Sam sudah mengerahkan orang-orang kepercayaan keluarga Utama untuk segera menemui media mana saja yang sudah menyebarkan berita tersebut dan akan meminta mereka untuk menghapusnya sebelum 1×24 jam jika tidak ingin instansi mereka hancur.
Kekuatan orang berduit memang bukan kaleng-kaleng. Mereka bisa melakukan apa saja, uang berbicara dan uang bisa menaklukkan segala. Seperti banyak kasus yang terjadi.
“Tolong periksa foto ini, kalau terbukti editan sertakan dengan detail buktinya!" ucap Sam menyerahkan foto tersebut pada ahli IT.
“Siap, Pak! Secepatnya akan kami selesaikan!"
Sam mengangguk lalu segera pegi untuk menyelesaikan tugas berikutnya. Yaitu mencari dalang penyebar berita tersebut. Dimana, menurut media yang pertama memuat. Berita itu pertama kali disebarkan oleh sebuah akun di beberapa media online. Lalu menggunakan e-mail tak dikenal dikirim ke media tersebut. Sehingga tersebar seperti ini.
Ya, yang namanya media. Mendapat berita menarik apa saja sudah pasti akan langsung disebar. Karena itu memang pekerjaannya.
Semua sudah dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Namun, sayang seribu sayang. Meski sudah mengerahkan kemampuan dan kekuasaan sekuat tenaga. Informasi sudah beredar dengan cepat. Bahkan ada yang sudah dimuat di televisi, disiarkan di beberapa berita jika cucu dan anak orang ternama dalam negeri tengah memiliki skandal besar yang menggemparkan. Merusak citra keluarga, bahkan nama baik perusahaan.
“Foto Biyan Xavier, putra bungsu Dirut (Direktur Utama) Tiger's Group, cucu dari mantan Ketum (Ketua umum) Partai Xxx sekaligus cucu dari pendiri Tiger's Group, dan Candra Persada, tersebar di dunia maya!”
“Menggemparkan jagad maya, Nama besar pemilik kedua perusahaan langsung ramai diperbincangkan."
“Banyak isu yang beredar miring hingga menyudutkan putra ..."
Tut.
Ferdi, langsung mematikan tv, kesal melihat news anchor membacakan berita. Selain itu Ferdiansyah Chandrawinata yang merupakan saudara sulung dari Ibu jessica, Mommy Biyan. Pria paruh baya itu hanya tidak ingin pikiran adik iparnya makin kacau.
Sejak berita itu dimuat di tv, Alfin terlihat menghembuskan napas kasar sambil memijat pangkal hidung.
Ada beberapa laki-laki yang terlihat memenuhi ruang keluarga tersebut. Mulai dari Opa Surya, Alfin, Ferdy, dan Shakeel yang merupakan anak Ferdy, sepupu dari Biyan itu juga ada disana. Bahkan seorang pria berkursu roda juga ada disana, Ia adalah menantu pak Alfin, Kakak ipar Biyan.
Semua berkumpul setelah mendengar kondisi Nyonya Jessica drop. Para wanita tengah di kamar melihat kondisi Jessica. Sementara Biyan sendiri entah dimana keberadaannya. Ia sama sekali tak terlihat sejak keluarganya banyak yang datang.
“Beritanya sudah masuk tv, sulit menghentikan wartawan. Sudah pasti setelah ini mereka akan banyak berdatangan!" ucap Opa Surya.
Ferdy mengangguk menyetujui, “Solusi terakhirnya memang harus segera mengadakan klarifikasi untuk membungkam isu negatif yang mungkin sudah banyak tersebar!"
Hmmmmnt. Semua terengar menghembuskan napas berat. Resiko menjadi orang besar. Apapun yang dilakukan selalu menjadi sorotan dan menerima banyak perhatian. Sudah hampir sekelas selebriti, baik buruknya selalu punya sisi tersendiri. Bahkan tak jarang berita seperti ini berpengaruh besar bagi bisnis.
Shakeel dan Virendra manggut-manggut mendengar perbincangan diantara para orang tua itu.
“Entah solusi apa yang harus dipakai kalau sudah begini!" lirih Opa Surya geleng kepala.
