MALAM ini terasa begitu dingin. Bahkan untuk seorang vampir seperti Daniel, ia merasakan dingin itu memasuki tubuh dan mulai memeluk relung hatinya. Daniel juga merasakan firasat buruk yang sejak tadi terus mengganggu, seperti tengah mengintai mereka.
Daniel melirik Alin yang tertidur lelap di atas ranjang. Pria itu ingin pergi, tapi ia merasa enggan. Ada sedikit ketakutan meninggalkan Alin malam ini, tapi ada rasa penasaran yang membuatnya harus segera pergi.
Daniel melompat, dia berdiri di atas pagar pembatas balkon, sedang wajahnya menghadap bulan purnama yang berwarna merah.
"Malam yang begitu sempurna," ujarnya bertepatan dengan ponselnya yang berbunyi.
Daniel tidak suka memakai ponsel, tapi ia memang memilikinya. Dia bahkan jarang mengeluarkan benda itu, karena tak ada seorang pun yang akan menghubunginya, kecuali satu orang ... Shinji Akira.
"Apakah sudah ada perkembangan baru?"
"Aku baru mendapat informasi mengenai mayat-mayat korban teror yang telah diotopsi. Sesuai ucapanmu, mereka kehilangan darah terlalu banyak, beberapa luka cakar, dan tusukan yang tepat mengenai jantung. Kurasa, ciri-ciri itu takkan membuat kita ragu jika dalang dari semua ini adalah makhluk sepertimu."
Daniel memejamkan matanya. Dia sudah bisa menebak semua itu, karena semuanya terasa seperti kebetulan. Kenapa semua korban itu menunjuk pada hadirnya vampir di dunia yang dipikir manusia lain tidak mungkin pernah ada?
Siapakah dalang di balik ini semua?
Apakah memang benar-benar rencana sepupunya?
Namun, untuk apa? Apa alasan Carlos mengubah banyak manusia dan memerintahkan mereka untuk menyerang manusia setiap malamnya?
"Lalu?"
"Daniel, apa tak ada cara lain selain membunuh mereka? Apa tidak ada jalan tengah? Aku takut ... kau berubah pikiran dan malah berpihak pada mereka."
"Maksudmu? Aku akan ikut menyerang kalian?" Daniel memejamkan mata.
Memang benar, tidak ada untungnya ia membantu Shinji apalagi manusia. Namun, dia juga tidak akan untung jika menyerang mereka.
Daniel tidak suka berperang dan Carlos pun sama. Itu mengapa, vampir-vampir yang tersisa berusaha membaur bersama manusia dan berusaha hidup layaknya manusia normal.
Walau kenyataannya, hal itu sangat mustahil untuk dilakukan.
Dan kini, ketika hanya ada dua vampir bangsawan tersisa, jelas-jelas Carlos yang menjadi tersangka penyerangan ini.
Namun, apa alasannya? Ia sangat yakin, Carlos terlalu baik untuk memicu perang antar umat manusia dan vampir.
"Iya."
"Entahlah, aku hanya ingin mendengar penjelasan dari sepupuku. Jika dia benar, maka kemungkinan itu akan terjadi, tapi sebaliknya, jika dia salah, aku sendiri yang akan melenyapkannya dari dunia ini."
Daniel menatap langit malam tanpa bintang, awan hitam mulai menutupi langit, dan menyebarkan aura dingin. Daniel mendesah kasar dan bertanya dalam hatinya, Apakah sebentar lagi akan hujan?
Dia mencoba menghirup lebih banyak udara, mencari jejak-jejak air hujan yang mungkin telah jatuh di suatu tempat. Namun, yang ia dapatkan adalah aroma darah.
Mata merahnya keluar tanpa bisa dikendalikan, gigi-gigi taringnya mencuat, dan tatapannya mulai menajam.
Aroma darah yang tercium olehnya berada cukup dekat, itu berarti, ada teror di dekat sini.
"Shinji!"
"Hm?"
