DANIEL memejamkan mata. "Mungkin, aku sedikit berlebihan."
Dia membuka pintu unit apartemennya. Aroma asing lantas membuatnya mengernyit. Dia melirik pintu dan mendapati engselnya telah bergeser dari tempat asalnya.
Matanya menatap waspada. Daniel menelisir sekitar ruangan dan sosok pria bermata sipit dengan seragam kebanggaannya terlihat oleh netra birunya. Daniel menghela napas kasar, matanya memejam.
"Kau berlebihan, Shin."
"Hm."
Shinji Akira, salah seorang petinggi kepolisian di Akita. Lelaki berusia tiga puluh tahun yang terkenal dengan prestasi hebatnya dalam memecahkan masalah. Otaknya yang licik, cenderung manipulatif, dan ia tanpa ragu melakukan pekerjaan kotor jika diperlukan, membuatnya menjadi salah satu sosok paling menakutkan di sana.
"Aku kemari untuk mengorek semua informasi yang kau miliki, Pangeran."
Daniel mendengkus, kakinya melangkah melewati Shinji dan segera masuk ke kamarnya.
"Terlebih lagi, kenapa seorang bangsawan sepertimu berada di tempat seperti ini? Jika kau mau, kau bisa tinggal di mansionku."
Daniel berhenti, kepalanya menoleh. "Adakah hubungan tempat tinggalku dengan kasus yang meneror Jepang selama dua minggu terakhir?"
Shinji terkekeh. "Rieki akan kemari sebentar lagi, siap-siaplah, aku memerlukan semua informasi darimu."
Daniel mendengkus. "Sebelum itu, aku punya satu pertanyaan untukmu."
"Hm?"
"Apa kau percaya, kalau vampir ada di dunia ini?"
****
Membunuh kerumunan masyarakat dengan cara menusuk jantung mereka dan berikutnya menggigit leher korbannya untuk memuaskan dahaga. Entah ada berapa banyak vampir yang meneror Jepang, karena lokasinya selalu berpindah-pindah setiap malam dan tidak hanya satu.
Namun, Daniel tahu satu hal.
Satu-satunya vampir yang menjadi dalang semua ini adalah sepupunya sendiri.
Karena hanya mereka-kaum otoritas tertinggi atau kaum bangsawan-yang bisa mengubah manusia menjadi vampir kelas rendahan. Vampir yang hanya mengikuti nafsunya untuk meminum darah dan membunuh manusia.
Dan jelas, sangat tidak mungkin sepupunya itu mau melakukan tindakan rendah seperti itu. Belum lagi, lokasi tempat kejadian perkara yang menyebar di seluruh Jepang tidak akan bisa dilakukan oleh satu orang. Walaupun dia memiliki kemampuan untuk berpindah tempat layaknya kabut, tapi semua itu jelas mustahil.
Daniel menghela napas kasar.
Kedatangannya ke Jepang semata-mata hanya karena ia ingin jalan-jalan. Hidup abadi di dunia rusak memang sangat membosankan. Dia berpindah-pindah tempat untuk mengusir kebosanan, sebelum ia kembali ke London dan hidup di ruang bawah tanah yang menyebalkan.
"Bagaimana, apakah temanmu sudah-"
Daniel menutup mulut saat melihat Alin berada di sana. Dia sedang berbicara dengan Shinji dan seorang perempuan manis berambut hitam panjang. Di sebelahnya lagi, ada seorang pria dengan setelan casual mengenakan topi berwarna hitam.
"Wuah, jadi kau benar-benar Yuki Akira si detektif muda terkenal itu?"
Nada bicara yang berlebihan. Alin memang memiliki sifat demikian, tapi hal itulah yang membuat Daniel nyaman di sana. Wanita itu tidak merasakan seberapa bahayanya pria sepertinya. Bahkan, setelah Daniel mengusiknya, memasuki wilayah teritorialnya, Alin tidak marah, tidak juga menjaga jarak darinya.