Tadinya ia sempat tenang karena mengira semua tak akan menyebar secepat ini. Sehingga sempat berpikir jika foto yang tersebar itu adalah editan, maka dengan mudah mereka akan mencari dalangnya dan memberi pelajaran. Sehingga pihak keluarga hanya tinggal membereskan semua dan mengembalikan nama baik Biyan yang sudah tercemar.
“Mohon maaf sebelumnya. kalau boleh, Aku ingin mengajukan saran juga Om, Opa!" ujar lelaki yang duduk di kursi roda seraya mengacungkan tangan.
“Tentu saja, nak! Kamu juga bagian dari keluarga, berhak memberi solusi." Dengan senang hati Opa Surya menyambut niat baik Virendra.
“Iya Vir, katakan saja usulannya! Di sini kita berkumpul untuk menyatukan kepala agar sesegera mungkin menemukan solusi!" sahut Ferdy menyetujui.
Virendra tersenyum, senang merasa dihargai oleh keluarga istrinya.
“Ada baiknya kita tidak hanya fokus mencari penyebar dan membuktikan apakah foto itu benar atau tidak. Kunci utama masalah ini juga jelas ada pada gadis yang ada di dalam foto itu!"
Jleb...
Saran dari Vir benar-benar seperti angin segar. Para pemilik kepala yang biasanya selalu encer dan mampu menciptakan sebuah ide dan hal-hal fantastis itu sempat mati suri karena masalah tersebut seketika menemukan celah. Ide yang Virendra berikan sangatlah membantu.
“Benar sekali, kalau kita bisa menemukan gadis itu. Kita bisa langsung menanyakan apa yang sebenarnya terjadi!" sahut Opa Surya manggut-manggut.
“Kalau memang kita berhasil menemukan gadis itu, besar kemungkinan foto tersebut bukan editan!" sahut Shakeel menengahi. Ia yang juga pusing memikirkan masalah adik sepupunya itu pun turut mengalami kelambatan dalam berpikir, masalah ini sangat berat
Shakeel tahu betul bagaimana adik sepupunya, Biyan. Anak itu tak pernah dekat dengan wanita, kalaupun dekat dia tak mungkin berani bertindak sejauh itu. Apa yang terjadi membuat otaknya blank. Namun, ide Vir membuatnya kembali berjalan dengan normal.
“Setidaknya kita bisa menemukan gadis itu dulu, agar bisa memecahkan kunci masalah ini.”
“Kalaupun editan, pasti orang yang mengedit punya tujuan sampai mengedit foto Biyan seperti itu, dan apa tujuannya!"
“Sedangkan jika bukan editan, kita juga tetap harus mengetahui semua dari versi berbeda. Bisa saja Biyan mabuk dan tidak sadar memaksa atau bahkan bisa juga mereka sama-sama mau. Jadi, ada dua kemungkinan!" jelas Virendra panjang lebar.
Tanpa tahu, jika gadis yang ada di foto tersebut merupakan salah satu pelayan di restoran hotel miliknya.
Pak Alfin yang tadinya murung dan pusing seketika tersenyum samar. Dengan bangga ia menepuk punggung sang menantu yang belum juga pulih dari kelumpuhan sementara yang disebabkan oleh kecelakaan saat hendak menyelamatkan Aileen, anaknya yang saat itu diculik.
Sejak insiden itu bahkan mampu mengembalikan kepercayaan Alfin pada Virendra yang awalnya sempat rusak. Namun hubungan mereka kembali membaik setelahnya.
“Makaasih, Vir! Saranmu benar-benar luar biasa! Kami semua merasa sangat terbantu!"
Semua turut mengangguk mendengar ucapan Daddy Alfin.
“Kalau begitu, biar Aku saja yang menangani hal ini!" seru Shakeel mengajukan diri.
Semua mengangguk setuju, setelah itu pemuda itu pun segera pergi. Ia juga akan mengerahkan kekuasaannya untuk mencari keberadaan gadis tersebut.
Drggggt, drgggt...
Dering telepon membuat semua menoleh, mengecek ponsel siapa yang beedering.