"Kau punya berapa banyak anak buah yang siap membunuh vampir-vampir itu?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Kurasa, tidak ada. Mungkin hanya Rieki, karena aku belum memberitahu markas mengenai informasi darimu." Shinji terdiam sejenak. "Memangnya kenapa?"
"Kumpulkan beberapa orang yang menurutmu bisa dipercaya dan diandalkan, lalu ikutlah denganku ke Taman Shenshu sekarang."
"Taman Shenshu?"
"Mereka ada di sini." Daniel melompat dan mendarat di sisi bangunan apartemennya. "Aku akan ke sana secepatnya untuk mengecek apa yang terjadi."
"Jangan!" larang Shinji keras-keras.
"Kenapa?"
"Kau bisa menjadi pelaku jika berada di TKP tanpa seorang pun saksi." Shinji menghela napas kasar. "Aku berada di kantor polisi, kau ke sana dulu dan kita pergi bersama."
Daniel mendengkus. "Saat sampai di sana, semuanya hanya akan tersisa mayat, Shinji."
"Apa kau lebih mau dirimu dicurigai sebagai pelaku teror selama ini?" tanya Shinji terdengar emosi. "Ikuti kata-kataku, aku tak mau kau menjadi salah satu tersangka dalam kasus ini."
Daniel memejamkan mata. "Baiklah, tunggu sebentar, aku akan segera sampai di sana."
"Sebentar? Bukannya minimal kau perlu waktu lima belas menit untuk sampai kemari?"
Daniel tertawa pelan, lalu matanya memejam. Membayangkan tubuhnya melebur menjadi angin malam yang berembus menuju kantor polisi yang ada tak jauh dari taman Shenshu.
Daniel membuka pintu kantor polisi dan melihat Shinji sedang mondar-mandir seraya memegangi ponsel.
"Kau pikir, aku manusia biasa, Shinji Akira?"
Shinji menoleh, tubuhnya tersentak. "Sialan! Bagaimana caramu datang?"
Daniel tak menjawab, ia menutup sambungan telepon di antara mereka dan melangkah mendekat. "Hubungi Rieki, suruh dia mengumpulkan beberapa orang yang kuminta tadi."
Daniel berhenti di sisi jendela, mata merahnya menatap lurus, jauh ke arah hutan yang ada di taman Shenshu.
"Kita harus cepat, Shinji. Beberapa dari mereka masih selamat."
"Kau ... bisa melihatnya dari sejauh ini?"
"Aku hanya bisa melihat denyut darah mereka yang masih hidup, sisanya, hanya ada mayat."
"Tapi kenapa mereka bisa berada di taman? Bukannya, pemerintah sudah melarang manusia untuk berkeliaran, terutama di malam hari?"
"Jangan tanyakan hal itu padaku." Daniel mendengkus, dia berbalik dan bersedekap dada. "Tanyakan hal itu pada dirimu sendiri, wahai manusia."
"Mendengarmu mengatakan hal itu membuatku geli." Shinji menghubungi Rieki yang lantas menuruti semua kata-katanya. "Apa kita akan langsung berangkat?"
Daniel mengangguk. "Lebih cepat, lebih baik."
Shinji bergerak menuju almari dan mengeluarkan pedangnya. "Kita akan berangkat menggunakan motor."
