya mengenakan kaos polos berwarna hitam dan celana pendek cokelat itu terlihat sederhana. Meski begitu ia tetap tampan.
“Siapa tahu dia memang masih disana!" Biyan segera bergegas.
“Bi!"
Panggil Aileen yang membuat langkah sang adik terhenti dan menoleh dengan wajah datar. Wajah yang biasa berseri dan penuh semangat itu nampak kalem dan pudar.
“Kamu yakin mau pergi?"
Biyan mengangguk. “Apapun itu, aku harus ikut mencari dalang di balik semua ini!"
Dengan mantap lelaki itu pergi tanpa mengganti bajunya terlebih dulu. Persetan dengan fashion dan penampilan, yang ada di pikiran Biyan saat ini hanya satu. Yaitu, bagaimana cara mengembalikan nama baiknya yang sudah dirusak oleh oknum tak bertanggung jawab. Bahkan ia terus mempertanyakan bagaimana foto itu bisa ada disaat dirinya sama sekali tak pernah merasa berdoto seperti itu.
Apa dia difoto dalam keadaan tidak sadar? Biyan terus menerka-nerka.....
Shakeel datang ke Angkasa Land hotel sesuai arahan dari Virendra. Kedatangannya langsung disambut oleh Ardito, sahabat Virendra yang sebelumnya dikabari untuk menemaninya mencari gadis dalam foto.
Tanpa Queen tahu dirinya sudah seperti buronan, fotonya sudah disebar di beberapa tempat oleh Shakeel.
Tertempel di tiang listrik dan pohon yang ada di sepanjang jalan kota. Foto Queen yang tengah tidur dengan Biyan itu dipotong hingga menampakkan wajah Queen lalu di tempel dengan poster bertuliskan 'Dicari cewek dalam foto, barang siapa yang menemukannya dalam keadaan selamat harap hubungi nomor 082546600***! Imbalan Puluhan juta menanti!"
Kini Shakeel san Dito pergi menuju resepsionis, menujukkan foto Queen dengan harapan resepsionis bisa menemukan data tamu yang fotonya sesuai dengan wajah gadis dalam foto.
“Usahakan cari secepatnya, Stef!" perintah Dito pada Resepsionis laki-laki yang bertugas.
“Baik Pak, ditunggu sebentar!" ujar Resepsionis tersebut.
Sedangkan Shakeel sudah harus pamit karena dipanggil oleh Pak Ferdy, ayahnya.
“Kalau udah beres tolong diinfokan secepatnya!" Shakeel berjabat tangan dengan Dito.
“Pastinya, serahkan ini sama saya!" sahut Dito.
Kemudian Shakeel pun pergi, sedangkan Dito segera kembali ke ruangannya.
Resepsionis yang mendapat tugas khusus, langsung dari General Manager itu pun mencari dengan meminta bantuan dari rekannya.
“Loh, ini bukannya anak baru yang direkrut salah satu pelayan langsung ke Angga itu, ya?" ujar salah seorang staff dari bagian HRD yang kebetulan baru selesai makan siang, datang menghampiri Stefanus yang menjadi resepsionis siang ini.
“Angga-- manager cofee shop di garden?" tanya resepsionis tersebut, menyebutkan nama manajer salah satu restauran cofee shop yang ada di hotel tersebut.
Rekannya itu lalu mengangguk, dengan cepat resepsionis itu menginfokan hal tersebut pada Pak Ardito jika yang dicari ternyata salah satu pelayan di restauran hotel in.
Setelah diinfokan Dito langsung menghubungi Shakeel. Tepat pukul 2 siang, Shakeel kembali ke hotel tersebut. Bersamaan dengan Biyan yang juga baru hendak masuk ke hotel.
“Kamu ngapain keluyuran kesini?" sergah Shakeel pada adik sepupunya yang datang mengenakan celana pendek dan kaos hitam.
Wajah Biyan terlihat menggebu dengan amarah. “Cari apa lagi kalau bukan cari dalang masalah dari semua ini!" serunya dengan cepat.
“Ceweknya udah ketemu!"
“Dimana?" tanya Biyan dengan mata menyala. Senang mendengar info tersebut.
“Ada ...."
“Ada dimana?" Biyan memotong ucapan Shakeel yang belum selesai. Membuat kakak sepupunya itu menghembuskan napas geram .
Tahu betul bagaimana Biyan kalau sudah marah, ia akan sulit dikontrol dan hanya akan menurut ketika di hadapan Daddynya saja.
“Dia karyawan disini."
“Cewek goblok bangsat!" umpat Biyan yang kekesalnnya sudah menggebu.
“Gue bunuh lo anji*! Berani-beraninya dia mencemarkan nama baik gue!"
“Heh, tahan emosi! Jangan seenaknya, ingat!" ucap Sahkeel mengingatkan.