Terlihat Pak Alfin meraih ponselnya yang tergeletak di meja. Nama Sam tertera disana. Ia lalu mengangkatnya.
“Ya, Sam?"
“Apa sudah ada informasi?" tanyanya dengan posisi duduk melipat salah satu kaki yang bertumpu di atas lutut sebelah kanan.
“Roy bilang kalau foto itu bukan editan. Itu asli yang kebetulan baru diambil semalam!"
“Apa?" Daddy Al sempat kaget, tapi segera menghembuskan napas setelahnya. Info dari Sam memang membuat hatinya sebagai seorang Ayah seperti teriris. Sedih mendengar kenyataan, juga masih tak menyangka jika anak yang disayang dan dipercaya berani bertindak seperti itu tanpa memikirkan dampak dan akibat.
Mau dikata apalagi, nasi sudah jadi bubur. Foto itu sudah terbukti bukan editan. Seperti kata sang menantu, kini mereka hanya tinggal mencari solusi dan secepatnya memulihkan nama baik keluarga juga perusahaan yang tercoreng.
“Apa kata Sam?" sergah Opa setelah Pak Alfin memutus panggilan.
“Foto itu bukan editan!"
Semua terlihat memejamkan mata tak percaya.
“Kita harus secepatnya melakukan klarifikasi, setidaknya bikin opini yang tidak menyudutkan Biyan, juga tidak merusak nama baik keluarga !" pungkas Opa dengan nada sedikit kecewa. Tapi, mau dikata apa. Ia mencoba memaklumi, namanya juga anak muda.
....
Waktu Dzuhur sudah tiba, setelah melaksanakan kewajiban pada sang pencipta. Sambil menunggu waktu makan siang, beberapa anggota keluarga terlihat menyempatkan diri melihat kondisi Mommy Jessica yang belum pulih.
Sedangkan Biyan, pemuda itu terlihat tengah duduk di taman belakang. Berkali-kali ia menghembuskan napas kasar sambil memukul meja. Ditemani Aileen, Biyan menceritakan semua pada sang Kakak.
“Aku berani sumpah, Kak. Demi Allah aku gak melakukan hal itu." Dengan tegas Biyan berusaha meyakinkan.
“Kamu gak percaya sama aku, kak?" tanya Biyan saat melihat Aileen hanya bergeming.
“Selama jadi adikmu, apa aku pernah dekat cewek sampai seperti itu!"
"Ada!"
ucapan Aileen membuat mulut Biyan yang hendak bicara terpause, matanya melotot mendengar ucapaan sang Kakak. Seolah mengisyaratkan tanya, kapan?
“Kamu lupa waktu yang di Rumah Sakit?" Aileen menelisik. Ibu Bayi dua bulan itu nampak menyebalkan di mata Biyan.
“Itu Becca, Kak! lupa sama Becca?" Biyan mengingatkan jika gadis yang bersama Biyan saat tak sengaja menabrak kakakknya yang lari karena melihat suaminya bersama wanita lain setahun yang lalu itu adalah kekasih Biyan.
Becca merupakan pacar pertama Biyan, teman kecilnya itu memang lama tinggal di luar negeri. Wajar jika sang Kakak tak mengenali.
“Becca anaknya Pak Raharja? Adiknya Eky?" seru Aileen.
Biyan mengangguk, tak bisa menjelaskan hal lain tentang hubungannya dengan Becca disaat seperti ini. Biyan hanya ingin mengatakan jika gadis yang Aileen maksud dekat dengannya waktu itu hanyalah teman masa kecilnya. Anak dari kerabat Daddy.
Obrolan keduanya harus terpotong saat Virendra datang. Pria berkursi roda itu diantar salah satu pelayan.
“Halo Bi!" Virendra menyapa adik iparnya. Sedangkan pelayan yang mengantarnya tadi langsung berbalik pergi.
Biyan tak menyahut. Ia hanya menunduk, malu karena apa yang terjadi. Membuat Virendra menepuk bahunya menyalurkan kekuatan.
“Sabar!"
“Daddy dan semua sedang berusah menemukan gadis itu!"
“Buat apa, bang?" sergah Biyan penasaran.
