“Masnya mau di bawa kemana, Tuan muda?" tanya Queen ragu-ragu. Ia takut jika saja lelaki yang belum ia tahu namanya ini berniat berbuat hal lebih parah dari ini. Queen takut terlibat.
“Jangan khawatir, saya tidak sejahat itu!" Di sela kesusahan memampah Biyan, lelaki itu menoleh. Jawabannya seakan paham akan kekhawatiran yang Queen rasakan.
Mendengar itu Queen bisa bernapas lega. Ia kembali fokus memampah laki-laki itu. Tubuhnya terlihat ramping dan tak berisi tapi beratnya bisa seluar biasa ini. Ia kewalahan, untung saja tuan muda di sebelah kanan itu memiliki tubuh lebih kekar sehingga mereka bisa memiliki kekuatan untuk memampahnya.
Queen menyerngit saat Tuan muda malah membawa lelaki itu duduk di sofa yang ada di lobby. Belum sempat Queen berdiri dan kembali. Lelaki itu sudah kembali berkata.
“Tunggu disini!"
Queen yang mengira tugasnya selesai sampai disini harus menghembuskan napas kasar lagi.
Lelaki yang disebutnya Tuan muda itu berjalan ke arah resepsionis. Sedangkan dari arah sofa Queen tak menghiraukan apa yang akan dilakukannya, dia lebih memilih memerhatikan pemuda yang tengah tak sadarkan diri di sampingnya. Ia merasa iba melihat wajah tak bersalah itu.
“Maafin saya!" lirih Queen.
Matanya sama sekali tak beralih dari sosok yang tak kalah tampannya dengan lelaki yang memberikannya tugas itu.
“Saya gak tahu apa yang terjadi di antara kalian, saya terpaksa melakukan ini untuk biaya ibu saya!" lirih Queen lagi.
“Hey, ayo bantu saya!"
Queen yang tengah bermonolog dalam hati sambil menatap pemuda itu pun langsung menoleh saat lelaki yang satu itu sudah kembali dari meja resepsionis.
“Mau di bawa kemana lagi?"
“Ke kamar!"
Queen yang sama sekali tak menaruh curiga pun kembali membantu meski di tengah lelah yang mendera. Mereka melangkah menuju lift.
“Butuh bantuan?" Dari arah meja resepsionis menawarkan bantuan. “Kalau butuh biar saya panggilkan bellboy"
“Gak usah, saya bisa sendiri!"
Queen yang sudah senang karena tawaran resepsionis harus menelan kecewa saat lelaki itu malah menolak. Membuat Queen kesal dan menggerutu dalam hati.
“Bisa sendiri apaan! Ini kita berdua loh!" Queen mendongkol tidak suka.
Selang beberapa menit akhirnya mereka sampai di sebuah kamar yang ada di lantai 3. Queen lagi-lagi tercengang melihat kemewahan kamar itu.
Begitu selesai membaringkan lelaki tak berdaya itu, mata Queen beralih menatap laki-laki pemilik rencana ini. Ia terlihat menatap ke arah tempat tidur. Senyum smirk yang terulas membuat Queen mengerutkan kening, lelaki itu seperti tengah menemukan ide brilian sampai menjentikkan jari.“Kamu baring di sampingnya!"
“Hah?" Queen melongo tak mengerti dengan wajah bingung.
“Iya, kamu!"
“Kamu baring di sampingnya!"
Queen menggeleng, tangannya menyilang di depan dada. Refleks melindungi tubuh saat pikirannya membayangkan hal yang tidak-tidak.
“Ah, nggak! Buat apa baring bareng dia!?"
“Saya nggak mau!" Queen menolak dengan gelengan tegas.
“Ini di luar kesepakatan!" Tambah Queen menolak. “Tugas saya cuma naruh obat tidur, bukan?" ujar Queen.
Membuat lelaki itu berdecak kesal. “Tinggal baring aja, nggak ngapa-ngapain!"
“Nggak mungkin nggak ngapa-ngapain, kamu pasti punya niat jahat kan!?" sergah Queen yang tak lagi bicara dengan nada penuh hormat. Sungguh ia dibuat kesal, lebih tepatnya ia takut terseret lebih jauh jika terjadi sesuatu.
“Ck, gak ngapa-ngapain, cuma buat foto!"Laki-laki itu menatap dengan sorot memohon persetujuan.
“Nanti bayaran kamu saya tambah 2 kali lipat!"