“Kontrol diri!"
“Bodo amat, Keil! Coba lo yang di posisi gue!" seru Biyan yang langsung menarik Shakeel agar segera beranjak. Tapi kakak sepupunya itu malah mematung.
“Ayo, Keil!" Ajak Biyan tak sabar.
“Tapi lo harus janji buat kontrol diri!"
Biyan menyanggupi, ia tak perduli. Setidaknya bisa mengelabui Shakeel. Ia sendiri tak bisa menjamin apakah bisa menahan diri sedangkan emosinya sudah hampir meledak.
.....“Queen udah datang belum?" tanya Angga, manajer di cofee shop itu juga kelihatan marah saat mendapati laporan dan melihat berita yang beredar.
Angga ditugaskan langsung oleh Dito untuk menangani masalah ini.
“Itu tanggung jawab kamu sebagai managernya! Pokoknya kalau dia terbukti bersalah langsung pecat saja!”“Ini masalah besar, tahu sendirikan Biyan dari keluarga siapa!" begitu Ardito memberi arahan saat memanggil Angga ke ruangannya tadi.
“Entah dia disuruh atau mungkin lalai, yang jelas jangan biarkan dia kerja disini lagi! Supaya jadi pelajaran buat anak-anak yang lain agar tidak sembarang menerima perintah apapun dengan tergiur imbalan!"
“Ini salah satu tidak adanya bentuk keprefesionalan dan tanggung jawab dalam bekerja!" ucap Dito lagi sambil menyebutkan fakta, dimana kebanyakan penyebab orang kehilangan pekerjaan karena mau diajak bekerja sama demi imbalan, tanpa tahu resiko besar yang bisa membuatnya terseret.
Amarah Angga menggebu mengingat ucapan dari sang bos.
Masih tak menyangka gadis yang ia terima karena rekrutan Lili itu malah berani berbuat onar dan menggemparkan seperti ini.
“Ada apa Pak Angga?" tanya Lili yang baru muncul. Ia dan Queen baru saja tiba dan baru beres berganti baju, tapi batang hidung Queen sama sekali belum muncul.
Angga menoleh kecewa pada Lili, dia yang merekomendasikan Queen padanya. Posisi pelayan yang kurang saat itu membuat Angga mengiyakan dan belum genap sebulan, Queen malah bikin masalah.
“Nih, teman kamu”
“ Queen! Dia dalam masalah besar!" Angga menunjukkan berita sekaligus poster pencarian Queen pada Lili.
Lili terpaku, ia menganga tak percaya melihat semua.
“Cepat panggil teman kamu itu!" sentak Angga marah.
“Di-dia masih di toilet pak Angga!"
Baru Angga kembali ingin melayangkan ceramah pada Lili. Sosok Shakeel dan Biyan muncul. Membuat semua yang ada di sana menoleh, termasuk para pelayan.
“Mana cewek brengsek itu?" teriak Biyan dengan gurutan urat leher menjembul.
“Sabar dulu, Bi!" Shakeel mencoba menenangkan.
“Mana, mana pelayan kurang ajar yang ada dalam foto itu?"
“Sini lo keluar, hadapin gue!" sentak Biyan tak suka.
“Saya tahu kamu disuruh sama seseorang kan buat lakuin itu!" Biyan terlihat ingin mengamuk, tapi Shakeel mencoba menenangkan dengan menahannya.
Semua takut dan ciut melihat amarah Biyan yang meledak.
“Mana dia?" sentak Biyan membentak Angga.
“Katanya orangnya masih di toilet!"
Sementara di balik lemari kaca, Queen yang baru kembali dari toilet terpaku disana saat mendengar keributan yang ada.
Apalagi ketika Angga marah dan menyebut namanya membuat Queen ingin menangis, kuat dugaannya jika apa yang terjadi itu pasti karena kejadian semalam, seketika persendiannya menjadi lemas. Ia bungkam di balik lemari sambil menahan air mata. Ancaman dari laki-laki asing semalam membuatnya mencoba menenangkan diri dan akan menghadapi semua.
Namun, saat Queen melihat sosok yang tak asing datang sambil berteriak. Nyalinya kembali menciut, dia adalah lelaki yang semalam menjadi korbannya.
“Astaga, orang itu kelihatan emosi banget!" lirih Queen takut.
“Aku harus apa?" Ia kebingungan.
“Pak, ini Queen ada disini!"
Queen menoleh pada pelayan perempuan yang hendak ke toilet, tengah melaporkan keberadaannya. Membuat semua menoleh.
Lili yang melihat itu langsung tepuk jidat memikirkan nasib Queen setelah ini. Orang yang dihadapi adalah orang besar.
Sedangkan Biyan langsung menoleh dengan raut wajah memerah.
“Sini kamu cewek sialan!"
To be continued...