To be continued...
“Buat apa nyari orang itu?" tanya Biyan dengan wajah geram.“Kalian juga gak percaya sama aku?" Pemuda itu mendesah, kecewa tak ada satupun yang memercayai.“Bukan gak percaya, Bi!" seru Aileen menengahi percakapan antara suami dan adiknya.“Iya Bi, Kita cari cewek itu biar bisa dengar langsung penjelasan dari dia. Biar tahu apa yang sebenarnya terjadi sama kalian," jelas Virendra mencoba memberi pengertian.“Sama aja.”“Semua keluarga memang gak ada yang percaya sama aku!" desis Biyan kecewa.Virendra menggeleng, Ia tahu bagaimana perasaan adik iparnya. “Bukan gitu, masalahnya berita ini sudah tersebar sampai tv, banyak yang tahu! Kita butuh penjelasan biar bisa menyusun opini apa yang harus diungkapkan saat konferensi pers nanti."“Apalagi katanya semalam kamu mabuk, gak ingat jelas apa yang terjadi," pungkas Virendra.Mendengar kata mabuk membuat Aileen menepuk bahu sang adik.“Makanya, sudah dibilang jangan suka minum alkohol! Gak punya telinga sih kalau dikasih tahu!" Omelan Ailee
“Oh, jadi ini sumber masalahnya?" Biyan memajukan tubuhnya dengan tatapan tanjam, hingga membuat Queen menyurutkan langkah dan terbentur di dinding. “Disuruh siapa kamu melakukan itu? Sampai ada foto yang katanya memperlihatkan kita seolah-olah sedang tidur bersama?" “Dibayar berapa sampai berani tidur sama saya?" cecar Biyan dengan wajah datar. Matanya terus menelisik wajah wanita yang katanya ada dalam foto itu. Walau sebenarnya ia belum pernah melihat foto itu secara langsung. Tapi, entah mengapa kekesalan Biyan semakin menjadi saat melihat wujud asli dari gadis tersebut. Buluk dan Biasa saja! Itu dua kata yang terlintas dalm pikiran Biyan. Bukannya mau menghina, tapi itulah kenyataannya. Sosok gadis yang fotonya dibuat seolah tidur dengan dirinya benar-benar jauh dari kriterianya. Beda jauh dengan Becca, sang kekasih. “Jawab!" sentak Biyan saat gadis itu hanya menunduk diam. Rasanya Queen ingin menghilang saja dari muka bumi ini saat berhadapan langsung dengan Biyan. Ia se
Queen, gadis pemilik nama unik yang kehidupannya tak seberuntung pemilik gelar yang tersemat pada namanya itu tengah duduk sambil merenung di teras kost. Tadi, setelah diberi pesangon sebelum resmi dipecat ia langsung pulang tanpa menemui Lili. Queen tak punya muka lagi jika harus berhadapan dengan Lili. Ia merasa telah melemparkan kotoran pada Gadis yang sudah berbaik hati mau menampungnya dan mencarikannya kerja meski mereka belum lama kenal.Perasaannya begitu carut marut. Malu karena baru beberapa minggu bekerja ia malah berbuat kesalahan fatal hingga berujung pada pemecatan secara tidak hormat. Ia juga merasa tak berdaya sebab kondisi ibu di kampung membuat Ia terpaksa melakukan hal tersebut.Tenaga Queen seperti terkuras, sedari Ia masuk di kamar, waktunya Ia habiskan untuk menangis dan meratapi apa semua sambil berkali-kali menatap lembaran cek yang masih dipegang. Terlintas dalam benak apakah pantas ia memakai uang dari hasil menjatuhkan seseorang? Apakaah ini halal?Seketika