“Sekali ini aja! Cuma tidur, setelah itu saya foto dan kamu bisa dapat uang berjumlah besar!"
Melihat Queen yang masih saja menampakkan wajah ditekuk penuh selidik membuat laki-laki tersebut menghela napas kasar sambil berdecak. Sulit mwmbujuk gadis yang diliputi kecurigaan dan cemas itu.
“Fotonya gak akan saya sebar, cuma buat ancam dia aja!"
“Kenapa diancam?" Sergah Queen nyalang.
“Dia punya masalah sama saya, ini satu-satunya cara biar dia tunduk sama saya!"
“Masalah apa?"
Huhh. Laki-laki itu kembali mendesah kesal sambil meremas rambut frustasi. Misinya selangkah lagi akan berhasil, tapi wanita ini begitu sulit dibujuk.
“Bukan ranah kamu buat tahu!"
“Saya berhak tahu karena kamu mau pakai foto saya!" Queen masih mencoba mencari tahu.
“Ck, mau uang atau nggak?"
“Kapan lagi dapat uang sebanyak ini?"
Laki-laki itu tersenyum miring melihat betapa mudahnya kalangan bawah bungkam jika sudah menyangkut masalah uang.
“Mau gak?" tanya lelaki itu sekali lagi.
Membuat Queen menelan ludah kasar, kesal karena jiwa miskinnya terlalu mudah goyah jika menyangkut uang. Keadaan Ibuk di kampung membuat ia bimbang, misi utamanya merantau memanglah untuk biaya kesembuhan ibuk. Mendapatkan tawaran menarik seperti ini bagai mendapat jackpot, sangat menggiurkan tapi ia takut dan hatinya seakan menolak untuk itu.
“Heh, mau atau tidak? Jangan kelamaan!"
“Sa-saya...”
To be continued...
“Sa-saya mau!" “Bagus!" Pria pemilik rencana itu tersenyum senang, misi briliannya akan segera terlaksana tanpa hambatan. Entah apa permasalahan yang sebenarnya terjadi antara ia dengan pria yang terbaring tak berdaya di atas tempat tidur itu, kelihatannya pemuda itu terlihat begitu bahagia atas apa yang telah direncanakannya. “Ya udah, sekarang kamu tidur di sampingnya!" perintah orang asing tersebut. Dengan rasa was-was Queen tak langsung beranjak, Ia kembali menyilangkan tangan di depan dada dan dengan ragu menyampaikan keraguan. “Cuma foto aja, kan ya?" “Iya!" “Gak akan disebar juga kan?!" “Ck, Iya! Bawel banget sih!" Lelaki yang sepertinya kesabarannya sudah habis itu pun meninggikan nada bicaranya. Namun, bukannya takut Queen malah balik ngegas. Ia tak perduli lagi dengan apa yang bisa dilakukan oleh lelaki ini karena memiliki status sosial yang lebih tinggi darinya. “Ya santai aja dong Pak, saya kan cuma nanya!" gerutu Queen membela diri. Membuat laki-laki itu mem
“Biyan!" sosok lelaki berkharisma itu terlihat begitu marah setelah melihat berita yang baru saja dibacanya.Ia berteriak memanggil nama sang anak yang sedang berada di kamar. Teriakan Alfin membuat seisi rumah datang menghampiri. Bahkan para pelayan yang sedang sibuk melakukan tugas ikut terkejut, majikan mereka sangat jarang marah. Tapi sekali marah begitu menyeramkan. Hanya kepala pelayan saja yang berani berlari ke arah ruang tengah.“Biyan, turun kamu!" guratan urat di leher itu seperti tertarik saking emosinya.“Mohon maaf tuan, Tuan muda Biyan belum pulang." Kepala pelayan mencoba menengahi tanpa tahu orang yang dicari baru saja pulang.“Dia sudah pulang, bi! Tolong panggil ke ruang keluarga, saya mau bicara!" ucap Pak Alfin terlihat menahan emosi agar tak melampiaskan amarah pada orang yang tak bersalah.Kepala pelayan nampak manggangguk lalu segera naik ke lantai dua untuk memanggil Biyan.Sedangkan Wanita tua yang juga masih kelihatan cantik baru saja tiba setelah mendengar t