“Oh, jadi ini sumber masalahnya?" Biyan memajukan tubuhnya dengan tatapan tanjam, hingga membuat Queen menyurutkan langkah dan terbentur di dinding. “Disuruh siapa kamu melakukan itu? Sampai ada foto yang katanya memperlihatkan kita seolah-olah sedang tidur bersama?" “Dibayar berapa sampai berani tidur sama saya?" cecar Biyan dengan wajah datar. Matanya terus menelisik wajah wanita yang katanya ada dalam foto itu. Walau sebenarnya ia belum pernah melihat foto itu secara langsung. Tapi, entah mengapa kekesalan Biyan semakin menjadi saat melihat wujud asli dari gadis tersebut. Buluk dan Biasa saja! Itu dua kata yang terlintas dalm pikiran Biyan. Bukannya mau menghina, tapi itulah kenyataannya. Sosok gadis yang fotonya dibuat seolah tidur dengan dirinya benar-benar jauh dari kriterianya. Beda jauh dengan Becca, sang kekasih. “Jawab!" sentak Biyan saat gadis itu hanya menunduk diam. Rasanya Queen ingin menghilang saja dari muka bumi ini saat berhadapan langsung dengan Biyan. Ia se
Queen, gadis pemilik nama unik yang kehidupannya tak seberuntung pemilik gelar yang tersemat pada namanya itu tengah duduk sambil merenung di teras kost. Tadi, setelah diberi pesangon sebelum resmi dipecat ia langsung pulang tanpa menemui Lili. Queen tak punya muka lagi jika harus berhadapan dengan Lili. Ia merasa telah melemparkan kotoran pada Gadis yang sudah berbaik hati mau menampungnya dan mencarikannya kerja meski mereka belum lama kenal.Perasaannya begitu carut marut. Malu karena baru beberapa minggu bekerja ia malah berbuat kesalahan fatal hingga berujung pada pemecatan secara tidak hormat. Ia juga merasa tak berdaya sebab kondisi ibu di kampung membuat Ia terpaksa melakukan hal tersebut.Tenaga Queen seperti terkuras, sedari Ia masuk di kamar, waktunya Ia habiskan untuk menangis dan meratapi apa semua sambil berkali-kali menatap lembaran cek yang masih dipegang. Terlintas dalam benak apakah pantas ia memakai uang dari hasil menjatuhkan seseorang? Apakaah ini halal?Seketika
“Ini gak salah, kamu kirim uang sebanyak ini?" tanya Agung dari sbeerang telepon. Kaget melihat notifikasi m-banking yang masuk. Tertera nominal yang cukup fantastis membuat Agung terbelalak. Bukan hanya bisa untuk menebus ladang dan biaya operasi ibuk, tapi untuk buka usaha kecil-kecilan pun bisa. Agung terheran-heran dan bertanya-tanya darimana Queen bisa mendapat uang sebanyak itu.“Ini halal 'kan, Qui?" Pertanyaan Agung membuat Queen yang tengah duduk di halaman sebuah Bank itu mendengus kesal. “Halal kok, aman!" Katanya berbohong. Air matanya ingin kembali tumpah. Tapi kondisi dan situasi membuat ia berusaha membendung, ada banyak orang disana, ia tak boleh menangiis!“Alhamdulillah deh kalau halal!" Agung manggut-manggut dari balim telepon. Terharu melihat pengorbanan saudara perempuannya yang satu ini. Rela melakukan apapun demi kesehatan ibu, meski harus merantau ke luar kota.“Jangan lupa tebus ladang yang di bu Hajar. Sertifikatnya kamu simpan aja, bapak jaangan sampai tah
“Heh, kok malah bengong disitu!" “Ayo masuk, itu ada yang nyariin."Bahkan Queen masih saja terpaku, dari jauh matanya menelisik siapa ornag yang datang mencarinya. “Dia?!" lirih Queen, matanya menyioit saat menyadari salah satu laki-laki itu adalah orang yang bersama Biyan siang tadi. Hal itu membuat Queen makin panik. Ia pikir setelah dipecat semuanya akan selesai, nyatanya ia masih dicari, bahkan sampai mendatangi alamatnya.Namun, Queen sama sekali tak bisa menolak ketika Lili menariknya ke halaman rumah. Dengan sorot mata berfokus pada dua laki-laki itu Queen berjalan seperti patung bernyawa yang terus mengikuti langkah Lili.“Kalian cari saya?" tanya Queen memberanikan diri dengan suara tercekat ketika sudah berdiri di hadapan dua lelaki tersebut.Beruntung lelaki berkaos putih dengan dilapisi blezer hitam itu lumayan humble. Ia masih mau menampakkan senyum di balik wajah datarnya.“Iya, benar sekali!" jawabnya seraya memasukkan tangan ke dalam saku celana kain yang digunakan.