“Ini gak salah, kamu kirim uang sebanyak ini?" tanya Agung dari sbeerang telepon. Kaget melihat notifikasi m-banking yang masuk. Tertera nominal yang cukup fantastis membuat Agung terbelalak. Bukan hanya bisa untuk menebus ladang dan biaya operasi ibuk, tapi untuk buka usaha kecil-kecilan pun bisa. Agung terheran-heran dan bertanya-tanya darimana Queen bisa mendapat uang sebanyak itu.“Ini halal 'kan, Qui?" Pertanyaan Agung membuat Queen yang tengah duduk di halaman sebuah Bank itu mendengus kesal. “Halal kok, aman!" Katanya berbohong. Air matanya ingin kembali tumpah. Tapi kondisi dan situasi membuat ia berusaha membendung, ada banyak orang disana, ia tak boleh menangiis!“Alhamdulillah deh kalau halal!" Agung manggut-manggut dari balim telepon. Terharu melihat pengorbanan saudara perempuannya yang satu ini. Rela melakukan apapun demi kesehatan ibu, meski harus merantau ke luar kota.“Jangan lupa tebus ladang yang di bu Hajar. Sertifikatnya kamu simpan aja, bapak jaangan sampai tah
“Heh, kok malah bengong disitu!" “Ayo masuk, itu ada yang nyariin."Bahkan Queen masih saja terpaku, dari jauh matanya menelisik siapa ornag yang datang mencarinya. “Dia?!" lirih Queen, matanya menyioit saat menyadari salah satu laki-laki itu adalah orang yang bersama Biyan siang tadi. Hal itu membuat Queen makin panik. Ia pikir setelah dipecat semuanya akan selesai, nyatanya ia masih dicari, bahkan sampai mendatangi alamatnya.Namun, Queen sama sekali tak bisa menolak ketika Lili menariknya ke halaman rumah. Dengan sorot mata berfokus pada dua laki-laki itu Queen berjalan seperti patung bernyawa yang terus mengikuti langkah Lili.“Kalian cari saya?" tanya Queen memberanikan diri dengan suara tercekat ketika sudah berdiri di hadapan dua lelaki tersebut.Beruntung lelaki berkaos putih dengan dilapisi blezer hitam itu lumayan humble. Ia masih mau menampakkan senyum di balik wajah datarnya.“Iya, benar sekali!" jawabnya seraya memasukkan tangan ke dalam saku celana kain yang digunakan.
Setelah memerintahkan Shakeel untuk pergi menjemput gadis yang berada dalam foto untuk dibawa bertemu keluarga. Tuan Alfin kembali menatap putranya yang terus menunduk setelah mendengar keputusan seperti apa yang Mommnya inginkan. “Dad, Mom. Semuanya tolong percaya, aku yakin tidak ada apa-apa yang terjadi diantara aku dan pelayan itu. Seseorang hanya memerlukan foto itu untuk menjatuhkanku!" Selain dibela oleh Oma yang tak menyetujui keputusan anak dan menantunya untuk menikahkan sang cucu dengan gadis yang menurut info hanyalah seorang pelayan. Hal itu membuat Biyan lebih berani untuk mengemukakan pendapatnya karena mendapat dukungan dari oma.“Sekalipun Kamu dijebak dan meniduri perempuan itu, Oma tidak akan pernah setuju kamu menikahi gadis seperti itu, Biyan!" sergah Oma. Yang mana membuat seluruh anggota keluarga menoleh tak setuju. Karena memang semua sudah sangat setuju dengan keputusan Mommy Jessica untuk menikahkan Biyan sebagai bentuk tanggungjawab dari seorang laki-laki.