Gadis manis di sebelah Shinji itu tersenyum. Yuki Akira, umurnya masih muda, tapi otaknya di atas rata-rata. Namanya terkenal setelah menyelesaikan banyak kasus dengan membantu Shinji. Walaupun Daniel tahu, Shinji tidak butuh bantuan apa pun dari bocah ingusan satu itu.
"Iya, aku kemari untuk ikut mendengarkan penjelasan dari kata-kata Tuan Daniel."
Daniel dibuat mendengkus, matanya melirik laki-laki bertopi yang kini memegangi pena.
Dia pasti Rieki, tapi kenapa Yuki bisa ikut berada di sini?
Daniel menatap Shinji tajam, tanpa banyak berkata, Shinji memahami maksud isyaratnya.
"Bagaimana kalau kalian berdua keluar dari sini?" usirnya dengan nada tegas tak terbantahkan.
"Eh, tidak mau! Aku ke sini, karena aku yang akan menyelesaikan teror ini!"
Alin ikut mengangguk-angguk. "Dan aku juga!" tambahnya. "Sebagai korban yang menjadi ternak, eh, salah. Intinya, aku ingin tahu apa masalah sebenarnya di negara ini sampai aku tidak bisa pulang!"
Daniel mendengkus. "Kalian berdua keluar."
Alin berdiri, dia mendekati Daniel dan menunjuk-nunjuk wajah tampan itu dengan jari telunjuk. "Kau pasti tahu sesuatu, kan? Pak Polisi rendahan? Ayo cepat katakan! Kalau kau tidak tahu apa pun, harusnya mereka takkan mengejarmu sampai ke sini, kan?"
Daniel menatap Alin tanpa ekspresi. Bukannya ia tidak ingin memberikan informasi padanya, hanya saja, Daniel tidak siap, jika Alin sampai takut padanya.
Dia tidak mau kehilangan teman menyenangkan seperti wanita di hadapannya ini.
Sedangkan Shinji tampak mengernyit, begitu pula dua orang di sebelahnya. "Polisi rendahan?" ulang mereka serempak.
Shinji menghela napas kasar. "Yuki, bawa dia keluar."
"Tapi, Onii-chan, aku-"
"Dengarkan kata-kataku kalau kau masih mau mengikuti perkembangan kasus ini." Shinji menatap Yuki tajam, hanya ini yang ia bisa untuk sekarang. Setelah dua orang perempuan itu pergi, dapat dipastikan, dia akan mencecar Daniel dengan seribu pertanyaan.
Yuki menghela napas. Dia memasang senyum terbaiknya saat berdiri, kakinya melangkah mendekati Alin.
"Onee-chan, mari kita keluar dan biarkan orang-orang tua ini menyelesaikan masalah." Yuki tersenyum semringah.
"Tapi, aku ingin ikut menyelesaikan masalah juga!"
"Aku berjanji, aku akan mengabulkan semua permintaanmu, kalau Onee-chan mau keluar dari sini. Kita hanya akan mengganggu jika terus di sini." Yuki tersenyum tipis. "Onee-chan mau masalah ini cepat selesai, kan? Jadi, bekerja samalah!"
Dengan berat hati, Alin mengikuti Yuki keluar dari sana.
Shinji langsung menatap tajam Daniel. "Polisi rendahan?"
"Akan kuceritakan nanti. Jadi, Rieki, kau akan mencatat semuanya, kan?" Daniel lantas mengernyit saat melihat pemuda bertopi hitam itu seperti sedang kehilangan separuh nyawanya.
"Aku ... sudah tua?" tanyanya, dengan nada syok yang berlebihan.
Shinji menghela napas dan menghantam kepala Rieki dengan cukup keras. "Sadar, apa tujuanmu kemari!" Shinji kembali menatap Daniel. "Jadi, apa saja yang kau tahu, salah satu Bangsawan dari London yang tersasar di Jepang dan berpura-pura menjadi seorang polisi rendahan?"
Daniel memejamkan mata, senyuman di bibirnya tidak memiliki makna. Kemudian, matanya terbuka, menampilkan warna merah darah yang membuat dua orang pria di hadapannya terkejut.