Setelah memerintahkan Shakeel untuk pergi menjemput gadis yang berada dalam foto untuk dibawa bertemu keluarga. Tuan Alfin kembali menatap putranya yang terus menunduk setelah mendengar keputusan seperti apa yang Mommnya inginkan. “Dad, Mom. Semuanya tolong percaya, aku yakin tidak ada apa-apa yang terjadi diantara aku dan pelayan itu. Seseorang hanya memerlukan foto itu untuk menjatuhkanku!" Selain dibela oleh Oma yang tak menyetujui keputusan anak dan menantunya untuk menikahkan sang cucu dengan gadis yang menurut info hanyalah seorang pelayan. Hal itu membuat Biyan lebih berani untuk mengemukakan pendapatnya karena mendapat dukungan dari oma.“Sekalipun Kamu dijebak dan meniduri perempuan itu, Oma tidak akan pernah setuju kamu menikahi gadis seperti itu, Biyan!" sergah Oma. Yang mana membuat seluruh anggota keluarga menoleh tak setuju. Karena memang semua sudah sangat setuju dengan keputusan Mommy Jessica untuk menikahkan Biyan sebagai bentuk tanggungjawab dari seorang laki-laki.
Mobil yang Queen tumpangi bersama dua orang laki-laki yang menjemputnya itu terus melaju memecah jalan ibu kota di bawah langit sore yang kian kemerahan. Sepanjang jalan Pikiran gadis biasa, pemilik bulu mata lentik yang tak terlalu panjang itu terus dipenuhi dengan berbagai tanya dan kekhawatiran tentang hal apa saja yang akan ia hadapi setelah ini. "Huhh.” Ia mendesah pelan sambil melempar pandangan ke arah luar kaca mobil. Menatap kendaraan yang berlalu lalang dan jejeran gedung yang ada. “Seandainya malam itu aku gak menerima tawaran dari tuan muda itu, mungkin sekarang hidupku akan tetap normal dan bisa bekerja dengan tenang," lirih Queen dalam hati. “Tapi ....” Ia mendesah kesal meratapi ketidak berdayaan. Bahkan uang dari hasil pekerjaan yang ia sesali itu sudah ia berikan pada Agung untuk biaya pengobatan ibu. Jika sudah begini, rasanya segala perandaian yang ia sebutkan tadi tak lagi berguna. Ia bagaikan orang munafik yang menyesal tapi tetap menggunakan uang hasil me
"Azalea Queenara?" ucap Daddy Biyan membuka suara. Tadi sebelum menemui Queen ia sempat menyuruh Sam untuk mencari informasi tentang Queen. Dengan mudah ia mendapatkan semua dari pihak restoran hotel tempat gadis itu bekerja. Mendengar nama lengkapnya disebut membuat jantungnya sekan berhenti berdetak. Ia menoleh pada sosok pria paruh baya yang menatapnya dengan ekspresi datar. Lihatlah kekuasaan orang kaya, Ia bahkan bisa mengetahui nama lengkapku dengan mudah. Ntah apalagi yang berhasil ia dapatkan setelah ini. Lirih Queen sambil mengangguk mengiyakan. “Kamu di Jakarta belum cukup sebulan, kerja sebagai pelayan di salah satu resto yang ada di Angkasa Land Hotel." Queen mengangguk membenarkan, jantungnya berdegub dua kali lebih kencang dari detang jantung normal. “Iya pak, eh, i-iya Tuan." lirih Queen membenarkan sebutannya ketika melirik semua mata itu menatapnya dengan tajam tanpa berkedip. “Langsung ke intinya saja, Al!" ujar seorang pria paruh baya yang kepalanya dipenuhi ub
“Queen, tolong jawab pertanyaan saya yang tadi!"Suara itu membuat Queen yang tengah menitihkan air mata langsung mendongakkan kepala. Ia kemudian menyusut bulir bening yang masih menetes menggunakan tisu yang disodorkan oleh sosok pria yang duduk di kursi roda.“Saya gak disuruh siapapun Pak, sa-saya, malam itu saya hanya ingin membantu anak Bapak menuju ke kamar. Ta-tapi kejadian itu.. hikss." Queen menghentikan ucapannya. Air mata yang menetes kian deras dan rasa sesak atas kebohongan yang baru saja ia ungkapkan membuatnya tak mampu meneruskan kata-kata.Sementara Biyan yang mendengar ucapan Queen hanya bisa mengusap rambutnya secara kasar. Pemuda itu benar-benar dibuat frustasi oleh semua keterangan yang Queen buat.Sedangkan Pak Alfin, ia hany terlihat menggeleng seraya mengangguk mengerti. Pria paruh baya itu beranjak setelah saling tatap dengan Pak Ferdy dan Papanya, Opa Surya. “Baik, saya paham posisi kamu." ucapan Pak Alfin membuat Queen yang masih menangis hanya bisa menatap