“Sebuah berita kamu sedang tidur dengan perempuan tersebar!" dengan samar Daddy menunjukkan layar tablet berlogo apel itu pada semua. Mulut Biyan menganga mendengar berita yang Daddynya bacakan. Bahkan itu membuatnya langsung beranjak dari duduk. Pemuda yang mengenakan baju mandi itu dengan tegas menyangkal berita tidak benar tersebut. Berita sampah, hoax yang disebarkan oleh oknum tak bertanggung jawab membuatnya murka. Di sisi lain tetap harus menahan diri dan membela diri di depan keluarga. “Berita macam apa itu, Daddy!" “Aku sama sekali tidak pernah melakukan hal seperti itu!" Bahkan semua yang mendengar langsung bergegas mendekati daddy Al, melihat sebuah berita yang tersebar disertakan dua foto yang memperlihatkan Biyan tengah terlelap dengan seorang gadis, bahkan dada Biyan dan bahu mulus gadis itu nampak terekspos. Semua menggeleng kecewa, kecuali Opa Surya, Ia masih berusaha berpikir jernih jika bisa saja foto itu hanya editan “Astagfirullah, Bi!" Mommy menoleh dengan
“Ini cek buat kamu!" ucap laki-laki tersebut sambil memberi selembar kertas berisi nama dan lambang sebuah bank, tertera jejeran nominal angka berjumlah 3 digit. Saat itu Queen menerima dengan mata terbelalak, mulutnya menganga tak percaya. Untuk pertama kalinya menerima sebuah cek berisi uang berjumlah besar. Ia tak menyangka! Orang kaya seakan tak pernah berpikir panjang untuk mengeluarkan uang. Hanya karena pekerjaan kecil itu ia diberikan upah yang tak main-main. Amazing! Queen membatin. “50 upah naruh obat tidur, 50 upah foto!" “Untuk semua yang sudah terjadi, kamu cukup tutup mulut! Jangan sampai bocor!" Queen manggut-manggut. Nyalinya menciut mendengar peringatan itu. Terdengar menyeramkan. “Apapun yang terjadi nanti, kamu jangan pernah sebut nama saya!" Ucapan pria itu langsung disergah Queen. “Ya, gimana mau sebut nama Tuan muda, kita kan gak saling kenal. Nama tuan muda saja saya gak tahu!" tutur Queen seraya menatap lekat sosok asing di depannya. Pria tersebut menga
Sam sudah mengerahkan orang-orang kepercayaan keluarga Utama untuk segera menemui media mana saja yang sudah menyebarkan berita tersebut dan akan meminta mereka untuk menghapusnya sebelum 1×24 jam jika tidak ingin instansi mereka hancur. Kekuatan orang berduit memang bukan kaleng-kaleng. Mereka bisa melakukan apa saja, uang berbicara dan uang bisa menaklukkan segala. Seperti banyak kasus yang terjadi. “Tolong periksa foto ini, kalau terbukti editan sertakan dengan detail buktinya!" ucap Sam menyerahkan foto tersebut pada ahli IT. “Siap, Pak! Secepatnya akan kami selesaikan!" Sam mengangguk lalu segera pegi untuk menyelesaikan tugas berikutnya. Yaitu mencari dalang penyebar berita tersebut. Dimana, menurut media yang pertama memuat. Berita itu pertama kali disebarkan oleh sebuah akun di beberapa media online. Lalu menggunakan e-mail tak dikenal dikirim ke media tersebut. Sehingga tersebar seperti ini. Ya, yang namanya media. Mendapat berita menarik apa saja sudah pasti akan langsu
“Buat apa nyari orang itu?" tanya Biyan dengan wajah geram.“Kalian juga gak percaya sama aku?" Pemuda itu mendesah, kecewa tak ada satupun yang memercayai.“Bukan gak percaya, Bi!" seru Aileen menengahi percakapan antara suami dan adiknya.“Iya Bi, Kita cari cewek itu biar bisa dengar langsung penjelasan dari dia. Biar tahu apa yang sebenarnya terjadi sama kalian," jelas Virendra mencoba memberi pengertian.“Sama aja.”“Semua keluarga memang gak ada yang percaya sama aku!" desis Biyan kecewa.Virendra menggeleng, Ia tahu bagaimana perasaan adik iparnya. “Bukan gitu, masalahnya berita ini sudah tersebar sampai tv, banyak yang tahu! Kita butuh penjelasan biar bisa menyusun opini apa yang harus diungkapkan saat konferensi pers nanti."“Apalagi katanya semalam kamu mabuk, gak ingat jelas apa yang terjadi," pungkas Virendra.Mendengar kata mabuk membuat Aileen menepuk bahu sang adik.“Makanya, sudah dibilang jangan suka minum alkohol! Gak punya telinga sih kalau dikasih tahu!" Omelan Ailee