"Vampir itu ada dan aku salah satu dari mereka."
____
"APA tidak apa-apa kita keluar seperti ini?" tanyaku pada gadis Jepang yang sangat manis.Dia ini tipe waifu ideal bagi anak-anak otaku. Tubuhnya ramping, kulit wajahnya mulus, dengan rambut lurus panjang sepunggung berwarna hitam, matanya yang sipit berwarna senada, dan jangan lupakan senyumannya.Aku bahkan sampai ragu, jika sampai sekarang dia masih menjomlo."Hm, benar juga." Yuki berhenti melangkah, matanya menatapku. "Tempat tinggal Onee-chan ada di mana?"Aku tersenyum. "Di sebelah unit apartemen polisi rendahan satu itu."Aku mendengkus, benar-benar tidak yakin dia seorang polisi rendahan. Apa jangan-jangan dia membohongiku? Demi men
"VAMPIR itu ada dan aku salah satu dari mereka."Daniel hanya memikirkan cara ini agar mereka bisa mempercayai kata-katanya, tapi sepertinya, cara ini saja tidak akan cukup."Ma-matamu ... berubah warna." Rieki kesulitan mengutarakan kalimat.Daniel tersenyum tipis, manusia biasa tidak akan mungkin bisa mengubah warna iris matanya."Kau punya penyakit, Tuan? Apa itu namanya ... sindrom wesdeburg, apa, ya?" ujar Rieki lagi."Sindrom Waardenburg," ralat Shinji. Namun, matanya memperhatikan Daniel dengan sangat baik. "Tapi kurasa, dia tidak memiliki penyakit langka itu."Daniel tersenyum miring. "Aku abadi, aku tidak bisa mati apalagi sakit. Aku vampir, kau bisa menyadarinya, kan?"
SHINJI dan temannya telah keluar dari apartemen Daniel saat kami sampai. Ekspresi laki-laki bertopi itu terlihat buruk, wajahnya yang merah, bibirnya yang pucat, dan tatapannya yang sayu membuatku iba."Kau kenapa?" tanyaku seraya mendekat, tapi Yuki ternyata ikut melangkah di sampingku."Apa yang terjadi?" tanya Yuki serius."Ah ... tidak apa-apa, aku hanya membayangkan sesuatu yang menjijikkan."Shinji dan Daniel tersenyum miring."Kalian yang membuatnya seperti ini? Tega sekali," komentarku."Kau salah sangka, Alin. Aku tak melakukan apa pun," sangkal Daniel cepat-cepat."Benarkah?" Aku semakin curiga. Pasti dia telah melakukan sesuatu sampai laki-laki itu menjadi begitu."Dia bohong." Shinji bersiul pelan, tangannya masuk ke saku celana, sedang kepalanya mendongak. "Yuki, Rieki, ayo kita pulang, sepertinya Daniel ingin berduaa
MALAM ini terasa begitu dingin. Bahkan untuk seorang vampir seperti Daniel, ia merasakan dingin itu memasuki tubuh dan mulai memeluk relung hatinya. Daniel juga merasakan firasat buruk yang sejak tadi terus mengganggu, seperti tengah mengintai mereka.Daniel melirik Alin yang tertidur lelap di atas ranjang. Pria itu ingin pergi, tapi ia merasa enggan. Ada sedikit ketakutan meninggalkan Alin malam ini, tapi ada rasa penasaran yang membuatnya harus segera pergi.Daniel melompat, dia berdiri di atas pagar pembatas balkon, sedang wajahnya menghadap bulan purnama yang berwarna merah."Malam yang begitu sempurna," ujarnya bertepatan dengan ponselnya yang berbunyi.Daniel tidak suka memakai ponsel, tapi ia memang memilikinya. Dia bahkan jarang mengeluarkan benda itu, karena tak ada seorang pun yang akan menghubunginya, kecuali satu orang ... Shinji Akira."Apakah sudah ada perkembanga