Mobil yang Queen tumpangi bersama dua orang laki-laki yang menjemputnya itu terus melaju memecah jalan ibu kota di bawah langit sore yang kian kemerahan. Sepanjang jalan Pikiran gadis biasa, pemilik bulu mata lentik yang tak terlalu panjang itu terus dipenuhi dengan berbagai tanya dan kekhawatiran tentang hal apa saja yang akan ia hadapi setelah ini. "Huhh.” Ia mendesah pelan sambil melempar pandangan ke arah luar kaca mobil. Menatap kendaraan yang berlalu lalang dan jejeran gedung yang ada. “Seandainya malam itu aku gak menerima tawaran dari tuan muda itu, mungkin sekarang hidupku akan tetap normal dan bisa bekerja dengan tenang," lirih Queen dalam hati. “Tapi ....” Ia mendesah kesal meratapi ketidak berdayaan. Bahkan uang dari hasil pekerjaan yang ia sesali itu sudah ia berikan pada Agung untuk biaya pengobatan ibu. Jika sudah begini, rasanya segala perandaian yang ia sebutkan tadi tak lagi berguna. Ia bagaikan orang munafik yang menyesal tapi tetap menggunakan uang hasil me
"Azalea Queenara?" ucap Daddy Biyan membuka suara. Tadi sebelum menemui Queen ia sempat menyuruh Sam untuk mencari informasi tentang Queen. Dengan mudah ia mendapatkan semua dari pihak restoran hotel tempat gadis itu bekerja. Mendengar nama lengkapnya disebut membuat jantungnya sekan berhenti berdetak. Ia menoleh pada sosok pria paruh baya yang menatapnya dengan ekspresi datar. Lihatlah kekuasaan orang kaya, Ia bahkan bisa mengetahui nama lengkapku dengan mudah. Ntah apalagi yang berhasil ia dapatkan setelah ini. Lirih Queen sambil mengangguk mengiyakan. “Kamu di Jakarta belum cukup sebulan, kerja sebagai pelayan di salah satu resto yang ada di Angkasa Land Hotel." Queen mengangguk membenarkan, jantungnya berdegub dua kali lebih kencang dari detang jantung normal. “Iya pak, eh, i-iya Tuan." lirih Queen membenarkan sebutannya ketika melirik semua mata itu menatapnya dengan tajam tanpa berkedip. “Langsung ke intinya saja, Al!" ujar seorang pria paruh baya yang kepalanya dipenuhi ub
Di dalam mobil menuju jalan pulang, Queen hanya banyak diam. Ia tak menyangka tindakan dan keputusannya tempo hari harus berakhir pada pernikahan dengan orang yang tak diharapkan. Jangankan baginya, bagi Biyan pun jelas ia bukanlah hal yang ingin dituju, sama sekali tak masuk dalam kriteria lelaki itu, Queen sangat sadar akan hal itu. Pernikahan bukanlah akhir yang mereka harapkan, tapi mau dikata apa, nasi benar-benar sudah menjadi bubur dan ini semua karena ulahnya. Queen menoleh mencuri pandang pada Biyan yang nampak diam menahan emosi. Jika tak ada supir dan orang kepercayaan daddy-nya mungkin Queen benar-benar dihabisi sejak tadi. Kilatan emosi nampak terpancar nyata di raut wajah pria muda itu. “Gimana caranya minta maaf sama dia.” Gadis itu menunduk, meremas ujung dressnya. Air matanya menetes saat itu juga. Sungguh ia merasa menjadi orang yang paling jahat, sudah menghancurkan kehidupan seseorang. Tanpa sadar, suara napas Queen yang berusaha menahan tangis agar tak dide
Di bagian bumi yang lain, tepatnya di negara yang kerap dijuluki sebagai Negeri Paman Sam. Seorang wanita tampak syok ketika mendapat kiriman sebuah foto berupa sang kekasih yang tengah tidur bersama wanita lain. Ia yang baru hendak mengistirahatkan tubuh malam itu langsung bergegas meraih benda pipih miliknya yang sedang tercharger. Namun, sayangnya nomor yang dituju malah tidak aktif. “Tega kamu, Bi!” lirihnya sembari menutup mulut tak percaya. Hatinya benar-benar sakit dan merasa dikhianati. Padahal hubungan mereka sudah berjalan setahun, dan selama ini ia begitu percaya pada Biyan. Namun, apa ini sekarang? Dari nomor tak dikenal, ia mendapat foto tersebut. “Aku pikir kamu akan setia sampai aku selesai menyelesaikan pendidikan di sini, tapi apa ini?" lirih wanita itu, ia luruh ke lantai dan bersandar di sisi tempat tidur. Tak kuasa membendung air mata, ia menangis sesenggukan seorang diri sambil mengirim rentetan pesan pada sang kekasih. Belum juga reda, ia kembali mendapat pes