_____
UNTUK pertama kalinya setelah tinggal beberapa hari di sini, aku bisa bangun siang. Biasanya Daniel akan membangunkanku—lebih tepatnya mengganggu tidur dan memaksa untuk segera memasak sarapan untuk kami berdua.Namun, entah apa yang terjadi dengannya pagi ini. Dia tidak muncul sama sekali. Aku berniat mencarinya setelah memasak dan mandi, tetapi niatku urung saat bel apartemen berbunyi, tepat setelah aku selesai mengenakan pakaian ganti."Fukumi-san, doushita?"Fukumi mengulum senyum, dia menyodorkan sebuah kantung plastik padaku. "Untuk sarapanmu.""Harusnya, kau tidak perlu repot-repot." Aku tetap menerima pemberian darinya, karena memang Fukumi adalah orang yang baik. Bukan hanya kali ini dia berbagi sarapan denganku maupun Daniel, tapi sudah beberapa kali."Daniel ... apa kau melihatnya?"Aku menggeleng. Jujur saja, tidak melihatnya di pag
DANIEL kehilangan semua rencana awalnya setelah apa yang terjadi tadi malam. Mata pria itu terpejam, kepalanya masih terngiang-ngiang oleh kalimat yang dilontarkan salah seorang vampir yang nyaris ia tangkap hidup-hidup."Daniel!" panggilan itu membuatnya menoleh. "Kau tidak mau mengganti pakaian sebelum pulang?"Daniel menatap pakaiannya semalam yang kini dipenuhi bercak darah mengering. Darah dari para vampir yang ia bunuh dengan kedua tangannya sendiri. Ia masih ingat, bagaimana kuku-kuku tajamnya menembus dada mereka dan meraup jantung vampir yang hanya bisa membelalak menatapnya."Tidak.""Kau tidak takut ... Alin akan mencurigaimu?"Daniel terdiam. Dia tidak mau Alin tahu, tapi sampai kapan semua ini akan berlangsung? Sampai kapan ia harus menyembunyikan identitasnya dari wanita itu?"Itu bisa kupikirkan nanti."Daniel bangkit, dia sudah me
AKU terkejut setengah mati saat memasuki kamar. Di atas ranjang, Daniel tengkurap dengan kemeja putih yang dipenuhi darah. Aku segera berlari mendekat, menatap wajah Daniel yang kini terlihat sangat pucat."Daniel ... apa yang terjadi padamu?"Apa yang terjadi dengannya? Kenapa pakaiannya dipenuhi bercak darah? Apakah dia terluka?Aku menyentuh kemejanya. Darahnya sudah mengering, sepertinya luka semalam. Namun, apa benar dia terluka? Lalu, kenapa dia bisa sampai ke kamarku? Dan dari mana dia datang?Sejak tadi aku berada di ruangan depan, berbicara dengan Fukumi, harusnya, ia akan bertamu melalui pintu depan, kan?Aku mengusap pipinya. Dingin, tubuhnya sangat dingin. Aku mendekatkan wajahku ke hadapan wajahnya. Masih ada embusan napas, dia masih hidup, tapi kenapa tubuhnya ... dingin sekali."Apa yang telah terjadi
DANIEL berhasil menghentikan diri tepat pada waktunya. Pria itu bangkit, duduk di sebelah tubuh Alin yang tak tertutupi sehelai benang pun. Jemarinya bergerak menyentuh kulit wajah Alin yang kini terlihat pucat pasi."Apakah aku terlalu berlebihan?"Daniel menghela napas kasar. Matanya memejam, mengingat beberapa saat lalu mereka bercinta panas, lalu kemudian, ia menggigit Alin dan mengisap banyak darah, membuat Daniel harus segera membuat keputusan.Alin akan takut padanya ketika ia sadar nanti. Bahkan, mungkin saja wanita itu akan membencinya, menolak keberadaannya.Vampir tidak seharusnya ada di antara manusia. Mereka makhluk yang takkan bisa hidup berdampingan dengan manusia. Itu mengapa, selama ini ia mengurung diri di kamarnya.Namun, ketika ia memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya, pertemuannya dengan Alin dan interaksi mereka berhasil membuat Daniel mengi