UNTUK pertama kalinya setelah tinggal beberapa hari di sini, aku bisa bangun siang. Biasanya Daniel akan membangunkanku—lebih tepatnya mengganggu tidur dan memaksa untuk segera memasak sarapan untuk kami berdua.Namun, entah apa yang terjadi dengannya pagi ini. Dia tidak muncul sama sekali. Aku berniat mencarinya setelah memasak dan mandi, tetapi niatku urung saat bel apartemen berbunyi, tepat setelah aku selesai mengenakan pakaian ganti."Fukumi-san, doushita?"Fukumi mengulum senyum, dia menyodorkan sebuah kantung plastik padaku. "Untuk sarapanmu.""Harusnya, kau tidak perlu repot-repot." Aku tetap menerima pemberian darinya, karena memang Fukumi adalah orang yang baik. Bukan hanya kali ini dia berbagi sarapan denganku maupun Daniel, tapi sudah beberapa kali."Daniel ... apa kau melihatnya?"Aku menggeleng. Jujur saja, tidak melihatnya di pag
DANIEL kehilangan semua rencana awalnya setelah apa yang terjadi tadi malam. Mata pria itu terpejam, kepalanya masih terngiang-ngiang oleh kalimat yang dilontarkan salah seorang vampir yang nyaris ia tangkap hidup-hidup."Daniel!" panggilan itu membuatnya menoleh. "Kau tidak mau mengganti pakaian sebelum pulang?"Daniel menatap pakaiannya semalam yang kini dipenuhi bercak darah mengering. Darah dari para vampir yang ia bunuh dengan kedua tangannya sendiri. Ia masih ingat, bagaimana kuku-kuku tajamnya menembus dada mereka dan meraup jantung vampir yang hanya bisa membelalak menatapnya."Tidak.""Kau tidak takut ... Alin akan mencurigaimu?"Daniel terdiam. Dia tidak mau Alin tahu, tapi sampai kapan semua ini akan berlangsung? Sampai kapan ia harus menyembunyikan identitasnya dari wanita itu?"Itu bisa kupikirkan nanti."Daniel bangkit, dia sudah me
AKU terkejut setengah mati saat memasuki kamar. Di atas ranjang, Daniel tengkurap dengan kemeja putih yang dipenuhi darah. Aku segera berlari mendekat, menatap wajah Daniel yang kini terlihat sangat pucat."Daniel ... apa yang terjadi padamu?"Apa yang terjadi dengannya? Kenapa pakaiannya dipenuhi bercak darah? Apakah dia terluka?Aku menyentuh kemejanya. Darahnya sudah mengering, sepertinya luka semalam. Namun, apa benar dia terluka? Lalu, kenapa dia bisa sampai ke kamarku? Dan dari mana dia datang?Sejak tadi aku berada di ruangan depan, berbicara dengan Fukumi, harusnya, ia akan bertamu melalui pintu depan, kan?Aku mengusap pipinya. Dingin, tubuhnya sangat dingin. Aku mendekatkan wajahku ke hadapan wajahnya. Masih ada embusan napas, dia masih hidup, tapi kenapa tubuhnya ... dingin sekali."Apa yang telah terjadi
DANIEL berhasil menghentikan diri tepat pada waktunya. Pria itu bangkit, duduk di sebelah tubuh Alin yang tak tertutupi sehelai benang pun. Jemarinya bergerak menyentuh kulit wajah Alin yang kini terlihat pucat pasi."Apakah aku terlalu berlebihan?"Daniel menghela napas kasar. Matanya memejam, mengingat beberapa saat lalu mereka bercinta panas, lalu kemudian, ia menggigit Alin dan mengisap banyak darah, membuat Daniel harus segera membuat keputusan.Alin akan takut padanya ketika ia sadar nanti. Bahkan, mungkin saja wanita itu akan membencinya, menolak keberadaannya.Vampir tidak seharusnya ada di antara manusia. Mereka makhluk yang takkan bisa hidup berdampingan dengan manusia. Itu mengapa, selama ini ia mengurung diri di kamarnya.Namun, ketika ia memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya, pertemuannya dengan Alin dan interaksi mereka berhasil membuat Daniel mengi