Sementara itu, di sebuah pemukiman padat penduduk. Tepatnya di sebuah bangunan berukuran enam kali lima yang dijadikan kostan oleh pemiliknya itu nampak seorang gadis mengenakan daster dengan rambut dicepol asal terlihat gusar. Ia terus mondar mandir dari ujung teras kost, ke ujungnya lagi.Gadis itu adalah Lili. Jam menunjukkan hampir 10 malam, tapi Queen belum juga pulang. Membuat rasa khawatirnya memuncak memikirkan kondisi gadis si pemilik nama cantik yang hidupnya tak secantik dan seberuntung namanya itu.Ya, gadis lugu berwajah datar, namun menggemaskan itu bahkan bisa membuatnya iba saat pertama kali melihat sorot mata menyedihkan dari Queen yang pada saat itu bertemu dengannya saat di toilet rumah makan."Pasti ini kali pertamanha lo pergi merantau, kan?" Begitu pertanyaan yang Lili layangkan sambil mulai memutar keran air untuk membasuh tangan. Saat itu ia melihat sosok gadis menyedihkan yang sedang membasuh wajah tepat di sampingnya.Bertemu dengan Queen membuat Ia teringat d
“Queen, tolong jawab pertanyaan saya yang tadi!"Suara itu membuat Queen yang tengah menitihkan air mata langsung mendongakkan kepala. Ia kemudian menyusut bulir bening yang masih menetes menggunakan tisu yang disodorkan oleh sosok pria yang duduk di kursi roda.“Saya gak disuruh siapapun Pak, sa-saya, malam itu saya hanya ingin membantu anak Bapak menuju ke kamar. Ta-tapi kejadian itu.. hikss." Queen menghentikan ucapannya. Air mata yang menetes kian deras dan rasa sesak atas kebohongan yang baru saja ia ungkapkan membuatnya tak mampu meneruskan kata-kata.Sementara Biyan yang mendengar ucapan Queen hanya bisa mengusap rambutnya secara kasar. Pemuda itu benar-benar dibuat frustasi oleh semua keterangan yang Queen buat.Sedangkan Pak Alfin, ia hany terlihat menggeleng seraya mengangguk mengerti. Pria paruh baya itu beranjak setelah saling tatap dengan Pak Ferdy dan Papanya, Opa Surya. “Baik, saya paham posisi kamu." ucapan Pak Alfin membuat Queen yang masih menangis hanya bisa menatap
"Azalea Queenara?" ucap Daddy Biyan membuka suara. Tadi sebelum menemui Queen ia sempat menyuruh Sam untuk mencari informasi tentang Queen. Dengan mudah ia mendapatkan semua dari pihak restoran hotel tempat gadis itu bekerja. Mendengar nama lengkapnya disebut membuat jantungnya sekan berhenti berdetak. Ia menoleh pada sosok pria paruh baya yang menatapnya dengan ekspresi datar. Lihatlah kekuasaan orang kaya, Ia bahkan bisa mengetahui nama lengkapku dengan mudah. Ntah apalagi yang berhasil ia dapatkan setelah ini. Lirih Queen sambil mengangguk mengiyakan. “Kamu di Jakarta belum cukup sebulan, kerja sebagai pelayan di salah satu resto yang ada di Angkasa Land Hotel." Queen mengangguk membenarkan, jantungnya berdegub dua kali lebih kencang dari detang jantung normal. “Iya pak, eh, i-iya Tuan." lirih Queen membenarkan sebutannya ketika melirik semua mata itu menatapnya dengan tajam tanpa berkedip. “Langsung ke intinya saja, Al!" ujar seorang pria paruh baya yang kepalanya dipenuhi ub