"AKU ingin tahu apa yang terjadi denganmu. Kau ... tidak terluka parah, kan?"Daniel berhenti, mata biru safirnya menatap lurus mataku. "Menurutmu?""Menurutku tidak, tapi kenapa pakaianmu dipenuhi bercak darah?"Walaupun tahu, pertanyaanku hanya akan dianggap angin lalu, tapi aku tetap ingin mengatakannya. Aku ingin mengetahui, apa saja yang telah terjadi padanya semalam, hingga membuat pakaiannya menjadi seperti itu.Daniel memejamkan mata. Aku menyentuhkan jemari ke pipi Daniel bersama dengan matanya yang kembali terbuka lebar. Warna biru safir yang selama ini kukagumi perlahan berubah warna menjadi merah.Sama seperti saat ia akan memasuki klimaks tadi, matanya berubah warna menjadi merah.Ini nyata.Aku tidak sedang berhalusinasi."Kau bisa me
"SIALAN!"Daniel langsung menangkup pipi Alin dan membawa wajah wanita itu untuk terus menatapnya, lantas ia mengecup bibir ranum milik Alin.Sialan! Mereka akan mencapai puncak kenikmatan, tapi mengapa ponselnya malah berdering di saat yang tidak tepat!Shinji sialan!Daniel memaki dalam hati sembari berusaha mengais-ngais sisa berahi di antara mereka. Alin jelas-jelas kehilangan fokus, tapi Daniel tetap berusaha mendapatkannya kembali. Ia akan memberikan kenikmatan itu pada wanita yang diam-diam mencuri hatinya."Niel, ponselmu ... ahhh!""Abaikan," gumam Daniel sembari mengerang.Pria itu terus menggerakkan pinggulnya dengan lebih cepat, membuat tubuh Alin ikut bergerak seirama dengan gerakan tubuhnya.Ponsel Daniel berhenti bernyanyi. Pria itu sedikit lega, tapi tak lama, karena dering ponselnya kembali mengganggu akt
AKU ditelan emosi. Semua perasaan kini bercampur aduk menjadi satu, membuat hatiku tak menentu, dan pikiranku kacau-balau.Di satu sisi, aku telah bersumpah agar tidak akan terlibat cinta dengan pria mana pun selain dari negara asalku, tapi aku telah melanggar sumpah itu. Aku mencintai Daniel, aku menginginkannya menjadi milikku.Namun, di situlah masalah sebenarnya dimulai.Ketika aku berani mencintainya, menitipkan hatiku padanya, kenyataan lantas menamparku dengan keji.Bahkan setelah kemanisan sekaligus sumpah setia Daniel padaku, kami takkan bisa bersama sampai tua. Tidak, karena Daniel tidak akan menua, dia abadi, dan aku akan binasa.Kenyataan itu mengundang air mata, mengundang pilu dan beban hati yang hanya bisa kurasakan seorang diri.Masih ada cara lain untuk menyelesaikan semua ini.Aku merelakan semuanya dan memilih Daniel, menjadi a
"MANUSIA mana yang mau berubah menjadi vampir?"Kalimat itu mengusik Daniel. Dia memikirkan bagaimana kehidupan mereka nanti, ketika Alin tak mau berubah menjadi vampir.Dia akan abadi dan Alin akan binasa. Apa yang akan ia lakukan ketika melihat Alin berada di ujung hayatnya?"Sialan!"Daniel berjalan dengan tubuh tegap, mata birunya menatap tajam jejeran polisi yang kini menatapnya waspada. Dia tidak berniat kemari, tapi Shinji menjemputnya tadi pagi. Tepat setelah ia meninggalkan Alin di kamarnya."Kau mengumpat padaku?""Menurutmu?" Daniel melirik Shinji sinis. "Aku akan mundur dari kasus ini."Ia ingin sekal