“Oh, jadi ini sumber masalahnya?" Biyan memajukan tubuhnya dengan tatapan tanjam, hingga membuat Queen menyurutkan langkah dan terbentur di dinding. “Disuruh siapa kamu melakukan itu? Sampai ada foto yang katanya memperlihatkan kita seolah-olah sedang tidur bersama?" “Dibayar berapa sampai berani tidur sama saya?" cecar Biyan dengan wajah datar. Matanya terus menelisik wajah wanita yang katanya ada dalam foto itu. Walau sebenarnya ia belum pernah melihat foto itu secara langsung. Tapi, entah mengapa kekesalan Biyan semakin menjadi saat melihat wujud asli dari gadis tersebut. Buluk dan Biasa saja! Itu dua kata yang terlintas dalm pikiran Biyan. Bukannya mau menghina, tapi itulah kenyataannya. Sosok gadis yang fotonya dibuat seolah tidur dengan dirinya benar-benar jauh dari kriterianya. Beda jauh dengan Becca, sang kekasih. “Jawab!" sentak Biyan saat gadis itu hanya menunduk diam. Rasanya Queen ingin menghilang saja dari muka bumi ini saat berhadapan langsung dengan Biyan. Ia se
Queen, gadis pemilik nama unik yang kehidupannya tak seberuntung pemilik gelar yang tersemat pada namanya itu tengah duduk sambil merenung di teras kost. Tadi, setelah diberi pesangon sebelum resmi dipecat ia langsung pulang tanpa menemui Lili. Queen tak punya muka lagi jika harus berhadapan dengan Lili. Ia merasa telah melemparkan kotoran pada Gadis yang sudah berbaik hati mau menampungnya dan mencarikannya kerja meski mereka belum lama kenal.Perasaannya begitu carut marut. Malu karena baru beberapa minggu bekerja ia malah berbuat kesalahan fatal hingga berujung pada pemecatan secara tidak hormat. Ia juga merasa tak berdaya sebab kondisi ibu di kampung membuat Ia terpaksa melakukan hal tersebut.Tenaga Queen seperti terkuras, sedari Ia masuk di kamar, waktunya Ia habiskan untuk menangis dan meratapi apa semua sambil berkali-kali menatap lembaran cek yang masih dipegang. Terlintas dalam benak apakah pantas ia memakai uang dari hasil menjatuhkan seseorang? Apakaah ini halal?Seketika
Di dalam mobil menuju jalan pulang, Queen hanya banyak diam. Ia tak menyangka tindakan dan keputusannya tempo hari harus berakhir pada pernikahan dengan orang yang tak diharapkan. Jangankan baginya, bagi Biyan pun jelas ia bukanlah hal yang ingin dituju, sama sekali tak masuk dalam kriteria lelaki itu, Queen sangat sadar akan hal itu. Pernikahan bukanlah akhir yang mereka harapkan, tapi mau dikata apa, nasi benar-benar sudah menjadi bubur dan ini semua karena ulahnya. Queen menoleh mencuri pandang pada Biyan yang nampak diam menahan emosi. Jika tak ada supir dan orang kepercayaan daddy-nya mungkin Queen benar-benar dihabisi sejak tadi. Kilatan emosi nampak terpancar nyata di raut wajah pria muda itu. “Gimana caranya minta maaf sama dia.” Gadis itu menunduk, meremas ujung dressnya. Air matanya menetes saat itu juga. Sungguh ia merasa menjadi orang yang paling jahat, sudah menghancurkan kehidupan seseorang. Tanpa sadar, suara napas Queen yang berusaha menahan tangis agar tak dide
Di bagian bumi yang lain, tepatnya di negara yang kerap dijuluki sebagai Negeri Paman Sam. Seorang wanita tampak syok ketika mendapat kiriman sebuah foto berupa sang kekasih yang tengah tidur bersama wanita lain. Ia yang baru hendak mengistirahatkan tubuh malam itu langsung bergegas meraih benda pipih miliknya yang sedang tercharger. Namun, sayangnya nomor yang dituju malah tidak aktif. “Tega kamu, Bi!” lirihnya sembari menutup mulut tak percaya. Hatinya benar-benar sakit dan merasa dikhianati. Padahal hubungan mereka sudah berjalan setahun, dan selama ini ia begitu percaya pada Biyan. Namun, apa ini sekarang? Dari nomor tak dikenal, ia mendapat foto tersebut. “Aku pikir kamu akan setia sampai aku selesai menyelesaikan pendidikan di sini, tapi apa ini?" lirih wanita itu, ia luruh ke lantai dan bersandar di sisi tempat tidur. Tak kuasa membendung air mata, ia menangis sesenggukan seorang diri sambil mengirim rentetan pesan pada sang kekasih. Belum juga reda, ia kembali mendapat pes