Mobil yang Queen tumpangi bersama dua orang laki-laki yang menjemputnya itu terus melaju memecah jalan ibu kota di bawah langit sore yang kian kemerahan. Sepanjang jalan Pikiran gadis biasa, pemilik bulu mata lentik yang tak terlalu panjang itu terus dipenuhi dengan berbagai tanya dan kekhawatiran tentang hal apa saja yang akan ia hadapi setelah ini. "Huhh.” Ia mendesah pelan sambil melempar pandangan ke arah luar kaca mobil. Menatap kendaraan yang berlalu lalang dan jejeran gedung yang ada. “Seandainya malam itu aku gak menerima tawaran dari tuan muda itu, mungkin sekarang hidupku akan tetap normal dan bisa bekerja dengan tenang," lirih Queen dalam hati. “Tapi ....” Ia mendesah kesal meratapi ketidak berdayaan. Bahkan uang dari hasil pekerjaan yang ia sesali itu sudah ia berikan pada Agung untuk biaya pengobatan ibu. Jika sudah begini, rasanya segala perandaian yang ia sebutkan tadi tak lagi berguna. Ia bagaikan orang munafik yang menyesal tapi tetap menggunakan uang hasil me
Setelah memerintahkan Shakeel untuk pergi menjemput gadis yang berada dalam foto untuk dibawa bertemu keluarga. Tuan Alfin kembali menatap putranya yang terus menunduk setelah mendengar keputusan seperti apa yang Mommnya inginkan. “Dad, Mom. Semuanya tolong percaya, aku yakin tidak ada apa-apa yang terjadi diantara aku dan pelayan itu. Seseorang hanya memerlukan foto itu untuk menjatuhkanku!" Selain dibela oleh Oma yang tak menyetujui keputusan anak dan menantunya untuk menikahkan sang cucu dengan gadis yang menurut info hanyalah seorang pelayan. Hal itu membuat Biyan lebih berani untuk mengemukakan pendapatnya karena mendapat dukungan dari oma.“Sekalipun Kamu dijebak dan meniduri perempuan itu, Oma tidak akan pernah setuju kamu menikahi gadis seperti itu, Biyan!" sergah Oma. Yang mana membuat seluruh anggota keluarga menoleh tak setuju. Karena memang semua sudah sangat setuju dengan keputusan Mommy Jessica untuk menikahkan Biyan sebagai bentuk tanggungjawab dari seorang laki-laki.
“Heh, kok malah bengong disitu!" “Ayo masuk, itu ada yang nyariin."Bahkan Queen masih saja terpaku, dari jauh matanya menelisik siapa ornag yang datang mencarinya. “Dia?!" lirih Queen, matanya menyioit saat menyadari salah satu laki-laki itu adalah orang yang bersama Biyan siang tadi. Hal itu membuat Queen makin panik. Ia pikir setelah dipecat semuanya akan selesai, nyatanya ia masih dicari, bahkan sampai mendatangi alamatnya.Namun, Queen sama sekali tak bisa menolak ketika Lili menariknya ke halaman rumah. Dengan sorot mata berfokus pada dua laki-laki itu Queen berjalan seperti patung bernyawa yang terus mengikuti langkah Lili.“Kalian cari saya?" tanya Queen memberanikan diri dengan suara tercekat ketika sudah berdiri di hadapan dua lelaki tersebut.Beruntung lelaki berkaos putih dengan dilapisi blezer hitam itu lumayan humble. Ia masih mau menampakkan senyum di balik wajah datarnya.“Iya, benar sekali!" jawabnya seraya memasukkan tangan ke dalam saku celana kain yang digunakan.
“Ini gak salah, kamu kirim uang sebanyak ini?" tanya Agung dari sbeerang telepon. Kaget melihat notifikasi m-banking yang masuk. Tertera nominal yang cukup fantastis membuat Agung terbelalak. Bukan hanya bisa untuk menebus ladang dan biaya operasi ibuk, tapi untuk buka usaha kecil-kecilan pun bisa. Agung terheran-heran dan bertanya-tanya darimana Queen bisa mendapat uang sebanyak itu.“Ini halal 'kan, Qui?" Pertanyaan Agung membuat Queen yang tengah duduk di halaman sebuah Bank itu mendengus kesal. “Halal kok, aman!" Katanya berbohong. Air matanya ingin kembali tumpah. Tapi kondisi dan situasi membuat ia berusaha membendung, ada banyak orang disana, ia tak boleh menangiis!“Alhamdulillah deh kalau halal!" Agung manggut-manggut dari balim telepon. Terharu melihat pengorbanan saudara perempuannya yang satu ini. Rela melakukan apapun demi kesehatan ibu, meski harus merantau ke luar kota.“Jangan lupa tebus ladang yang di bu Hajar. Sertifikatnya kamu simpan aja, bapak jaangan sampai tah