AKU akan abadi. Tidak bisa mati maupun terluka. Semuanya menjadi seperti ini karena dua saudara bodoh yang telah mengubah nasibku tanpa bertanya lebih dulu."Kau masih menyesali semuanya?" pertanyaan itu membuatku mendengkus keras.Menyesal? Tentu saja.Manusia biasa pasti akan mati suatu hari nanti, tapi kematian itu terabaikan saat vampir ini menanamkan racun ke dalam tubuhku melalui gigitan dan juga darahnya.Racun yang mengubahku menjadi vampir pengisap darah yang mengerikan."Maafkan aku, aku benar-benar tidak ingin mengubahmu.""Tapi kau tetap mengubahku juga," balasku seraya berlalu.Daniel mengikuti langkahku dengan tergesa-gesa. "Jika aku tak me
SHINJI tidak tahu harus melakukan apa. Terlalu banyak vampir yang menyerangnya dan jelas-jelas, mereka bukan tandingan Shinji. Apalagi, mereka bergerak tanpa ragu untuk membunuh, sedang Shinji akan berpikir puluhan kali untuk membunuh.Ia hanya berharap, bantuan segera datang, tapi nyatanya mustahil. Sejak tadi, belum ada suara sirine polisi maupun ambulan yang telah ia perintahkan melalui Rieki sebelumnya."Apa yang dia lakukan sampai perintahku terabaikan?" gumamnya seraya mengutuk Rieki di dalam hati."Aku butuh bantuanmu."Shinji berjengit, dia nyaris menebaskan pedangnya pada vampir yang baru saja mengejutkannya. Vampir itu kini berada di balik punggungnya, menjaga punggung Shinji yang sejak tadi terbuka lebar."Kau ... Carlos?"Pertanyaan Shinji dibalas dengan senyuman tipis. "Sejauh mana si Bodoh itu memberitahumu tentang aku?"Shinji terd
SHINJI pikir, Daniel akan menerobos masuk tanpa berpikir dua kali. Nyatanya, vampir itu berhenti sejenak dan menjaga jarak dari ruangan yang sejak tadi menjadi fokus tatapannya."Kenapa?" Shinji bertanya-tanya, apa yang membuat Daniel berhenti sejenak tanpa mengalihkan pandangan?"Di sana ada banyak vampir."Shinji mengernyit. "Jangan bercanda, ini bukan tengah malam, harusnya mereka tidak ada di sini, kan?"Daniel menoleh. "Kenyataanya, sebagian besar yang ada di sana adalah vampir. Hanya ada dua manusia dan jelas-jelas salah satunya Alin.""Dan Fukumi?" Shinji mengernyitkan dahi.Otaknya bekerja keras. Apa mungkin vampir-vampir itu berkaitan dengan Fukumi? Atau jangan-jangan mereka bekerja sama? Namun, untuk apa? Kenapa vampir-vampir yang harusnya membunuh manusia malah bekerja sama dengan penjahat seperti Fukumi?"Mungkin." Daniel kembali mena
"BENAR, mereka berubah menjadi vampir menggunakan darahku, tapi bukan aku yang mengubahnya."Aku mengernyitkan dahi. "Bagaimana ceritanya? Kalau bukan kau yang mengubah mereka, lalu siapa? Mereka meresahkan sekali, asal kau tahu itu! Gara-gara mereka aku tidak bisa kembali ke negara asalku."Tanpa bisa mencegah diriku sendiri, aku mulai terbuka padanya. Kebingungan serta beban membuat hatiku tak keruan."Fukumi," jawabannya membuatku terkejut. "Jangan menilainya sebagai manusia baik, karena kebalikannya, dia hanyalah manusia licik.""Eh?" Aku hanya bisa menganga lebar, tak mengerti apa yang sebenarnya ingin dia utarakan."Dia menahanku di sini bukan tanpa alasan, dia perlu darahku untuk mengubah manusia menjadi vampir.""Kenapa dia mengubah manusia menjadi vampir? Apa alasannya? Kenapa dia sampai repot-repot melakukan hal tidak berguna seperti itu!" geramku.