Sementara itu, di sebuah pemukiman padat penduduk. Tepatnya di sebuah bangunan berukuran enam kali lima yang dijadikan kostan oleh pemiliknya itu nampak seorang gadis mengenakan daster dengan rambut dicepol asal terlihat gusar. Ia terus mondar mandir dari ujung teras kost, ke ujungnya lagi.Gadis itu adalah Lili. Jam menunjukkan hampir 10 malam, tapi Queen belum juga pulang. Membuat rasa khawatirnya memuncak memikirkan kondisi gadis si pemilik nama cantik yang hidupnya tak secantik dan seberuntung namanya itu.Ya, gadis lugu berwajah datar, namun menggemaskan itu bahkan bisa membuatnya iba saat pertama kali melihat sorot mata menyedihkan dari Queen yang pada saat itu bertemu dengannya saat di toilet rumah makan."Pasti ini kali pertamanha lo pergi merantau, kan?" Begitu pertanyaan yang Lili layangkan sambil mulai memutar keran air untuk membasuh tangan. Saat itu ia melihat sosok gadis menyedihkan yang sedang membasuh wajah tepat di sampingnya.Bertemu dengan Queen membuat Ia teringat d
“Queen, tolong jawab pertanyaan saya yang tadi!"Suara itu membuat Queen yang tengah menitihkan air mata langsung mendongakkan kepala. Ia kemudian menyusut bulir bening yang masih menetes menggunakan tisu yang disodorkan oleh sosok pria yang duduk di kursi roda.“Saya gak disuruh siapapun Pak, sa-saya, malam itu saya hanya ingin membantu anak Bapak menuju ke kamar. Ta-tapi kejadian itu.. hikss." Queen menghentikan ucapannya. Air mata yang menetes kian deras dan rasa sesak atas kebohongan yang baru saja ia ungkapkan membuatnya tak mampu meneruskan kata-kata.Sementara Biyan yang mendengar ucapan Queen hanya bisa mengusap rambutnya secara kasar. Pemuda itu benar-benar dibuat frustasi oleh semua keterangan yang Queen buat.Sedangkan Pak Alfin, ia hany terlihat menggeleng seraya mengangguk mengerti. Pria paruh baya itu beranjak setelah saling tatap dengan Pak Ferdy dan Papanya, Opa Surya. “Baik, saya paham posisi kamu." ucapan Pak Alfin membuat Queen yang masih menangis hanya bisa menatap
"Azalea Queenara?" ucap Daddy Biyan membuka suara. Tadi sebelum menemui Queen ia sempat menyuruh Sam untuk mencari informasi tentang Queen. Dengan mudah ia mendapatkan semua dari pihak restoran hotel tempat gadis itu bekerja. Mendengar nama lengkapnya disebut membuat jantungnya sekan berhenti berdetak. Ia menoleh pada sosok pria paruh baya yang menatapnya dengan ekspresi datar. Lihatlah kekuasaan orang kaya, Ia bahkan bisa mengetahui nama lengkapku dengan mudah. Ntah apalagi yang berhasil ia dapatkan setelah ini. Lirih Queen sambil mengangguk mengiyakan. “Kamu di Jakarta belum cukup sebulan, kerja sebagai pelayan di salah satu resto yang ada di Angkasa Land Hotel." Queen mengangguk membenarkan, jantungnya berdegub dua kali lebih kencang dari detang jantung normal. “Iya pak, eh, i-iya Tuan." lirih Queen membenarkan sebutannya ketika melirik semua mata itu menatapnya dengan tajam tanpa berkedip. “Langsung ke intinya saja, Al!" ujar seorang pria paruh baya yang kepalanya dipenuhi ub