"KERJAKAN dengan serius!"Sialan!Sialan!SIALAAAANN!!!Rieki ingin mengumpati vampir yang berdiri di sebelahnya. Yuki hanya menahan tawa di samping Shinji yang tampak puas melihatnya disiksa."Ini juga serius, Tuan!" Rieki mendengkus, Daniel pun melakukan hal yang sama.Sejak tadi mereka berada di rumah Shinji, bergabung dengan Yuki dan Rieki yang ternyata sedang pacaran. Shinji mengganggu mereka dan memaksa Rieki mencari informasi tentang Takigawa Fukumi.Rieki sudah menolak mentah-mentah dan menyuruh Shinji meminta bantuan polisi pusat, tapi karena hanya orang satu yang hilang, dan itu permintaan Daniel yang hanya masyarakat asing biasa, tentunya keinginan Shinji akan sulit dikabulkan.Dan ... Rieki menjadi korban."Ketemu!" Rieki bersorak ria saat menemukan apa yang ia cari. Digesernya laptop agar vampir yang s
AKU hanya bisa mematung, melihat pria itu duduk dengan tubuh lemah tampak tak berdaya. Jika memang dia ingin memakanku, kenapa dia tidak lantas menerkamku saja?Tiba-tiba saja pria itu tertawa terbahak-bahak. Suaranya agak sedikit serak. Belum lagi ketika ia bergerak, rantai yang mengikat tangan dan kakinya beradu dengan lantai dan membuat suara nyaring tercipta memenuhi ruangan.Dia tersenyum miring. "Aneh, harusnya kau bertanya-tanya siapa aku, tapi kau langsung mengenaliku sebelum aku mengatakan siapa diriku yang sebenarnya."Aku mendengkus. "Aku mengenal vampir lain yang lebih menyebalkan sebelum ini."Aku ikut duduk agak berjauhan dengannya. Tidak peduli apakah dia benar-benar akan memakanku atau tidak, karena aku sendiri ragu bisa lari darinya.Pria itu mengernyitkan dahi. "Siapa yang kau maksud?""Kuberi tahu pun, kau belum tentu mengenalnya."
SEMUANYA sudah terlambat. Itu yang Daniel pikirkan saat tak menemukan Alin di kamar apartemennya.Shinji ikut melangkah masuk dan terkejut saat tak menemukan Alin berada di mana pun."Di mana Alin?""Tidak ada." Daniel menggeleng. Dia teringat akan kalimat yang telah ia ucapkan pada wanita itu dan penyesalan mulai menghantuinya. "Dia sudah pergi."Melihat mimik Daniel sudah membuat Shinji tahu bagaimana isi hati vampir itu sekarang. Kehilangan orang yang ia cintai, ketika mereka baru saling memiliki.Shinji berpikir, kemungkinan besar Alin sudah tahu semua rencana Daniel sebelum ia menampar vampir itu beberapa saat lalu. Obsesi Daniel akan Alin memang menakutkan, Shinji mengakuinya, tapi harusnya Alin tahu, Daniel tidak akan senekad itu walau kata-katanya sangat menyeramkan.Shinji melangkah ke kamar, mencari-cari di setiap sudut ruangan. Alin benar-benar tidak
DIA pergi.Tanpa pamit ataupun meninggalkan pesan lain, dia meninggalkanku di kamar ini. Setelah semua yang terjadi, dia tak lantas menganggapku spesial dan memberiku kabar akan ke mana ia pergi berikutnya.Seperti hubungan biasa, tiada yang istimewa.Setelah mandi dan sarapan, aku mencari kartu nama Fukumi yang dia tinggalkan untukku kemarin, dan segera meninggalkan tempat.Hanya ini satu-satunya kesempatan yang kumiliki. Walau terkesan begitu kebetulan, tapi apa yang Fukumi tawarkan memang tengah kubutuhkan sekarang.Aku perlu pergi secepatnya. Ilegal ataupun tidak, aku harus segera menjauh dari sini ... dari Daniel yang akan memaksakan kehendaknya padaku nanti.Aku tidak bisa bertahan lama atau aku akan semakin jatuh mencintainya. Kemungkinan terbesar, pikiranku akan teracuni cinta dan aku rela menjadi vampir hanya demi bersama dengan Daniel selamanya.
"MANUSIA mana yang mau berubah menjadi vampir?"Kalimat itu mengusik Daniel. Dia memikirkan bagaimana kehidupan mereka nanti, ketika Alin tak mau berubah menjadi vampir.Dia akan abadi dan Alin akan binasa. Apa yang akan ia lakukan ketika melihat Alin berada di ujung hayatnya?"Sialan!"Daniel berjalan dengan tubuh tegap, mata birunya menatap tajam jejeran polisi yang kini menatapnya waspada. Dia tidak berniat kemari, tapi Shinji menjemputnya tadi pagi. Tepat setelah ia meninggalkan Alin di kamarnya."Kau mengumpat padaku?""Menurutmu?" Daniel melirik Shinji sinis. "Aku akan mundur dari kasus ini."Ia ingin sekal