Mobil yang Queen tumpangi bersama dua orang laki-laki yang menjemputnya itu terus melaju memecah jalan ibu kota di bawah langit sore yang kian kemerahan. Sepanjang jalan Pikiran gadis biasa, pemilik bulu mata lentik yang tak terlalu panjang itu terus dipenuhi dengan berbagai tanya dan kekhawatiran tentang hal apa saja yang akan ia hadapi setelah ini. "Huhh.” Ia mendesah pelan sambil melempar pandangan ke arah luar kaca mobil. Menatap kendaraan yang berlalu lalang dan jejeran gedung yang ada. “Seandainya malam itu aku gak menerima tawaran dari tuan muda itu, mungkin sekarang hidupku akan tetap normal dan bisa bekerja dengan tenang," lirih Queen dalam hati. “Tapi ....” Ia mendesah kesal meratapi ketidak berdayaan. Bahkan uang dari hasil pekerjaan yang ia sesali itu sudah ia berikan pada Agung untuk biaya pengobatan ibu. Jika sudah begini, rasanya segala perandaian yang ia sebutkan tadi tak lagi berguna. Ia bagaikan orang munafik yang menyesal tapi tetap menggunakan uang hasil me
Setelah memerintahkan Shakeel untuk pergi menjemput gadis yang berada dalam foto untuk dibawa bertemu keluarga. Tuan Alfin kembali menatap putranya yang terus menunduk setelah mendengar keputusan seperti apa yang Mommnya inginkan. “Dad, Mom. Semuanya tolong percaya, aku yakin tidak ada apa-apa yang terjadi diantara aku dan pelayan itu. Seseorang hanya memerlukan foto itu untuk menjatuhkanku!" Selain dibela oleh Oma yang tak menyetujui keputusan anak dan menantunya untuk menikahkan sang cucu dengan gadis yang menurut info hanyalah seorang pelayan. Hal itu membuat Biyan lebih berani untuk mengemukakan pendapatnya karena mendapat dukungan dari oma.“Sekalipun Kamu dijebak dan meniduri perempuan itu, Oma tidak akan pernah setuju kamu menikahi gadis seperti itu, Biyan!" sergah Oma. Yang mana membuat seluruh anggota keluarga menoleh tak setuju. Karena memang semua sudah sangat setuju dengan keputusan Mommy Jessica untuk menikahkan Biyan sebagai bentuk tanggungjawab dari seorang laki-laki.
“Heh, kok malah bengong disitu!" “Ayo masuk, itu ada yang nyariin."Bahkan Queen masih saja terpaku, dari jauh matanya menelisik siapa ornag yang datang mencarinya. “Dia?!" lirih Queen, matanya menyioit saat menyadari salah satu laki-laki itu adalah orang yang bersama Biyan siang tadi. Hal itu membuat Queen makin panik. Ia pikir setelah dipecat semuanya akan selesai, nyatanya ia masih dicari, bahkan sampai mendatangi alamatnya.Namun, Queen sama sekali tak bisa menolak ketika Lili menariknya ke halaman rumah. Dengan sorot mata berfokus pada dua laki-laki itu Queen berjalan seperti patung bernyawa yang terus mengikuti langkah Lili.“Kalian cari saya?" tanya Queen memberanikan diri dengan suara tercekat ketika sudah berdiri di hadapan dua lelaki tersebut.Beruntung lelaki berkaos putih dengan dilapisi blezer hitam itu lumayan humble. Ia masih mau menampakkan senyum di balik wajah datarnya.“Iya, benar sekali!" jawabnya seraya memasukkan tangan ke dalam saku celana kain yang digunakan.
“Ini gak salah, kamu kirim uang sebanyak ini?" tanya Agung dari sbeerang telepon. Kaget melihat notifikasi m-banking yang masuk. Tertera nominal yang cukup fantastis membuat Agung terbelalak. Bukan hanya bisa untuk menebus ladang dan biaya operasi ibuk, tapi untuk buka usaha kecil-kecilan pun bisa. Agung terheran-heran dan bertanya-tanya darimana Queen bisa mendapat uang sebanyak itu.“Ini halal 'kan, Qui?" Pertanyaan Agung membuat Queen yang tengah duduk di halaman sebuah Bank itu mendengus kesal. “Halal kok, aman!" Katanya berbohong. Air matanya ingin kembali tumpah. Tapi kondisi dan situasi membuat ia berusaha membendung, ada banyak orang disana, ia tak boleh menangiis!“Alhamdulillah deh kalau halal!" Agung manggut-manggut dari balim telepon. Terharu melihat pengorbanan saudara perempuannya yang satu ini. Rela melakukan apapun demi kesehatan ibu, meski harus merantau ke luar kota.“Jangan lupa tebus ladang yang di bu Hajar. Sertifikatnya kamu simpan aja, bapak jaangan sampai tah